4. HASIL PENELITIAN Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Panduan Kuisioner untuk Internal dan Eksternal Kelembagaan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA KARANG HIAS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROPAGASI KARANG HIAS

Parameter Fisik Kimia Perairan

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sejarah Desa Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Sejarah Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an yang

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

2. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan karang yang dapat membentuk terumbu sedangkan kelompok

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Gambar 6. Peta Kabupaten Karawang

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

PENILAIAN EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN BONTANG KOTA BONTANG (Economic Valuation of Coral Reef Ecosystem in Bontang Sea Bontang City)

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

GUBERNUR SULAWESI BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

I. Pengantar. A. Latar Belakang

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bencana Baru di Kali Porong

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

4. KONDISI SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN

Transkripsi:

31 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Kondisi Perairan Teluk Lampung 4.1.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung Panjang garis pantai Provinsi Lampung lebih kurang 1.15 km (termasuk beberapa pulau), memiliki sekitar 69 buah pulau (Wiryawan et al. 22). Wilayah pesisirnya dapat dibagi atas 4 wilayah, yaitu Pantai Barat (21 km), Teluk Semangka (2 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (16 km), dan Pantai Timur (27 km). Masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi fisik/ruang, sosial ekonomi dan lingkungan ekosistem yang berbeda. Potensi pesisir dan lautan tang dapat dijumpai adalah perikanan tangkap, tambak, kerang mutiara, rumput laut, perhubungan, pariwisata, terumbu karang, mangrove, industri dan pemukiman penduduk pesisir. Perairan Teluk Lampung yang terletak pada posisi 5 o 15 LS 6 o LS dan 15 o BT 15 o 45 BT memiliki iklim tropis humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya, yaitu angin dari Barat dan Barat Laut (November - Maret), yang menyebabkan musim hujan dan angin dari arah utara dan Tenggara (April Oktober), yang menyebabkan musim kemarau. Lebih jauh Wiryawan et al. (22) mengemukakan bahwa karakteristik pantai dan pulau pulau kecil di Teluk Lampung merupakan pasir pantai dan berlumpur serta pecahan koral. Kedalaman perairan Teluk Lampung rata-rata 25 meter, dimana di mulut teluk kedalaman berkisar 35 hingga 75 meter, terutama di Selat Legundi. Menuju ke kepala teluk, perairan mendangkal sekitar 2 meter pada jarak yang relatif dekat dengan garis pantai. Karang hias tersebar pada kedalaman 12 hingga 25 meter. Menurut Nybakken (1992) bahwa kedalaman kurang dari 25 meter merupakan batas kedalaman untuk pertumbuhan karang yang optimal. Pasang surut (pasut) perairan Teluk Lampung mendapat pengaruh pasut dari Lautan Hindia yang diperkirakan merambat memasuki perairan teritorial Indonesia melalui Selat Sunda. Karena kondisi geografi di Selat Sunda dan Laut Jawa yang dangkal, pasut yang merambat masuk mengalami perubahan dari pasut bertipe campuran dengan dominansi ganda menjadi tipe pasut campuran dengan

32 dominansi tunggal di Laut Jawa. Sementara itu, kekuatan arus cukup bervariasi di perairan mulut teluk, yaitu rata rata bulanan berkisar antara 1 cm/s hingga 45 cm/s, dimana kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari dan Februari dan kecepatan minimum pada bulan Maret dan April. Menurut Nybakken (1992), kecepatan arus yang demikian cukup untuk menimbulkan pergerakan air laut yang membawa oksigen dan nutrien yang cukup bagi koloni karang. Kondisi suhu dan salinitas di perairan Teluk Lampung mendukung untuk sebaran dan pertumbuhan karang. Wiryawan et al. (22) mencatat bahwa suhu rata-rata bulanan permukaan laut relatif stabil sepanjang tahun, berkisar antara 28 3 o C dimana kisaran suhu tersebut mendukung koloni karang untuk tumbuh. Demikian juga dengan kandungan salinitas perairan di Teluk Lampung mendukung sebaran dan pertumbuhan karang, yaitu sekitar 32,5 33,6 psu. 4.1.2. Kondisi Habitat Utama Perairan Teluk Lampung Pantai sekitar teluk (Teluk Lampung dan Teluk Semangka) pada dasarnya mempunyai tipe yang sama dengan Pantai Barat Lampung, yaitu didominasi pantai berpasir, hutan pantai tipe Barringtonia, dengan sisipan tanaman perkebunan rakyat (Wiryawan et al. 22). Namun habitat utama tersebut mengalami degradasi dan kohesi lebih besar karena dampak urbanisasi. Kawasan yang semula merupakan hutan mangrove telah berubah menjadi tambak udang, terutama pada beberapa teluk dan muara sungai. Yang sangat jelas terlihat di Pantai Timur adalah daerah tambah udang yang luas dan sedikit sisa hutan mangrove. Pembukaan lahan tambak secara besar-besaran berdampak pada kekeruhan perairan yang meningkat. Kekeruhan terlihat dengan jelas pada lokasi penyelaman di gosong karang dalam antara Pulau Pohawang Besar dan Pulau Lalangga Kecil, dimana jarak pandang berkisar 2 hingga 5 meter. Kondisi perairan yang keruh dalam waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan karang karena partikel - partikel kekeruhan berpotensi mengendap dan menutupi koloni karang. Veron (1995) menjelaskan bahwa akibat pengendapan sedimen pada koloni karang akan menyebabkan kehilangan energi, sementara untuk mendapatkan makanan dan proses metabolisme lainnya juga membutuhkan energi sehingga sisa energi yang ada tidak lagi mendukung untuk pertumbuhan karang.

33 Selain mangrove, ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut dapat dijumpai di sepanjang daratan sempit sekitar pulau-pulau di bagian selatan dan barat. Sebagian habitat ini tumbuh dengan baik di Teluk Lampung dan di Pantai Barat (Wiryawan et al. 22). Kebanyakan terumbu karang di Lampung adalah tipe fringing reef dengan luasan relatif berkisar 2 6 meter. Sejumlah terumbu karang tipe patch reef tumbuh dengan baik, dan dapat dijumpai di sepanjang sisi barat Teluk Lampung. Lokasi pengambilan karang hias berpusat di sisi Barat Teluk Lampung, sehingga beberapa karang tipe patch reef merupakan habitat sebagian besar karang hias target perdagangan. Zieren et al. (1999) menjelaskan bahwa ancaman bagi habitat terumbu karang di perairan Teluk Lampung, salah satunya yaitu rata-rata tingkat kandungan TSS yang melebihi batas maksimum yang direkomendasikan untuk perairan dekat pantai, yaitu 11,1 mg/l hingga 13,49 mg/l (>1mg/l). Kandungan TSS yang berlebihan dapat menyebabkan stress sehingga terjadi mucus pada polip karang. Tingginya kandungan TSS merupakan dampak dari pembukaan lahan tambah di daerah pesisir. 4.2. Sumberdaya Karang Hias di Perairan Teluk Lampung 4.2.1. Distribusi dan Kelimpahan Karang Hias Sumberdaya karang hias yang dimaksud yaitu jenis-jenis karang batu (karang keras) yang boleh dimanfaatkan namun perlu pengaturan sesuai Keputusan Presiden No.43 tahun 1978 tentang Ratifikasi CITES. Ratifikasi CITES menyebutkan bahwa karang termasuk biota laut yang tergabung dalam Apendik II CITES, yaitu kelompok biota laut yang boleh dimanfaatkan untuk perdagangan melalui pengaturan dengan system kuota. Jenis-jenis yang diperbolehkan tersebut, oleh Green & Shirley (1999) dikelompokkan berdasarkan minat pasar seperti yang disajikan pada Tabel. 4. Berdasarkan survei Underwater Belt Transect, terdapat 24 jenis karang hias yang bernilai ekonomis dan laku dipasaran yang ditemukan di perairan Teluk Lampung (Tabel. 4).

