Fadjar Shadiq, Penalaran atau Reasoning Perlu Dipelajari Siswa Di Sekolah, PPPPTK Yogyakarta, (2007), 3. 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. dari proses berfikir. Pengertian mengenai berpikir yaitu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical

OLEH : ANISATUL HIDAYATI NPM: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Terbuka, 2007), h Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sanggup dalam melakukan sesuatu. Menurut Robbins (dalam Suratno, 2009),

belajar matematika karena penalaran matematika sebagai kompetensi dasar matematika. Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No.

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

KEMAMPUAN PENALARAN SISWA KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL KESEBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

DESKRIPSI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 TILAMUTA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI JURNAL

Desi Suryaningsih et al., Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan...

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sri Wahyuni, Tesis : Kemampuan Koneksi Matematika siswa SMP dalam Memecahkan

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

PROSES PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI POKOK DIMENSI TIGA BERDASARKAN KEMAMPUAN SISWA DI SMA NEGERI 5 KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau mengira-ngira pelbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

HELEN SAGITA SIMBOLON NIM RSA1C213002

BAB I PENDAHULUAN. Utama, 2008), hlm Bumi Aksara, 2008), hlm. 37

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB II. Kajian Teoretis

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 KENDARI

Doni Dwi Palupi 1, Titik Sugiarti 2, Dian kurniati 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

JURNAL SKRIPSI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (PTK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Yulita Venesia, Anton Noornia, Tri Murdiyanto Program Studi Pendidikan Matematika, FMIPA UNJ. Abstrak

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. belajar matematika. Kesalahan terjadi ketika apa yang diketahui secara struktural

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan penalaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II LANDASAN TEORI

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

R. Azmil Musthafa et al., Analisis Tingkat Kemampuan Penalaran Siswa dalam...

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

PENALARAN SISWA DALAM MENGGAMBAR GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. kecil, manusia telah mengenal matematika dalam bentuk yang paling

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK. Nurmaningsih. Abstrak. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematika dalam Memecahkan Masalah 1. Kemampuan Penalaran Matematika Kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata mampu yang berarti kuasa atau sanggup, sedangkan kemampuan yang berarti kesanggupan atau kecakapan dalam melaksanakan sesuatu. Penalaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemikiran atau cara berpikir logis. Penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar menggunakan cara logis. 1 Istilah penalaran matematika dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Karin Brodie menyatakan bahwa, Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics. 2 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematika adalah penalaran mengenai objek matematika. Penalaran matematika adalah fondasi untuk mengkonstruk pengetahuan matematika. 3 Depdiknas menyatakan bahwa matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Lebih lanjut, Jennifer Lawson dalam bukunya menyatakan definisi penalaran matematika sebagai berikut, Mathematical reasoning: thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is important and 1 Fadjar Shadiq, Penalaran atau Reasoning Perlu Dipelajari Siswa Di Sekolah, PPPPTK Yogyakarta, (2007), 3. 2 Karin Brodie, Op. Cit,7. 3 Wanty Widjaja, Design Realistic Mathematics Education Lesson, Makalah Seminar Nasional Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, (1 Mei 2010), 5. 11

12 unimportant in solving a problem and to explain or justify a solution. 4 Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa penalaran matematika adalah berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk memperoleh penyelesaian. Penalaran matematika juga mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian. Jadi, berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematika adalah kemampuan seseorang untuk menghubungkan dan menyimpulkan faktafakta logis yang diketahui, menganalisis data, serta menjelaskan dan membuat suatu kesimpulan yang valid tentang objek matematika. Terdapat dua jenis penalaran, yaitu: 5 (1) Penalaran induktif yang merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dalam hal ini telah terjadi proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan faka-fakta atau evidensi-evidensi khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum, (2) penalaran deduktif, deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan halhal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Pada penalaran deduktif, proses penalaran konklusinya diturunkan secara mutlak dari premis-premisnya. Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar. Melalui penalaran deduktif dapat menyimpulkan informasi lebih banyak daripada penalaran induktf. Artinya, dari keterangan tertentu dapat ditarik kesimpulan tentang hal-hal lain tanpa perlu memeriksanya secara langsung. 4 Jennifer Lawson, Geomety Grade 4 Hands-on Mathematics, (Canada: Portage & Main Press, 2008), 3. 5 Mimih Aminah, Jozua Subandar, The Potency Of Metacognitive Learning To Foster Mathematical Logical Thinking, (Proceeding UNY, 2011) 349.

