Biarkan JODOH yang
Biarkan JODOH yang Mamba us Sa adah Penerbit PT Elex Media Komputindo
Biarkan Jodoh yang Menjemput Mamba us Sa adah 2016, PT Elex Media Komputindo, Jakarta Hak cipta dilindungi undang-undang Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kompas - Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 2016 716101608 ISBN: 978-602-02-9327-1 Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan
Daftar Isi Kata Pengantar... vi Bagian 1: Merapikan Hati, Menata Niat... 1 Jodoh... 5 Cinta... 11 Cinta dalam Diam... 25 Mencintai Kehilangan... 29 Jangan Bersedih... 33 Agar Galau Tak Sia-sia... 41 Maaf, Aku Tidak Pacaran...47 Mencari Sempurna... 65 Allah, Mengapa Engkau Buatku Menunggu... 69 Bagian 2: Dekat Allah, Jodoh Mendekat...73 Ketaatanku adalah Bahagiaku... 77 Karena Hatinya Ada di Genggaman-Nya... 85 Allah Penulis Skenario Terhebat... 91 Semua Mungkin bagi-nya... 95 Jaga Dirimu, Sebelum Bertemu dengan-ku... 101
Biarkan Jodoh yang Menjemput Yang Harum Akan Tercium... 103 Bidadarikan Diri... 105 Undang Calonmu dengan Akhlakmu... 109 Bagian 3: Istikharah Cinta... 113 Doa Keramat... 115 Selalu Libatkan Allah... 119 Kosong Merayu Allah... 121 Dahsyatnya Qiyamul Lail... 123 Ya Rabb, Hadirkan yang Terbaik... 129 Pro il Penulis... 131 vi
Bagian 1 Merapikan Hati, Menata Niat
Jodoh itu kamu Yang belum pernah kutahu siapa namamu Di manakah dirimu? Tahukah kamu? Aku mencarimu Begitukah dengan dirimu?
Jodoh Semoga Tuhan hanya menjatuhkan cinta hanya kepada sang pemilik tulang rusuk. S esuatu yang menjadi misteri, namun sudah pasti. Ya, tertulis di megaserver-nya, lauhulmahfudz. Dialah jodoh. Banyak yang risau karenanya, padahal jodoh sudah menjadi suatu hal yang pasti dan sudah ditentukan oleh-nya, lantas apa yang perlu dirisaukan? Dia, sosok yang sudah ditentukan oleh-nya. Oleh Allah sang pemilik kehidupan, yang Maha Mengetahui, Ia tahu mana yang terbaik untuk kita, karena Ia tahu masa depan kita, karena Ia sang penulis skenario terbaik. Bukan dia yang terbaik menurut versi kita, hanya versi seorang manusia yang lemah. Kita yang sama sekali tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, pun apa yang terjadi sedetik setelah ini. Bukankah Ia sang Maha Penyayang. Ragukah kita akan kasih sayangnya? Sehingga diri kita meragukan atas pilihannya. Saya tidak ragu atas pilihan-nya, tapi kenapa dia tak kunjung datang? Mungkin itu salah satu pertanyaan yang muncul di benak kita. Hei, bukankah Ia penulis skenario terbaik, Ia tahu persis
Biarkan Jodoh yang Menjemput kapan waktunya kita dipertemukan dengan dia. Tata hati, husnuzon pada-nya, bukankah Ia bilang Aku sesuai prasangka hambaku. Tapi kenapa Allah membuatku menunggu, Aku ingin seperti yang lain, menikah, ke mana-mana sudah ada yang menjaga, ibadah bersama, mencari rezeki bersama, berjuang bersama. Kadang kita tidak tahu kenapa Allah membuat kita menunggu. Maka itulah salah satu cabang kesabaran. Ketika kita tidak tahu misteri masa depan, tapi kita tetap melakukannya sambil berhusnuzon dan yakin bahwa Allah selalu punya ske nario terbaik, sibukkan diri dengan hal positif dan bermanfaat, maka sungguh beruntungnya kita. Sambil menunggu sambil introspeksi diri. Jadi menunggu kita tidak selalu tentang menghabiskan waktu sampai sudah waktunya dipertemukan dengan