BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat pesat. Perkembangan pariwisata di suatu lingkungan tertentu dapat berpotensi menurunkan keberadaan sumber daya alam dan mengancam kelestarian lingkungan. Pariwisata massal yang terjadi pada dekade 80-an telah terbukti menimbulkan kepunahan bagi beberapa spesies hewan maupun flora yang hidup di alam (Harun, 2009). Perkembangan paradigma pengelolaan lingkungan dalam pengembangan wisata diupayakan tetap mengutamakan kelestarian lingkungan, namun di satu sisi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain meningkatkan perekonomian masyarakat kegiatan wisata juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu, menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Dampak negatif dari kegiatan wisata terjadi apabila tingkat penggunaan pengunjung lebih besar daripada kemampuan lingkungan untuk mengatasi hal tersebut. Studi ini menduga bahwa aktivitas yang dilakukan oleh pelaku wisata, produk perencanaan dan sistem pengelolaan wisata serta kondisi sarana dan prasarana dapat mempengaruhi terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda. Jika masalah tersebut terus dibiarkan akan menimbulkan dampak yang berkepanjangan bagi lingkungan. Kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata diantaranya adalah menghancurkan sumber daya lingkungan, perubahan 1
2 ekosistem, hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya tanah penutup, penurunan permeabilitas udara dan air, penumpukan sampah yang berlebih serta menimbulkan pencemaran terhadap badan perairan. Permasalahan di atas dapat dijumpai di kawasan wisata Ciwidey khususnya, Wana Wisata Ranca Upas yang berada di daerah Ciwidey, Bandung Selatan. Di tempat wisata tersebut terjadi pencemaran air dan pengurangan luas lahan hutan konservasi akibat perubahan lahan menjadi bangunan-bangunan penunjang tempat wisata seperti mushola, toilet, arena bermain anak-anak, tempat parkir dan lainlain (Harun, 2009). Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan hutan dan pencemaran air akibat adanya kegiatan wisata di daerah tersebut. Setelah dilakukan pra penelitian diindikasikan bahwa di kawasan Wisata Ciwidey, khususnya Wana Wisata Ranca Upas mengalami penurunan kualitas badan perairan. Hal ini harus dicari penyelesaiannya agar dampak yang terjadi dapat diminimalisir dan ditanggulangi secepat dan setepat mungkin. Salah satunya dengan mengetahui keberadaan suatu organisme yang biasa dijadikan indikator biologis dalam menentukan kualitas suatu perairan. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahkluk lainnya, serta fungsinya bagi kehidupan tidak dapat tergantikan oleh senyawa lainnya (Surtikanti, 2009:8). Akan tetapi, pada kenyataannya sumbersumber air mengalami penurunan kualitas. Menurunnya kualitas air sebagian besar disebabkan oleh limbah yang berasal dari industri, pertanian, peternakan, rumah tangga dan sumber lainya yang memasuki badan perairan.
3 Perairan merupakan tempat hidup berbagai organisme. Di perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran dan kelompok yang toleran terhadap bahan pencemar (Hawkes 1979 dalam Fachrul, 2007). Organisme yang toleran terhadap bahan pencemar jumlah populasi organismenya akan meningkat. Sedangkan organisme yang tidak toleran terhadap bahan pencemar akan mengalami penurunan, bahkan akan mengalami kemusnahan ataupun hilang dari lingkungan perairan tersebut (Fachrul, 2007). Dalam memantau pencemaran air digunakan kombinasi parameter fisik, kimiawi dan biologis. Tetapi, yang sering digunakan hanya parameter fisik seperti temperatur, warna, bau, rasa dan kekeruhan air. Ataupun parameter kimiawi seperti Disolved Oxygen (DO), nitrat, partikel tersuspensi (TSS), amonia (NH 3 ). Parameter biologis masih jarang digunakan sebagai parameter penentu pencemaran. Padahal, pengukuran menggunakan parameter fisik dan kimiawi hanya memberikan kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan interpretasi dalam kisaran lebar (Verheyen 1990 dalam Rizky, 2008). Dewasa ini beberapa negara maju di Eropa seperti Perancis, Inggris dan Belgia melirik indikator biologis untuk memantau pencemaran air (Wardhana, 1999). Bahkan sudah dikembangkan hukum mutu air biotik. Di Indonesia belum mempunyai baku mutu air indek biotik, yang ada hanya baku mutu air untuk parameter fisik dan kimiawi. Indikator biologis digunakan untuk menilai secara makro perubahan keseimbangan ekologi, khususnya ekosistem, akibat pengaruh limbah. Spesies yang tahan hidup pada suatu lingkungan terpopulasi, akan menderita stres
