Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Faal Paru Pada Perusahaan Galangan Kapal

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Penglihatan pada Pekerja Pengelasan di Perusahaan Pembuatan dan Perbaikan Kapal

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB III METODE PENELITIAN. waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

Hubungan Lama Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU Sampangan Semarang

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG

DETERMINAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PADA PEKERJA PENGRAJIN KERAMIK DI KECAMATAN KLAMPOK BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan


BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

HUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN KAPASITAS PARU PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN CEMENT MILL PT.SEMEN BOSOWA MAROS

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Agar terciptanya lingkungan yang aman, sehat dan bebas dari. pencemaaran lingkungan (Tresnaniangsih, 2004).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DAN LAMA PAPARAN DENGAN GANGGUAN FAAL PARU PEKERJA OVERHAUL POWER PLANT

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA TAMBANG BATUBARA PT. INDOMINCO MANDIRI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2012.

Bab IV Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI UNIT BOILER INDUSTRI TEKSTIL X KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan


BAB 1 PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan berbagai penyebab penyakit lainnya yang dapat

Novie E. Mauliku. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 70

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

Analisis Pengaruh Faktor Resiko Pekerja pada Area Penyelamatan terhadap Stress Kerja di Perusahaan Inspektor Bawah Air

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja di PT. Tonasa Line Kota Bitung

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peternakan (melakukan pemeliharaan ternak) dengan tujuan sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS PARU TENAGA KERJA DI PT EASTERN PEARL FLOUR MILLS KOTA MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA TENAGA KERJA PENGGILINGAN BATU PT.SINAR KARYA CAHAYA TAHUN 2013 DI DESA BOTUBULOWE KECAMATAN DUNGALIYO

Transkripsi:

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Faal Paru Pada Perusahaan Galangan Kapal Amilatun Nazikhah 1*, Binti Mualifatul R. 2, Am Maisarah Disrinama 3 1 Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111 * E-mail: meiladx99@gmail.com Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan faal paru pada pekerja galangan kapal dengan pendekatan regresi logistik biner. Responden dalam penelitian ini adalah 32 tenaga kerja perusahaan galangan kapal. Pengamatan dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner, pemeriksaan faal paru, dan pengukuran paparan debu yang terhirup. Hasil penelitian didapatkan 21 orang (66%) terkena paparan debu di atas NAB dan 8 orang (25%) mengalami gangguan faal paru. Analisis hasil uji Chi Square dan Regresi Logistik Biner didapatkan 2 variabel X berhubungan dan berpengaruh secara signifikan dengan gangguan faal paru yaitu paparan debu (Sig.0,010<0,05), pemakaian APD (Sig.0,040<0,05). Hasil dari regresi logistik biner yang berpengaruh adalah pemakaian APD (Sig.0,025<0,05). Rekomendasi yang diberikan untuk mengurangi gangguan faal paru antara lain: melakukan penyemprotan air ke udara lingkungan kerja dengan menggunakan nozzle, menyediakan tempat istirahat pekerja, melakukan pengontrolan pengukuran kadar udara, melakukan training k3, melakukan pemeriksaan secara logistik dan menyediakan APD kepada semua pekerja sesuai dengan APD yang dibutuhkan pekerja dengan penambahan jumlah masker dan memberikan masker respirator untuk pekerja yang berada di tempat kerja yang paparan debunya lebih banyak, serta memberikan sanksi kepada pekerja yang tidak menggunakan APD. Kata Kunci: gangguan faal paru, karakteristik pekerja, paparan debu, regresi 118ogistic biner. 1. PENDAHULUAN Perusahaan galangan kapal melayani beberapa service dengan skala perbaikannya meliputi: blasting dan painting (Pengecatan), ganti plat baru (Replating) untuk tebal plat yang tidak sesuai dengan standart, perbaikan shafting dan kemudi berdasarkan hasil pengukuran QC mekanik, rekondisi valve valve untuk system di kapal, overhaul A/E dan M/E. Salah satu masalah yang dihasilkan dengan adanya kegiatan itu adalah pencemaran udara dan terpaparnya debu. Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan (outdoor), dengan agen kimia, fisik, atau biologi yang mengubah karakteristik alami dari atmosfer (WHO, 2011). Lingkungan kerja yang terpapar debu akan mengakibatkan kenyamanan kerja terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan saluran pernafasan. Gangguan pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan, dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh. (Antaruddin, 2003), sedangkan di perusahaan galangan kapal banyak pekerja yang mengalami keluhan penyakit infeksi saluran pernafasan. Diketahui bahwa rata-rata karyawan mengalami penyakit infeksi saluran pernafasan dengan jumlah 1826 dari kunjungan karyawan dari tahun 2014 s/d 2016 bulan Oktober. Hal ini akan dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan tenaga kerja dan jika tidak ada pengendaliannya untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. (Umaakapa M. Dkk, 2013) maka dari itu berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan faal paru pada pekerja galangan kapal. 2. METODOLOGI 118

