PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CORE DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND MAHASISWA MATEMATIKA Bukhari Ahmad, Ria Deswita, Febria Ningsih, Syafriadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci Corresponding author, email: arilala86@gmail.com Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan mathematical habits of mind. Kemampuan pemecahan masalah matematis dan mathematical habits of mind perlu dikembangkan pada mahasiswa. Sehingga diperlukan sebuah model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan mathematical habits of mind. Oleh karena itu, dipilih model pembelajaran Connecting-Organizing-Reflecting-Extending (CORE) dengan pendekatan scientific. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan mathematical habits of mind. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semseter I Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Kerinci. Sampel terdiri dari dua kelas yang dipilih secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan angket mathematical habits of mind matematis. Analisis data menggunakan Independent t-test dan uji proporsi. Berdasarkan analisis data, ditemukan bahwa 1) kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa, 2) tidak terdapat perbedaan mathematical habits of mind antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa Kata Kunci: Model Pembelajaran CORE, Pendekatan Scientific, Kemampuan, Pemecahan Masalah Matematis, Mathematical Habits of Mind PENDAHULUAN Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa calon guru matematika harus cukup mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah, mengingat termasuk di dalam tugasnya nanti ketika menjadi guru adalah membimbing siswa belajar memecahkan masalah matematis. Mengajarkan bagaimana memecahkan masalah merupakan kegiatan guru untuk 33
memberikan tantangan atau motivasi kepada para siswa agar mereka mampu memahami masalah tersebut, tertarik untuk memecahkannnya, mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk merumuskan strategi dalam memecahkan masalah tersebut, melaksanakan strategi itu, dan menilai apakah jawabannya benar. Pemecahan masalah juga dapat mengembangkan kemampuan matematis yang lain, diantaranya kemampuan penalaran dan komunikasi karena pada proses pemecahan masalah siswa dapat mengkomunikasikan ideide yang ada pada soal dengan lambang/simbol matematika setelah melakukan penalaran terhadap soal tersebut. Suatu masalah dalam matematika tidak dapat hanya diselesaikan dengan satu atau dua prosedur penyelesaian yang sudah diketahui. Namun masalah dalam matematika membutuhkah prosedur yang sistematis untuk menyelesaikannya. Polya (1973) menjelaskan ada empat langkah yang harus dilakukan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika, yaitu sebagai berikut: (1) Memahami masalah, (2) merencanakan strategi pemecahan masalah, (3) Melaksanakan rencana penyelesaian, (4) memeriksa kembali. Kemampuan pemecahan masalah matematis, terdapat aspek psikologis yang turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan baik. Salah satunya adalah kebiasaan berpikir. Menurut Costa dan Kallick (2008) habits of mind merupakan kecenderungan seseorang untuk berpikir dan berperilaku secara cerdas ketika dihadapkan pada suatu permasalahan, khususnya pada permasalahan yang solusinya tidak dapat ditemukan dengan mudah. Pembiasaan berpikir akan membentuk kemampuan (ability) pada diri seseorang jika dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Habits of mind yang baik akan membantu seseorang dalam memahami dan memecahkan persoalan di dunia nyata dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Selain itu habits of mind dipandang penting ketika proses pembelajaran berlangsung khususnya dalam pembelajaran matematika. Levasseur dan Cuoco (2009) bahwa pemikiran atau kemampuan matematis melibatkan lebih dari sekedar memahami gagasan matematika dan belajar metode atau prosedur dalam memecahkan masalah tetapi juga ada unsur penting lainnya, yaitu kebiasaan berpikir. Istilah mathematical habits of mind digunakan oleh matematikawan, para pendidik, dan para ahli untuk menggambarkan intisari dari makna doing mathematics dan think matematically (Seeley, 2014). Millman dan Jacobbe (2008) mengidentifikasi beberapa mathematical habits of mind yaitu: (1) mengeksplorasi ide-ide matematis; (2) merefleksi kesesuaian solusi atau strategi 34