13 Sebagai kegiatan berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri adanya pola pikir yang secara luas disebut logika, yaitu sistem berpikir formal yang didalamnya terdapat seperangkat aturan untuk menarik kesimpulan, proses berpikir bersifat analitik, yang berarti penalaran adalah suatu kegiatan berpikir yang menggunakan logika ilmiah. 6 Berdasarkan definisi penalaran menurut Jennifer Lawson, terdapat dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran matematika, yaitu kemampuan menjalankan prosedur penyelesaian masalah secara matematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan atas penyelesaian yang dilakukan. Sesuai dengan aspek-aspek tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 menetapkan kriteria siswa memiliki kemampuan penalaran matematika adalah mampu: (1) mengajukan dugaan, (2) menemukan pola, sifat, atau gejala matematis untuk membuat generalisasi, (3) melakukan manipulasi matematika, (4) menarik kesimpulan dari pernyataan, (5) memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi. 7 2. Pemecahan Masalah Matematika Masalah (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya pada situasi baru dan berbeda. 8 Definisi lain menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. 9 Sedangkan dalam konteks matematika yang dimaksud dengan pemecahan masalah adalah proses untuk memahami, 6 Rahma Johar, Disertasi Doktor: Penalaran Proporsional Siswa SMP, (Surabaya: UNESA, 2006), 21. 7 Susiana Nurhayati, Sutinah, A.H. Rosyidi, Kemampuan Penalaran Siswa Kelas VIII Dalam Menyelesaikan Soal Kesebangunan, MATHEdunesa, 2: 1, (2013), 3. 8 Husna - M. Ikhsan - Siti Fatimah, Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS), Jurnal Peluang, 1 : 2, (April, 2013), 82. 9 Nilam Sari, Peningkatan kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dan Konvensional pada Mahasiswa STMIK di Kota Medan, Jurnal Saintech, 6 : 4 (Desember, 2014), 107.

14 merencanakan, dan melaksanakan rencana pemecahan dari masalah yang berkaitan dengan pola dan aturan sebagaimana aturan itu digunakan sebagai solusi untuk menyelesaikan bermacam permasalahan dalam matematika. 10 Tujuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah untuk: (a) membangun pengetahuan matematika baru, (b) memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan di dalam konteks-konteks lainnya, (c) menerapkan dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan dan, (d) memantau dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematika. 11 Pemecahan masalah matematika mempunyai dua makna, yaitu pertama pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan kembali dalam menemukan kembali dan memahami materi konsep dan prinsip matematika. Kedua, pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan yang terdiri atas mengidentifikasikan data untuk memecahkan masalah, membuat model matematika dari suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari, memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah. 12 Dalam menyelesaikan masalah, setiap individu memerlukan waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh motivasi dan strategi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika, yaitu: (a) pengalaman awal, pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (phobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. (b) latar belakang matematika, kemampuan terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatannya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. (c) keinginan 10 Ibid, hal. 108. 11 Husna - M. Ikhsan - Siti Fatimah, Op. Cit., 82. 12 Fimatesa Windari - Fitrani Dwina - Suherman, Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Viii Smpn 8 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri, Jurnal Pendidikan Matematika, 3 : 2, (2014), 25.

15 dan motivasi, dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan keyakinan bahwa akan mampu menyelesaikan yang sulit sekalipun. 13 Langkah yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah berdasarkan pada teori problem solving Polya, yaitu (a) Memahami masalah, untuk dapat memahami suatu masalah yang harus dilakukan adalah merumuskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup, kondisi atau syarat apa saja yang harus terpenuhi, dan menyatakan atau menuliskan masalah dalam bentuk yang lebih operasional sehingga mempermudah untuk dipecahkan, (b) merencanakan penyelesaian, dalam tahap ini siswa diharuskan mencari hubungan antara data yang ada dengan variabelvariabel yang belum diketahui atau yang akan dicari solusinya. Kemudian mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat kembali masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan sifat atau pola dengan masalah yang akan dipecahkan. Selanjutnya barulah menyusun prosedur penyelesaiannya, (c) melaksanakan rencana penyelesaian, yang harus dilakukan yaitu menjalankan strategi yang telah dibuat sebelumnya, (d) memeriksa kembali, kegiatan pada langkah ini adalah menganalisa dan mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan dan hasil yang diperoleh sudah benar. 14 3. Kemampuan Penalaran Matematika dalam Memecahkan Masalah Dalam memecahkan masalah, secara otomatis siswa akan menggunakan kemampuan penalaran untuk mencari solusinya. Keterlibatan kemampuan penalaran dalam memecahkan masalah rutin, siswa mengetahui cara penyelesaiannya berdasarkan pengalamannya. Sedangkan dalam permasalahan tidak rutin, yaitu permasalahan yang tidak 13 Siswono Tatag Y. E, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, Surabaya: Unesa University Press, (2008), 35. 14 Ninik Hobri - Suharto, Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Setiap Tahap Model Polya Dari Siswa SMK Ibu Pakusari Jurusan Multimedia pada pokok bahasan Program Linier. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Jember, 5 : 3, (Desember 2014), 64-65.