Penelitian ini termasuk kategori penelitian asosiatif kausal yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini akan menjelaskan hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi dari variabelvariabel yang akan diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah pekerja di perusahaan galangan kapal yang berkerja sekitar 300 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik purposive samplingi dengan sebanyak 32 responden, dengan ketentuan pekerja dengan usia 20-40 tahun, jenis kelamin laki-laki, terpapar selama 8 jam, tidak ada riwayat gangguan faal paru. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik pekerja (usia, masa kerja,status gizi, kebiasaan merokok), pemakaian APD dan paparan debu. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan faal paru. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah bersumber dari data primer meliputi data hasil wawancara menggunakan kuesioner untuk variabel karakteristik individu, melakukan observasi/pengamatan menggunakan lembar observasi untuk variabel tingkat kedisiplinan penggunaan APD serta data sekunder yang berasal dari perusahaan, pemeriksaan faal paru menggunakan alat ukur spirometer: Tidak ada gangguan (Normal) = FEV1 > 75%, Ada gangguan (Restriktrif, Obstruktif, Mixed) = < 75% dengan nilai FVC < 80%, pemeriksaan kadar debu perorangan Penggukuran menggunakan alat ukur PDS (Personal Dust Sampler). Pengamatan dilakukan dengan cara pengamat mengamati tiap orang yang bekerja selama 30 menit setiap hari, (WSHCouncil, 2014). Kategori perilaku yang diperkirakan dapat menentukan tingkat kedisiplinan tenaga kerja dalam menggunakan APD antara lain: Total safe observations 100% % = total safe obse rvations+unsafe observat ions (1) Data yang telah terkumpul dari hasil penelitian, kemudian akan diolah secara manual dengan mengecek kelengkapan identitas masing-masing tenaga kerja yang menjadi responden, kemudian diuji pengaruh menggunakan uji regresi 119ogistic biner. Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk teks, tabel dan diagram pie. Langkah selanjutnya adalah data tersebut dianalisis dan disajikan dengan penjelasan dari data hasil penelitian yang dideskripsikan dan dirangkum dengan berbagai variabel yang telah diidentifikasi sebelumnya. Hasil analisis yang telah dilakukan dan didapatkan, kemudian akan dihubungkan dengan teori yang ada untuk diambil kesimpulan dari penelitian tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hubungan dan Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat Variabel Nilai p Hubungan Nilai p Pengaruh Paparan debu 0.010 < α Ada 0.999 > α Tidak Ada Usia 0.694 > α Tidak Ada 0.695 > α Tidak Ada Masa Kerja 0.651 > α Tidak Ada 0.802 > α Tidak Ada Status Gizi 0.672> α Tidak Ada 0.230 > α Tidak Ada Pemakaian APD 0.040 < α Ada 0.026 < α Ada Kebiasaan Merokok 0.960 > α Tidak Ada 0.960 > α Tidak Ada Keterangan : α = 0.05 (Sumber: Data Penelitian Terolah, 2017) Hubungan dan Pengaruh Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Faal Paru Karakteristik individu meliputi usia, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok. Mayoritas tenaga kerja memiliki usia <30 tahun dengan sebanyak 20 0rang (62%), memiliki masa kerja yang dikategorikan masa kerja baru yaitu < 6 tahun 119

