BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

- 1 - BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 29 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI D ================================================================

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2000 SERI D NOMOR SERI 6

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

Transkripsi:

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan masyarakat hukum adat merupakan bentuk keberagaman bangsa Indonesia yang harus diakui dan dilindungi keberadaannya sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa masyarakat hukum adat di Kabupaten Kutai Barat selama ini belum diakui dan dilindungi secara optimal dalam melaksanakan hak pengelolaan yang bersifat komunal, baik hak atas tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya alam yang diperoleh secara turuntemurun, maupun yang diperoleh melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat; c. bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat di Kabupaten Kutai Barat selain merupakan wujud pelaksanaan kewajiban Pemerintah dan Negara terhadap masyarakat hukum adat juga merupakan upaya pemenuhan hak-hak bagi masyarakat hukum adat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167); 3. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten malinau, Kabupaten Kutai barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3896), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang

-2- perubahan atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3962); 4. Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 951); 6. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Di Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 Nomor 1). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT dan BUPATI KUTAI BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Kutai Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom Kabupaten Kutai Barat.

-3-3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Kabupaten Kutai Barat. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di Kabupaten Kutai Barat. 6. Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disingkat MHA adalah Masyarakat di Kabupaten Kutai Barat yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun. 7. Perlindungan MHA adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan kepada MHA di Kabupaten Kutai Barat dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak mereka untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang sebagai suatu kelompok masyarakat, ikut berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya serta terlindungi dari tindakan diskriminasi. 8. Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersumber pada nilai budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan secara turun temurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati untuk keadilan dan ketertiban masyarakat, dan mempunyai akibat hukum atau sanksi. 9. Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batasbatas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turuntemurun, dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat. 10. Lembaga Adat adalah perangkat organisasi yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan keberadaan suatu MHA untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan sesuai dengan Hukum Adat. 11. Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil identifikasi MHA yang berada di satu wilayah Kabupaten/Kota. Pasal 2 Penyelenggaraan pengakuan dan Perlindungan MHA berasaskan: a. Keadilan sosial; b. Kesetaraan dan non-diskriminasi; c. Keberlanjutan lingkungan; d. Transparansi;

-4- e. Partisipasi; f. Kepentingan umum; g. Manfaat; dan h. Kepastian hukum. Pasal 3 Penyelenggaraan pengakuan dan Perlindungan MHA bertujuan untuk: a. mewujudkan MHA di Daerah yang sejahtera, aman, tumbuhdan berkembang sebagai kelompok masyarakat sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta terlindungi dari tindakan diskriminasi; b. mengakui dan melindungi hak-hak MHA di Daerah sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan program pembangunan; c. memfasilitasi MHA di Daerah agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan kewenangannya; dan d. memberikan kepastian terlaksananya tanggung jawab Pemerintah Daerah di bidang penghormatan, pemenuhan, perlindungan dan pemberdayaan MHA di Daerah serta segala hak-haknya. Pasal 4 Ruang lingkup materi muatan Peraturan Daerah ini meliputi: a. pengakuan dan pengukuhan; b. tata cara pengukuhan; c. hak dan kewajiban; d. pembentukan Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat; dan e. lembaga adat dan pemberdayaan MHA di Daerah. BAB II PENGAKUAN DAN PENGUKUHAN MHA Pasal 5 (1) Melalui Peraturan Daerah ini, Pemerintah Daerah mengakui dan melindungi keberadaan MHA di Daerah beserta segala hak-haknya. (2) Pengakuan MHA di Daerah dilakukan melalui pengukuhan/penetapan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 6 (1) Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan terhadap MHA yang paling sedikit memenuhi unsur: a. masyarakat masih dalam bentuk paguyuban; b. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; c. ada wilayah hukum adat yang jelas;

