BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang baik dan bermutu dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas maka akan mampu membangun bangsanya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, setiap individu yang terlibat dalam pendidikan dituntut berperan serta secara maksimal guna meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Perbaikan di bidang pendidikan akan terus berlangsung, sebab masa depan suatu bangsa terletak bagaimana bangsa tersebut mampu mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas salah satunya dapat dilihat dari proses pembelajaran yang terjadi pada interaksi siswa dan guru. Pada gilirannya, interaksi guru dan siswa sangat ditentukan oleh kualitas guru dalam mengelola kelas. Memang tidak mutlak dari pihak guru, karena kesiapan dari pihak siswa juga menentukan kualitas interaksi. Guru dan siswa harus berkolaborasi untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk menciptakan iklim belajar yang dapat menunjang pendidikan yang berkualitas. Salah satu permasalahan pokok dalam pendidikan adalah rendahnya mutu pendidikan, yang ditandai dengan fenomena rendahnya kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah. Hal terkait seperti yang dapat dilihat di pemberitaan dalam Okezone.com menyebutkan bahwa "Pendidikan di 1
2 Indonesia kurang memikirkan bagaimana mencari tahu alur dan bagaimana memecahkan masalah. Selain itu guru belum mempunyai pemahaman yang mendalam terhadap topik yang akan dibahas," kata Masaaki (2012). Dia menyebutkan, dalam menyampaikan penjelasan, guru di Indonesia terlalu panjang lebar. Selain itu, durasi pembelajaran selama 80 menit membuat guru kurang cermat dalam merancang pembelajaran. "Tanpa sadar itu sudah menjadi budaya guru-guru di Indonesia. Kalau kita ingin mengubah hal tersebut maka perlu dilakukan analisa alasan terjadinya permasalahan tersebut," ujarnya menambahkan. (http://kamus.okezone.com/read/2012/04/30 /373/621624/harusnya-waktu-diskusi-murid-lebih-panjang). Hal yang demikian, juga dapat dilihat dari pembelajaran yang sering dijumpai, proses pembelajaran didominasi oleh guru. Siswa sebagai pendengar yang pasif dengan sikap diam, mencatat apa yang disampaikan oleh guru, kemudian pemberian tugas dan mengerjakan LKS tanpa disertai metode lain sehingga pembelajaran kurang menarik. Selain itu, kurang memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Dampaknya adalah sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut tersebut akan dipergunakan. Pembelajaran konvensional yang selama ini banyak diterapkan dalam proses belajar mengajar lebih menyajikan bentuk pembelajaran satu arah sehingga kurang mengoptimalkan potensi siswa. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka diperlukan keterampilan guru dalam
3 menciptakan suasana belajar yang dapat merangsang keterlibatan anak dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini maka guru dituntut untuk memiliki kecerdasan dalam memilih metode mengajar. Mulyani Sumantri, (1999: 39) mengatakan bahwa ibarat seorang jenderal dalam kemiliteran, guru dituntut memiliki siasat atau strategi dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dari penjelasan tersebut, seorang guru harus mampu menguasai dan menerapkan metode pembelajaran yang variatif. Pemilihan metode tersebut harus disesuaikan dengan kondisi siswa, materi, dan tujuan pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menarik. Guru hendaknya memilih metode yang tepat pada setiap mata pelajaran sehingga pembelajaran tidak berpusat pada guru. Tetapi pada kenyataannya dalam proses pembelajaran, guru masih mendominasi. Demikian juga yang terjadi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), pembelajaran masih berpusat pada guru. Kebiasaan bersikap pasif dalam proses pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton dan kurang menarik. Dalam proses pembelajaran IPS, diperlukan beberapa pendekatan dan metode yang tepat memungkinkan untuk optimalisasi proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
4 terampil menguasai setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Pada era globalisasi saat ini permasalahan yang terjadi dalam masyarakat sangat beragam dan penuh persaingan sehingga siswa perlu dibekali kemampuan berpikir kritis. Maka dalam hal ini pengembangan pola berpikir siswa perlu dioptimalkan untuk mencapai tujuan tersebut. Manfaat berpikir kritis dalam pembelajaran IPS sangat besar peranannya dalam meningkatkan proses, hasil belajar, dan bekal dimasa depan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis menggunakan kemampuannya itu setiap kali berhadapan dengan suatu pendapat, teori, data dan sebagainya. Proses pembelajaran di sekolah yang lebih mengedepankan filosofi vocal teacher, silent student menyebabkan siswa kurang mendapatkan suasana akademik yang memberikan ruang kebebasan untuk mengekspresikan pendapat dan pertanyaan-pertanyaan. Dalam suatu pemberitaan disebutkan bahwa Ketika pembelajaran IPS dikelola secara bermakna, menantang dan berbasis nilai (value), diharapkan pandangan miring siswa dan masyarakat tentang IPS dapat direduksi. (http://upy.ac.id/ site/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=8). Berdasarkan observasi di SMP Negeri 4 Kalasan menunjukkan bahwa pembelajaran yang terjadi lebih berpusat pada guru bukan pada siswa. Guru mata pelajaran IPS di sekolah ini cenderung menggunakan metode konvensional sehingga guru dominan menerangkan dan siswa banyak mencatat. Kondisi tersebut seringkali menumbuhkan rasa bosan bagi para
