BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan untuk menjaga dan mengawal hukum agar tetap tegak sebagai

9/13/2012 8:29 AM Ngurah Suwarnatha 1

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP NARAPIDANA OLEH HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT STUDI KASUS DI LAPAS SLEMAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak,

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang merdeka berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki tiga prinsip dasar, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

satunya diwujudkan kedalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Nomor 14 tahun 1970 dan diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi HAM dan menjamin hak warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak kecualinya, seperti halnya Undang-Undang No. 08 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan sebutan KUHAP yang merupakan Produk hukum nasional bangsa Indonesia di bidang hukum acara pidana yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan bersama kedudukannya dalam hukum. Hal ini tercermin dalam penjelasan umum KUHAP yang berbunyi: KUHAP bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap serta para pelaksana penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya masing-masing ke arah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keseluruhan harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 1 Sebagaimana kita ketahui bahwa penegak hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan, dan ketentraman dalam masyarakat. Pedoman pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan 1 Drs. C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka Jakarta 1989,hlm. 346-347 1

2 tentang tujuan hukum acara pidana. Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil adalah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelangaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa tersebut dapat dipersalahkan. 2 Pada bagian lain penjelasan KUHAP menegaskan : bahwa KUHAP didasarkan pada falsafah atau pandangan hidup bangsa Indonesia, maka sudah seharusnya didalam ketentuan materi setiap pasal dan ayat didalam KUHAP tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia, seperti asas presumption of innocence yang terletak didalam ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah diganti dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 harus di tegakkan. Adapun asas tersebut yang salah satunya berbunyi setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. 2 Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana (Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, Putusan, Peradilan). PT. Citra Aditya Bakti. Bandung 1996, hlm. 10

3 Asas yang telah ada disebutkan di atas lebih dikenal dengan sebutan asas praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah ini merupakan bukti adanya pengakuan terhadap hak-hak seseorang yang dijadikan tersangka atau terdakwa. Sebagai realisasi dari asas praduga tidak bersaslah ini adalah hak untuk mendapatkan penangguhan penahanan. Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: atas permintaan penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan. Adanya penangguhan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa, maka tersangka atau terdakwa tersebut dapat melakukan kegiatan sehariharinya sebagaimana yang diisyaratkan dalam Pasal 61 KUHAP yaitu: 1. Tersangka atau terdakwa dapat melakukan pekerjaannya senagaimana mestinya sebelum ditahan. 2. Tersangka atau terdakwa dapat berkumpul bersama keluarganya sambil menunggu adanya putusan pengadilan. 3 Ada kalanya dan bahkan tidak jarang penyidik, penuntut umum atau hakim dengan penetapannya melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa. Penahanan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: penahanan adalah penempatan tersangka atau 3 M. Karyadi dan R. Soesilo, KUHAP Dengan Penjelasan Dan Komentar, Politeia Bogor, 1986, hlm 9-10

4 terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta cara yang diatur undang-undang ini. Penahanan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang melakukan penahanan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP dikarenakan kekhawatiran dari instansi yang melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa tersebut bahwa nantinya: 1. Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan melarikan diri. 2. Tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti. 3. Tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya penahanan terhadap tersangka atau terdakwa berarti terjadi perampasan hak dan kemerdekaan atas diri tersangka atau terdakwa, dalam hal ini undang-undang memberikan alternatif pemecahan masalah atas penahanan, dengan melalui prosedur hukum yang berlaku dan banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Alternatif pemecahannya yakni dengan diberikannya penangguhan penahanan oleh aparatur penegak hukum terhadap tersangka atau terdakwa, namun penangguhan penahanan itu tidak diberikan secara gegabah oleh aparatur penegak hukum. Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis mencoba menuangkannya dalam bentuk penulisan hukum dengan judul: pertimbangan penangguhan penahanan oleh penegak hukum dalam proses perkara pidana di wilayah kabupaten Sleman.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis membuat rumusan permasalahan yang dibahas dalam penulisan hukum ini yakni sebagai berikut: Apakah yang menjadi pertimbangan penegak hukum di tingkat penyidik oleh POLRI, di tingkat penuntutan oleh Penuntut Umum, dan di tingkat pemeriksaan pengadilan oleh Hakim dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan di wilayah kabupaten Sleman. C. Tujuan Penelitian Mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan penegak hukum di tingkat penyidik oleh POLRI, di tingkat penuntutan oleh Penuntut Umum, dan di tingkat pemeriksaan pengadilan oleh Hakim dalam mengabulkan permohonan penangguhan penahanan di wilayah kabupaten Sleman. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini di harapkan menjadi bahan referensi bagi studi penelitian hukum lebih lanjut. 2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. E. Batasan Konsep 1. Pengertian Pertimbangan Pertimbangan adalah pendapat tentang baik buruknya sesuatu hal secara umum,yuridis.