16 segera diketahui cara menyelesaikannya, siswa harus memahami terlebih dahulu permasalahannya, mencari cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dan memecahkannya. 15 Kurikulum di indonesia menuntut siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan kontekstual yang berkaitan dengan suatu materi matematika, sehingga tidak hanya pengetahuan mengenai konsep matematika yang harus dikuasai siswa, namun kemampuan penalaran juga penting untuk menemukan hubungan, pola, maupun struktur sehingga memudahkan dalam menelaah masalah matematika tersebut. Penalaran matematika diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah. Referensi dari Math Glossary juga menjelaskan bahwa, Mathematical reasoning: thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is important and unimportant in solving a problem and to explain or justify a solution. 16 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematika adalah berpikir mengenai permasalahanpermasalahan matematika secara logis untuk memperoleh penyelesaian. Penalaran matematika juga mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam memnyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian. Dari definisi yang tercantum pada Math Glossary tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran matematika yaitu kemampuan menjalankan prosedur penyelesaian masalah secara sistematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan atas penyelesaian yang dilakukan. Sehingga pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan kemampuan penalaran. 15 Fahmi Abdillah, Megah Teguh Budiarto, Profil Kemampuan Penalaran Pada Siswa Dalam Memecahkan Masalah Kontekstual Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika, MATHEdunesa, 3: 1 (2014), 73. 16 Jennifer Lawson, Op. Cit, 3.

17 Tahap Pemecahan Masalah Polya Memahami masalah Merencanakan pemecahan masalah Melaksanakan pemecahan masalah Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat mengetahui bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal dan logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan dapat dievaluasi. 17 Mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah Polya dan aspek kemampuan penalaran matematika menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004, maka perlu adanya indikator yang mampu mengukur kemampuan penalaran matematika siswa dalam memecahkan masalah. Peneliti mengadaptasi indikator yang telah digunakan sebelumnya dan menyajikannya dalam tabel sebagai berikut. Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Penalaran Matematika dalam Memecahan Masalah Indikator Kemampuan Penalaran Matematika Menemukan pola, sifat, atau gejala matematis untuk membuat generalisasi Mengajukan dugaan terhadap pemecahan masalah Melakukan manipulasi matematika Indikator Kemampuan Penalaran Matematika dalam Memecahkan Masalah Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah Membuat model matematika sesuai dengan permasalahan yang diberikan Menjelaskan strategi dan langkah penyelesaian masalah yang akan digunakan Menjalankan strategi dan langkah penyelesaian masalah yang sudah dibuat untuk menemukan solusi 17 Ulul Azmi, Profil Kemampuan Penalaran Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Pada Materi Persamaan Garis Lurus, (Surabaya: UINSA, 2013) 35.