-5- d. ada pranata hukum adat, khususnya peradilan adat yang masih ditaati; dan e. masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitar. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, khusus bagi MHA yang memiliki hutan adat. BAB III TATA CARA PENGUKUHAN MHA Pasal 7 (1) Untuk dapat dikukuhkan/ditetapkan menjadi MHA, sebelumnya wajib dilakukan identifikasi dan verifikasi/pengujian. (2) Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencermati: a. sejarah MHA; b. letak dan batas Wilayah Adat; c. Hukum Adat; d. kelembagaan/sistem pemerintahan adat; dan e. harta kekayaan dan/atau benda-benda adat. Pasal 8 (1) Identifikasi dilakukan oleh Bupati melalui tim yang dipimpin camat atau sebutan lain dengan melibatkan MHA setempat dan/atau dapat dibantu oleh organisasi non-pemerintah yang memiliki pengalaman. (2) Identifikasi dilakukan terhadap unsur-unsur sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 7 ayat (2). (3) Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kemudian dilaporkan kepada Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat. (4) Dalam hal MHA berada di 2 (dua) atau lebih kecamatan atau sebutan lain, identifikasi dilakukan secara bersama-sama dengan tim di kecamatan lainnya. Pasal 9 (1) Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat melakukan Verifikasi dan validasi terhadap hasil identifikasi. (2) Verifikasi dan validasi MHA dilakukan dengan menyesuaikan laporan dan keadaan yang sebenarnya pada MHA setempat. (3) Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diumumkan kepada MHA setempat selama kurun waktu 1 (satu) bulan. (4) Apabila terdapat pertentangan/keberatan oleh MHA terhadap hasil verifikasi dan validasi, maka dilakukan musyawarah mufakat untuk penyelesaiannya.

-6- (5) Apabila pertentangan/keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat maka hal tersebut akan diputuskan oleh Bupati. (6) Hasil verifikasi dan validasi diajukan oleh Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat kepada Bupati untuk dikukuhkan/ditetapkan. Pasal 10 Berdasarkan pengajuan Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat, Bupati melakukan pengukuhan/penetapan MHA setempat dengan Keputusan Bupati. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN MHA Bagian Kesatu Hak MHA Paragraf 1 Hak yang Berasal Dari Asal-Usul Sebagai MHA Pasal 11 (1) MHA di Daerah memiliki hak asal-usul meliputi: a. hak atas Wilayah Adat; b. hak perorangan warga Masyarakat Adat di Daerah atas tanah dan sumber daya alam; c. hak untuk menjalankan hukum dan peradilan adat; dan d. hak atas spiritualitas dan kebudayaan. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk: a. memiliki; b. menggunakan; c. mengembangkan; d. mengendalikan atas dasar penguasaan; dan e. pemilikan secara turun-temurun dan/atau cara-cara lain. (3) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan Hukum Adat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pargraf 2 Hak yang Berasal Dari Adanya Pengakuan Negara Terhadap MHA Pasal 12 (1) MHA di Daerah memiliki hak yang berasal dari adanya pengakuan negara meliputi: a. hak atas pembangunan; b. hak atas lingkungan hidup; c. hak untuk mendapatkan layanan pendidikan; d. hak untuk mendapatkan layanan kesehatan;

-7- e. hak untuk mendapatkan layanan administrasi kependudukan; dan f. hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hak untuk penentuan pengembangan, pemenuhan, pemulihan, dan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. MHA berkewajiban: Bagian Kedua Kewajiban MHA Pasal 13 a. berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan; b. melestarikan nilai budaya Indonesia; c. melaksanakan toleransi antar MHA; d. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; e. bekerjasama dalam proses identifikasi dan verifikasi MHA; f. menjaga kelestarian lingkungan hidup Wilayah Adat; dan g. menjaga keberlanjutan program nasional/program Daerah yang ada di wilayah hukum adatnya. BAB V LEMBAGA ADAT Pasal 14 Lembaga adat atau sebutan lain dibentuk untuk bersinergi secara dinamis dalam mendukung upaya pelestarian, pengembangan, dan pemberdayaan MHA beserta kearifan lokalnya. Pasal 15 Lembaga adat atau sebutan lain mempunyai tugas dan fungsi meliputi: a. membantu Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kampung/Sebutan lain dalam penyelenggaraan pembangunan di segala bidang; b. menyelesaikan perselisihan yang menyangkut Hukum Adat dan kebiasaan MHA setempat; c. melestarikan dan mengembangkan adat istiadat dan nilai budaya; d. melaksanakan Hukum Adat, sanksi adat dan peradilan adat sesuai dengan kebiasaan MHA setempat; e. menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis antara LembagaAdat, pemangku adat, pemuka agama dan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kampung/Sebutan lain; f. menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan serta memanfaatkan kekayaan adat untuk kesejahteraan MHA setempat; dan g. membantu Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum dalampenyelesaian konflik sosial yang terjadi pada MHA.