5 siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Selain itu, kegiatan siswa dalam mengemukakan pendapat, gagasan atau ide terhadap orang lain, terlihat masih kurang. Mereka masih takut, kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat di depan kelas. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan siswa dan kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan pembelajaran masih rendah. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir akan mampu mengolah apa yang dibacanya, dibahasnya ataupun dilihatnya sehingga dapat menemukan sesuatu yang memiliki makna bagi dirinya. Keuntungan lain bagi siswa yang memiliki kemampuan berpikir akan memberikan jalan untuk terus belajar walaupun sudah menyelesaikan pendidikan formalnya di SMP atau SMA. Kemampuan berpikir memberi wahana yang canggih bagi siswa untuk belajar seumur hidup (Hamid Hasan, 1996: 113). Melalui pembelajaran IPS diharapkan siswa tidak hanya mampu menguasai teoriteori kehidupan di dalam masyarakat tapi mampu menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial, warga negara yang mampu mengaplikasikan ilmunya dalam bentuk amalan nyata yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Pada hakekatnya manusia selain sebagai makhluk yang harus mengenal dirinya, juga sebagai makhluk sosial, yang harus mampu hidup berinteraksi dengan manusia lainnya yakni dalam kehidupan masyarakat. Kemampuan berpikir kritis perlu ditumbuhkan untuk bekal dikehidupan bermasyarakat dan guna mencapai tujuan pembelajaran IPS
6 tersebut diperlukan guru yang mampu membangkitkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis menyikapi masalah-masalah yang dihadapinya. Kemampuan berpikir kritis siswa akan muncul dalam diri siswa apabila selama proses belajar di dalam kelas, guru membangun pola interaksi dan komunikasi yang lebih menekankan pada proses pembentukan pengetahuan secara aktif oleh siswa. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis dapat menjadikan siswa untuk membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Hal tersebut dapat tercapai apabila guru mampu menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di SMP Negeri 4 Kalasan, yaitu dengan menerapkan pembelajaran cooperative learning melalui metode Cooperative Script. Cooperative learning merupakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil dimana siswa belajar dan berkerjasama untuk mencapai tujuan. Esensinya terletak pada tanggungjawab individu sekaligus kelompok. Pada akhirnya dalam diri setiap siswa tumbuh dan berkembang sikap saling ketergantungan secara positif yang dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja, dan tanggungjawab secara sungguhsungguh sampai tujuan dapat diwujudkan. Kelebihan pada pembelajaran cooperative learning adalah mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri,
7 norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang lain. Dalam pembelajaran cooperative learning terdapat berbagai metode pembelajaran antara lain adalah make a match, snowboll trowing, numbered head together, dan lain-lain. Setiap metode pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Salah satu upaya yang dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa permasalah di atas yaitu dengan menggunakan penerapan metode Cooperative Script. Penerapan metode Cooperative Script memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjalani tahap demi tahap dari mengidentifikasi, mengevaluasi, menyimpulkan, dan mengemukakan pendapat sehingga dapat menunjang kemampuan berpikir kritis siswa. Dengan metode Cooperative Script ini maka peran guru hanya sebagai fasilitator sementara siswa dituntut untuk lebih aktif sehingga pembelajaran lebih menarik dan bermakna. Dalam metode pembelajaran ini siswa harus berpikir, berkomunikasi, dan meringkas, sehingga siswa pada akhirnya menyimpulkan apa yang telah dipelajarinya berdasarkan pemahaman mereka. Di dalam kegiatan pembelajaran IPS Guru di SMP N 4 Kalasan belum menerapkan metode pembelajaran Cooperative Script untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam pembelajaran dengan menggunakan Metode Cooperative Script dapat menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas yaitu dari awal meringkas materi dan kemudian mendapat peran sebagai pendengar dan pembicara siswa sama halnya mempelajari kembali apa yang di ringkas.
8 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang metode pembelajaran Cooperative Script untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran IPS di SMPN 4 Kalasan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah diantaranya: 1. Metode pembelajaran yang digunakan guru belum bervariasi. 2. Bentuk pembelajaran masih berpusat pada guru membawa dampak pada kejenuhan siswa. 3. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran masih rendah. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti hanya memfokuskan permasalahan pada kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran masih rendah. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian adalah Apakah terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis melalui Penerapan metode pembelajaran Cooperative Script pada siswa kelas VIII A pada mata pelajaran IPS di SMP N 4 Kalasan?
9 E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis melalui metode Cooperative Script pada siswa SMP Negeri 4 Kalasan kelas VIII A. F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang dibagi menjadi dua manfaat yaitu: 1. Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kajian teoritis yang berkaitan dengan metode Cooperative Script dalam pembelajaran IPS serta membuka kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut tentang permasalahan sejenis. 2. Praktis a. Bagi siswa Mengurangi ketergantungan pada guru dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan pembelajaran. b. Bagi guru Memberikan gambaran bagi guru untuk mengetahui kondisi obyektif penggunaan metode pembelajaran Cooperative Script serta memberi informasi dalam pengajaran IPS yang lebih efektif bagi siswa.
10 c. Bagi peneliti Menambah pengalaman dalam pembelajaran sebelum memutuskan untuk terjun di bidang pendidikan. d. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan Memberi kontribusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan pengajaran IPS pada khususunya.