BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa daerah masing-masing dan kekhasannya. Dalam kamus besar bahasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

IDEOLOGI UPACARA MELENGKAN DALAM ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO TAKENGON ACEH TENGAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan antara suku bangsa, yang harus saling menghargai nilai nilai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suku yang hidup dan berkembang di Provinsi Aceh.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena/gejala kian merenggangnya nilai-nilai kebersamaan, karena semakin suburnya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Gayo adalah kesenian Didong. Kata didong mendekati pengertian dendang adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa memungkinkan

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. prosa dan puisi. Prosa adalah karya yang berbentuk naratif (berisi cerita). Puisi adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN

BAB I PENDAHULUAN. terletak diujung pulau Sumatera. Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu cara berkomunikasi seseorang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upacara biasanya diiringi dengan syair, dan pantun yang berisi petuahpetuah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku (ethnic group) dan terkenal dengan Negara yang kaya dengan budaya. Setiap suku atau etnik mempunyai budaya dan bahasa daerah masing-masing dan kekhasannya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997) kata etnik bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dsb. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan sebagai bahasa sarana komunakasi dan interaksi antar anggota masyarakat dari suku-suku atau kelompok-kelompok etnis di daerah-daerah dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Kep. Mentri Dalam Negeri No.40 tahun 2007). Suku Gayo merupakan salah satu suku atau etnik bangsa di Indonesia terdiri atas tiga sub-suku utama atau kelompok, yaitu (1) Gayo Lut (Gayo Deret), yang mendiami Kabupaten Aceh Tengah (Takengon) dan Kabupaten Bener Meriah (Simpang Tiga Redelong) merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, (2) Gayo Lues (Gayo Blang), yang mendiami Kabupaten Gayo Lues (Blangkejeren) merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane), dan (3) Gayo Serbejadi (Lokop, Lukup) adalah sub-suku Gayo yang berdiam di kabupaten Aceh Timur provinsi Aceh. Malinowski dalam Syukri (2006:4) memandang bahwa kelompok etnik sebagai satu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat

digambarkan kedalam suatu peta etnografi. Sebuah kelompok etnik menurutnya memiliki batas-batas yang jelas (well defined boundries) memisahkan suatu kelompok etnik dengan yang lain. Secara defacto masing-masing kelompok ini memiliki budaya yang padu (cultural homogeneity). Oleh karena itu menurut Malinowski suatu kelompok etnik dapat dibedakan dengan kelompok etnik lain baik dalam organisasi sosial (kekerabatan), bahasa/sastra, dan budaya, kesenian, ekonomi dan politik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa masyarakat Gayo adalah suatu kelompok etnik sendiri yang berbeda dengan kelompok etnik lain yang terdapat di provinsi Aceh dan provinsi lainnya di seluruh nusantara. Masyarakat Indonesia dalam konteks budaya yang pluralistik tidak terlepas dari budaya masing-masing yang mereka miliki sebagai keberadaan leluhurnya. Pelly dalam Syukri (2006:1) menyatakan demikianlah masyarakat Indonesia yang pluralistik, tidak mungkin melepaskan diri dari budaya masing-masing yang mereka miliki, dan masing-masing pula berusaha men sosialisasikannya secara turun temurun (heridetis). Budaya merupakan suatu adat istiadat atau kebiasaan yang menjadikan identitas (ciri khas) dari suatu daerah. Indonesia kaya akan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga bersama untuk mewujudkan kelestariannya. Dalam konteks tersebut masyarakat harus tau akar kebudayaan bangsanya sendiri, karena dengan adanya keragaman budaya tersebut dapat memberikan khasanah untuk memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Kekhasan suatu budaya merupakan fenomena tersendiri sebagai akar budaya dan poros ideologi bangsa.