34 Tabel 4. Jenis Karang Hias Menurut Kelompok Harga No 1 2 3 Kategori Nilai Ekonomi High Price (USD 6,1 25) Medium Price (USD 3,1 6) Low Price (s/d USD 3) Nama Ilmiah Nama Inggris 1 Nama Lokal 2 Euphyllia sp Hydnopora sp Merulina sp Porites sp Pocillopora sp Joker Coral, Torch Coral, Branching hammer, Green Anchor Staghorn corals, Antler Coral Ruffled Coral, Crispy Crust Coral Multicolor Worms, Jeweled Finger Coral, Mountain Coral, Anemone Coral Cauliflower coral, Antler coral, Raspberry Coral Karang Babut/Kuku/Putat Karang Tanduk Karang Kipas Karang Porites Karang Pocillopora Scolymia sp Doughnut Coral Karang Otak Mutiara Swollen Brain Coral, Salim Blastomussa sp Pipe Karang Pipa Salim Caulastrea sp Candy Cane Coral Karang Tonjol Flat Brain Coral, Lobed Cup Lobophyllia sp Coral Karang Daging Green Metallic Plate Coral, Heliofungia sp Karang Piringan Bulu Purple/Pink Tip Plate Coral Galaxea sp Galaxi Star Coral Karang Koreng Trachyphyllia sp Open brain Karang Otak Merah Plerogyra sp Bubble coral Karang Kolang Kaling Tubastrea sp Sun corals Karang Polip Matahari Cynarina sp Modern Coral Karang Modern Acanthastrea sp Acanthastrea Multi Colour Karang Nanasan Goniopora sp Karang Batu Yo/Batu Flower coral, Jewel Coral Jeruk Fungia sp Mushroom Coral Karang Piringan Polyphyllia sp Slipper/Tongue Coral Karang Lidah Favites sp Pineapple coral Karang Nanasan Turbinaria sp Favia sp Pagoda / Cup Coral, Disc Coral, Tube Coral Moon Stone Coral, Knob Coral Karang Pagoda Karang Nanasan Herpolitha sp Mushroom Coral Karang Lidah Kasar Echinopora sp Spiny Plate Coral Karang Echinopora Sumber : 1 ; kompilasi berbagai sumber (www.balimarineworld.com/corals/c_hardcorals.htm, www.green-country.com.tw, www.botany.hawaii.edu/basch/uhnpscesu/htms/npsacorl/nsalistc.htm). 2 ; wawancara nelayan karang hias perairan Teluk Lampung.

35 24 jenis tersebut tidak termasuk jenis-jenis yang telah berhasil dipropagasi seperti Acropora sp, Montipora sp, dan Seriatopora sp. Rekomendasi Management Authority bahwa pemanfaatan jenis-jenis tersebut secara bertahap tidak lagi bersumber dari alam (wild) namun diusahakan dari kegiatan propagasi (transplantansi). Jenis jenis karang yang direkomendasikan oleh P2O LIPI (Scientific Authority) untuk ditransplantasikan bertambah dari 24 jenis pada tahun 27 menjadi 49 jenis pada tahun 211. Penetapan jenis jenis tersebut setelah melalui melalui uji coba tranbsplantasi dan di review secara scientific. Tabel 5. Jumlah Jenis, Total Koloni dan Jenis Dominan Setiap Lokasi Pengamatan No. Nama Pulau/Lokasi Jumlah jenis Jumlah koloni total yang terdata Jenis yang mendominasi 1 Timur Pulau Pohawang Kecil 23 629 Euphyllia 2 Utara Pulau Lalangga Kecil 4 271 Euphyllia & Goniopora 3 Gosong Tali Arus (Timur Euphyllia, Fungia & 2 436 Pulau Lalangga Kecil) Caulastrea 4 5 Gosong Swadian (Timur Pulau Lalangga Besar) Gosong Haji Tawa (Utara Pulau Lalangga Besar) 11 499 Caulastrea 19 219 6 Timur Pulau Legundi besar 14 78 7 8 9 1 11 12 13 14 Gosong Tengah (Timur Pulau Seuncal/Utara Pulau Sijebi) Gosong Cetek (Timur Pulau Seuncal Tengah) Gosong Lampit (Selatan Pulau Pohawang Besar) Gosong Anak Besar (Timur Tanjung Darat) Gosong Batu Merah (Utara Pulau Umang) Gosong Bandar (Utara Pulau Legundi) Gosong Kelapa (Utara Pulau Seuncal Ujung) Gebang, daratan Sumatra (Tenggara) Favites, Fungia & Goniopora Lobophyllia & Polyphyllia 13 434 Goniopora & Diaseris 19 231 Lobophyllia & Polyphyllia 11 18 Turbinaria & Galaxea 11 17 14 97 Fungia Galaxea, Goniopora & Turbinaria 13 117 Fungia & Lobophyllia 21 1871 Pavona & Goniopora 1 57 Fungia & Euphyllia 15 Barat Pulau Lahu 21 424 Heliofungia & Fungia 16 Utara Pulau Tegal 28 84 Goniopora & Fungia

36 Berdasarkan Tabel 5, jumlah koloni terbesar terdapat pada dua lokasi penyelaman, yaitu di Gosong Tengah yang terletak antara Pulau Seuncal sebelah timur dengan Pulau Sijebi sebelah utara dan di Gosong Kelapa yang terletak di Utara Pulau Seuncal Ujung. Jenis yang dominan di dua lokasi tersebut adalah Goniopora, Pavona dan Diaseris. Diaseris termasuk jenis yang tidak bernilai ekonomis namun jumlah koloninya mencapai 32,2% dari total koloni yang tercatat. Meskipun demikian jenis tersebut hanya dominan pada satu stasiun. Secara keseluruhan jenis yang bernilai ekonomis memiliki jumlah koloni yang lebih tinggi dibandingkan jenis yang tidak bernilai ekonomis, yaitu mencapai 55,84% dari total jumlah koloni. Ada empat jenis yang mendominasi kelompok yang bernilai ekonomis, yaitu Goniopora, Fungia, Euphyllia dan Caulastrea.