18 Tahap Pemecahan Masalah Polya Memeriksa kembali Indikator Kemampuan Penalaran Matematika Menarik kesimpulan pernyataan dari Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi Indikator Kemampuan Penalaran Matematika dalam Memecahkan Masalah Membuat kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penyelesaian permasalahan yang telah dibuat Memeriksa kebenaran solusi yang didapat menggunakan argumen yang logis B. Tipe Kepribadian Ekstrovert dan introvert Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. kepribadian merupakan sikap yang khas dari individu dalam berperilaku dan merupakan segala yang megarah ke luar atau ke dalam dirinya sehingga dapat dibedakan dengan individu lain. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepribadian berarti cara bertingkah laku yang merupakan ciri khusus seseorang serta hubungannya dengan orang lain di lingkungannya. C. G. Jung membagi tipe kepribadian manusia menjadi dua golongan besar, yaitu kepribadian ekstrovert dan introvert. Kedua tipe kepribadian tersebut mengacu pada sejauh mana orientasi dasar seseorang diarahkan ke luar (dunia luar) atau ke dalam diri individu. 18 apabila orientasi terhadap segala sesuatu ditentukan oleh faktor-faktor objektif atau faktor-faktor dari luar, maka orang yang demikian itu dikatakan mempunyai orientasi ekstrovert. Sebaliknya orang yang mempunyai tipe dan orientasi introvert, yaitu orang yang dalam menghadapi sesuatu faktor-faktor yang berpengaruh adalah faktor subjektif, yaitu faktor yang berasal dari dunia batinnya sendiri. Individu ekstrovert atau introvert memiliki perbedaan dalam sikap mereka terhadap dunia, baik dalam hal rasional dan non rasional. Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian 18 C. G. Jung dalam Sobur, Op. Cit,34.

19 seseorang tetapi salah satu dari keduanya yang lebih dominan. 19 Setiap individu tidak ada yang murni memiliki satu tipe kepribadian ekstrovert atau murni tipe kepribadian introvert. Meskipun demikian, individu dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari bentuk tipe kepribadian tersebut. Seseorang dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kepribadian ini berdasarkan pada jenis sikap yang lebih dominan dan lebih berpengaruh pada dirinya. Tabel 2.2 Dimensi Kepribadian dalam Skala Ekstrovert dan introvert 20 1. Tipe Kepribadian Ekstrovert Ekstrovert adalah suatu kecenderungan sikap yang mengarahkan kepribadian lebih cenderung ke luar dari pada ke dalam diri sendiri. Ekstrovert adalah kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih banayak ditentukan oleh lingkungan. Jung menyatakan bahwa dimensi 19 Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian, (Jakrta: Bumi Aksara, 2003), 12. 20 Riyanti, D dan Prabowo, H, Psikologi Umum 2, (Jakarta: Universitas Gunadarma, 2000), 56.

20 orang ekstrovert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai orang yang terbuka, periang, suka bergaul dengan orang lain, cenderung berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sensitif, menghadapi kehidupan sehari-hari dengan kurang serius, tidak menyukai keteraturan, agresif, kurang bertanggung jawab, optimis, implusif, bersifat praktis dan penuh motif-motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal. 21 Siswa bertipe kepribadian ekstrovert terkadang memerlukan umpan balik dari guru. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran di dalam kelas guru perlu menciptakan satu kelas di mana pelajar ekstrovert diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Mereka membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca atau belajar sendirian. 22 2. Tipe Kepribadian Introvert Introvert adalah suatu sikap atau orientasi ke dalam diri sendiri. Menurut Jung gambaran individu yang termasuk kecenderungan introvert memperlihatkan sifat diam, introspektif, dan reflektif, suka sibuk dengan diri sendiri, menjaga jarak kecuali dengan teman yang sudah akrab, tertutup, acuh tak acuh, teguh dalam pendirian, kemampuan kognitif relatif tinggi, teliti tapi lambat dalam bekerja, penuh pertimbangan sebelum bertindak, penuh jawaban dan mempunyai nilai standar etika yang tinggi. 23 Wright mengemukakan bahwa seorang introvert mempunyai konsentrasi yang tinggi dan bisa menjadi pendengar yang baik. Myers dan Briggs juga menjelaskan bahwa orang introvert lebih suka mengerjakan aktivitas yang tidak banyak menuntut interaksi, seperti membaca, menulis, berhitung, dan berpikir secara analisis 24 Siswa yang tergolong introvert cenderung menyukai tugas individual, atau kegiatan-kegiatan yang dikerjakan secara individual, lebih bersemangat melalui ide, lebih 21 Ibid, 22. 22 Risnawati, Rini, dan Ghufron, Nur, Gaya Belajar Kajian Teoritik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012), 53. 23 Suryabrata, Sumadi, Op. Cit., 28. 24 Ery Nursukawati, Tanggung Jawab Seorang Siswa SD yang Terindikasi Berkepribadian Introvert, (Yogyakarta: UNY, 2015), 38.