Masyarakat Gayo di daerah Kabupaten Aceh Tengah (Takengon), mengenal beberapa bentuk tradisi lisan berupa seni bertutur diantaranya adalah seni bertutur dalam budaya atau adat istiadat upacara melengkan dalam perkawinan masyarakat Gayo Takengon. Upacara melengkan dikenal dengan pidato adat dalam perkawinan masyarakat Gayo, merupakan warisan leluhur (cultural heritage). Dalam kamus Gayo-Indonesia (1985) kata atau istilah melengkan adalah pidato secara adat dengan menggunakan kata pilihan. Pidato adat yang lazimnya disampaikan oleh seorang atau dua orang pelaku seni melengkan yang saling berhadapan dari pihak calon pengantin laki-laki (aman mayak) dan dari pihak pengantin perempuan (inen mayak). Pelaku seni melengkan dari kedua pihak biasanya mengungkapkan isi pidatonya berupa katakata pilihan secara adat dengan pola tertentu menggunakan pilihan kata (bahasa) yang khas budaya Gayo yang tidak dapat dilakukan semua orang, boleh dikatakan seperti prosa liris. Sebagai contoh yang terdapat dalam teks upacara melengkan dalam penelitian ini dikutip berikut ini, Pemulo padih rahim bismillah, kin perberkat ni delah yang berarti diawal kata dengan ucapan rahim bismillah sebagai pemberkat diujung lidah. Dalam teks diatas bila dicermati pelaku seni melengkan tersebut menggunakan pola tertentu dan pilihan kata yang berbentuk prosa liris seperti ungkapan Pemulo padih (diawal kata) rahim bismillah (pemberkat ucapan yang Islami) perberkat ni delah (diekspresikan dengan lidah). Dalam konteks ini pelaku seni melengkan pilihan katanya mengacu kepada ungkapan yang bernafaskan Islami dengan pola modus pernyataan (statement) yang berkaitan dengan agama sebagai acuan semiotika dengan rangkaian ungkapan rahim bismillah Kekhasan

penggunaan pola dan pilihan kata yang diungkapkan oleh pelaku seni melengkan diatas merupakan kekhasan suatu budaya tersendiri sebagai akar budaya dan poros ideologi bangsa. Melengkan lahir dari realitas kehidupan sosial kemasyarakatan dan merupakan kearifan lokal bagi masyarakat Gayo. Dalam konteks budaya melengkan dikatakan sebagai kearifan lokal karena melengkan merupakan budaya lokal yang mengatur nilai luhur tradisi budaya secara arif dan bijaksana. Sibarani (2012:112-113) menyatakan bahwa kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana (The local wisdom is the value of local culture having been applied to wisely manage the community s social order and social life). Melengkan sebagai kearifan lokal menjadi bagian sub-sistem dari sarak opat dalam adat perkawinan masyarakat Gayo. Dalam kamus Gayo-Indonesia (1985) kata Sarak berarti badan atau wadah, kata opat berarti kekuasaan yang empat (terdiri dari raja, petue, imam, rakyat). Adapun salah satu fungsi sarak opat dalam upacara melengkan adalah sebagai pemangku adat dan berkewajiban dalam pelaksanaan kemasyarakatan, (seperti pelaksanaan upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo). Keempat pilar sarak opat tersebut berkewajiban menciptakan hubungan yang harmonis dan demokratis serta objektif dalam menyelesaikan proses adat istiadat dalam kehidupan masyarakat dalam konteks sosial budaya. Dalam penelitian ini ideologi merupakan landasan atau skema untuk mengungkap makna ideologi tersebut yang terdapat dalam teks upacara melengkan