37 8.% % jumlah koloni per total koloni tercatat 6.% 4.% 2.%.% 24 21 Jenis % jumlah koloni per total koloni tercatat 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% 24 21 Jenis % jumlah koloni per total koloni tercatat 25.% 2.% 15.% 1.% 5.%.% 24 21 Jenis Gambar 7. Kelimpahan Jenis Karang Hias Pada Tahun 24 dan Tahun 21 (A : High price, B : Medium price, C : Low price)

38 Gambar 7. menunjukkan bahwa dari 24 jenis karang ekonomis yang terdata pada tahun 24 dan tahun 21, terdapat 4 jenis dengan kelimpahan yang tinggi, yaitu Goniopora, Fungia, Caulastrea dan Euphyllia. Jenis-jenis tersebut konsisten dengan kelimpahan yang tinggi. Jika berdasarkan trend, justru hampir semua jenis mengalami trend penurunan kelimpahan, kecuali jenis-jenis yang memiliki pertumbuhan yang cepat (fast growing) seperti Hydnopora sp, Merulina sp dan Pocillopora sp yang cenderung jumlah koloninya lebih tinggi pada tahun 21. Dua jenis yang memiliki pertumbuhan lambat namun dengan kecenderungan jumlah koloni yang meningkat pada tahun 21 adalah Turbinaria sp dan Galaxea sp, kedua jenis tersebut tergolong memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi seperti kemampuan membunuh jenis karang lain yang hidup di sekitar koloninya. Selain dijumpai dengan kelimpahan tertinggi, jenis-jenis tersebut memiliki frekuensi kehadiran yang tinggi berdasarkan pengamatan tahun 21, seperti yang disampaikan pada Tabel 6, kecuali Caulastrea hanya dijumpai 25% dari semua lokasi pengamatan. Tabel 6. Frekuensi Kehadiran Jenis Karang Hias Terhadap Semua Lokasi Pengamatan Pada Tahun 21. No Jenis Frekuensi Kehadiran 1 Goniopora 93,75% 2 Fungia 87,5% 3 Galaxea 87,5% 4 Favites 81,25% 5 Lobophyllia 81,25% 6 Turbinaria 81,25% 7 Euphyllia 75,% 8 Favia 75,% 9 Polyphyllia 68,75% 1 Hydnopora 56,25% 11 Trachyphyllia 56,25% 12 Scolymia 5,% 13 Plerogyra 43,75% 14 Merulina 37,5% 15 Pocillopora 31,25% 16 Heliofungia 31,25% 17 Caulastrea 25,% 18 Cynarina 25,%

39 No Jenis Frekuensi Kehadiran 19 Echinopora 25,% 2 Porites 18,75% 21 Tubastrea 12,5% 22 Blastomussa 12,5% 23 Herpolitha 12,5% 24 Acanthastrea 6,25% 4.2.2. Habitat dan Area Pemanfaatan Karang Hias Habitat karang hias di Teluk Lampung tergolong unik, berbeda dengan habitat karang yang pada umumnya menutupi dasar perairan di daerah back reef hingga reef slope. 8% habitat karang hias di daerah gosong (12 25 meter) yang tidak tepat berada di daerah reef slope, bahkan beberapa lokasi jauh dari pulau, sehingga hanya nelayan karang hias yang mengetahui lokasinya secara pasti. Lokasi pemanfaatan karang hias tersebar di 2192,4 ha daerah karang di perairan Teluk Lampung. Umumnya karang hias menempati habitat dengan topografi datar (flat) hingga landai pada kisaran kedalaman 12 25 meter. Habitat dasaran umumnya berpasir, diselingi lumpur atau pecahan karang mati. Beberapa lokasi memiliki topografi yang berbukit dengan substrat batu, yang memiliki kisaran kedalaman 12 15 meter. Tipe substrat menentukan jenis-jenis karang hias yang mendiaminya. Pada substrat berpasir umumnya koloni karang hias tidak menempel pada substrat, sebaliknya pada substrat berbatu, koloni karang hias menempel sehingga untuk lokasi-lokasi tertentu nelayan membutuhkan peralatan. Tabel 7. Karakteristik Perairan Lokasi Pengambilan/Pengumpulan Karang Hias Lokasi Timur Pulau Pohawang Kecil Utara Pulau Lalangga Kecil Gosong Tali Arus (Timur Pulau Lalangga Kecil) Gosong Swadian (Timur Pulau Lalangga Besar) Posisi geografis: Latitude (S) - 5 o 43,489 5 o 44,294 5 o 42,884 Longitude (E) - 15 o 13,158 16 o 15,362 15 o 14,985 Kedalaman 18 meter 22 meter 22-25 meter 15 meter Visibility 3 m 5 m 4 meter 5 meter Substrat hamparan pecahan karang Pasir berlumpur Pasir berlumpur Pasir berlumpur dan pecahan

4 Lokasi yang telah ditutupi lumpur tipis Gosong Haji Tawa (Utara Pulau Lalangga Besar) dan koloni karang mati yang tumbuhi alga Timur Pulau Legundi besar Gosong Tengah (Timur Pulau Seuncal/Utara Pulau Sijebi) karang mati Gosong Cetek (Timur Pulau Seuncal Tengah) Posisi geografis: Latitude (S) 5 o 43 791 5 o 48,12 5 o 47,489 5 o 48,294 Longitude (E) 15 o 14 152 " 15 o 16,573 15 o 19,158 15 o 2,326 Kedalaman 18 Meter 15-18 meter 12-15 Meter 15 meter Visibility 4 meter 4 meter 6 meter 7 meter Substrat Lokasi Pasir berlumpur Gosong Lampit (Selatan Pulau Pohawang Besar) Pasir berlumpur Gosong Anak Besar (Timur Tanjung Darat) Pasir berlumpur dan berbatu Gosong Batu Merah (Utara Pulau Umang) Pasir berlumpur dan pecahan karang mati Gosong Bandar (Utara Pulau Legundi) Posisi geografis: Latitude (S) 5 o 43 321 5 o 43,489 5 o 47,566 5 o 47,47 Longitude (E) 15 o 13 778 " 15 o 14,778 15 o 16, 896 15 o 16,328 Kedalaman 15 Meter 12-15 meter 12 meter 15-18 Meter Visibility 3 meter 3 meter 6 meter 6 meter Substrat Lokasi Pasir berlumpur Gosong Kelapa (Utara Pulau Seuncal Ujung) Pasir berlumpur Gebang, daratan Sumatra (Tenggara) Pasir dan berbatu Barat Pulau Lahu Pasir berlumpur dan berbatu Utara Pulau Tegal Posisi geografis: Latitude (S) 5 o 48 321 5 o 34,23 5 o 32 51 5 o 33,749 Longitude (E) 15 o 19 796 " 15 o 15,27 15 o 15 75 " 15 o 16,573 Kedalaman 18 Meter 16-19 meter 16 meter 14-15 meter Visibility 6 meter 3 meter 3 meter 4-5 meter Substrat Pasir Pasir Pasir berlumpur berlumpur dan Pasir berlumpur dan pecahan pecahan karang berlumpur dan pecahan karang mati mati karang mati Beberapa pulau tidak menjadi target pengambilan seperti Pulau Kelagian dan Pulau Tanjung Putus. Pulau-pulau tersebut telah diperuntukan untuk pemanfaatan yang lain, seperti Pulau Kelagian adalah Pusat Latihan Angkatan

