PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.10 TAHUN 2010 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA KONSEPTUAL. 11. Mata uang...

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

DAFTAR ISI. Kesinambungan Entitas

BERITA NEGARA. No.677, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Akuntansi. Pelaporan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

-1- KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

2017, No Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 4.

LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

A.4.2. KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH... 1 KOMPONEN UTAMA KEBIJAKAN AKUNTANSI... 1 II. KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN...

PENDAHULUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI

BUPATI KEPULAUAN SULA

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI I. KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 56 /MENHUT-II/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2018

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

draft BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 87 TAHUN 2016 TENTANG SISTIM PROSEDUR AKUNTANSI PENDAPATAN DAERAH

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

PERATURAN BUPATI PEMALANG TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP. Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo termuat dalam daftar sebagai berikut :

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH

1 of 6 18/12/ :00

LAMPIRAN I.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TANGGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KEBIJAKAN AKUNTANSI KABUPATEN BANGKA BARAT

Draft publikasian KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAH. Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah

KEBIJAKAN PELAPORAN KEUANGAN

2016, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 216/PMK.05/2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI NATUNA

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2014

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Definisi Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Akuntansi Investasi Pe

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

PROVINSI JAWA TENGAH

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2013

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM AKUNTANSI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 26 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1620, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Akuntansi. Investasi Pemerintah. Sistem. Perubahan.

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

B E R I T A D A E R A H N US A TENGGARA BARAT

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2015

BERITA DAERAH KOTA BIMA WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

Prinsip Dasar dan Gambaran Umum Akuntansi Pemerintahan. Ridwan Chairudin

Transkripsi:

KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.10 TAHUN 2010 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 huruf g Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya bertugas menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara konsisten; b. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, dan dalam rangka memberikan pedoman dan pemahaman pelaksanaan kebijakan sistem akuntansi yang akan diterapkan di lingkungan Badan SAR Nasional, serta untuk meningkatkan kualitas, guna menjamin konsistensi pelaporan keuangan yang dapat menghasilkan informasi yang akurat, lengkap dan tepat waktu; c. bahwa dengan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a dan huruf b, maka perlu mengatur Kebijakan Akuntansi di lingkungan Badan SAR Nasional dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 1

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738); 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI BADAN SAR NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Akuntansi adalah proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penginterprestasian atas 2

hasilnya, serta penyajian laporan keuangan. 2. Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. 3. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah. 4. Buletin Teknis adalah informasi yang diterbitkan oleh (Komite Standar Akuntansi Pemerintah/KSAP) yang memberikan arahan/pedoman secara tepat untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi maupun pelaporan keuangan yang timbul. 5. Kebijakan Akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 6. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintah yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. 7. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan yang menyelenggarakan akuntansi, menyusun dan menyajikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya, dan menyampaikan kepada entitas pelaporan. 8. Kuasa Pengguna Anggaran selanjutnya disebut KPA adalah Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya. 9. Kuasa Pengguna Barang selanjutnya disingkat KPB adalah Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan untuk mengelola barang. 10. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban Kementerian Negara/Lembaga atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. 11. Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam suatu periode tertentu. 12. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu Aset, Hutang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 13. Catatan Atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan daftar terinci atau analisis atau nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca dalam rangka pengungkapan yang memadai. 14. Tanggal Pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode pelaporan. 3

15. Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/daerah yang menambah Ekuitas dana Lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. 16. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Ekuitas Dana Lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. 17. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 18. Anggaran adalah pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana anggaran tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 20. Aset adalah sumber daya ekonomi yg dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat serta dapat diukur dalam satuan uang termasuk sumber daya non keuangan yg diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yg dipelihara karena alasan sejarah & budaya. 21. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yg penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah 22. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara aset dan utang pemerintah. 23. Nilai Nominal adalah nilai yang tertera dalam satuan uang, kwitansi, atau nilai yang disepakati pada saat tanggal terjadinya transaksi. 24. Nilai Pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan dalam pasar yang aktif antara pihak -pihak yang independen. 25. Nilai Wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 26. Harga Perolehan adalah semua biaya-biaya yang dikeluarkan sampai dengan aset siap untuk digunakan. 27. Jurnal Standar adalah jurnal yang digunakan untuk pencatatan dan pemrosesan transaksi anggaran, realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran serta transaksi non anggaran. 28. Saldo Normal adalah saldo yang seharusnya dibukukan kedalam perkiraan buku besar. 29. Badan adalah Badan SAR Nasional. 4