adat perkawinan masyarakat Gayo. Terkait dengan beberapa pandangan terhadap ideologi, berikut ini diutarakan beberapa aspek bagaimana ideologi dilihat dalam aspek atau perspektif budaya dalam masyarakat. Sebagai karakter bangsa dan budaya, ideologi merupakan landasan berpikir dan instrumen untuk menginterpretasikan dan merealisasikan hal yang dilihat, didengar atau dibaca. Sebagai karakter bangsa, kita ketahui bahwa ideologi bangsa Indonesia adalah pancasila. Pancasila dapat dijadikan pedoman hidup masyarakat agar terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, dan dapat dikembangkan untuk kehidupan lebih harmonis dalam bermasyarakat dan bernegara agar tetap kokoh menjadi landasan hidup masyarakat. Budaya sebagai karakter bangsa, karena kebudayaan merupakan akar dari terbentuknya ideologi bangsa Indonesia. Misalnya gotong royong sebagai akar kebudayaan utama dari setiap wilayah yang ada di Indonesia dan sangat penting untuk menguatkan ideologi bangsa Indonesia. Istilah gotong royong adalah salah satu bentuk akar budaya bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi dari segi adat istiadat, kebudayaan dan agama merupakan aspek terpenting untuk terbentuknya sebuah ideologi bangsa Indonesia. Ideologi juga dapat diartikan sebagai cara-cara tertentu dalam merepresentasikan dan merekonstruksikan masyarakat yang dapat menghasilkan kembali hubungan-hubungan kekuasaan yang tak seimbang (Young dan Brigid, 2006:32). Artinya ideologi berpijak pada sistem budaya dan bangsa. Pramutoko (2007) mengatakan ideologi dapat berarti suatu faham atau ajaran yang dapat melahirkan suatu kebudayaan, disamping ideologi itu sendiri merupakan kebudayaan, karena kebudayaan adalah hasil dunia, rasa dan karsa manusia dalam arti yang seluasluasnya.

Terkait dengan beberapa pandangan tentang ideologi yang diuraikan diatas, peneliti dalam hal ini berupaya untuk dapat mengungkap makna ideologi sebagai karakter suatu budaya melalui teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo Takengon, Aceh Tengah. Adapun kajian dalam penelitian ini adalah Ideologi Upacara Melengkan Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Gayo Takengon Aceh Tengah. Sampai saat ini, menurut pengamatan peneliti belum ada kepustakaan yang meneliti tentang Ideologi dalam upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo. Terkait dengan upaya untuk mengkaji ideologi dalam teks upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo di Takengon, ada beberapa alasan peneliti secara pragmatis yang dapat dikemukakan antara lain : (1) peniliti sebagai putra daerah ingin mengkaji apa yang mendasari ideologi yang terdapat dalam teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo. (2) untuk melestarikan upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo, sebagai identitas dan warisan budaya (cultural heritage) masyarakat Gayo. Karena dewasa ini upacara tersebut hampir punah dan sangat jarang dilakukan oleh kalangan masyarakat Gayo, disebabkan pelaku seni melengkan dikalangan orang Gayo sudah berkurang. (3) melengkan sebagai salah satu unsur kebudayaan daerah perlu dilestarikan untuk mengkaji kekhasan pola dan penggunaan bahasa yang terdapat dalam teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo. (4) dalam rangka revitalisasi budaya melengkan agar dapat dikenal generasi muda selanjutnya (5) sebagai salah satu upaya penelitian tentang budaya daerah yang masih relatif terbatas jumlahnya, dibandingkan dengan daerah lain

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kerangka teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) yang dikembangkan oleh Halliday (1992). Adapun alasan peneliti menggunakan teori LFS, karena lebih relevan dengan tujuan dari penelitian ini dimana berfokus pada kajian teks secara fungsional. Dan teori ini memandang bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut (Saragih, 2003). Dalam teori LFS bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial. Semiotik sosial dalam teks upacara melengkan akan berimplikasi pada ideologi budaya yang terdapat dalam teks tersebut. Dalam analisis data penelitian ini menggunakan teori LFS dalam perspektif makna antarpersona (interpersonal meaning) Teori analisis ini yang dikembangkan oleh Martin,dkk (1995) bertujuan mengidentifikasi empat fungsi ujar dalam teks, yaitu 1) pernyataan (statement) 2) pertanyaan (question) 3) perintah (command) dan 4) Tawaran (offer). Dalam teks upacara melengkan keempat fungsi ujar tersebut direalisasikan oleh tiga jenis modus (mood) dalam bentuk tata bahasa (lexicogrammar) 1) modus deklaratif, 2) modus pertanyaan, dan 3) modus introgatif. Dalam beberapa ikhwal yang dipaparkan diatas bahwa dalam penelitian ideologi teks upacara melengkan dalam adat perkawinan masyarakat Gayo, tentu saja tidak terlepas dari fungsi bahasa dalam budaya. Dengan kata lain, bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa Gayo dalam konteks sosial budaya. Dalam hal ini bahasa Gayo merupakan bahasa daerah yang digunakan oleh pelaku seni melengkan dalam teks upacara melengkan. Bahasa bahasa daerah itupun, merupakan sebahagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sesuai dengan penjelasan Undang Undang Dasar 1945. Yang

