BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain membawa pengaruh bagi perkembangan manusia itu sendiri. Kehidupan yang semakin sulit dan komplek serta semakin bertambah stresor psikososial akibat budaya masyarakat yang semakin modern, menyebabkan manusia tidak dapat menghindari tekanan-tekanan kehidupan yang mereka alami (Saseno, 2001). Seseorang yang memiliki persepsi yang negatif terhadap stressor atau tekanantekanan, yang mana seseorang tersebut menganggap masalah sebagai sesuatu yang buruk dan hampir semua masalah yang muncul ia anggap negatif akan menuntun seseorang untuk berfikir dan bertindak salah atau melakukan mekanisme koping yang maladaptif disertai tidak adanya support system yang adequate. Maka akan memunculkan akumulasi stressor yang memperburuk keadaan klien. Hal ini menjadi pemicu munculnya harga diri rendah yang akan menjadi stressor internal (Yoseph, 2009). Klien akan makin merasa tidak berdaya dan muncul perilaku depresif dan akhirnya ada niat untuk mencederai diri dan mengakhiri hidup. Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, 2003), serta merupakan respon maladaptif setelah munculnya stressor sehingga klien menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat, 1998). Setelah munculnya harga diri rendah pada klien menimbulkan perilaku depresif sehingga klien menarik diri dari 1
2 lingkungan serta tidak mau berinteraksi dengan orang lain sehingga memunculkan diagnosa gangguan isolasi sosial. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat (Depkes, 2007). Di kota Malang, Direktur RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, dr. Eko Susanto Marsoeki SpKJ, menyatakan prevalensi jumlah penderita gangguan jiwa berat rata-rata mencapai tiga jiwa per 1.000 orang dan gangguan jiwa ringan tidak kurang dari 179 jiwa per 1.000 orang (Said, 2008). Menangani pasien gangguan isolasi sosial terdapat tiga terapi yaitu somatoterapi, psikoterapi dan manipulasi lingkungan. Psikoterapi merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara suka-rela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif (Maramis,1995) Psikoterapi terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu psikoterapi suportif dan psikoterapi genetik-dinamik (Maramis, 1995). Salah satu jenis dari psikoterapi suportif adalah teknik psikokatarsis yang mencakup active listening. Active Listening suatu cara mendengarkan secara aktif ketika klien menceritakan pikiran, perasaan pengalaman, dan persepsinya. Terapis memberikan dorongan jika sikap dan perilaku pasien positif dan mengklarifikasi serta lebih memfokuskan dan mengarahkan pasien ke arah yang lebih baik lagi jika sikap dan perilaku pasien negatif. Hal ini dilakukan dengan sikap yang penuh pengertian dan tidak terlalu banyak memotong pembicaraan pasien. Dalam pelaksanaan active listening tidak hanya mempelajari bahasa verbal seseorang melainkan juga bahasa nonverbal, dengan melakukan pengamatan
3 sikap dan perilaku pasien pada saat menyampaikan masalah atau perasaannya. Pasien dengan gangguan isolasi sosial juga mengalami gangguan afek emosi depresi yang muncul dari faktor internal akan dinilai tingkat depresinya, setelah itu terapis akan membantu pasien dapat mengarahkan mood-nya lebih baik, dapat meningkatkan harga diri, dan klien dapat melihat masalahnya dari segi positif. Diharapkan melalui active listening ini pasien termotivasi, bersemangat dan berani untuk melakukan interaksi sosial dengan baik sehingga menumbuhkan kepribadian yang positif (Suryani, 2006). Proses psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan Nursing Intervention Classification (NIC) yang terdiri dari 17 intervensi belum banyak diterapkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sehari-hari pada pasien gangguan isoasi sosial untuk merubah pola fikir klien yang destruktif, untuk meningkatkan harga diri klien serta klien dapat menerima masalahnya dalam porsi sebenarnya sehingga perasaan tertekan klien teratasi. Pasien yang mengalami depresi, jika tidak segera diberikan penanganan secara tepat pasien akan lebih mengisolasi diri dan sehingga menimbulkan halusinasi pada pasien bahkan pasien dapat melakukan percobaan bunuh diri. Dari hasil studi pendahuluan, berdasarkan rekam medis dan wawancara dengan perawat di ruang Garuda RSJ. Dr. Radjiman Wedyodiningrat Lawang dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 terdapat 21 pasien diantaranya 17 pasien dengan diagnosa isolasi sosial. Namun, dari keseluruhan jumah pasien tidak teridentifikasi tingkat depresinya. Terapi yang sering dilakukan di Rumah Sakit yaitu terapi aktifitas kelompok dan terapi obat-obatan. Sedangkan terapi active listening berdasarkan NIC masih belum dilakukan di di ruang Garuda RSJ. Dr. Radjiman Wedyodiningrat Lawang, namun terapi yang melibatkan komunikasi terapiutik interpersonal di Rumah Sakit melakukan eksplorasi perasaan yaitu dengan
4 menanyakan bagaimana perasaan pasien, membenarkan penyataan jika salah dan memerikan dorongan jika benar. Namun hal tersebut masih belum menggnakan standar NIC yang terdiri dari 17 intervensi dan diakukan oleh tenaga medis. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti ingin mengetahui efektifitas pelaksanaan psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial di ruang Garuda dan RSJ. Dr. Radjiman Wedyodiningrat Lawang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masaah pada penelitian ini sebagai berikut : (1) Bagaimana gambaran pelaksanaan psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC untuk menurunkan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial di ruang Garuda RSJ Dr. Radjiman Wediyodiningrat Lawang? (2) Bagaimana efektifitas pelaksanaan psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial di ruang Garuda RSJ. Dr. Radjiman Wediyodiningrat Lawang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC terhadap perubahan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial di ruang Garuda RSJ. Dr. Radjiman Wediyodiningrat Lawang.