sebanyak 20 orang (63%), status gizi pekerja menurut IMT rata-rata pekerja memiliki status gizi normal dengan sebanyak 18 orang (56%), dan kebiasaaan merokok dengan prosentase 18 orang (56%) pekerja tidak merokok. Menurut tabel 1 untuk karakteristik pekerja tidak ada yang berhubungan dan tidak ada yang berpengaruh terhadap gangguan faal paru dengan nilai p-value > 0.05. Hubungan dan Pengaruh Pemakaian APD Terhadap Gangguan Faal Paru Di perusahaan galangan kapal pemakaian APD 32 orang responden yang telah di observasi kepatuhan dalam pemakaian APD adalah terdapat 14 orang (44%) responden yang tergolong patuh. Sedangkan responden yang tergolong kadang kadang dalam pemakaian APD ada sebanyak 10 orang (31%) dan 8 orang (25%) yang tergolong tidak patuh. Dengan demikian diperoleh sebagian besar responden perusahaan galangan kapal memiliki kepatuhan dalam pemakaian APD yang baik. Setelah diuji menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil p-value sebesar 0,040. Karena p- value kurang dari nilai α sebesar 0,05 (nilai sig. = 0,040 < 0,05), maka hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel pemakaian APD berhubungan terhadap gangguan faal paru pada pekerja perusahaan galangan kapal. Hasil nilai p-value (sig.) sebesar 0.026 yang berarti lebih kecil dari nilai alpha (α) 0.05 maka H₀ ditolak yang berarti bahwa faktor pemakaian APD berpengaruh pada Gangguan Faal Paru. Hubungan dan Pengaruh Paparan Debu Terhadap Gangguan Faal Paru Pada pengelompokan paparan debu responden yang disesuaikan dengan definisi operasional untuk variabel faktor individu paparan debu dapat diketahui bahwa jumlah responden yang terkena paparan debu kurang dari 3 mg/m 3 berjumlah 11 Orang (34%), Responden yang terkena paparan debu melebihi 3 mg/m 3 berjumlah 21 Orang (66%). Dengan demikian rata-rata pekerja perusahaan galangan kapal terkena paparan debu yang lebih dari 3 mg/m 3. Dari hasil analisis tabulasi silang dapat dilihat bahwa sebagian besar pekerja terkena gangguan paru akibat paparan debu yang melebihi NAB (> 3 mg/m 3 ). Setelah diuji menggunakan uji Chi-Square didapatkan hasil p-value sebesar 0,010. Karena p-value kurang dari nilai α sebesar 0.05 (nilai sig. = 0,010 < 0.05), maka hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel paparan debu (X1) berhubungan terhadap gangguan faal paru pada pekerja perusahaan galangan kapal. setelah dilakukan uji 120ogistic biner Hasil nilai p-value (sig.) sebesar 0.999 yang berarti lebih besar dari nilai alpha (α) 0.05 maka H₀ diterima yang berarti bahwa paparan debu tidak berpengaruh pada Gangguan Faal Paru. GANGGUAN FAAL PARU TIDAK ADA 25% GANGGUAN ADA 75% GANGGUAN Gambar 1. Distribusi responden gangguan faal paru (Sumber: Data Penelitian Terolah, 2017) Berdasarkan hasil pengamatan hubungan paparan debu terhadap gangguan faal paru yaitu apabila nilai diatas NAB maka frekuensi pekerja untuk mengalami gangguan faal paru semakin tinggi dan pekerja yang terpapar debu dibawah NAB frekuensi untuk mengalami gangguan faal paru kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar debu diatas NAB akan lebih mudah untuk mengalami gangguan faal paru. Di perusahaan galangan kapal pekerja yang pemeriksaan kadar debu personalnya melebihi ambang batas sebagian mengalami gangguan faal paru. Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan antara paparan debu terhadap gangguan faal paru. Tetapi dari hasil uji serentak tidak terdapat pengaruh antara paparan debu terhadap gangguan faal paru dikarenakan masih banyak faktor yang lain yang perlu dipertimbangkan apa saja yang mempengaruhi terjadinya gangguan faal paru. Menurut Depkes 120