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI Pasal 2 (1) Maksud ditetapkannya Kebijakan Akuntansi adalah sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan di lingkungan Basarnas. (2) Penetapan Kebijakan Akuntansi bertujuan untuk mengatur penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap ketaatan peraturan perundangundangan dibidang keuangan. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup kebijakan akuntansi di lingkungan Basarnas terdiri dari: a. Kebijakan Umum Akuntansi Keuangan; b. Kebijakan Akuntansi Aset; c. Kebijakan Akuntansi Kewajiban; d. Kebijakan Akuntansi Investasi; e. Kebijakan Akuntansi Ekuitas Dana; f. Kebijakan Akuntansi Pendapatan; g. Kebijakan Akuntansi Belanja; h. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luar Biasa; i. Penyajian Laporan Keuangan. BAB IV KEBIJAKAN UMUM AKUNTANSI KEUANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 5

(1) Kebijakan Umum Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi : a. definisi; b. pengakuan; c. pengukuran;dan d. penyajian. (2) Definisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengertian dari masing-masing kelompok neraca maupun pos-pos laporan realisasi Anggaran. (3) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan proses pembentukan suatu pos-pos neraca maupun pos-pos laporan realisasi anggaran yang memenuhi unsur serta kriteria pengakuan. (4) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan penetapan nilai suatu pos, yang berupa biaya atau nilai yang dapat diukur dengan tingkat keandalan tertentu. (5) Penyajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan pengklasifikasian, penjelasan, dan pengungkapan pos-pos laporan keuangan dalam lembar muka laporan keuangan maupun dalam catatan atas laporan keuangan. Pasal 5 Kebijakan Umum Akuntansi Keuangan terdiri dari : a. maksud dan tujuan kebijakan akuntansi; b. entitas pelaporan dan entitas akuntansi; c. prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan; d. asumsi dasar pelaporan keuangan; e. karakteristik laporan keuangan; f. bagan standar. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Kebijakan Akuntansi Pasal 6 Maksud dan tujuan kebijakan akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri dari: 6

a. peranan pelaporan keuangan; b. tujuan pelaporan keuangan. Pasal 7 (1) Peranan Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan laporan keuangan pemerintah yang disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah selama satu periode pelaporan. (2) Tujuan Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan laporan keuangan untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Pasal 8 (1) Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh unit kerja di lingkungan Badan secara sistematis dan terstruktur sesuai periode pelaporan. (2) Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk kepentingan: a. akuntabilitas; b. manajemen; c. transparansi; d. keseimbangan antargenerasi (intergenerational equity). Pasal 9 (1) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a disusun untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang telah dipercayakan kepada Pemerintah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. (2) Manajemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b disusun untuk membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pemerintah dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi 7

perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. (3) Transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c disusun untuk memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. (4) Keseimbangan Antargenerasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d disusun untuk membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengetahui apakah penerimaan Pemerintah pada periode pelaporan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dana apakah generasi yang akan datang diasumsikan tidak akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. Pasal 10 Pelaporan Keuangan yang dilakukan oleh Badan memiliki tujuan yang terdiri dari : a. tujuan umum; b. tujuan spesifik. Pasal 11 (1) Tujuan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a disusun untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan Badan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. (2) Tujuan spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b disusun untuk menyajikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas Badan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Bagian Ketiga Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi Pasal 12 8