21 berkonsentrasi pada sedikit tugas dalam satu waktu, berpikir sebelum berdiskusi atau memutuskan sesuatu, dan cenderung harus mempersiapkan dan memahami suatu kegiatan dahulu sebelum melakukan kegiatan tersebut. 25 C. Hubungan Penalaran dan Tipe Kepribadian Ekstrovert- Introvert Ditinjau dari pendekatan biologis dan neurosains, telah ditemukan bahwa introvert mempunyai lebih banyak darah yang beredar pada lobus frontal dan anterior thalamus yaitu bagian otak yang bertanggung jawab atas kilas balik kejadian, pembuatan rencana dan penyelesaian masalah. Pada hasil penelitian lain, ditunjukkan bahwa introvert mempunyai aktivitas neuronal lebih tinggi pada daerah otak yang terasosiasi dengan belajar, kendali pergerakan, dan kendali keawasan. 26 Ditinjau dari perilakunya ketika belajar, siswa bertipe kepribadian ekstrovert lebih menyukai kegiatan belajar dengan teman dan menjadi bagian dari kelompok. Tipe kepribadian ini lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju ke luar, pikiran serta tindakannya lebih banyak ditentukan oleh lingkungan dan ingin terlibat secara langsung dalam aktivitas sosial, biasanya melakukan pekerjaan lebih baik jika ada hubungannya dengan orang lain, tidak suka belajar sendiri, tidak banyak pertimbangan (easy going) dan memerlukan umpan balik dari guru pada saat proses pembelajaran. 27 Pribadi introvert lebih memilih untuk memecahkan masalah mereka sendiri dan dalam belajar lebih individualis, cenderung merencanakan lebih dahulu sehingga lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, gemar membaca, tenang, rajin, lebih mendisiplin diri untuk belajar dengan baik, lebih suka melakukan tugas yang detail, serta mempunyai kesanggupan untuk berkonsentrasi. 28 Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian siswa tidak sebatas menunjukkan karakter dan sikapnya dalam bersosialisasi atau berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Siswa yang memiliki tipe kepribadian berbeda memiliki cara tersendiri dalam memahami suatu materi 25 Risnawati, Op. Cit., 56. 26 Castro JB, The Science of What Makes an Introvert and an Extrovert, (England 2013) 27 Aiken, Dinamika Kepribadian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 86 28 Ibid, 90.

22 pelajaran. Karakter yang berbeda itu akan mempengaruihi kemampuan penalaran siswa. Bernalar itu sendiri adalah salah satu bentuk aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan guna mengambil suatu keputusan. Disadari atau tidak, aktivitas pembuatan keputusan sering dilakukan oleh seseorang, sebab di dalam kehidupan seharihari seseorang akan banyak menemukan situasi yang tidak pasti. Siswa introvert menunjukkan sikap lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan, rajin, dan tenang. 29 Siswa introvert cenderung lebih berhati-hati tetapi kurang cepat dibandingkan ekstrovert. 30 Berdasrkan kedua hal tersebut maka siswa bertipe kepribadian tertentu kemungkinan kemampuan penalarannya juga berbeda. Mengacu pada penjelasan di atas, melalui suatu kepribadian tertentu dapat memperkuat penalaran siswa. Misalnya, siswa yang memiliki ciri berhati-hati dalam pengambilan keputusan, rajin, dan tenang kemungkinan kemampuan penalarannya juga lebih baik. dengan demikian dapat dikatakan tipe kepribadian memiliki hubungan dengan penalaran dalam menyelesaikan masalah. Kebiasaaan atau perilaku seseorang akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut dalam bersikap dan dalam mengambil keputusan. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang perupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. 31 Berdasarkan rumusan masalah serta kajian pustaka di atas, hipotesis yang diajukan peneliti adalah: 1. H 0 (hipotesis nihil) adalah sebagai berikut: Tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan penalaran matematika dalam memecahkan masalah antara siswa bertipe kepribadian ekstrovert dan siswa bertipe kepribadian introvert. 29 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 11. 30 Pervin, Laurence. A, dkk, Psikologi Kepribadian Teori & Penelitian Edisi Kesembilan, (Jakarta: Kencana, 2004), 243. 31 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009) 96.

23 2. H a (hipotesis alternatif/ hipotesis kerja) adalah sebagai berikut: Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan penalaran matematika dalam memecahkan masalah antara siswa bertipe kepribadian ekstrovert dan siswa bertipe kepribadian introvert.