5 1.3.2 Tujuan Khusus (1) Mengidentifikasi pelaksanaan psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC yang akan diberikan kepada pasien isolasi sosial di ruang Garuda RSJ. Dr. Radjiman Wediyodiningrat Lawang. (2) Mengukur tingkat depresi sebelum dan sesudah dilaksanakan psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC pada pasien gangguan isolasi sosial di ruang Garuda RSJ. Dr. Radjiman Wediyodiningrat Lawang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Pasien Pasien dapat mengetahui manfaat mengeluarkan isi hati sehingga pasien dapat merasakan bahwa dengan mengeluarkan isi hati dapat memberikan perubahan pada diri pasien. 1.4.2 Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis dalam memberikan dan menyusun penatalaksanaan psikoterapi suportif Active Listening berdasarkan NIC terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial dan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan akhir pada Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Malang. Serta sebagai aplikasi ilmu atau mata kuliah tentang Keperawatan Jiwa. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai dokumentasi serta informasi dalam rangka pengembangan pengetahuan mahasiswa mengenai penatalaksanaan psikoterapi suportif Active Listening berdasarkan NIC terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial.
6 1.4.4 Bagi Perawat Menambah ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan psikoterapi suportif Active Listening berdasarkan NIC terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial serta sebagai acuan untuk tindakan keperawatan selanjutnya. 1.4.5 Bagi Instansi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan saran bagi rumah sakit tentang pemberian intervensi psikoterapi suportif (Active Listening) berdasarkan NIC terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial dan diharapkan intervensi keperawatan ini dapat diterapkan dirumah sakit. 1.5 Keaslian Penelitian (1) Penelitian Lidwina Banowati (1989) meneliti tentang Psikoterapi Suportif Sebagai Teknik untuk Menurunkan Derajat Depresi dan Ansietas Serta Meningkatkan Semangat Hidup Pasien Hemiparese menyatakan bahwa psikoterapi suportif yang dilakukan pada pasien hemiparese dapat menurunkan derajat depresi dan ansietas, serta meningkatkan semangat hidup yang lebih besar dibandingkan dengan pasien hemiparese yang tidak memperoleh psikoterapi suportif. (2) Penelitian Amelia Laksmi Pratita (2012) meneliti tentang Hubungan antara komunikasi efektif dokter-pasien dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan (bermakna) antara komunikasi efektif dokter pasien dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi (spearman corelation = 0,000 lebih kecil dari p (0,05)), dimana semakin baik penerapan
7 komunikasi efektif dokter pasien maka semakin menurun tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan nilai R Spearman -0,854. Persamaan dari penelitian lidwina dan amelia dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel independennya yaitu psikoterapi suportif (Active listening) yang termasuk di dalam komponen komunikasi efektif dokter-pasien. Namun variabel dependen pada penelitian yang akan dilakuan adalah penurunan tingkat depresi pada pasien yang mengalami gangguan isolasi sosial dengan metode penelitian one group pretest postest with control group. (3) Penelitian Anjas Surtiningrum (2011) meneliti tentang Pengaruh terapi suportif terhadap kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang membuktikan adanya pengaruh terapi suportif yang signifikan terhadap perubahan kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial pada kelompok intervensi. Disarankan terapi suportif digunakan sebagai terapi keperawatan dalam merawat klien isolasi sosial. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Anjas Surtiningrum adalah pada penelitian Anjas bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari terapi supportif terhadap kemampuan bersosialisasi pada klien isolasi sosial, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan psikoterapi supportif (Active Listening) berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gangguan isolasi sosial. (4) Penelitian Ayu Wulandari (2012) meneliti tentang efektivitas Active Listening NIC (Nursing Intervention Classification) terhadap interaksi sosial pasien gangguan hubungan sosial membuktikan adanya pengaruh active listening NIC (Nursing Intervention Classification) terhadap kemampuan interaksi sosial menggunakan uji t-
8 tes dependen dengan nilai sebelum dan sesudah masing-masing dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Sedangkan pada uji t-independen didapatkan nilai sebelum untuk perlakuan kontrol dengan nilai p=0,062 (p>0,05) artinya tidak berbeda secara signifikan dan pada nilai setelah untuk perlakuan dan kontrol dengan nilai p=0,000 (p<0,05) artinya berbeda secara signifikan. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Ayu Wulandari yaitu variabel depeden pada penelitian ini ingin mengetahui efektifitas Active Listening NIC (Nursing Intervention Classification) terhadap penurunan tingkat depresi pasien gangguan hubungan sosial. 1.6 Batasan Penelitian (1) Intervensi active listening menggunakan model NIC (Nursing Intervention Classification) (2) Pengukuran tingkat depresi menggunakan level depression model NOC (Nursing Outcome Classification) (3) Penelitian dilakukan pada pasien gangguan jiwa dengan diagnosa gangguan isolasi sosial.