mengacu pada Bab XV, pasal 36. Berdasarkan uraian di atas, mengisyaratkan bahwa bahasa bahasa daerah mempunyai fungsi dan kedudukan yang penting dalam konteks budaya dan bangsa. Dikatakan sangat penting karena bahasa daerah dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap perkembangan bahasa Indoenesia, selain untuk kepentingan daerahnya masing masing. Bahasa daerah sebagai sarana pemerkayaan bahasa Indonesia perlu dilakukan pembinaannya dan pengembangannya dalam berbagai usaha, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kegiatan penelitian bahasa Gayo yang merupakan salah satu bahasa daearah di Indonesia yang tetap memegang peranan penting dalam masyarakat. Zainuddin (2001 : 2), mengatakan, bahasa Gayo berfungsi aktif sebagai alat perhubungan dalam masyarakat Gayo. Bahasa Gayo juga cukup berperan terutama dalam konteks sosial budaya, yakni sebagai pengungkap perasaan individual dan juga sebagai sarana penalaran, seperti dalam acara acara adat sinte murip (perkawinan) dan sinte mate (kematian). Moeliono (1985 : 75), menegaskan setiap bahasa dapat dianggap memadai syarat sebagai alat perhubungan masyarakatnya, sebagai pengungkap perasaan seorang, dan sebagai sarana penalaran di dalam wadah sosial budaya. Akbar, dkk. (1985 : 21) mengatakan bahwa, Sebagai suatu bahasa yang hidup, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi di dalam keluarga dan masyrakat. Di samping itu, bahasa Gayo merupakan lambang identitas dan kebanggaan serta pendukung seni budaya yang hidup di dalam daerah daerah berbahasa Gayo. Kecuali di kota kota, baik kota kabupataten maupun kecamatan, bahasa gayo dipakai sebagai bahasa pengantar di

lembaga-lembaga pendidikan formal tingkat dasar, dari kelas 1 hingga 3, sedangkan pada dayah dayah (pesantren) hingga di kelas-kelas tertinggi. Setiap kajian bahasa secara fungsional berdasarkan suatu pendekat (approach). Ini berarti bahwa tidak ada kajiaan bahasa yang bebas dari nilai atau anggapan dasar (Halliday, 1994: xvii). Dalam persfektif linguistik fungsional sistemik (LFS) bahasa adalah sistem arti dan sistem lain yakni sistem bentuk dan ekspresi untuk me realisasikan arti tersebut Saragih, (2003 :1). Salah satu sifat bahasa yang fungsional adalah fungsi sosial dan budaya dalam masyarakat, karena hampir semua kegiatan manusia tidak terlepas dari penggunaan bahasa untuk menyampaikan ide dan buah pikiran seseorang, terhadap orang lain (mitra bicara). Dalam fungsi sosial bahasa dapat dipandang sebagai ungkapan psikologis dan sebagai realitas mental. Dalam pemakaian bahasa sistem semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (genre) dan konteks situasi (register). Ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya, direalisasikan oleh konteks situasi. Sedangkan fungsi bahasa secara budaya ialah berkenaan dengan bentuk norms (norma norma) perilaku peserta percakapan dan juga berhubungan dengan genre, yaitu yang menunjukan pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan dalam masyarakat, seperti variasi dialek. Disamping itu bahasa Gayo berperan dalam upacara adat kematian dan perkawinan. Dalam upacara adat sinte mate kematian digunakan bahasa dalam bentuk, sebuku atau ratapan diungkapkan dalam tangisan kesedihan. Dalam acara adat sinte murip perkawinan digunakan bahasa dan pilihan kata yang tidak dapat

