BAB I PENDAHULUAN. digolongkan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi Bangunan sektor Perdesaan Perkotaan (PBB P-2) yang dahulunya

BAB I PENDAHULUAN. untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak langsung bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sumber dana dari dalam negeri antara lain

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. S.H. dalam bukunya Mardiasmo (2011):

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting. Pendapatan tersebut nantinya digunakan untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang terutang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. berlangsungnya pembangunan yang berkesinambungan. Pemerintah melalui Dirjen

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.

BAB II LANDASAN TEORI. satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

: Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Air Tanah di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk. pembangunan dan pengeluaran pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. dan sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. Kepatuhan wajib pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki Penghasilan dari

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari penerimaan dalam negeri maupun pinjaman dari luar negeri, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. membayar pengeluaran umum (Siti, 2011: 1). pendanaan APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Pemerintah membutuhkan dana yang relatif

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan sumber dana yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat di dalam Undang Undang Dasar tahun 1945, yaitu untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pajak, dengan menjaring wajib pajak baru (

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan pajaknya.menurut Mardiasmo (2009:1) pajak

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan yang berasal dari luar negeri. pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran. Adriani (dalam Kangtoshi, 2010), pajak adalah iuran masyarakat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dana, tenaga, dan ilmu yang tidak sedikit, yang tidak mungkin hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dibayarkan memiliki fungsi tertentu yaitu fungsi Budgetair (sumber

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terwujudnya masyarakat yang Adil, makmur dan merata berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah tujuan yang menjadi idaman masyarakat setelah kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintahan perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik itu bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Untuk menjalankan pemerintahan serta melakukan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit, dana tersebut didapatkan dari sumbersumber penerimaan negara. Sumber-sumber penerimaan dana tersebut dapat digolongkan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan dari sektor pajak mempunyai bagian yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan bukan pajak (Syahril, 2013). Karena hal tersebut maka sumber penerimaan negara difokuskan pada pajak yang kemudian digunakan untuk sumber pembiayaan negara, maka dari itu pajak diharapkan bisa terus ditingkatkan setiap tahunnya. Ditinjau dari aspek ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat/perusahaan ke sektor publik/negara yang digunakan untuk membiayai keperluan negara. Pajak dapat juga diartikan sebagai iuran partisipasi semua elemen masyarakat terhadap kas negara dilandasi oleh undang-undang tanpa memperoleh manfaat yang dapat dinikmati langsung saat itu dan pajak juga

2 berguna untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah untuk memajukan kesejahteraan (Mardiasmo, 2006). Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa salah satu peran pajak yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budgeteir). Pada fungsi budgeteir, pajak berperan menjadi alat memasukkan uang sebanyakbanyaknya pada kas negara yang kemudian nanti akan digunakan untuk pembiayaan pengeluaran negara. Dari tahun ke tahun, sumber penerimaan dari sektor pajak terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.1 yang memperlihatkan realisasi penerimaan pajak. Tahun Tabel 1.1 Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2011-2015 (dalam triliun rupiah) Penerimaan Pajak Penerimaan Bukan Pajak TOTAL 2011 873,874.00 331,472.00 1,205,346.00 2012 980,518.10 351,804.70 1,332,322.90 2013 1,077,306.70 354,751.90 1,432,058.60 2014 1,146,865.80 398,590.50 1,545,456.30 2015 1,489,255.50 269,075.40 1,758,330.90 Sumber : www.bps.go.id, 2016 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sumber penerimaan negara dari tahun 2011-2015 lebih banyak dari sektor pajak dibanding sektor bukan pajak. Penerimaan dari sektor pajak menunjukkan peningkatan disetiap tahunnya.dari hasil pembayaran pajak oleh rakyat tersebut diharapkan akan dapat membiayai

3 pembangunan nasional. Meskipun pajak dianggap sebagai sumber dana yang paling potensial bagi pembiayan negara, namun dalam realisasinya pemungutan pajak masih sulit dilakukan oleh negara. Hal itu disebabkan masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dan kepercayaan masyarakat kepada administrasi pengelolaan pajak. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak di Indonesia memerlukan motivasi untuk meningkatkan kepatuhannya untuk membayar pajak, serta peningkatan kepercayaan masyarakat bahwa penyaluran hasil pajak dilakukan sesuai aturan yang berlaku, yaitu untuk kesejahteraan rakyat, sehingga persepsi wajib pajak tentang pembayaran pajak akan positif terhadap pemerintah dalam pengelola pajak yang telah mereka bayarkan. Waluyo (2007) menyatakan bahwa kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan kesadaran masyarakat wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab. Sebagai upaya agar target pajak dapat tercapai sangat berkaitan dengan tugas pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pajak dalam melakukan pembinaan kepada wajib pajak, dengan meningkatkan pelayanan dan melakukan pengawasan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kegiatan pengawasan ini dilaksanakan melalui pengawasan administratif, penerapan sanksi, penagihan dan penyidikan pajak. Pajak yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat tanpa balas jasa secara langsung dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan salah satu faktor