Entitas pelaporan dan entitas akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri dari : a. entitas pelaporan; b. entitas akuntansi. Pasal 13 (1) Entitas pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntasi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan pelaporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. (2) Entitas pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) umumnya bercirikan : a. entitas tersebut dibiayai oleh APBN; b. entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan; c. pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau pejabat negara yang ditunjuk atau dipilih oleh rakyat; d. entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran. (3) Entitas pelaporan di lingkungan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Badan SAR Nasional. (4) Entitas pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan gabungan tingkat Badan berupa laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. Pasal 14 (1) Entitas akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b merupakan Kuasa Pengguna Anggaran yang menyelenggarakan akuntasi, menyusun dan menyajikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya, dan menyampaikan kepada entitas pelaporan. (2) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melimpahkan wewenangnya kepada pejabat yang membidangi kesekretariatan/pejabat yang ditunjuk sebagai pejabat unit akuntansi keuangan untuk menyelenggarakan akuntansi keuangan dan secara periodik menyiapkan 9

laporan keuangan berupa laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara berjenjang dari unit yang paling rendah kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan. Bagian Keempat Prinsip Akuntasi dan Pelaporan Keuangan Pasal 15 (1) Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang harus dipahami dan ditaati oleh penyelenggara akuntasi dan pelaporan keuangan pemerintah dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. (2) Beberapa prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah, antara lain : a. basis akuntansi; b. nilai historis (historical cost); c. realisasi (realization); d. subtansi mengungguli bentuk formal (subtance over form); e. periodisitas (periodecity); f. konsistensi (consistency); g. pengungkapan lengkap (full disclosure); h. penyajian wajar (fair presentation). (3) Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara lengkap tercantum dalam Lampiran I peraturan ini. Bagian Kelima Asumsi Dasar Pelaporan Keuangan Pasal 16 (1) Dalam pembuatan pelaporan keuangan pada suatu lembaga pemerintahan perlu didasari beberapa asumsi. (2) Asumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. asumsi kemandirian entitas; 10

b. asumsi kesinambungan entitas; c. asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). (3) Asumsi kemandirian entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dimaksudkan agar tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan. (4) Asumsi kesinambungan entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dimaksudkan agar pelaporan keuangan yang dibuat bersifat dinamis dan berkelanjutan. (5) Asumsi keterukuran dalam satuan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dimaksudkan agar setiap pelaporan keuangan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang sebagai tolak ukur dalam melakukan kegiatan akuntansi. Bagian Keenam Karakteristik Laporan Keuangan Pasal 17 (1) Pelaporan keuangan memiliki karakteristik yang terdiri dari: a. relevan; b. andal; c. dapat dibandingkan;dan d. dapat dipahami. (2) Relevan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi dimasa lalu. (3) Andal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, evaluasi dimasa lalu. (4) Dapat dibandingkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan informasi yang termuat dalam laporan keuangan yang dapat berguna jika dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. 11

(5) Dapat dipahami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang harus dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna laporan. Bagian Ketujuh Bagan Akun Standar (BAS) Pasal 18 (1) Bagan Akun Standar (BAS) merupakan daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (2) Bagan Akun Standar (BAS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kode dan uraian fungsi/sub fungsi/program; b. Kegiatan/sub kegiatan; c. Bagian anggaran/unit/satuan kerja; dan d. Kode perkiraan akun. (3) Bagan Akuntansi Standar (BAS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan dan penelaahan Rancana Kerja dan Anggaran (RKA-KL), Daftar Isian pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Pelaporan Keuangan dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. BAB V KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET Pasal 19 Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan manfaat ekonomi/sosial di masa depan yang diperoleh pemerintah maupun masyarakat, dan yang dapat diukur dalam satuan uang. Pasal 20 12

Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat diklasifikasikan menjadi : a. aset lancar; b. aset tetap;dan c. aset lainnya. Pasal 21 (1) Aset lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a meliputi : a. kas di bendahara penerimaan; b. kas di bendahara pengeluaran; c. piutang; dan d. persediaan. (2) Aset tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b merupakan wujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. (3) Aset lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c merupakan aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, dan aset tetap. (4) Penjelasan secara lengkap mengenai aset lancar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) tercantum dalam Lampiran II peraturan ini. BAB VI KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN Pasal 22 (1) Kewajiban merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan Badan umumnya merupakan kewajiban jangka pendek. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Pasal 23 13

Kewajiban jangka pendek Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) terdiri dari : a. Uang muka dari Kas Umum Negara (KUN)/Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN); b. Pendapatan yang ditangguhkan; c. Utang kepada pihak ketiga. Pasal 24 Penjelasan secara lengkap mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 23 tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini. BAB VII KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI Pasal 25 (1) Kebijakan Akuntansi Investasi merupakan aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. (2) Kebijakan Akuntansi Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. investasi jangka pendek; b. investasi jangka panjang. Pasal 26 (1) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a merupakan investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. (2) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b merupakan investasi yang dimiliki untuk lebih dari 12 (dua belas) bulan. Pasal 27 14

(1) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a harus memenuhi karakteristik yang terdiri dari: a. dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; b. investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas;dan c. berisiko rendah. (2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a dapat digolongkan atas : a. deposito berjangka waktu tiga sampai duabelas bulan dan atau yang dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits) ; b. pembelian surat utang negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Pasal 28 (1) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b terdiri dari : a. permanen; b. non Permanen. (2) Investasi jangka panjang permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a merupakan investasi jangka panjang yang dapat dimiliki secara berkelanjutan. (3) Investasi jangka panjang nonpermanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b merupakan investasi jangka panjang yang dapat dimiliki secara tidak berkelanjutan. (4) Penjelasan secara lengkap mengenai Kebijakan Akuntansi Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28 tercantum dalam Lampiran IV Peraturan ini. BAB VIII KEBIJAKAN AKUNTANSI EKUITAS DANA Pasal 29 (1) Kebijakan Akuntansi Ekuitas Dana merupakan selisih antara aset dan utang pemerintah. 15

(2) Kebijakan Akuntansi Ekuitas Dana sebagaimana di maksud pada ayat (1) diklasifikasikan menjadi : a. ekuitas dana lancar; b. ekuitas dana investasi. Pasal 30 (1) Ekuitas dana lancar sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) huruf a merupakan selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek. (2) Ekuitas dana investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b merupakan ekuitas dana yang diinvestasikan dan merupakan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya dikurangi kewajiban jangka panjang. Pasal 31 (1) Kebijakan Ekuitas Dana lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a terdiri dari : a. cadangan piutang; b. cadangan persediaan;dan c. dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. (2) Cadangan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kekayaan bersih pemerintah yang tertanam dalam piutang jangka pendek. (3) Cadangan persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kekayaan bersih pemerintah yang tertanam dalam persediaan. (4) Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. Pasal 32 (1) Kebijakan Ekuitas Dana investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b terdiri dari : a. diinvestasikan dalam aset tetap; 16

b. diinvestasikan dalam aset lainnya. (2) Diinvestasikan dalam aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kekayaan pemerintah yang ditanamkan dalam bentuk aset tetap seperti tanah, peralatan, dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi, jaringan, dan aset tetap lainnya. (3) Diinvestasikan dalam aset lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan ekuitas dana pemerintah yang ditanamkan dalam aset lainnya. (4) Penjelasan secara lengkap mengenai kebijakan ekuitas dana investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan ini. BAB IX KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN Pasal 33 (1) Kebijakan Akuntansi Pendapatan terdiri dari : a. pengertian; b. pengakuan; c. pengukuran;dan d. pengungkapan. (2) Pengertian Kebijakan Akuntansi Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan semua penerimaan Negara yang disetor ke rekening Kas Umum Negara/Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KUN/KPPN) yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah Pasal 34 Penjelasan secara lengkap mengenai Kebijakan Akuntansi Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 tercantum dalam Lampiran VI pada peraturan ini. BAB X KEBIJAKAN AKUNTANSI BELANJA 17

