BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

dokumen-dokumen yang mirip
Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

6/2/2013. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed DISOLUSI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

BAB II. STUDI PUSTAKA

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KESERAGAMAN BOBOT SEDIAAN PULVERES YANG DIBUAT APOTEK DI KOTA JAMBI ABSTRAK

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

@Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 4/16/2013 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam Bab IV ini akan dipaparkan hasil penelitian aplikasi multimode fiber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

METODE PENGUJIAN STABILITAS Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan zat obat atau produk obat untuk tetap di dalam spesifikasi yang dibentuk untuk

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan

I. NAMA PERCOBAAN Nama percobaan : C4 Mikroskop

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

Pengaruh Suhu Q10. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed

BAB I PENDAHULUAN. berkisar antara 36-37ºC. Jadi seseorang yang mengalami demam, suhu

Anis Marfu ah, Assisten Dosen Stikes Muhammadiyah Klaten 2

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil penelitian pola peracikan resep khusus pediatri, struktur pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 D. Manfaat Penelitian...

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Furosemid merupakan obat golongan loop diuretik yang banyak digunakan

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Pada pelayanan kefarmasian ada berbagai macam bentuk sediaan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien, baik berupa sediaan jadi ataupun sediaan racikan. Di Indonesia bentuk sediaan racikan utama biasanya berupa pulveres atau serbuk (Wiedyaningsih dan Oetari, 2004). Sediaan pulveres adalah sediaan berbentuk serbuk yang biasanya merupakan racikan obat sendiri atau merupakan hasil penggerusan dari sediaan tablet. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara pulverisasi/pengecilan ukuran partikel dari sediaan tabletnya. Hal ini dilakukan karena tidak adanya alternatif lain akibat tidak tersedianya serbuk murni yang dapat diracik menjadi sediaan pulveres. Pulverisasi/pengecilan ukuran partikel ini dapat dilakukan secara manual dengan digerus di dalam mortir, maupun dengan cara menggunakan alat milling yaitu dengan ball mill, grinder, ataupun blender, tergantung pada karakteristik bahannya. Pada penelitian ini dibuat pulveres dengan pulverisasi manual yaitu dengan mortar-stampler dan pulverisasi menggunakan blender. Proses pengecilan ukuran dalam pembuatan pulveres dari tablet konvensional ini memperbesar luas kontak muka partikel zat aktif dengan cairan tubuh, sehingga proses disolusi obat akan berjalan lebih cepat. Proses disolusi obat yang berjalan dengan cepat akan meningkatkan kecepatan absorpsi obat dan ketersediaan hayati obat pada cairan tubuh, sehingga dapat mempercepat onset obat. 1

Pada tahun 2010, ibuprofen masuk ke dalam daftar obat generik yang sering diresepkan menjadi sediaan pulveres di puskesmas propinsi DIY (Widyaswari dan Wiedyaningsih, 2012). Penggunaan pulveres ibuprofen untuk anak usia 2-3 tahun dengan berat badan 11-16 kg adalah 100 mg yang diminum 3 kali sehari (Lacy dkk., 2006). Pengobatan pada penyakit simptomatik, biasanya dilakukan selama 3-5 hari, sehingga penggunaan ibuprofen untuk durasi penggunaan selama 4 hari dibutuhkan 12 buah pulveres. Pada kenyataannya apabila anak sudah merasa sembuh maka pulveres tidak dikonsumsi hingga habis sehingga sisa pulveres kemudian disimpan selama berminggu-minggu. Pengaruh penyimpanan pada pulveres hasil pulverisasi/pengecilan ukuran partikel ini memungkinkan terjadinya perubahan yang mempengaruhi kualitas obat yaitu, safety, efficacy produk obat dan compliance dari pasien. Pada sediaan pulveres, partikel obat diperkecil sehingga memperluas kontak muka partikel. Luas kontak muka yang besar dapat memungkinkan kontak antara partikel obat dengan atmosfer, pengemas atau zat-zat asing lain yang dapat mempercepat penguraian zat aktif dan membuat sediaan pulveres tidak stabil selama waktu penyimpanan. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan uji stabilitas untuk sediaan pulveres gerus dan pulveres blender untuk melihat perubahan fisik, kadar ibuprofen, kecepatan dan profil disolusinya selama rentang waktu penyimpanan 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu. B.

1. 2. C. D. 1. 2.

1. E.

2. Karakterisasi partikel pada sediaan pulveres gerus dan pulveres blender yang dibuat dilakukan dengan metode SEM (Scanning Electron Microscope). SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Prinsip kerja SEM adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Penggunaan elektron yang mempunyai panjang gelombang yang lebih kecil daripada gelombang optik, sehingga SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Permukaan material yang disinari berkas elektron

akan memantulkan kembali berkas elektron sekunder ke segala arah. Detektor akan mendeteksi berkas pantul dengan intensitas tertinggi yang dipantulkan oleh material yang dianalisis. Informasi material dapat diketahui dengan menggunakan program olah citra yang terdapat dalam komputer dengan memanfaatkan berkas pantulan dari material (Goldstein dkk., 1992) 3.

a. Faktor yang terkait dengan sifat fisika-kimia dari zat aktif 1) Kelarutan

2) Ukuran partikel 3) Karakteristik fase padat 4) Efek garam b. Macam alat yang digunakan 1) Alat disolusi tipe I USP (metode rotating basket)