4 fisiologis yang dapat digunakan sebagai indikator biologis (Verheyen 1990 dalam Rizky, 2008). Salah satu organisme bioindikator yang peka terhadap bahan pencemar adalah makrobentos. Makrobentos merupakan organisme yang menetap di substrat dasar perairan. Penggunaan makrobentos sebagai indikator kualitas perairan adalah karena sifat makrobentos yang relatif diam atau memiliki mobilitas yang rendah sehingga sangat banyak mendapat pengaruh dari lingkungan, baik yang tergolong dalam kriteria parameter kualitas perairan maupun bukan parameter kualitas perairan (Fachrul, 2007). Organisme ini sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada kualitas air dan akan menghilang apabila terjadi pencemaran air. Dibandingkan dengan menggunakan parameter fisik dan kimiawi, indikator biologis dapat memantau secara kontinyu. Hal ini karena komunitas biota perairan (flora/fauna) menghabiskan seluruh hidupnya di lingkungan tersebut, sehingga bila terjadi pencemaran akan bersifat akumulasi atau penimbunan. Di samping itu, indikator biologis merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran yang diakibatkan oleh sumber domestik maupun non domestik. Jika permasalahan yang terjadi di lapangan ini diteliti akan memberikan keuntungan bagi pihak pengelola dan khususnya bagi lingkungan. Keuntungan yang didapat diantaranya, meningkatkan pendapatan, sumber daya alam dapat diminimalisir pemakaiannya, keanekaragaman hayati dapat terjaga dengan menerapkan pendidikan berbasis lingkungan, konstruksi pembangunan fasilitasfasilitas wisata akan lebih efektif dan penanggulangan sampah akan lebih baik sehingga tingkat pencemaran lahan dan perairan dapat diminimalisir.
5 Penelitian mengenai keanekaragaman makrobentos pada badan perairan di kawasan Wana Wisata Ranca Upas Ciwidey Kabupaten Bandung dirancang untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan kemerataan makrobentos sehingga dapat digunakan sebagai monitoring dan menambah informasi mengenai penggunaan makrobentos sebagai bioindikator kualitas perairan. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah Bagaimana keanekaragaman makrobentos yang terdapat pada badan perairan di Wana Wisata Ranca Upas Ciwidey Kabupaten Bandung? Dari rumusan masalah diatas dapat dibagi lagi menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum kondisi perairan di Wana Wista Ranca Upas Ciwidey berdasarkan bioindikator makrobentos? 2. Bagaimana keanekaragaman makrobentos yang terdapat pada badan perairan di Wana Wista Ranca Upas Ciwidey? 3. Bagaimana kelimpahan makrobentos yang terdapat pada badan perairan di Wana Wista Ranca Upas Ciwidey? 4. Bagaimana kemerataan makrobentos yang terdapat pada badan perairan di Wana Wista Ranca Upas Ciwidey?
6 C. Batasan Masalah Penulis membatasi masalah penelitian dalam beberapa hal diantaranya: 1. Kawasan wisata yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Wana Wisata Ranca Upas. 2. Penelitian dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. 3. Parameter kimiawi dan fisik yang diukur meliputi ph, Disolved Oxygen (DO), amonium, nitrat, fosfat, suhu, konduktivitas dan kekeruhan. 4. Organisme yang dicuplik dan diidentifikasi hanya yang termasuk kedalam jenis makrobentos. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman makrobentos pada badan perairan di Wana Wisata Ranca Upas Ciwidey Kabupaten Bandung. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sumber informasi mengenai keanekaragaman makrobentos pada badan perairan di Wana Wisata Ranca Upas Ciwidey. 2. Dapat digunakan sebagai monitoring dalam pengelolaan kawasan wisata di daerah Ciwidey khususnya Wana Wisata Ranca Upas. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kualitas perairan di Wana Wisata Ranca Upas.