BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan generasi harapan bangsa, untuk itu perlu disiapkan sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas di masa yang akan datang. Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3 miliyar jiwa. Dari jumlah itu, penduduk remaja mencapai lebih dari 1 miliyar, sedangkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 62 juta yang sedang memasuki prilaku reproduksi dan seksual yang dapat membahayakan atau justru mengancam kehidupannya (Santoso, 2005). Periode remaja sebagai periode strum and drang yaitu periode peralihan masa anak-anak menuju masa dewasa yang penuh gejolak. Pada masa tersebut remaja mengalami perkembangan seksual, kematangan organ seksual mulai berfungsi, baik untuk reproduksi (menghasilkan keturunan), maupun rekresi (mendapat kesenangan), sehingga remaja mulai tertarik orang lain dan ingin mendapat kepuasan seksual, meski fungsi reproduksinya sudah dapat dijalankan, namun kondisinya belum aman dan sehat (Bachtiar, 2004). Tingkat pendidikan penduduk Indonesia relatif masih rendah. Sampai tahun 2003 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun keatas baru mencapai 7,1% dan proporsi penduduk berusia 10 tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas masih sekitar 36,2%. Kondisi tersebut belum memadai dalam menghadapi persaingan global dan belum mencukupi pula
sebagai landasan pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Angka Partisipasi Sekolah (APS) rasio penduduk yang bersekolah menurut kelompok usia sekolah untuk usia 13-15 tahun baru mencapai 81,0% dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru mencapai 51,0%. Data tersebut mengidentifikasi bahwa masih terdapat sekitar 49,0% anak berusia 16-18 tahun yang tidak bersekolah karena belum atau tidak pernah sekolah maupun putus sekolah atau tidak melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi (Suyudi, 2005). Data Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2004 remaja yang mendapat informasi kesehatan reproduksi dari tenaga kesehatan hanya (17,6%), majalah atau koran (50,2%), televisi (30,3%), internet (15,3%), guru (2,3%). Padahal BKKBN telah mencanangkan program kesehatan reproduksi remaja yang mempunyai tujuan untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, perilaku yang bertanggung jawab. Salah satu kebijakan teknis yang digunakan adalah melalui perkembangan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tetapi kenyataan program tersebut belum menyentuh seluruh remaja Indonesia termasuk di SMA N 1 Kaliwungu. Pengetahuan seks yang hanya setengah-setengah memaksa remaja mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Majalah, buku dan film pornografi dan pornoaksi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan kini sudah melakukan hubungan seks di usia dini, yang akhirnya akan terjadi 2
hal-hal yang tidak diinginkan seperti seperti kehamilan diluar nikah, aborsi, berbagai penyakit kelamin, atau kelainan seksual (Dianawati, 2003). Di negara berkembang telah ditemukan remaja putri yang terpaksa keluar dari sekolah, sudah melakukan hubungan seks dibawah usia 20 tahun dan sekitar 60% kelahiran anak dikalangan remaja didunia adalah kelahiran yang tak diharapkan (Alan, 2003). Hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI, BPS. 2004) dalam Heru (2006) menunjukan bahwa remaja yang setuju melakukan hubungan seks jika akan menikah mencapai 16,2%, saling mencintai 12,0%, dan suka sama suka 12,3%. Meskipun jumlahnya tidak terlalu besar, namun sikap tersebut bisa menjadi faktor pendorong remaja melakukan seks Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2006 menunjukan bahwa kasus Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) meningkat dari tahun ke tahun. Sepanjang tahun 2002, sedikitnya ada 50 kasus KTD. Pada tahun 2003 jumlah meningkat menjadi 92 kasus sampai bulan Juni 2004. Mereka yang mengalami KTD menurut catatan PKBI, berusia sekitar 10-24 tahun atau anak-anak usia SMP sampai mahasiswa, mengutip catatan WHO (2004), KTD di Asia Tenggara mencapai 4,2 juta/tahun, sementara itu 750 ribu 1,5 juta kasus diantaranya terjadi di Indonesia (Pilar PKBI Jateng, 2004). Berdasarkan data BKKBN (2004) dalam Kartika (2005) kasus aborsi di Indonesia tercatat 2,3 juta/tahun. Dari jumlah itu, 15-30% diantaranya dilakukan remaja. 3
Hasil survey UNICEF tahun 2004 dari 2312 kasus HIV/AIDS. Menurut data Sub Direktorat Penyakit Menular Seks dan AIDS Direktorat Jendral PPM dan PLB Departemen Kesehatan Indonesia hingga 30 September 2006, terdapat 11.604 orang mengidap HIV/AIDS, jumlah komulatif kasus HIV/AIDS di Jateng hingga November 2006 tercatat sebanyak 970 kasus. Sebuah survey BKKBN mendapati 36% penderita PMS adalah pelajar (Heru, 2006). Siswi SMA merupakan salah satu kelompok remaja yang terlibat dalam kasus hubungan seksual Bedasarkan informasi yang didapat dari guru BP SMA N 1 Kaliwungu, ada 0,45% dari siswanya yang berjumlah 640 siswa yang terlibat kasus Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) tahun 2008. Diantaranya 2 siswa dari kelas XI dan 1 siswa kelas XII. Dari hasil survey terhadap siswa-siswi SMA N 1 Kaliwungu, beberapa dari mereka menyatakan bahwa prilaku seks dalam berpacaran (ciuman) merupakan hal yang wajar di lakukan ketika pacaran karena atas dasar rasa sayang. Dan SMA ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan seksual pranikah serta belum ada mata ajar kesehatan reproduksi secara khusus. Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Hubungan Seksual Pranikah di SMA N 1 Kaliwungu. 4
B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut diatas, penulis merumuskan permasalahan penelitian Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Hubungan Seksual Pranikah di SMA N 1 Kaliwungu?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang hubungan seksual pranikah di SMA N 1 Kaliwungu. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan tentang hubungan seksual b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan tentang macam aktifitas seksual. c. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab hubungan seksual d. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan tentang risiko hubungan seksual D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberi sumbangan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat. 5
2. Manfaat Praktek a. Bagi SMA Diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan kebijakan untuk meningkatkan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi tentang hubungan seksual b. Bagi Remaja SMA Dapat memperoleh informasi yang benar dan akurat dari tenaga kesehatan khususnya kesehatan reproduksi. c. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai kesehatan reproduksi remaja. d. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wawasan masyarakat mengenai hubungan seksual 6