dia. Tidak, tidak ada salahnya kita introspeksi, Tanya pada diri, kenapa ya Allah menyuruhku untuk menunggu? Apa ibadahku sudah benar? Sudah tepatkah waktu salatku? Kalau salat aja belum tepat waktu, gimana Allah mau mempertemukanku dengan dia tepat waktu juga. Kalau salatku saja belum benar, gimana diriku bisa mendidik anak-anakku kelak, yang dicita-citakan menjadi anak saleh salehah, ha idz ha idzah yang pintar berguna bagi agama dan bangsa, ingin keturunannya menjadi qurrota a yun, yang dengan takwanya mampu mengantarkan ayah bundanya menuju surga yang didamba. Oya, sering-sering juga berdoa: Rabbana hablana min azwajina, wa dzurriyatina qurrata a yun, waj alna lil muttaqiina imaama. 6
Bagian 1: Merapikan Hati, Menata Niat Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, pasangan kami, dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami, dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al- Furqan: 74) Selain itu introspeksi juga terhadap ibadah-ibadah lainnya, puasa sunah, salat malam, shalawat, sedekah, berbakti ke pada, bisa menjadi insan yang khoirunnas anfauhum l innas, dan lain-lain. Waduh, banyak banget ya introspeksinya, apakah aku harus sesempurna itu? Temenku saja, dia sudah menikah, padahal dia itu anaknya manja, belum mandiri, ndak bisa masak, dan lain-lain. Yah. Tidak ada yang tahu kapan persisnya kita akan menikah. Eh, yang masih kecentilan, manja-manja, belum bisa mandiri, masih merepotkan orangtua ternyata besok sudah menikah. Yang terlihat dewasa sekali, sudah siap sekali, bahkan bijak nian bicara soal menikah, ternyata masih tetap sendiri. Maka ingatlah, pasti ada hadiah yang sangat indah bagi orang sabar. Hadiah yang mungkin saat kita menerimanya akan berlinang air mata, meminta maaf pada Allah yang sempat berburuk sangka dan mulai putus asa. Sungguh tak pernah terbayangkan hadiah ini sebelumnya. Berarti jodoh itu tidak perlu dicari? Begitukah? Gantilah bentuk pencarian itu dengan usaha memantaskan diri. Pencarian di sini bukan yang seperti punya banyak kenalan gebetan, pacaran sana-sini. Kalau begitu caranya, yang kita dapat malah rasa sakit hati, sedih kecewa, galau, merana dan sejenisnya. Terus memantaskan diri gimana? 7
Biarkan Jodoh yang Menjemput Memantaskan diri di sini maknanya luas, apa pun upaya kita sejauh itu positif, itulah yang dinamakan memantaskan diri. Memantaskan diri akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Bukankah jodoh adalah cerminan diri? Dia yang datang tidak akan jauh-jauh dari upayamu memperbaiki diri selama ini menjadi pribadi yang lebih baik. Allah tidak pernah main-main dengan janjinya. Ya, mulailah tata hati bahwa jodoh sudah ditentukan oleh- Nya, tak usah risau, tapi tetap berikhtiar dan percaya pada- Nya. Hingga tiba saatnya perjanjian seberat gunung Thursina. Perjanjian dengan Tuhan, perjanjian berat penuh tanggung jawab, perjanjian itu bernama mitsaqan ghalizha. 8
Tentang Penulis M amba us Sa adah adalah lulusan dari SMA Negeri 20 Surabaya. Penulis kemudian ia melanjutkan studinya di D4 Prodi Teknik Telekomunikasi PENS-ITS pada tahun 2011. Saat ini penulis tinggal di Keputih Perintis 5/3 Sukolilo Surabaya. Penulis dapat dihubungi melalui: E-mail: mambaus.ms@gmail.com Facebook: Mambaus Saadah S HP: 085931103303 Instagram: mambaus_s