dilakukan oleh semua orang karena bahasa yang digunakan bersifat puitis (melengkan). Disamping itu bahasa Gayo berfungsi sebagai alat penalar dalam kesenian seperti kesenian didong, dan saer sebagai media pemersatu masyarakat Gayo. Sibarani (2004) menyatakan budaya dapat dipelajari melalui bahasa dan bahasa dapat dipelajari dalam konteks budaya. Menurut Nababan (1986 :38) salah satu fungsi bahasa adalah kebudayaan dan masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Ideologi apakah yang mendasari upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo Takengon Aceh Tengah? 2. Bagaimanakah ideologi upacara melengkan direalisasikan dalam teks bahasa Gayo? 3. Bagaimanakah implikasi ideologi itu direalisasikan dalam bahasa Gayo? 1.3 Tujuan Penelitian Sehubungan dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk. 1. Mendeskripsikan ideologi upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo 2. Mendeskripsikan realisasi ideologi dalam teks upacara melengkan masyarakat Gayo dan

3. Mendeskripsikan implikasi ideologi direalisasikan dalam bahasa Gayo 1.4 Batasan Masalah Mengingat banyak karya dalam bentuk tradisi lisan, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya ideologi dalam upacara melengkan (perkawinan) adat perkawinan masyarakat Gayo, yang diperoleh dari data tulisan. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Temuan penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat untuk : 1) menjadikan kajian yang menerapkan kerangka teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS), dan teori ini bermanfaat untuk menganalisis ideologi dalam teks tradisi lisan dan tulisan dalam upacara melengkan (perkawinan) adat Gayo Takengon. 2) menjadikan model untuk mengungkapkan ideologi dalam upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo. 1.5.2 Manfaat Praktis Temuan penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat untuk : 1) informasi dan manfaat kepada para peneliti tentang konsep ideologi yang terdapat dalam upacara perkawinan, khususnya pada upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo dalam bentuk karya sastra tradisi lisan

2) acuan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ideologi dalam karya sastra di Indonesia, khususnya ideologi dalam upacara melengkan adat perkawinan masyarakat Gayo. 1.6 Definisi Istilah 1.6.1 Melengkan Menurut Melalatoa, dkk (1985:219) melengkan adalah pidato secara adat dengan menggunakan kata pilihan. Contoh (dalam teks berikut). Susun kite bilang belo, reriyah kite rerige, enta kune galakte (L.II.123) Bersatu kita seperti sirih, dan musyawarah kita bersama bagaimana baiknya. Dengan kata lain melengkan adalah pidato secara adat yang digunakan pada kegiatan adat, seperti pidato adat melengkan memgantar mas kawin (turun caram), pidato adat ngunduh mantu (munenes), dan pidato adat melengkan malam berguru (malam pemberian nasihat kepada calon pengantin), dari pihak famili dan orang tua menjelang akad nikah, pada adat perkawinan mayarakat Gayo Takengon Aceh Tengah pada umumnya dan masyarakat Gayo lainnya. 1.6.2 Pemelengkan Menurut Melalatoa, dkk (1985:219) pemelengkan adalah seseorang yang bemelengkan, berpidato secara adat. Seperti pidato dalam upacara melengkan adat perkawinan, upacara melengkan turun caram (mengantar emas kawin), upacara melengkan malam berguru (malam pemberian nasihat kepada calon pengantin), upacara melengkan munenes (ngunduh mantu).

1.6.3 Sarak Opat Melalatoa, dkk (1985:315) mengatakan sarak opat adalah kekuasaan yang empat (terdiri dari raja, petue, imam, rakyat). Sarak berarti badan atau wadah Opat kekusasaan yang empat. Sarak opat adalah pemegang tampuk kekuasaan di dalam tatanan pemerintahan etnik Gayo seperti tiap klen ada sarak opat-nya. 1.6.4 Aman Mayak dan Inen Mayak Aman mayak sebutan kepada calon mempelai laki-laki dan Inen mayak sebutan kepada calon mempelai perempuan. Dengan kata lain dalam adat Gayo pengertian aman mayak dan inen mayak sebutan kepada seorang laki-laki atau perempuan yang baru menikah, artinya tidak lagi berstatus sebagai calon mempelai akan tetapi keduanya sudah menjadi suami istri yang sudah akad nikah.