Pasal 35 (1) Kebijakan Akuntansi Belanja dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut : a. belanja pegawai; b. belanja barang;dan c. belanja modal. (2) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. (3) Belanja barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. (4) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Pasal 36 Penjelasan secara lengkap mengenai Kebijakan Akuntansi Belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 tercantum dalam Lampiran VII pada peraturan ini. BAB XI KOREKSI KESALAHAN PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN PERISTIWA LUAR BIASA. Pasal 37 Koreksi Kesalahan merupakan penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan yang seharusnya, mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau periode sebelumnya terhadap tindakan pembetulan dalam laporan keuangan entitas agar sesuai dengan yang seharusnya; 18

Pasal 38 (1) Jenis sifat dan waktu ditemukannya kesalahan terdiri dari : a. jenis kesalahan; b. sifat kesalahan;dan c. waktu ditemukannya kesalahan. (2) Jenis kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dibedakan menjadi: a. kesalahan karena perhitungan matematis; b. kesalahan karena belum memproses dokumen sumber/bukti transaksi; c. kesalahan dalam penerapan kebijakan dan/atau Standar Akuntansi Pemerintah; d. kesalahan klasifikasi dalam pelaporan;dan e. kesalahan adanya keterlambatan bukti transaksi anggaran. (3) Sifat kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari : a. kesalahan periode berjalan; b. kesalahan periode sebelumnya. (4) Waktu ditemukannya kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari : a. kesalahan yang ditemukan berdasarkan hasil pengecekan intern, analisis, dan pengujian oleh unit akuntansi di atasnya; b. kesalahan yang ditemukan pada saat rekonsiliasi antara Badan dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan;dan c. kesalahan yang ditemukan pada saat reviu/audit laporan keuangan. Pasal 39 (1) Perubahan Kebijakan Akuntansi merupakan prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang berbeda dari tahun sebelumnya sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi tidak konsisten dan berakibat terhadap kualitas laporan keuangan baik secara kualitas maupun kuantitas. (2) Perubahan Kebijakan Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila penerapan kebijakan diharuskan oleh perundang-undangan atau standar 19

akuntansi pemerintahan yang berlaku dan menghasilkan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan yang lebih relevan atau lebih andal dalam penyajian laporan keuangan suatu entitas. (3) Perubahan Kebijakan Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicatat dalam laporan keuangan. Pasal 40 (1) Peristiwa Luar Biasa merupakan suatu kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa, berada diluar kendali entitas sehingga berdampak signifikan terhadap realisasi anggaran. (2) Peristiwa Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. tidak merupakan kegiatan normal dari entitas; b. tidak diharapkan terjadi berulang; c. berada diluar kendali atau pengaruh entitas;dan d. memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi aset/kewajiban. (3) Hakekat uraian Peristiwa Luar Biasa merupakan jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa luar biasa harus tertulis secara terpisah dalam catatan atas laporan keuangan. Pasal 41 Penjelasan secara lengkap mengenai Koreksi Kesalahan Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luar Biasa sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 41 tercantum dalam Lampiran VIII pada peraturan ini. BAB XII PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Pasal 42 Penyajian Laporan Keuangan merupakan suatu proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dari entitas akuntansi yang ada dibawahnya agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan Badan. 20