2) Alat disolusi tipe II USP (metode paddle) 3) Alat disolusi tipe III USP (metode reciprocating cylinder)

4) Alat disolusi tipe IV USP (metode flow through cell) 5) Alat disolusi tipe V USP (metode paddle over disk)

6) Alat disolusi tipe VI USP (metode rotating silinder) Sama dengan alat disolusi tipe V, alat disolusi tipe VI sangat cocok digunakan untuk sediaan transdermal. Alat disolusi sama seperti alat disolusi tipe I tetapi keranjang dan tangkai pemutar diganti dengan elemen pemutar silinder yang terbuat dari baja tahan karet. Suhu dipertahankan pada suhu 37ºC ± 0,5ºC selama penetapan berlangsung. 7) Alat disolusi tipe VII USP (metode reciprocating holder) c. Kondisi percobaan

d. Formulasi dan metode fabrikasi

4.

5. a. Metode Klasik b. Metode Khan

6. c. Konstanta laju disolusi

1. Stabilitas fisika 2. Stabilitas kimia

3. Stabilitas mikrobiologi 4. Stabilitas toksikologi 5. Stabilitas terapeutik Stabilitas terapeutik/stabilitas farmakologi adalah ukuran yang menunjukkan tidak berubahnya efek terapi dari suatu produk obat. Terjadinya perubahan efek terapi dapat diakibatkan oleh kerusakan atau perubahan pada suatu senyawa zat aktif, sehingga zat aktif tersebut tidak dapat memberikan efek yang sesuai. 6. Stabilitas biofarmasetika Stabilias biofarmasetika umumnya digunakan untuk sediaan biologi terapeutik seperti protein, biosimilar, antibodi atau produk biologi lainnya. Perubahan stabilitas biofarmasetik dapat terjadi akibat adanya degradasi

ketidakstabilan kimia dan fisika yang dapat menyebabkan protein folding, perubahan struktur dimensional dan efficacy dari produk obat (FDA, 1995)

7.

F. Di Indonesia bentuk sediaan racikan utama biasanya berupa pulveres atau serbuk. Pada tahun 2010, ibuprofen masuk ke dalam daftar obat generik yang dibuat dalam sediaan pulveres untuk anak di puskesmas di propinsi DIY (Widyaswari dan Wiedyaningsih, 2012). Pulveres adalah bentuk sediaan yang berupa serbuk hasil racikan atau penggerusan dari sediaan tablet. Penggerusan yang dilakukan pada proses pembuatan pulveres ini adalah suatu proses untuk memperbesar luas kontak muka suatu partikel dari sediaan tablet konvensional. Peningkatan luas kontak muka akan mempengaruhi kecepatan disolusi dari zat aktif. Hal ini karena luas kontak muka akan mempengaruhi kecepatan disolusi zat aktif (Fudholi, 2013). Kecepatan disolusi obat pada sediaan solid sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat pada cairan biologi di tempat administrasinya (Gennaro, 2000). Kecepatan absorpsi yang meningkat menyebabkan meningkatnya ketersediaan obat dalam cairan tubuh sehingga dapat mempercepat waktu timbulnya efek obat. Perubahan sediaan dari sediaan tablet menjadi sediaan pulveres dengan proses pulverisasi/pengecilan ukuran partikel akan memperbesar luas kontak muka partikel, sehingga menyebabkan kecepatan disolusi bertambah besar dan juga akan berimplikasi pada kecepatan absorpsi obat. Adanya proses fisik seperti perubahan ukuran partikel (contoh: milling, micronizing) juga dapat mempengaruhi stabilitas produk obat (FDA, 2016). Luas permukaan partikel yang bertambah besar memungkinkan kontak antara partikel dengan faktor-faktor pemicu degradasi zat aktif menjadi lebih besar, sehingga peruraian zat aktif dapat berjalan lebih cepat. Peruraian ini antara lain dapat mempengaruhi penampilan fisik pulveres,

kandungan kadar ibuprofen dan perubahan kinetika disolusi ibuprofen baik perubahan profil disolusi maupun laju disolusinya. Hal ini dikarenakan ukuran partikel berkorelasi secara signifikan dengan sifat fisika, kimia dan farmakologi dari suatu produk obat (Sinko, 2011). Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat, medium dan kondisi yang sedemikian rupa, sehingga menghasilkan hasil yang reprodusibel (USP, 2014). Uji disolusi tablet dan serbuk ibuprofen dilakukan menggunakan alat USP tipe II (paddle apparatus) dengan medium buffer fosfat 0,2 M ph 7,2 (Moffat dkk., 2011). Pengungkapan hasil uji disolusi diungkapkan melalui nilai Q30, DE45 dan konstanta laju disolusi (k). Kecepatan disolusi obat dapat diungkapkan melalui nilai konstanta laju disolusi (k) yang diketahui melalui slope kurva hubungan ln zat aktif yang tak larut sebagai fungsi waktu. Persamaan profil disolusi suatu sediaan dapat diketahui melalui perhitungan similarity factor (f 2). G. 1. Perubahan bentuk sediaan tablet menjadi sediaan pulveres meningkatkan kecepatan disolusi dan menghasilkan profil disolusi yang lebih efektif daripada sediaan tablet konvensional. 2. Adanya perubahan bentuk sediaan menjadi sediaan pulveres tidak mempengaruhi stabilitas sediaan ditinjau dari aspek sifat organoleptis, kecepatan disolusi, profil disolusi dan kadar ibuprofen selama penyimpanan 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.