pemecahan masalah; (3) mengidentifikasi apakah strategi atau pendekatan masalah yang digunakan dapat diterapkan pada masalah lain; (4) mengidentifikasi apakah terdapat sesuatu yang lebih dari aktivitas matematika yang telah dilakukan/generalisasi; (5) memformulasi pertanyaan; dan (6) mengkonstruksi contoh. Kemampuan pemecahan masalah matematis dan mathematical habits of mind dapat dikembangkan melalui model pembelajaran CORE. Karena pada pembelajaran model CORE mahasiswa akan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan (connecting) dan mengorganisasikan (organizing) pengetahuan baru dengan pengetahuan lama kemudian memikirkan konsep yang sedang dipelajari (reflecting) serta mahasiswa dapat memperluas pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar berlangsung (extending). Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific lebih tinggi dari mahasiswa yang mengikuti pembelajaran biasa? Apakah mathematical habits of mind mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific lebih baik dari mahasiswa yang mengikuti pembelajaran biasa? METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain Posttest Only- Nonequivalent Control Group Design. Pada penelitian ini sampel tidak dikelompokkan secara acak murni, tetapi peneliti menerima keadaan sampel sebagaimana adanya untuk tiap kelas yang terpilih. Penelitian dilakukan pada dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific, sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester I IAIN Kerinci tahun ajaran 2017/2018. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas, yaitu kelas I-A dan kelas I-B..Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Tujuannnya agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal kondisi sampel penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian, serta prosedur perijinan. 35
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan pemberian tes untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa dan angket untuk melihat mathematical habits of mind. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam. Pertama, tes kemampuan pemecahan masalah matematis berupa tes uraian. Kedua, angket mathematical habits of mind. Sebelum digunakan, instrumen yang telah disusun diujicoba terlebih dahulu dan kemudian dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dari hasil analisis data diperoleh deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1: Deskripsi Kemampuan Pemecahan masalah Matematis Kelas N Postes x % s CORE-Scientific 30 14,37 75,61 2,53 Biasa 32 12,16 63,98 2,06 Skor Ideal =19 x = Rata-rata % = Persentase terhadap Skor Ideal s = Simpangan baku s = Simpangan baku Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa kelas CORE-scientific dan kelas biasa memiliki perbedaan. Hasil dari postest menunjukkan bahwa rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematis kelas CORE-scientific lebih tinggi daripada kelas biasa. Selisih rata-rata hasil postes kelas COREscientific dan kelas biasa sebesar 2,21. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa pada kelas CORE-scientific dan kelas biasa cukup jauh berbeda. Selain itu, persentase hasil postes kelas CORE-scientific lebih tinggi daripada kelas biasa dengan selisih sebesar 11,63%. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas CORE-scientific dan kelas biasa. 36
Namun, perlu dilakukan uji perbedaan rata-rata untuk menunjukkan bahwa rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematis antara kelas CORE-scientific dan kelas biasa berbeda atau tidak secara signifikan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa kelas CORE-scientific lebih baik atau tidak secara signifikan daripada kelas biasa. Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai uji prasyarat untuk menentukan uji statistik yang harus digunakan. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas varians data kemampuan pemecahan masalah matematis kelas CORE-scientific dan kelas biasa diperoleh data berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa kelas COREscientific dan kelas biasa digunakan uji statistik Independent t-test. Rangkuman hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 2. berikut. Tabel 2: Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Pemecahan masalah Matematis Mahasiswa Kelas CORE-Scientific dan Kelas Biasa t Dk Sig. Kesimpulan 3,771 60 0,000 H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 2 diketahui nilai signifikansi (sig.) uji perbedaan rata-rata data lebih kecil dari α = 0,05, sehingga H 0 ditolak. Artinya rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa kelas CORE-scientific lebih baik secara signifikan daripada kelas biasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific lebih baik secara signifikan daripada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Berdasarkan hasil analisis terhadap data tes kemampuan pemecahan masalah matematis, dapat dilihat bahwa rata-rata skor tes kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas eksperimen yang diikuti oleh 30 orang mahasiswa lebih tinggi dari rata-rata yang diperoleh mahasiswa kelas kontrol yang diikuti oleh 32 orang mahasiswa. Rata-rata mahasiswa kelas eksperimen adalah 14,37 dengan skor tertinggi yang diperoleh yaitu 19 dan skor terendah adalah 10 sementara rata-rata mahasiswa kelas kontrol adalah 12,16 dengan skor tertinggi yang diperoleh yaitu 17 dan skor terendah adalah 8. Mahasiswa kelas kontrol belum memahami masalah dengan baik. Mahasiswa kelas kontrol belum terbiasa mengidentifikasi masalah dalam proses pembelajaran sehingga dalam 37