-8- BAB VI PANITIA MHA Bagian Kesatu Umum Pasal 16 Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat merupakan Kepanitiaan yang bersifat Ad hoc. Bagian Kedua Pembentukan dan Keanggotaan Paragraf 1 Pembentukan Pasal 17 (1) Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat dibentuk oleh Bupati. (2) Bupati dapat menunjuk Perangkat Daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengkoordinasikan pembentukan Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat. Pasal 18 (1) Bupati dapat menunjuk yang membidanggi pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengkoordinasikan pembentukan Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat. (2) Perangkat Daerah terkait yang membidanggi pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga piluh) hari harus membentuk Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat. (3) Dalam hal pembentukan Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terbentuk, Perangkat Daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat menerima hasil identifikasi dari MHA Kabupaten Kutai Barat dan/atau Pemerintah Daerah. Paragraf 2 Keanggotaan Pasal 19 (1) Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat berjumlah ganjil dan paling sedikit berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur Pemerintah Daerah. (2) Unsur Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Sekretaris Daerah sebagai ketua; b. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; c. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah sebagai anggota; d. Camat atau sebutan lain sebagai anggota;

-9- e. Kepala Perangat Daerah/Instansi terkait sesuai karakteristik MHA sebagai anggota; dan f. Masyarakat Hukum Adat. (3) Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai unsur keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Bupati. Bagian Ketiga Tugas Pasal 20 Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat bertugas untuk: a. menerima laporan hasil identifikasi yang dilakukan Camat yang melibatkan MHA dan/atau dapat dibantu oleh organisasi nonpemerintah; b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil identifikasi MHA oleh Camat yang melibatkan MHA dan/atau dapat dibantu oleh organisasi non-pemerintah; c. mengumumkan hasil verifikasi kepada MHA setempat; d. menyelesaikan keberatan pihak lain terhadap hasil verifikasi dan validasi; dan e. mengajukan hasil verifikasi dan validasi kepada Bupati. Pasal 21 Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat mengumumkan hasil verifikasi dan validasi kepada MHA paling lama 6 (enam) bulan setelah menerima laporan hasil identifikasi dari Tim yang dipimpin oleh Camat yang melibatkan MHA dan/atau dapat dibantu oleh organisasi non-pemerintah. BAB VII PEMBERDAYAAN MHA Pasal 22 Pemberdayaan MHA dilakukan bersama Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa/Sebutan lain, Lembaga Adat dan MHA. Pasal 23 (1) Dalam usaha melaksanakan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan setelah ada kesepakatan dalam musyawarah dengan MHA. (2) Guna kelancaran pelaksanaan pemberdayaan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa/Sebutan lain mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana untuk kegiatan pemberdayaan MHA.