4 pemasukan bagi negara yang cukup potensial dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya(utomo, 2011). Untuk itu, perlu bagi pemerintah untuk meningkatkan peranan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai sumber penerimaan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan daerah dan juga untuk dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mencapai target penerimaannya adalah dengan melakukan pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tantang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah kini mempunyai tambahan sumber Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Pajak Daerah salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Pemerintah mengalihkan Pajak Bumi dan Bangunan menjadi pajak daerah supaya tercipta kemudahan dalam pelayanan pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan sektor pajak (Widiastuti & Laksito, 2014). Strategiknya Pajak Bumi dan Bangunan tidak lain karena objek pajak meliputi seluruh Bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah NKRI (Utomo, 2011). Menurut Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan

5 untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak (Putri, 2013). Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: 1. meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah 2. memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah), 3. memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah, 4. memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan 5. menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah. Menurut Tarigan (2013)Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten/Kota hanya mendapatkan 64,8 % dari total pemerimaan daerah. Penerimaan PBB-P2 dengan adanya pengalihan ini akan sepenuhnya masuk ke pemerintah Kabupaten/Kota dan diharapkan mampu meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah khususnya Kabupaten Sumbawa. Pemerintah Kabupaten Sumbawa memiliki peluang menambah penerimaan daerah dari sektor PBB. Namun prakteknya hingga saat ini tingkat

6 kepatuhan masyarakat Sumbawa sebagai Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan tetap menjadi masalah. Hal tersebut dapat dilihat dari Realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Sumbawa belum memenuhi terget: Tabel 1.2 Tabel Penerimaan PBB Kabupaten Sumbawa Tahun 2013-2015 Tahun Target PBB Realisasi % 2013 3.855.784.618 3.638.152.826 94.36 2014 4.000.000.000 3.952.952.553 98.88 2015 6.000.000.000 3.989.215.419 66.49 Sumber : DPPKAD Kabupaten Sumbawa, 2017 Berdasarkan Tabel 1.2. di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 hingga tahun 2015, tingkat penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Sumbawa selama 3 tahun terakhir belum memenuhi target. Hal ini tentu membutuhkan suatu kajian agar hal tersebut tidak terjadi berlarut-larut. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian guna mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Sumbawa. Menurut Bapak Abdul Hakim selaku Ketua Bidang Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Sumbawa, kesadaran wajib pajak bumi dan bangunan masih rendah dimana sebagian wajib pajak PBB baru akan membayar pajaknya bila didatangi atau ditagih langsung oleh petugas pajak. Hal ini terbukti angka realisasi penerimaan PBB di Kabupaten Sumbawa belum memenuhi target, Ini diduga karena faktor pengetahuan tentang PBB yang masih kurang, kurangnya

7 pengetahuan atas sanksi yang akan dikenakan apabila wajib pajak tidak membayarkan dan melaporkan pajaknya, serta pelayanan yang diberikan petugas yang menangani PBB kurang memuaskan. Kesadaran yang rendah ini sangat mungkin terjadi di Kabupaten Sumbawa karena faktor pendidikan yang masih kurang khususnya daerah yang di pedesaan ataupun kurangnya sosialisasi perpajakan oleh pemerintah itu sendiri. Untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah perlu adanya dukungan dari petugas pajak dan juga kepatuhan dari masyarakat untuk membayar pajak. kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan hal yang penting. Pratama (2015) menyatakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi penerimaan perpajakan di Indonesia adalah tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penyebab kurangnya kepatuhan membayar pajak diantaranya adalah dari asas perpajakan yang menyatakan bahwa hasil pemungutan dari pajak tidak secara langsung dapat dinikmati hasilnya oleh para wajib pajak dan baru bisa dinikmati oleh para wajib pajak minimal satu tahun kemudian, yang berarti dampak atau hasilnya tersebut tidak bisa langsung dirasakan. Wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mutia, 2014). Kepatuhan wajib pajak (tax compliance) PBB ditetapkan dalam peraturan PBB yang berlaku yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 dengan menilai perilaku wajib pajak dalam membayar PBB tepat waktu, melaporkan semua