(2003) menyatakan bahwa lingkungan debu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenikmatan kerja. Fakta yang menentukan besarnya gangguan kesehatan diantaranya semakin pekat kadar debu, semakin cepat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenikmatan. Debu yang berdiameter kecil akan dapat masuk jauh ke dalam alveoli sementara yang besar akan tertahan di cilia dari saluran pernafasan bagian atas. Menurut jurnal Armaeni dan Widajati (2016) yang menyatakan bahwa Umur yang semakin bertambah tidak berarti meningkat pula risiko terjadinya gangguan faal paru. Umur bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya penurunan fungsi normal paru, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan faal paru. Itu sesuai dengan yang terjadi pada perusahaan galangan kapal. Dari hasil pengamatan di perusahaan galangan kapal jumlah pekerja yang memiliki usia kurang dari 30 tahun itu jumlahnya lebih banyak dari yang lebih dari 30 tahun. Karena jumlah pekerja memiliki umur yang masih dibawah 30 tahun maka kondisi daya tahan tubuh pekerja yang masih kuat sehingga tidak mudah terpapar. Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja. Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat dapat mempengaruhi tenaga kerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif kepada tenaga kerja bila dengan lamanya seseorang bekerja maka dia akan semakin berpengalaman dalam melakukan aktifitas tugasnya. Sedangkan akan memberikan pengaruh negative apabila semakin lamanya seseorang bekerja maka akan menimbulkan kebosanan (Handoko, 1992). Dari hasil pengamatan di perusahaan galangan kapal didukung dengan teori diatas yaitu banyaknya para pekerja yang bekerja di perusahaan galangan kapal masih tergolong masa kerja baru yaitu kurang dari 6 tahun. Maka pengaruh negatif untuk terpapar debu terhadap gangguan faal parunya tidak terlalu banyak karena dengan bertambahnya masa kerja semakin banyak resiko terpapar debu dan di perusahaan galangan kapal masa kerjanya masih tergolong muda sehingga masih bisa diminimalisir untuk terjadunya gangguan faal paru. Ini didukung dengan penelitian Luthfi,A. Dkk (2014) bahwa faktor masa kerja tidak berhubungan dengan gangguan faal paru dikarenakan banyaknya karyawan yang bekerja dengan massa kerja yang rendah jadi mempengaruhi hasil dari tabulasi silang. Menurut penelitian Mengkidi (2006) status gizi tidak berpengaruh terhadap gangguan faal paru karena sebagian besar responden atau pekerja memiliki status gizi baik. Salah satu akibat dari kekurangan gizi dapat menurunkan system imunitas dan antibody sehingga orang mudah terserang infeksi seperti : pilek, batuk, diare dan juga berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap benda asing seperti debu yang masuk ke dalam tubuh. Status gizi tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tenaga kerja maupun produktifitas tenaga kerja. Status gizi yang baik akan mempengaruhi profuktifitas tenaga kerja yang berarti terdapat peningkatan produktifitas perusahaan (Supariasi, 2003). Hasil pengatamatan di perusahaan galangan kapal dari 32 responden terdapat 23 responden yang memiliki status gizi tergolong baik sehingga status gizi tidak berpengaruh dengan gangguan faal paru. Karena status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat gizi. Dan pada perusahaan galangan kapal untuk asupan gizi pada pekerja benar benar-benar diperhatikan karena disaat pihak kantin menyetorkan data menu ke pihak HRD. Mereka dilakukan penyeleksian. Jadi untuk kebutuhan kalori dan status gizinya disesuaikan dengan kebutuhan para pekerja. Sehingga apabila status gizi pekerja terpenuhi maka resiko untuk terjadinya paparan dan gangguan itu sangat kecil. Berdasarkan laporan dari WHO (2003), merokok merupakan penyebab kematian tertinggi yang dapat dicegah di dunia. Merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung 2 4 kali dibandingkan yang bukan perokok. Merokok juga meningkatkan risiko kematian karena kanker paru 20 kali lebih besar. Namun, masih banyak masyarakat terutama di negara berkembang seperti Indonesia masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah akan bahaya rokok. Zat toksin yang ada dalam rokok akan terakumulasi jumlahnya didalam tubuh, terutama pada paru. Berdasarkan pengamatan di perusahaan galangan kapal dan pengisian kuisioner bahwa banyaknya para pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Sehingga pengaruh untuk terjadinya gangguan faal paru itu sangat kecil. Menurut pengamatan di perusahaan galangan kapal APD yang di gunakan hanya berupa masker biasa, dan masih banyak para pekerja yang jarang menggunakan masker apalagi pada saat bekerja di indoor. Meskipun dengan adanya sanksi bagi para pekerja yang melanggar aturan tidak menggunakan APD sebagian para pekerja tidak memerdulikan hal itu. Padahal pekerjaan mereka memiliki resiko yang berbahaya tapi mereka hanya berpegangan alasan bahwa ingin pekerjaan cepat selesai dengan kondisi yang nyaman bukan aman. Kadangkadang pekerja hanya menggunakan APD di saat ada HSE saja, kalau orang HSE sudah tidak mengawasi pekerja langsung melepasnya. Kesadaran diri ini yang belum tertanam pada pekerja di perusahaan galangan kapal. dan faktor lain juga perusahaan belum menyediakan APD untuk semua pekerja, jadi alasan yang dimiliki pekerja juga sangat kuat dari pihak perusahaan tidak menyediakan APD dan APD yang digunakan juga tidak memadai. Berdasarkan hasil pengamatan analisis pengaruh pemakaian APD terhadap gangguan faal paru pekerja, masker yang digunakan ini kurang efektif. Jika ingin mengurangi masuknya partikel debu ke dalam paru maka harus menggunakan respirator NIOSH tidak seharusnya tenaga kerja tersebut memakai alat pelindung pernafasan yang disebut respirator sekali pakai. Berdasarkan hasil penelitian (Mengkidi,