41 Laut Tentara Nasional Indonesia dan Pulau Tanjung Putus merupakan pusat pengembangan budidaya ikan kerapu. 4.2.3. Pengambilan/Pengumpulan Karang Hias Kegiatan pengambilan atau pengumpulan karang hias di perairan Teluk Lampung telah berlangsung sejak awal tahun 8-an. Terdapat 3 pengepul karang hias yang berskala besar dan rutin yang beroperasi di Teluk Lampung, melibatkan sekitar 4 orang nelayan. Mereka masih menggunakan kompresor pada saat melakukan penyelaman tanpa memperhitungkan waktu dan tabel penyelaman yang benar. Keterangan lebih lengkap mengenai pengumpul dan para nelayan pengumpul karang hias dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Profil Pengepul dan Nelayan Pengumpul Karang Hias Keterangan Pengumpul A Pengumpul B Pengumpul C Tempat tinggal Desa Lempasing, Desa Rangai, Lampung Desa Jelarangan, P. Lampung Selatan Selatan Pahawang Besar Lokasi penampungan Desa Lempasing, Desa Rangai, Lampung Desa Jelarangan, P. darat Lampung Selatan Selatan Pahawang Besar Lokasi penampungan Sekitar Pulau Puhawang Sekitar Pulau Puhawang Pulau Tangkil laut Besar Besar Lamanya berdagang karang hias 22 tahun 13 tahun 1 tahun Jumlah nelayan/kapal 6/1 22/4 13/2 Eksportir penerima karang 3 eksportir 6 eksportir 2 eksportir Penjualan ke pasar lokal Ya Ya Tidak Pola pengambilan setiap penyelaman Sistem order Macam-macam jenis karang hias Jenis-jenis tertentu berdasarkan orderan, jenis-jenis primadona selalu diambil (tidak berdasarkan orderan) Macam-macam jenis karang hias Jenis-jenis tertentu berdasarkan orderan, jenis-jenis primadona selalu diambil (tidak berdasarkan orderan) Umumnya satu jenis sebanyak (rata-rata) 1 pieces Berdasarkan orderan Pengepul A merupakan yang terbesar, dengan pengiriman ±6. pieces/minggu, jauh lebih besar dari 2 pengepul lainnya yang hanya mengirim ±1.75 pieces/minggu. Jenis karang hias yang diambil para nelayan karang hias berdasarkan pesanan dari para pengumpul atau para eksportir. Jumlah yang diambil jarang sekali melebihi pesanan, karena kelebihan akan jumlah maupun jenis serta ukuran yang tidak sesuai tidak akan diterima oleh para pengumpul maupun eksportir, kalaupun diterima biasanya dengan harga murah. Beberapa nelayan pengambil karang hias mengambil jenis target karang hias tertentu untuk

42 dijadikan stok, kemudian mereka kumpulkan pada tempat didasar laut dengan kedalaman kurang dari 15 meter, mereka tata dengan rapih berdasarkan jenisnya dan diberi tanda khusus agar jika ada pesanan untuk jenis tesebut mereka tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk pergi mencari karang hias. Nelayan karang hias Teluk Lampung menerapkan pola one day trip (1 hari penuh),yang berangkat pagi pulang sore. Dalam satu perahu ditumpahi 3 5 orang, satu sebagai pemegang kemudi perahu, satu sebagai pengatur selang kompressor agar tidak terbelit dan yang lain sebagai nelayan penyelam. Hal ini biasa dilakukan secara bergantian, namun khusus untuk nelayan pengambil karang hias harus berpengalaman. Target pengambilan biasanya tidak terpusat pada karang hias, beberapa nelayan mengambil biota laut ekonomis tinggi lainnya seperti teripang. Nelayan pengambil karang hias menyelam dengan cara menelusuri dasar perairan dalam jangka waktu 3 menit hingga satu jam pada kisaran kedalaman 15 3 meter. Sekali penyelaman satu orang pengambil karang hias dapat mengumpulkan 1 3 koloni karang hias tergantung keberadaan karang hias di alam. 4.2.4. Peralatan Pengumpulan Karang Hias Jenis alat yang digunakan untuk mengambil spesies target sangat tergantung dari jenis dan ukuran yang diorder oleh konsumen. Beberapa jenis, koloninya menempel pada substrat sehingga memerlukan peralatan khusus untuk mengambilnya, namun beberapa jenis tersebar dengan ukuran koloni yang relatif sama tanpa menempel pada substrat, sehingga nelayan biasanya hanya membawa keranjang. Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Peralatan Pengumpulan Karang Hias dan Kegunaannya No Jenis Peralatan Kegunaan 1. Golok digunakan untuk memotong koloni karang sesuai ukuran yang di order 1 2. Pahat digunakan mencongkel koloni karang yang menempel pada dasar perairan 2 Keranjang koloni dan alat digunakan untuk

43 No Jenis Peralatan Kegunaan menyimpan peralatan dan koloni karang yang sudah dikumpulkan. Wadah ini berkapasitas besar untuk menyesuaikan order sehingga mengurangi frekuensi turun naik nelayan 3 Selang udara menghubungkan udara dari kompressor ke nelayan. Panjang selang rata-rata 5 meter untuk keleluasaan gerak nelayan sampai radius ratusan meter dari perahu. 4 Kompressor yang digerakkan oleh mesin 5,5 PK untuk suplai udara bagi nelayan penyelam. 5 Sepatu karet untuk melindungi kaki nelayan pengumpul karang hias dari biota dasar laut yang berduri dan berbahaya 6 Masker selam untuk melindungi mata dan hidung dari air sehingga terbentuk ruang udara yang memudah nelayan melihat dalam air. Beberapa nelayan dan pengepul menggunakan sarung tangan, namun tidak banyak karena sarung tangan justru bisa menyebabkan kerusakan pada permukaan koloni karang, disamping itu membuat nelayan dan pengepul menjadi tidak hati-hati dalam memegang biota disekitar spesies target, sehingga menyebabkan kerusakan pada biota yang bukan target pemanfaatan. Harapannya penggunaan peralatan dilakukan secara terampil sehingga mengurangi penolakan