Pasal 43 Penyajian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun/perkiraan yang diselenggarakan oleh satker/kuasa Pengguna Anggaran sebagai entitas akuntansi. Pasal 44 Penjelasan secara lengkap mengenai Penyajian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 44 tercantum dalam Lampiran IX pada peraturan ini. BAB XIII PENUTUP Pasal 45 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J a k a r t a Pada tanggal : 14 September 2010 KEPALA BADAN SAR NASIONAL WARDJOKO SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada : MARSEKAL MADYA TNI 1. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas; 2. Menteri Sekretaris Negara; 3. Menteri Keuangan; 4. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan; 5. Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan; 6. Para pejabat Eselon I di lingkungan Badan SAR Nasional; 7. Para pejabat Eselon II di lingkungan Badan SAR Nasional; 8. Para Kepala Kantor SAR. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN KEPEGAWAIAN ttd AGUNG PRASETYO, S.H. PEMBINA UTAMA MUDA (IV/c) 21

Lampiran I Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor : PK.10 TAHUN 2010 Tanggal : 14 September 2010 KEBIJAKAN UMUM AKUNTANSI KEUANGAN Sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 01 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dinyatakan bahwa Kebijakan Akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktekpraktek spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan akuntansi ini meliputi: 1) Definisi Yaitu pengertian dari masing-masing kelompok Neraca maupun pos-pos Laporan Realisasi Anggaran. 2) Pengakuan Pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos-pos Neraca maupun pos-pos Laporan Realisasi Anggaran yang memenuhi unsur serta kriteria pengakuan. Kriteria pengakuan tersebut terjadi karena: a) ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos-pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas. b) Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Pengakuan dinyatakan dengan menyatakan pos tersebut baik dengan kata-kata maupun dengan jumlah uang atau dicantumkannya ke dalam Neraca atau Laporan Realisasi Anggaran, Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat dikoreksi melalui pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan. 3) Pengukuran Pengukuran adalah penetapan nilai suatu pos, yang berupa biaya atau nilai yang dapat diukur dengan tingkat keandalan tertentu. Pada banyak kasus, biaya atau nilai harus diestimasi, penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian penting dalam penyusunan laporan keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan. Namun demikian kalau estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, pos tersebut tidak diakui dalam laporan keuangan. 4) Penyajian Penyajian berhubungan dengan pengklasifikasian, penjelasan, dan pengungkapan pos-pos laporan keuangan dalam lembar muka laporan keuangan maupun dalam catatan atas laporan keuangan. Tujuan kebijakan akuntansi adalah untuk mengatur penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah dalam rangka menjaga ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan meningkatkan keterbandingan laporan keuangan antar periode. 1

A. Maksud dan Tujuan Kebijakan Akuntansi 1. Peranan Pelaporan Keuangan Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh pemerintah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan pemerintah terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, menilai efesiensi dan efektivitas keuangan pemerintah, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Unit kerja di lingkungan LPNK mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang telah dipercayakan kepada pemerintah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. Manajemen Membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pemerintah dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) Membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengetahui apakah penerimaan pemerintah pada periode pelaporan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan tidak akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 2

2. Tujuan Pelaporan Keuangan Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh LPNK. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan LPNK yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Tujuan spesifik laporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas LPNK atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran. menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan. menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan LPNK serta hasil-hasil yang telah dicapai. menyediakan informasi mengenai bagaimana LPNK mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi LPNK berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman. menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan LPNK, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. B. Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi 1. Entitas Pelaporan Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan, yang umumnya bercirikan: Entitas tersebut dibiayai oleh APBN/APBD; Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan; Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat; Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran. 3

Sesuai dengan ketentuan tersebut maka yang menjadi entitas pelaporan di kementerian ini adalah Badan SAR Nasional yang dipimpin oleh Kepala Badan SAR Nasional. Entitas pelaporan berkewajiban menyusun dan menyajikan laporan keuangan gabungan tingkat kementerian berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 2. Entitas Akuntansi Kuasa pengguna anggaran/pengguna barang merupakan entitas akuntansi. Kuasa pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi, menyusun dan menyajikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya, dan menyampaikannya kepada entitas pelaporan. Kuasa pengguna anggaran/barang sebagai entitas akuntansi melimpahkan wewenangnya kepada pejabat yang membidangi kesekretariatan/pejabat yang ditunjuk di lingkungannya sebagai Pejabat unit akuntansi keuangan untuk menyelenggarakan akuntansi keuangan dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara berjenjang dari unit yang paling rendah kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan. C. Prinsip Akuntansi dan Pelaporan keuangan Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang harus dipahami dan ditaati oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 1. Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis aktual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara atau oleh entitas pelaporan. Belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara atau entitas pelaporan. Basis aktual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada saat kejadian atau 4