-10- Pasal 24 (1) Pelaksanaan Pemberdayaan MHA berpedoman pada: a. partisipasi penuh masyarakat dalam proses pelaksanaan pemberdayaan baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi; b. peningkatan harkat dan martabat MHA dalam memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa; dan c. kearifan lokal yang ada pada MHA. (2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak terbatas pada gender. Pasal 25 (1) Bentuk pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 meliputi: a. pelestarian; b. pengembangan; dan c. pencegahan. (2) Pelestarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu: a. melakukan inventarisasi aktifitas adat istiadat, seni dan nilai sosial budaya daerah yang berasal dari MHA; b. melakukan inventarisasi aset kekayaan budaya dan peninggalan sejarah daerah yang dimiliki MHA;dan c. memelihara kelestarian alam dan lingkungan MHA. (3) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu: a. melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan serta pengembangan aktifitas adat, seni/nilai sosial budaya Daerah yang dimiliki MHA; b. melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan serta pendayagunaan aset kekayaan budaya danpeninggalan sejarah daerah yang bersumber dari MHA; dan c. melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan pelestarian alam dan lingkungan bagi MHA. (4) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu: a. melakukan pencegahan terhadap suatu aktivitas yang mengganggu keutuhan MHA; dan b. melakukan pencegahan terhadap upaya perampasan dan pengerusakan atas hak-hak MHA khususnya Wilayah Adat. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan MHA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diatur dengan Peraturan Bupati.

-11- BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 27 Pembiayaan bertujuan untuk menjamin pelaksanaan tugas serta wewenang Pemerintah Daerah dalam melakukan identifikasi, verifikasi, validasi, dan pengukuhan/penetapan serta melaksanakan program untuk memberikan pelayanan dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan MHA. Pasal 28 (1) Sumber pembiayaan dalam melakukan identifikasi, verifikasi, validasi, dan pengukuhan/penetapan MHA serta pelaksanaan program untuk memberikan pelayanan dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat Hukum Adat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Selain sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber pembiayaan dalam upaya Pengakuan dan Perlindungan hak MHA dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat. (3) Masyarakat dapat memberikan dukungan biaya dalam upaya Pengakuan dan Perlindungan MHA. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan dalam upaya Pengakuan dan Perlindungan MHA diatur dengan Peraturan Bupati. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 (1) MHA yang berada dan tinggal dalam suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan pemerintah sebelum kawasan tersebut ditetapkan, tetap diakui dan dilindungi keberadaannya. (2) Semua Peraturan Daerah yang dibuat sebelumnya mengatur tentang MHA agar menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini dan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 (1) Dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Daerah ini diberlakukan, Bupati wajib membentuk Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat. (2) Dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat terbentuk Bupati melalui Camat membentuk Tim Identifikasi.

-12- Pasal 31 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat. Nama Jabatan Paraf H. Edyanto Arkan, S.E. Wakil Bupati Drs. Yacob Tullur, M.M Sekda Ditetapkan sendawar pada tanggal, 7 November 2017. BUPATI KUTAI BARAT, Silas Sinar, S.Sos Yosef Stevanson, S.H. Pidesia, S.E., M.Si. Ass. I Kabag. Hukum Kasubbag. Kumdang ttd FX. YAPAN Diundangkan sendawar pada tanggal, 7 November 2017. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT, ttd YACOB TULLUR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT TAHUN 2017 NOMOR 13. NOMOR REGISTRASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR : 13/77/2017.

-13- PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT I. UMUM Bahwa keberadaan masyarakat hukum adat merupakan bentuk keberagaman bangsa Indonesia yang harus diakui dan dilindungi keberadaannya sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat hukum adat di Kabupaten Kutai Barat selama ini belum diakui dan dilindungi secara optimal dalam melaksanakan hak pengelolaan yang bersifat komunal, baik hak atas tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya alam yang diperoleh secara turun-temurun, maupun yang diperoleh melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat. Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat di Kabupaten Kutai Barat selain merupakan wujud pelaksanaan kewajiban Pemerintah dan Negara terhadap masyarakat hukum adat juga merupakan upaya pemenuhan hak-hak bagi masyarakat hukum adat. Untuk menjamin penyelenggaraan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Kutai Barat, Maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat tentang Penyelenggaraan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5

-14- Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20

-15- Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 190.