menjawab soal ujian kebanyakan mahasiswa salah dalam mengidentifikasi permasalahan, mengakibatkan kesalahan pada penyelesaian walaupun strategi dan prosedur penyelesaian yang dipilih sudah tepat. Identifikasi masalah akan sangat membantu mahasiswa dalam memahami masalah, dengan mengitentifikasi masalah akan terlihat apa-apa saja informasi yang disajikan serta informasi apa yang belum ada tetapi dibutuhkan dalam penyelesaian masalah dan pemilihan strategi yang tepat akan mempermudah mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Mathematical Habits of Mind Hasil penelitian tentang mathematical habits of mind diperoleh dari angket yang diberikan setelah mahasiswa mendapatkan perlakuan (pembelajaran). Pembelajaran yang diterapkan pada kelas CORE-scientific yaitu model pembelajaran CORE dengan pendekatan scientific dan pembelajaran yang diterapkan pada kelas biasa yaitu model pembelajaran ekspositori (pembelajaran biasa). Analisis data angket mathematical habits of mind dilakukan untuk melihat perbedaan mathematical habits of mind mahasiswa antara kelas COREscientific dan kelas biasa setelah mahasiswa mendapat perlakuan. Dari hasil analisis data angket mathematical habits of diperoleh deskripsi mathematical habits of mind mahasiswa, seperti yang terlihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3: Deskripsi Mathematical habits of mind Mahasiswa Kelas n Mathematical habits of mind x % CORE-Scientific 3000 2285 76,17 Biasa 3200 2399 74,96 x = Frekuensi mathematical habits of mind n = Frekuensi mathematical habits of mind ideal % = Proporsi mathematical habits of mind Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi mathematical habits of mind memiliki perbedaan. Secara grafik perbedaannya disajikan pada Gambar 4 berikut. 38
76.5 76 75.5 75 74.5 74 MHM- Eksperimen MHM-Kontrol MHM- Eksperimen MHM-Kontrol Gambar 1: Perbedaan Mathematical habits of mind Mahasiswa Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa proporsi mathematical habits of mind kelas CORE-scientific lebih tinggi daripada kelas biasa. Selisih proporsi mathematical habits of mind kelas CORE-scientific dan kelas biasa adalah sebesar 1,21%, sehingga dapat dikatakan bahwa proporsi mathematical habits of mind mahasiswa pada kelas COREscientific dan kelas biasa tidak jauh berbeda. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi mathematical habits of mind pada kelas CORE-scientific dan kelas biasa. Namun, perlu dilakukan uji proporsi untuk menunjukkan bahwa proporsi mathematical habits of mind antara kelas CORE-scientific dan kelas biasa berbeda atau tidak secara signifikan. Dengan demikian, dapat diketahui mathematical habits of mind mahasiswa kelas CORE-scientific lebih baik atau tidak secara signifikan daripada kelas biasa. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan proporsi mathematical habits of mind mahasiswa kelas CORE-scientific dan kelas biasa digunakan uji proporsi. Rangkuman hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4: Hasil Uji Proporsi Mathematical Habits of Mind Mahasiswa Kelas CORE- Scientific dan Kelas Biasa Z Z α Kesimpulan 1,095 1,64 H 0 diterima Berdasarkan Tabel 4 diketahui Z < Z α, sehingga H 0 diterima. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi mathematical habits of mind mahasiswa kelas CORE-scientific dan mahasiswa kelas biasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mathematical 39
habits of mind mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific tidak lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Berdasarkan hasil analisis terhadap data angket mathematical habits of mind, diketahui proporsi mathematical habits of mind mahasiswa kelas CORE-scientific lebih tinggi daripada mahasiswa kelas biasa. Hal ini ditunjukkan dari proporsi mathematical habits of mind kedua kelas tersebut. Proporsi mathematical habits of mind mahasiswa kelas CORE-scientific adalah 76,17%, sedangkan proporsi pada kelas biasa adalah 74,96%. Terdapat perbedaan proporsi sebesar 1,21%. Berdasarkan hasil uji proporsi diketahui bahwa proporsi mathematical habits of mind mahasiswa kelas CORE-scientific tidak berbeda secara signifikan daripada mahasiswa kelas biasa. Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan mathematical habits of mind mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Secara deskriptif, mathematical habits of mind mahasiswa pada kelas CORE-scientific lebih tinggi daripada kelas biasa disebabkan oleh mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific terbiasa aktif dalam pembelajaran di kelas melalui kegiatan diskusi. Seperti yang dijelaskan Artasari, dkk (2013, hlm. 3) bahwa dengan menerapkan pembelajaran model CORE akan membuat mahasiswa menjadi aktif. Model pembelajaran CORE mengajak mahasiswa untuk aktif pada kegiatan pembelajaran. Mahasiswa aktif berdiskusi dalam kelompok, saling mengemukakan pendapat untuk membentuk dan menyusun penyelesaian terhadap permasalahan yang diberikan (Artasari, dkk, 2013, hlm. 8). Selain itu, faktor yang menyebabkan mathematical habits of mind mahasiswa pada kelas CORE-scientific lebih tinggi adalah karena mahasiswa mampu menjadikan pengalaman belajar sebagai landasan keberhasilan dalam menyelesaikan masalah dalam kondisi tertentu. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran, mahasiswa terbiasa menyelesaikan permasalahan matematika yang beragam dari yang mudah hingga sulit. Akibatnya mahasiswa terbiasa untuk berperilaku secara cerdas ketika dihadapkan dengan permasalahan matematis.. Pada kelas biasa, mahasiswa tidak dibiasakan untuk berperilaku secara cerdas atau kebiasaan berpikir tidak dibiasakan, sehingga mathematical habits of mind mahasiswa kelas biasa lebih rendah daripada mathematical habits of mind mahasiswa pada kelas CORE-scientific secara deskriptif. 40
Meskipun secara deskriptif mathematical habits of mind mahasiswa pada kelas COREscientific lebih tinggi daripada mathematical habits of mind mahasiswa kelas biasa, namun secara statistik, diperoleh tidak terdapat perbedaan mathematical habits of mind antara kelas CORE-scientific dan mahasiswa kelas biasa secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh waktu penelitian (perlakuan) yang hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat yaitu selama 1 1 2 bulan, padahal untuk mengubah sikap seseorang membutuhkan waktu yang relatif lama. Akibatnya, perkembangan mathematical habits of mind mahasiswa belum maksimal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa. 2. Mathematical habits of mind mahasiswa yang memperoleh pembelajaran model CORE dengan pendekatan scientific tidak berbeda secara signifikan dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran biasa.. DAFTAR PUSTAKA Artasari, dkk. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting,Extending (CORE) terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas IV Mata Pelajaran IPS. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Atsnan, dkk. (2013). Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Pendidikan Matematika. Yogyakarta: FMIPA UNY. Calfee, dkk. (2004). Making Thinking Visible. Riverside: University of California. Commitee on The undergraduate Program Mathematics atau CUPM. (2004). Undergraduate Programs and Courses in the Mathematical Science: CUPM CurriculumGuide 2004, USA: The mathematical association of America Costa, L. & Kallick, B. (2008). Learning and leading with habits of mind: 16 essential characteristics for success. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD). Dymock, S. (2005). Teaching Expository Text Structure Awareness. Waikato: University of Waikato. Fauzan, A. (2011). Modul Evaluasi Pembelajaran Matematika. Evaluasimatematika.net: Universitas Negeri Padang. 41
Haerudin. (2014). Pengaruh Pendekatan Scientific Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar. Jurnal STKIP Siliwangi Bandung, (1), ISSN 2355-0473. Harmsen, D. (2005). Journal Critique. [Online]. Diakses dari www.//tsclient//a]danielharmsen.html. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia. Jacob, C. (t.t). Refleksi pada Refleksi Lesson Study (Suatu Pembelajaran Berbasis Metakognisi). FPMIPA UPI Bandung. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud Levasseur, K & Cuoco, A. (2009). Mathematical Habits of Mind. NCTM Mahmudi, Ali. (2009). Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. UNY Yogyakarta Majid, A. (2014). Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: Interes. McIntosh, R. (2000). Teaching Mathematical Problem Solving: Implementing The Visions. [Online]. Millman, R.S. & Jacobbe, T. (2008). Fostering Creativity in Preservice Teachers Through Mathematical Habits of Mind. Proceeding of the Discussing Group 9. The11th International Congress on Mathematical Education. Monterrey, Mexico, July 6 13, 2008. [Online]. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. Polya, G. (1973). How to Solve It. United States of America: Princeton University Press. Sigit. (2014). Pendekatan Saintifik dalam Matematika. Lokakarya School Community P4TK Seeley, C., L. (2014). Smarter than we think. Diakses pada 10 Mei 2015. [Online]. Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia 42