44 karang hias akibat cacat pada bagian koloni yang sensitif. Tujuannya adalah secara tidak langsung untuk mencegah kemubaziran dalam pemanfaatan. 4.2.5. Ukuran dan Jenis Target Pemanfaatan Perdagangan karang hias sangat dipengaruhi oleh permintaan pasar. Permintaan pasar mempertimbangkan keunikan dan keindahan jenis. Aspek warna, bentuk dan ukuran menjadi pertimbangan penting dalam pemesanan. Namun beberapa aspek telah diarahkan sebagai batasan dalam sistem permintaan, seperti memperhatikan aspek pengangkutan dan pengambilan, aspek pengurangan pengaruh negatif terhadap biota karang dan aspek keberlanjutan pemanfaatan. Ukuran dagang bagi koloni karang hias sangat bervariasi dan berbeda dengan ukuran biologi pertumbuhan karang hias. Tabel 1 menampilkan ukuran dagang berdasarkan minat pasar. Tabel 1. Jenis dan Ukuran Permintaan Pasar Perdagangan Karang Hias (Green & Shirley, 1999) & (AKKII, 21) Ukuran No. Jenis No. Jenis Ukuran (cm) Diamter (cm) 1 Acanthastrea sp 3 M:12, L:16 13 Merulina sp 2 S:11, M:14, L:17, XL:19 2 Blastomussa sp 2 S:5, M:1, L:15 14 Plerogyra sp 3 S:7, M:1, L:19-2, XL:23 3 Caulastrea sp 3 S:9-1, M:13, L:15 15 Pocillopora sp 2 S:1, M:12, L:14 4 Cynarina sp 3 S:5, M:8, L:9 16 Polyphyllia sp 4 S:11-14, M:16, L:21 5 Echinopora sp. 4 S:11, M:14, L:17, XL:19 6 Euphyllia sp 2 L:15-18, XL:22- S:8, M:11-12, 24 7 Favia sp. 4 S:8, M:12, L:16 29 17 Porites sp 2 S:1, M:12, L:14 18 Scolymia sp 2 S:6, M:8, L:12 Trachyphyllia sp 3 S:5, M:9, L:12 8 Favites sp. 4 S:8, M:12, L:16 2 Tubastraea sp 3 S:8, M:12, L:16 9 Fungia sp. 4 S:8, M:11, L:13-14 21 Turbinaria sp 4 S:7-1, M:13-15, L:16-2 1 Galaxea sp. 3 S:1, M:12, L:15 22 Hydnophora sp 2 S:1, M:13, L:15, XL;- 11 Goniopora sp 4 S:5-7, M:1-12 23 Lobophyllia sp. 3 S:8, M:1, L:15, XL:18 12 Heliofungia sp 3 S:7, M:11, L:13, 24 Herpolitha sp 4 M:13, L:2, XL:17-18 XL:28 Keterangan: 1;very high price (USD >25,1), 2;high price (USD 6,1 25), 3;medium price (USD 3,1 6), 4;low price (< USD 3)

45 Kurang lebih 4 jenis karang hias yang dimanfaatkan di perairan Teluk Lampung. Sejak tahun 28, jenis seperti Acropora sp, Montipora sp dan Seriatopora sp, oleh pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan pengambilan langsung dari alam, namun pemanfaatannya diarahkan melalui transplantasi. Green & Shirley, 1999 mengelompokkan jenis-jenis tersebut berdasarkan harga di tingkat eksportir yang menunjukkan minat pasar. Disamping faktor jenis (warna koloni dan tentakel), ukuran koloni ikut menentukan faktor harga. Umumnya ukuran medium (M) hingga large (L) disukai oleh para hobbyst, ukuran extra large (>25 cm) sangat jarang diminati pasar karena dianggap tidak memiliki nilai estetika. Berdasarkan klasifikasi harga, jenis yang berharga sangat mahal (very high price) seperti Nemenzophyllia sp tidak ditemukan pada semua lokasi pengamatan, informasi dari nelayan juga memperkuat bahwa jenis ini tidak ditemukan lagi dalam beberapa tahun terakhir. Ukuran biologi karang terbagi atas 4 kelas ukuran yang berlaku untuk semua jenis yaitu ukuran SC 1 ( 5 cm), SC 2 (5,1-15 cm), SC 3 (15,1-25 cm) dan SC 4 >25 cm). Ukuran koloni menunjukkan kemampuan suatu spesies dalam menyokong rekruitmen. Chiappon dan Sullivan 1996 dan Edmunds 2 mengemukakan bahwa koloni dengan ukuran medium (>5-15 cm) dan large (>15-25 cm) adalah ukuran koloni karang yang menyokong rekruitmen. Dengan demikian ukuran yang dimanfaatkan sebaiknya lebih besar dari 5 cm. Pengecualian pada beberapa spesies yang memang telah mampu menyokong rekruitmen pada ukuran koloni yang relatif lebih kecil seperti Catalaphyllia sp, Blastomussa sp, Trachyphyllia sp, Cynarina sp dan Goniopora sp. 4.3. Pemanfaatan Karang Hias Di Teluk Lampung 4.3.1. Permintaan dan Pengiriman Karang Hias Berbeda dengan perikanan konsumsi, permasalahan utama perikanan aquarium khususnya karang hias yaitu kekurangan data dan informasi terutama terkait aspek jenis, jumlah, ukuran, dan kematian akibat pengambilan terutama di tingkat nelayan. Selama ini pemanfaatan hanya berpatokan pada data pemesanan (order) oleh eksportir, sementara data aktual yang ditangkap dan yang dikirim oleh nelayan dari alam sangat sulit didapatkan. Untuk Teluk Lampung, dimana nelayan dan pengepul umumnya memiliki pola perdagangan yang tidak

46 memberlakukan sistem penyortiran dan satu penampungan bersama, maka data jenis dan jumlah yang dikirim oleh pengepul diasumsikan sama dengan jenis dan jumlah yang diambil oleh nelayan dari alam sehingga catatan mengenai jenis dan jumlah koloni yang dikirim cukup dilakukan ditingkat pengepul. Data pengambilan/pemgumpulan karang hias diperoleh dari 72 kali pengiriman selama 3 tahun (25 27). Data bersumber dari 3 pengepul yang beroperasi di Teluk Lampung yang yang dimonitoring setiap melakukan pengambilan dan pengiriman. Tingkat keakuratan data hanya sampai pada tingkat jenis (genus/genera) karena pada nama lokal yang sama mewakili lebih dari satu nama ilmiah dalam tingkat spesies sehingga jumlah koloni berdasarkan spesies tidak dapat diketahui secara pasti ditingkat nelayan.