6 2. Pengertian Penangguhan Penangguhan adalah menunda waktu atau mengundurkan waktu. 3. Pengertian Penahanan Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. 4. Pengertian Penegak Hukum Penegak hukum adalah pihak yang bertanggung jawab menegakkan wibawa hukum, serta menegakkan keadilan yang terdiri dari Hakim, Jaksa, Polisi. 5. Pengertian Proses Proses adalah urutan suatu peristiwa yang semakin maningkat atau semakin menurun; rangkaian tindakan perbuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk; perkara dalam pengadilan. 6. Pengertian Perkara Pidana Perkara pidana adalah masalah hukum yang menentukan perbuatanperbuatan apa atau siapa sajakah yang dapat dipidana serta sanksisanksi apa sajakah yang tersedia. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian deskriptif, dimana prosedur dan pemecahan masalah yang ada diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat

7 sekarang berdasarkan fakta-fakta yg tampak atau sebagaimana adanya. 4 2. Sumber Data Sumber data dalam penulisan hukum ini diperoleh dari data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari penelitian langsung dengan wawancara dengan narasumber, sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. 3. Narasumber Untuk melengkapi data maka dilakukan wawancara dengan para narasumber yang terdiri dari: a. Pengadilan Negeri Sleman : Dahlan, SH.M.Hum b. Kejaksaan Negeri Sleman : E.Noviasih Pratiwi, SH c. Polisi Resort Sleman : Aiptu Eko Purwanto d. Pengacara : Suyanto Siregar, SH 4. Cara Pengumpulan Data Dalam rangka pengumpulan data diperlukan cara: a. Studi Pustaka Dalam memperoleh data sekunder maka penulis mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, dan tulisan-tulisan yang ada relevansinya dengan permasalah yang ada. b. Wawancara 4 H. Hadari Nawawi, metode penelitian bidang sosial, Yogyakarta Gadjah Mada Universitas Press, 1991, hlm 63.

8 Yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara kepada para narasumber. 5. Cara Analisas Data Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan metode berpikir: a. Induktif yaitu pola pikir yang bertitik tolak dari suatu fakta atau peristiwa yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. b. Deduktif yaitu pola pikir yang bertitik tolak pada amggapan yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. 5 G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah memahami penulisan ini maka sistematika penulisan ini terdiri atas bagian-bagian yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini penulis menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II : PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA Dalam bab ini penulis membahas tentang tinjauan penangguhan penahanan pada sub bab petama, yang terdiri dari pengertian penangguhan penahanan, proses penanggungan penahanan, syarat penangguhan 5 Koentjaraningrat, metode-metode penelitian masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1977, hlm 328.

9 penahanan, jenis penangguhan penahanan, pencabutan penangguhan penahanan. Pada sub bab yang kedua membahas tentang pelaksanaan penangguhan penahanan di wilayah Kabupaten Sleman, yang uraiannya terdiri dari pertimbangan penangguhan penahanan oleh penegak hukum pada tiap instansi di wilayah Kabupaten Sleman, kendala-kendala dalam pemberian penangguhan penahanan di wilayah Kabupaten Sleman. BAB III : PENUTUP Dalam bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan materi penulisan.