8 bentuk perubahan tanah/rumah yang dihuni, mengurus dan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan sesuai, serta menyerahkan SPOP yang sudah terisi ke Kantor Pelayanan PBB atau aparat yang ditunjuk (Kahono, 2003). Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktornya adalah pengetahuan pajak. Pengetahuan perpajakan merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Wulandari (2016) menyatakan bahwa wajib pajak harus mempunyai pengetahuan perpajakan mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, pengetahuan perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang, sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak. Pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum dibidang perpajakan. Meningkatnya pengetahuan perpajakan akan membuat semakin meningkat pula tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak (Rahmawati, Prasetyo, & Rimawati, 2013). Arahman (2012) menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan upaya untuk menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak, diantaranya melalui penyuluhan, iklan-iklan di media masa maupun media elektronik dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat mendapat informasi perpajakan. Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan akan

9 meningkat. Dalam sistem peraturan perpajakan yang baru, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (Mardiasmo, 2016). Selain faktor pengetahuan, faktor kesadaran wajib pajak juga penting. Kesadaran wajib pajak sangat mungkin dikaitkan dengan kepatuhan membayar pajak. Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pamahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Muliari & Setiawan, 2011). Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Kesadaran itu muncul berdasarkan motivasi wajib pajak. Jika kesadaran tinggi maka akan muncul motivasi untuk membayar pajak, maka kemauan untuk membayar pajakpun akan tinggi dan pendapatan dari pajakpun akan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Danang (2013) menyatakan bahwa variabel Kesadaran Wajib Pajak memiliki pengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Anggriawan (2012) jika dilihat dari perspektif yuridis, pajak jelas memuat unsur pemaksaan. Yang artinya, jika seorang wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka akan ada konsekuensi hukum yang diterima. Konsekuensi hukum itu adalah berupa sanksi-sanksi perpajakan. Sanksi Perpajakan adalah

10 pertanggungjawaban bahwa ketetapan hukum perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi, yang artinya sanksi perpajakan adalah suatu alat untuk mencegah supaya wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2006). Penelitian yang dilakukan Seftiawan (2009) membuktikan bahwa sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Hal ini dikarenakan wajib pajak akan merasa lebih merugi apabila tidak mebayar pajak telah melewati jatuh tempo wajib pajak harus membayar denda sebesar 2% perbulan dari jumlah PBB terutang perbulan. Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak merupakan pelayanan publik yang lebih diarahkan sebagai suatu cara pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mutia, 2014). Pelayanan pajak adalah pelayanan yang diberikan oleh unit kerja dari direktorat pajak yang melaksanakan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat yang terdaftar sebagai wajib pajak maupun tidak terdaftar sebagai wajib pajak. Penelitian yang dilakukan olehmutia (2014), menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak, Keramah tamahan petugas pajak dan kemudahan dalam sistem informasi perpajakan termasuk dalam pelayanan perpajakan tersebut. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang

11 berorientasi kepada aspirasi dan harapan masyarakat serta tentu saja mengutamakan efektif, efisien, tanggung jawab. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh wajib pajak bumi dan bangunan, maka akan semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak Bumi dan Bangunan (Saputra, 2015). Danang (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB- P2. Kualitas pelayanan berpengaruh karena pemberian pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak, maka Wajib Pajak akan merasa senang dan merasa dimudahkan dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis bermaksud mengadakan penelitian lebih lanjut dengan judul Pengaruh Pengetahuan Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Pajak, dan Kualitas Pelayanan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Sumbawa 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB? 2. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB?

12 3. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB? 4. Apakah kualitas pelayanan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menemukan bukti empiris pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. 2. Menemukan bukti empiris pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. 3. Menemukan bukti empiris pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. 4. Menemukan bukti empiris pengaruh kualitas pelayanan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian akan memaparkan kegunaan penelitian bagi berbagai pihak khususnya bagi akademisi dan pemerintahan. Penelitian ini memiliki tujuan menemukan pengaruh atas faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Selanjutnya,

13 penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat pada berbagai pihak sebagai berikut: 1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. 2. Bagi Dinas Pendapatan Daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusunan kebijakan mengenai perpajakan sehingga penerimaan pajak daerah dapat meningkat. 3. Bagi Wajib Pajak Penelitian ini dapat memberikan berbagai macam informasi mengenai perpajakan, sehingga wajib pajak lebih mengetahui tentang pajak, dan dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dan melaporkan pajak tepat pada waktunya sesuai aturan yang berlaku. 4. Bagi Akademisi Penelitian ini dapat menambah wawasan para pembaca.selanjutnya, penelitian ini merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan khususnya akuntansi sektor publik dan akuntansi perpajakan. Oleh karena itu, bagi akademisi dan pihak-pihak yang menginginkan melakukan penelitian sejenis, hasil penelitian ini sebagai bahan kajian teoritis dan sumber referensi lainnya.

14 5. Bagi Penulis Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai sarana untuk penelitian ilmiah yang berkaitan dengan kasus nyata yang terjadi di lapangan, sehingga dapat menambah wawasan keilmuan.