47 8 7 6 5 Pemesanan Pengiriman 4 3 2 1 Euphyllia sp Porites sp Blastomussa sp Hydnopora sp Pocillopora sp Merulina sp 7 6 5 4 3 2 1 Pemesanan Pengiriman B 3 25 2 Pemesanan Pengiriman C 15 1 5 Favia sp Goniopora Echinopora Fungia sp Herpolitha Polyphyllia Turbinaria sp sp sp sp sp. Favites sp Gambar 8. Rata-Rata Jumlah koloni Yang Diorder Dan Dikirim Selama Tahun 25 27 (A : High price, B : Medium price, C : Low price)

48 Gambar 8 menunjukkan bahwa berdasarkan data pengiriman, kecenderungan pemanfaatan karang hias selama tiga tahun pengamataan yaitu berkisar 75 koloni setiap tahunnya. Pola pemanfaatan yang terlihat adalah order jenis jenis dari golongan harga tinggi sebagian besar tidak dapat terpenuhi, hanya mampu terpenuhi < 15%, kecuali Euphyllia sp bahkan melebihi pesanan. Pada kelompok jenis dengan harga sedang (B) dan harga rendah (C) pemesanan dapat dipenuhi pada kisanran hingga 4% - 71,4%. Terdapat juga jenis yang tidak pernah terkirim selama 3 tahun yaitu Acanthastrea sp, disamping kuotanya yang nihil, nelayan juga jarang menemukan jenis tersebut. Pada kelompok harga tinggi, hanya 1 jenis yang melebihi order. Berbeda dengan kelompok harga sedang dan harga rendah, jenis yang dikirim melebihi order lebih banyak. Jenis yang dikirim melebihi order pada kelompok harga sedang adalah Lobophyllia sp, Caulastrea sp, Cynarina sp dan Heliofungia sp. Semua jenis tersebut tergolong jenis dengan ukuran polip besar dan pertumbuhan lambat (slow growing). Jenis-jenis seperti Physogyra sp dan Nemenzophyllia sp masih dapat dijumpai dengan jumlah yang cukup pada rentang tahun 25 27 berdasarkan rekaman data pemanfaatan, namun berdasarkan pengamatan 16 stasiun pada tahun 21 jenis tersebut tidak dijumpai. Sementara itu jenis yang dikirim melebihi order pada kelompok harga rendah jumlahnya lebih banyak, yaitu Favia sp, Turbinaria sp, Favites sp, Polyphyllia sp, Fungia sp dan bahkan Herpolitha sp dikirim tanpa ada pemesanan sebelumnya. Jenis jenis tersebut juga tergolong pada jenis dengan pertumbuhan yang lambat. Selama tiga tahun pengamatan pengambilan/pengumpulan karang hias telah cukup memberikan informasi penting bahwa telah terjadi perubahan pola pemanfaatan yang ditandai dengan bergesernya pemenuhan order dari kelompokkelompok jenis dengan harga tinggi ke kelompok jenis dengan harga rendah. Permintaan pada high price yang tidak dapat dipenuhi lagi mulai tidak stabil pada medium price dan selalu terpenuhi pada low price. Perubahan ini menjadi ancaman bagi semua jenis, baik jenis dengan harga sedang maupun jenis dengan harga rendah. Beberapa jenis bahkan dikirim jauh melebihi pesanan dan ada kesamaan jenis yang dipesan dalam jumlah yang besar dari waktu ke waktu.

49 4.3.2. Kuota Pemanfaatan Karang Hias Penetapan kuota pengambilan karang hias berdasarkan pada prinsip kehatihatian (precautionary principle) dan dasar-dasar ilmiah untuk mencegah terjadinya kerusakan atau degradasi populasi (non-detriment finding) sebagaimana tertuang dalam Article IV CITES.Kuota ditetapkan oleh Direktur Jenderal PHKA berdasarkan rekomendasi LIPI setiap kurun waktu 1 (satu) tahun takwin untuk spesimen, baik yang termasuk maupun tidak termasuk dalam daftar Apendiks CITES, baik jenis yang dilindungi maupun tidak dilindungi undang - undang yang ditetapkan tiap provinsi. Provinsi Lampung, sejak tahun 1999 merupakan penyuplai utama karang hias Indonesia, dan terus berlanjut sampai tahun 22 sebelum akhirnya diambil alih oleh Provinsi Sulawesi Selatan hingga saat ini. Rata-rata kuota tangkap selama 1 tahun (Gambar 9) mewakili gambaran kebijakan pemerintah dalam merencanakan pemanfaatan karang hias setiap jenis di Teluk Lampung. Sejak tahun 1999 hingga 28, beberapa jenis dengan rata-rata kuota melebihi 5 koloni/pieces pertahun adalah Euphyllia sp, Catalophyllia sp, Trachyphyllia sp, Heliofungia sp, Culastrea sp, Goniopora sp dan Turbinaria sp. Jenis jenis tersebut terbagi dari tiga kelompok harga yang berbeda. Daftar jenis dari kelompok harga sedang lebih banyak dari dua kelompok harga lainnya sehingga total kuota tertinggi pada kelompok harga tersebut, yaitu mencapai 39.39 pieces/tahun, sedangkan dua kelompok harga yang lain (Grafik A dan Grafik C) memiliki total kuota yang relatif sama, yaitu 25.775 pieces/tahun dan 24.638 pieces/tahun.

5 Jumlah Koloni (pieces) 11, 1, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - A Jumlah Koloni (pieces) 13 12 11 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 B Jumlah Koloni (pieces) 17 16 15 14 13 12 11 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 C Gambar 9. Rata-Rata Jumlah Kuota Setiap Jenis Selama 1 tahun (1999-28) (A : High price, B : Medium price, C : Low price)