121

2006) menyatakan bahwa pemakaian alat pelindung pernafasan merupakan faktor protektif untuk terjadinya gangguan faal paru yang berarti gangguan faal paru dapat ditimbulkan dari kelalaian atau tidak kepatuhan dalam mengenakan alat pelindung diri pernafasan pada saat bekerja. 4. KESIMPULAN Hasil penelitian terhadap 32 tenaga kerja lapangan di perusahaan galangan kapal tentang analisis pengaruh paparan debu dan karakteristik pekerja terhadap gangguan faal paru dapat disimpulkan bahwa: Pemakaian APD berpengaruh signifikan terhadap gangguan faal paru dengan hasil p-value = 0.026 (p-value < 0.05). Sedangkan, paparan debu memiliki hubungan terhadap gangguan faal paru dengan hasil uji Chi-square p-value = 0.010 (p-value < 0.05). untuk usia, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok tidak berpengaruh signifikan tehadap gangguan faal paru. Rekomendasi yang diberikan untuk mengurangi gangguan faal paru antara lain: untuk paparan debu yaitu menggunakan metode basah dengan melakukan penyemprotan air pada saat dilakukan proses produksi yang menghasilkan debu sehingga mengurangi paparan, Menyediakan tempat istirahat pekerja setelah bekerja di tempat terpapar debu. Memberikan Pendidikan atau penyuluhan tentang K3 dan kesehatan, Pemeriksaan kesehatan secara periodik, Monitoring pengukuran kadar debu udara. Perusahaan menyediakan APD kepada semua para pekerja sesuai dengan APD yang dibutuhkan pekerja. misalnya penambahan jumlah masker dan memberikan masker respirator filter. Dan memberikan sanksi kepada pekerja yang tidak menggunakan APD. Menyediakan masker tipe N95, untuk pekerja yang bekerja di tempat paling banyak debunya menggunakan masker respirator filter. 5. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada seluruh pendukung dan pemberi semangat untuk menyelesaikan penelitian ini. 6. DAFTAR PUSTAKA Antaruddin. (2003). Pengaruh Debu Padi Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang Merokok Dan Tidak Merokok. Medan: FK USU. Armaeni, D. &. (2016). Hubungan Paparan Debu Kapur Dengan Status Faal Pekerja Gamping. The Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health, Vol. 5 61-67. Council, W. (2004). WSH Guide To Be Behavioural Observation And Intervention. Depkes, R. (2003). Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Balai Pustaka. Handoko, T. (1992). Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia. Luth, A., Faisal, Y., & Dkk. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Faal Paru Polisi Lalu Lintas Di Wilayah Jakarta Timur. J Respir Indo, Vo. 34 No. 2. Mengkidi. (2006). Gangguan Fungsi Paru Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Semarang: Universitas Diponegoro. Muktamar, U., & Dkk. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Industri Tekstil Cv Bagabs Kota Makasar. Makassar: Unhas. Supariasi, I. (2003). Penilaian Status Gizi. Jakarta: GGC. WHO. (2003). Deteksi Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 122