pada saat kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 2. Nilai Historis (Historical Cost) Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Jika tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 3. Realisasi (Realization) Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama satu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar hutang dan belanja dalam periode tersebut. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial. 4. Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form) Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, bukan hanya mengikuti aspek formalitasnya saja. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 5. Periodisitas (Periodicity) Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah tahunan yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember. 6. Konsistensi (Consistency) Perlakuan akuntansi yang sama harus diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. 5

Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh dan pertimbangan atas perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 7. Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan. 8. Penyajian Wajar (Fair Presentation) Laporan keuangan harus menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi serta kewajiban dan belanja tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. D. Asumsi Dasar Pelaporan Keuangan 1. Asumsi Kemandirian Entitas Setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan. 2. Asumsi Kesinambungan Entitas Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. 6

3. Asumsi Keterukuran Dalam Satuan Uang (monetary measurement) Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. E. Karakteristik Laporan Keuangan 1. Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan harus: Memiliki manfaat umpan balik (feedback value), artinya laporan keuangan pemerintah memuat informasi yang memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasinya di masa lalu. Memiliki manfaat prediktif (predictive value,) artinya laporan keuangan pemerintah memuat informasi yang dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. Tepat waktu, artinya laporan keuangan pemerintah memberikan informasi yang disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan. Lengkap, artinya laporan keuangan pemerintah menyajikan informasi akuntansi keuangan pemerintah selengkap mungkin yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. 2. Andal Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: Penyajian Jujur, artinya laporan keuangan pemerintah menggambarkan informasi yang jujur atas transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Dapat diverifikasi (verifiability), artinya laporan keuangan pemerintah harus memuat informasi yang dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan 7

lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya harus tetap menunjukkan kesimpulan yang tidak berbeda jauh. Netralitas, artinya laporan keuangan pemerintah memberikan informasi yang diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu. 3. Dapat Dibandingkan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. 4. Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna laporan. Untuk itu, pengguna laporan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud. Laporan keuangan LPNK yang pokok terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran Neraca Catatan atas Laporan Keuangan Laporan Realisasi Anggaran LPNK merupakan laporan yang menyajikan ikhktisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh LPNK, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan, yang terdiri dari : Pendapatan Belanja Neraca LPNK merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan LPNK mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Catatan atas Laporan Keuangan LPNK menyajikan kebijakan dan program LPNK, penjelasan naratif, analisis atau daftar terinci atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan Neraca. 8

Selain laporan keuangan pokok tersebut, LPNK dapat menyajikan laporan pendukung seperti Laporan Kinerja LPNK. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Laporan keuangan dibuat dalam bahasa Indonesia. Jika laporan keuangan juga dibuat selain dalam bahasa Indonesia, maka laporan keuangan memuat informasi yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa, maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan keuangan dalam Bahasa Indonesia. F. Bagan Akun Standar (BAS) Bagan Akun Standar adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. Bagan Akun Standar meliputi kode dan uraian fungsi/sub fungsi/program, kegiatan/sub kegiatan, bagian anggaran/unit/satuan kerja, dan kode perkiraan/akun. Bagan Akun Standar digunakan sebagai pedoman yang dilaksanakan oleh Badan SAR Nasional untuk penyusunan dan penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran LPNK (RKA-KL), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Pelaporan Keuangan dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, mulai Tahun Anggaran 2010 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN KEPEGAWAIAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL ttd WARDJOKO MARSEKAL MADYA TNI AGUNG PRASETYO, S.H. PEMBINA UTAMA MUDA (IV/c) 9