51 Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa jenis-jenis yang dominan menyumbangkan adalah kelompok jenis dengan laju pertumbuhan yang lambat (slow growing). Khusus untuk Catalaphyllia sp merupakan salah satu jenis yang sangat jarang ditemukan di alam baik berdasarkan hasil survei maupun berdasarkan data monitoring pengambilan/pengumpulan. Beberapa jenis dengan kuota tangkap yang rendah yang jarang ditemukan di alam adalah Scolymia vitiensis dan Blastomussa merleti. Jenis-jenis yang juga ikut terancam adalah jenis yang medium dan low price, umumnya memiliki kuota tangkap yang kecil namun pemanfaatannya sebagian besar melewati pemesanan. Jenis-jenis tersebut bahkan sebagian besar memiliki laju pertumbuhan yang lambat (slow growing). 4.4. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Dugaan tingkah laku karang hias dilakukan pada jenis-jenis yang menjadi target perdagangan karang hias. Green & Shirley (1999) telah mengelompokkan jenis-jenis tersebut berdasarkan minat pasar dengan indikator harga (Tabel 4.7). Tujuan pendugaan tingkah laku populasi karang hias adalah dalam rangka mengelola populasi karang hias agar tetap memiliki kapasitas untuk melakukan replacement dan rejenistion, dengan cara mengatur besarnya pemanfaatan. Aspekaspek terkait replacement dan rejenistion yang menjadi pertimbangan dalam pendugaan tingkah laku populasi adalah jumlah koloni karang hias pada masingmasing kelompok ukuran (SC 1, SC 2, SC 3 & SC 4 ). Ada dua asumsi yang digunakan terkait hal tersebut yaitu : 1) Koloni karang ukuran 5 cm adalah juvenil yang merupakan hasil rekruitmen dari populasi karang, sehingga tidak untuk dimanfaatkan (Chiappone dan Sullivan 1996, Edmunds 2) 2) Koloni dengan kelas ukuran Medium (M/SC 2 ) dan Large (L/SC 3 ) adalah koloni karang yang menyokong rekruitmen, sehingga dapat dimanfaatkan secara konservatif (Chiappon dan Sullivan 1996, Edmunds 2). Asumsi di atas mempengaruhi pola pemanfaatan karang hias, pengambilan SC 2 dan SC 3 dalam jumlah yang melebihi daya dukung (capacity of replacement & rejenistion) maka akan menurunkan populasi SC 1, SC 2 dan SC 3 dengan bertambahnya waktu.

52 Disamping itu, terdapat beberapa jenis yang tidak dapat dimodelkan karena beberapa pertimbangan yaitu : 1) Jenis tersebut tidak ditemukan pada semua stasiun pengamatan seperti Nemenzophyllia sp dan Catalaphyllia sp. 2) Kelimpahan sangat kecil dan hanya ditemukan pada salah satu kelas ukuran (section class/sc) dari 4 kelas ukuran yang diamati, seperti Blastomussa sp, Cynaryna sp, Scolymia sp, Physogyra sp, Acanthastrea sp, Trachyphyllia sp, Tubipora sp, Millepora sp, Diploastrea sp, platygyra sp dan Cypastrea sp. 3) Jenis yang dikeluarkan dari daftar pemanfaatan dari alam karena telah berhasil dipropagasikan, seperti Acropora sp, Montiporasp dan Seriatopora sp. Jenis-jenis yang dimanfaatkan didominasi oleh jenis yang memiliki pertumbuhan lambat (slow growing). Hodgson, et.al (26) mengkhawatirkan bahwa sejak jenis-jenis yang dimanfaatkan sebagian besar memiliki pertumbuhan yang lambat (slow growing) maka peluang keberlanjutan replacement & rejenistion akan terancam. Jenis-jenis tersebut perlu mendapat pengaturan yang ketat dalam pemanfaatannya. 4.4.1. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Kelompok High Price Jenis-jenis yang dimodelkan memiliki kecenderungan populasi yang naik dengan bertambahnya waktu. Komposisi jumlah koloni pada masing-masing kelas ukuran mendukung untuk melakukan pergantian dan rejenissi diri, sehingga laju kematian yang terjadi belum mengancam penuruan populasi dimasa mendatang. Pertumbuhan Euphyllia sp yang lambat berbeda dengan prediksi tingkah laku 4 jenis lainnya yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Hasil pemodelan ini menindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut masih layak untuk dimanfaatkan. Keempat jenis tersebut hidup berkoloni (> satu polip) dan umumnya polip kecil kecuali Euphyllia sp.

53 Euphyllia sp Hydnopora sp 6 4 2 Euphyllia 4 3 2 1 Hydnopora 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 Merulina sp Porites sp 3 Merulina 3 Porites 2 1 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 Pocillopora sp 2 Pocillopora 15 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 Gambar 1. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias untuk Kategori High Price 4.4.2. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Kelompok Medium Price Jenis-jenis yang dimodelkan memiliki kecenderungan populasi yang naik dengan bertambahnya waktu kecuali Caulastrea sp dan Plerogyra sp. Enam jenis yang cenderung baik memiliki komposisi jumlah koloni pada masing-masing

54 kelas ukuran mendukung untuk melakukan pergantian dan rejenissi diri, sehingga laju kematian yang terjadi tidak menyebabkan penurunan populasi dimasa mendatang. Semua jenis yang dimodelkan memiliki pertumbuhan yang lambat (slow growing) sehingga grafik kenaikan maupun penurunan cenderung sama. Keseluruhan termasuk jenis karang hias yang berpolip besar (large polip) dan satu jenis yang single polip yaitu Heliofungia sp. Caulastrea sp Lobophyllia sp 4 Caulastrea 3 Lobophyllia 3 2 2 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 Heliofungia sp Galaxea sp 2 Heliofungia 15 Galaxea 15 1 5 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 Tubastrea sp Plerogyra sp

55 15 Tubastrea 15 Plerogyra 1 1 5 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 Gambar 11. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias untuk Kategori Medium Price 4.4.3. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Kelompok Low Price Goniopora sp adalah satu-satunya jenis yang memiliki kecenderungan populasi yang menurun dengan bertambahnya waktu. Jumlah koloni yang melimpah pada jenis ini tidak mampu menyokong penambahan populasi akibat laju kematian yang lebih besar. Populasi jenis-jenis lainnya cenderung naik dengan bertambahnya waktu dimana kecenderungan tingkah laku populasi memiliki pola yang melambat dengan bertambahnya waktu, karena jenis jenis merupakan jenis dengan pertumbuhan lambat (slow growing). Goniopora sp Fungia sp 12 1 Goniopora 8 Fungia 8 6 6 4 2 4 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192

56 Echinopora sp Polyphyllia sp 8 Echinopora 2 Polyphyllia 6 15 4 2 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 Favites sp Turbinaria sp 12 Favites 12 Turbinaria 1 8 1 8 6 6 4 4 2 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 Favia sp Herpolitha sp 8 Favia 15 Herpolitha 6 1 4 2 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 Gambar 12. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias untuk Kategori Low Price

57 4.5. Kelembagaan Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999, menyebutkan bahwa pengaturan pemanfaatan (termasuk perdagangan) diatur oleh Departemen Kehutanan yang telah ditetapkan sebagai Otorita Pengelola (Management Authority/MA) Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditetapkan sebagai Otorita Keilmuan (Scientific Authority/SA). Peraturan ini menjadi dasar keterlibatan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA Provinsi Lampung) dalam pengelolaan pemanfaatan karang hias sebagai salah satu satwa liar. Sementara itu SKB Tahun (surat keputusan bersama) dua kementerian antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai penyerahan secara bertahap fungsi MA terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang hidup dilaut termasuk karang hias merupakan dasar keterlibatan KKP Provinsi Lampung dan KKP Kabupaten Pesawaran dalam pengelolaan pemanfaatan karang hias dimasa mendatang. 4.5.1. Aspek Internal Lembaga Pengelola Pemanfaatan Karang Hias 4.5.1.1. Visi dan Misi Pengelolaan Komponen aspek organisasi yang dimaksud adalah kondisi internal mengenai sistem hubungan dalam pendelegasian tanggung jawab yang diterapkan kelembagaan pengelola dan integrasi komponen ekosistem terumbu karang ke dalam visi dan misi pengelolaan perikanan. Komponen aspek visi organisasi pengambil kebijakan 1 5 75 5 5 Persen kondisi internal terkait visi organisasi BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran Gambar 13. Kondisi Sistem Hubungan Internal dan Integrasi Ekosistem kedalam Visi dan Misi Pengelolaan

58 BKSDA Provinsi dalam kaitannya dengan pemanfaatan karang hias memandang ekosistem terumbu karang sebagai komponen visi yang telah dimengerti oleh para pihak sehingga nilai persen lebih mendekati kondisi ideal kondisi internal terkait organisasi pengelola, yaitu 75%. Berbeda dengan lembaga pengambil kebijakan lainnya (KKP Provinsi & KKP Kabupaten) memandang bahwa ekosistem terumbu karang jadi pertimbangan tidak langsung dalam pemanfaatan karang hias. Ketiga lembaga pengambil kebijakan tersebut menerapkan hubungan konsultatif yang sama, yaitu secara top-down. 4.5.1.2. Manajemen Organisasi Pada semua unsur-unsur yang terkait aspek manajemen, BKSDA Provinsi Lampung menempati persen tertinggi terhadap kondisi ideal pengelolaan pemanfaatan karang hias berkelanjutan. Kondisi ideal terkait unsur kebijakan adalah adanya kebijakan yang sudah di implementasikan secara reguler dalam hal kegiatan konservasi (DPL & Transplantasi), kegiatan penerapan sistem kuota karang hias, dan kegiatan pengambilan dan penanganan karang hias yang ramah lingkungan. Komponen Aspek Manajemen Kelembagaan 1. 8. 81.25 75. 62.5 66.67 83.33 66.67 BKSDA Provinsi Lampung 6. 5. 37.5 5. 41.67 5. DKP Provinsi Lampung 4. 2. 25. DKP Kabupaten Pesawaran. Kebijakan Struktur Perencanaan Pengawasan Gambar 14. Kondisi Aspek Manajemen Lembaga Terkait Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias DKP Kabupaten Pesawaran kondisi manajemennya masih jauh dari kondisi ideal (persen terendah pada semua unsur), terutama pada unsur struktur. Diharapkan pada unsur struktur adalah adanya struktur terkait konservasi,

59 penerapan sistem kuota karang hias, penelitian terumbu karang dan penangananpengambilan ramah lingkungan yang sudah terisi 1% dari kebutuhan-kebutuhan tersebut. 4.5.1.3. Sumberdaya Manusia DKP Provinsi dan DKP Kabupaten, kondisi internal terkait aspek sumberdaya tergolong rendah dan jauh dari kondisi ideal kelembagaan pengelolaan pemanfaatan karang hias. Pada unsur kelengkapan staf diharapkan adanya tugas dan wewenang dimana staf paham secara keseluruhan mengenai pengelolaan pemanfataan karang hias, baik aspek konservasi, pengaturan kuota, penelitian dan penanganan ramah lingkungannya. 1. 8. 6. 4. 2. 75. Komponen Aspek Sumber Daya Manusia 37.5 56.25 37.5 37.5 37.5 BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran. Kelengkapan staf Peningkatan kapasitas Gambar 15. Tingkat Kesiapan Lembaga Pengambil Kebijakan Terkait Aspek Sumberdaya Manusia Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias BKSDA Provinsi cukup lengkap staf yang dimiliki khususnya untuk kegiatan konservasi dan penerapan sistem kuota sehingga peningkatan kapasitas juga terpusat pada dua hal tersebut. BKSDA mengalami kekurangan staf terutama dalam hal penelitian dan transplantasi karang.

6 4.5.1.4. Pendanaan Aspek pendanaan adalah kendala bersama bagi lembaga pengelola terkait pemanfaatan karang hias, terutama unsur sumberdana dan kecukupan dana. 1. Komponen Aspek Pendanaan BKSDA Provinsi Lampung 8. 6. 5. 62.5 5. DKP Provinsi Lampung 4. 2. 18.75 31.25 25. 25. 31.25 12.5 DKP Kabupaten Pesawaran. Alokasi dana Sumberdana Kecukupan dana Gambar 16. Tingkat Kesiapan Lembaga Pengambil Kebijakan Terkait Aspek Pendanaan Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias Aspek pendanaan, DKP provinsi lebih memiliki kesiapan dibanding lembaga lainnya. Kekuatan pendanaan DKP provinsi banyak dialokasikan terutama untuk kegiatan konservasi seperti penerapan DPL dan transplantasi karang untuk rehabilitasi.sementara untuk dana-dana terkait pemanfaatan karang hias (monitoring dan pengawasan) disediakan oleh BKSDA Provinsi. Untuk danadana penelitian terumbu karang tidak menjadi prioritas sehingga tidak banyak alokasi dan sumberdana yang ada. 4.5.2. Aspek Eksternal Kelembagaan Pengelola Pemanfaatan Karang Hias Aspek eksternal kelembagaan pengelola pemanfaatan karang hias yang dimaksud adalah hubungan dan tingkat komunikasi, koordinasi dan kolaborasi program antar lembaga serta bagaimana pengetahuan, penerimaan dan pemahaman ketiga lembaga tersebut terhadap kebijakan pemanfaatan karang hias dari pusat.

61 Komponen Aspek Eksternal Kelembagaan 1. 8. 75. 68.75 65.63 Komunikasi & koordinasi 6. 5. 4.63 Kebijakan dari pusat 4. 25. 2.. BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran Gambar 17. Tingkat Kesiapan Lembaga Pengambil Kebijakan Terkait Aspek Eksternal Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias Kabupaten Pesawaran tergolong kabupaten yang baru terbentuk sehingga belum mengetahui adanya kebijakan pemanfaatan karang hias dari pusat. Demikian juga dengan aspek komunikasi, koordinasi dan kolaborasi program, umumnya mereka belum membangun komunikasi terkait pemanfaatan karang hias baik dengan BKSDA maupun dengan KKP Provinsi. Komunikasi dan koordinasi yang cukup intensif terjalin dengan KKP Provinsi adalah terkait Daerah perlindungan laut (DPL) dan transplantasi untuk tujuan rehabilitasi.