II. TINJAUAN PUSTAKA. produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI ORGANIK DENGAN PADI ANORGANIK (Kasus : Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengembangan pertanian organik. Menurut IFOAM (2008) prinsip-prinsip

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

SYLABUS MATA KULIAH PERTANIAN ORGANIK

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

MANFAAT PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK UNTUK KESUBURAN TANAH

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

BAB I PENDAHULUAN. padi sawah merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun.

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)

Permasalahan Dalam Pengembangan Pertanian Organik. Amaliah, SP

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya sehari-hari. Berdasarkan data

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah, mengandung unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Akan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

I. PENDAHULUAN. tinggi perlu didukung oleh ketersediaan hijauan yang cukup dan kontinyu. Tetapi

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI ORGANIK MENUJU PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG BERKELANJUTAN. Sri Karyaningsih, M.D. Meniek Pawarti dan Dwi Nugraheni

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

Analisis Tataniaga Kubis (Brasica Olereacea) Organik Bersertifikat Di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertanian Organik Menurut Sutanto (2002a), pertanian organik diartikan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama dikenal sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, terutama di daratan China. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Sistem pertanian organik merupakan suatu sistem yang berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan. Menurut International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik adalah sebagai berikut (Winangun, 2005) : a. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah yang cukup; b. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan; c. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan; d. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usahatani; e. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian;

f. Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan; g. Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat. Istilah pertanian organik dimunculkan karena konsep pertanian ini mempergunakan asupan yang bersifat organik dan dalam perkembangannya mempunyai banyak aliran serta pola tersendiri hampir di tiap wilayah. Hal ini dilatarbelakangi oleh konsep dan pandangan yang berbeda-beda mengenai pertanian organik itu sendiri. Berbagai konsep mengenai pola pertanian organik atau berwawasan lingkungan dapat dikelompokan menjadi lima 7, yaitu : 1. Pertanian biodinamis : sistem budidaya yang mendasarkan pada peredaran bulan; 2. Pertanian ekologis : pertanian yang tanpa merubah lingkungan setempat; 3. Pertanian permaculture : pertanian yang menerapkan pola pertanian permanen in situ dan terpadu dari berbagai komponen pertanian dan peternakan; 4. Pertanian biologis : pertanian yang menitik beratkan pada keseimbangan organisme; 5. Pertanian natural : sistem pertanian yang mendasarkan pada pandangan hidup bahwa alam telah mengatur dirinya sendiri. Perbedaan wawasan dan pendekatan pertanian berlingkungan atau pertanian organik yang berbeda- 7 http://www.mail-archive.com/rantau-net@rantaunet.com/msg09356/istilah_pertanian_organik.rtf [Diakses tanggal 15 Maret 2000] 12

beda menghasilkan variasi praktek pertanian organik yang berbeda-beda, walaupun tujuannya sama. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomass tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Beras organik merupakan beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa pengaplikasian pupuk dan pestisida kimia. Oleh karena tanpa bahan kimia, beras organik tersebut terbebas dari residu pupuk kimia dan pestisida kimia yang sangat berbahaya (Andoko, 2002). Dalam menghasilkan beras organik yang benar-benar murni memerlukan waktu yang sangat lama yaitu idealnya 5 sampai 15 tahun. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ekosistem tanah yang sudah lama terkontaminasi oleh pestisida. Selain harus mengembalikan ekosistem tanah, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan agar menghasilkan beras organik yang berkualitas, diantaranya adalah 8 : a. Lokasi lahan harus jauh dari polusi, misalnya : asap knalpot motor dan limbah pabrik; b. Sistem pengairan harus baik, tidak boleh bercampur dengan lahan pertanian yang belum organik (masih menggunakan pestisida); c. Kontur tanah Terasiring (sengkedan); 8 http://situsmelileaorganik.wordpress.com/category/beras-organik// [Diakses tanggal 6 September 2007] 13

d. Lahan-lahan pertanian yang berada di sekitarnya tidak boleh menggunakan pestisida. 2.1.1 Komponen Pertanian Organik Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara konvensional. Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk. Pertanian organik biasanya diawali dengan pemilihan bibit atau benih tanaman non-hibrida. Selain untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, bibit non-hibrida sendiri secara teknis memungkinkan untuk ditanami secara organik. Hal ini dikarenakan bibit non-hibrida dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Sementara bibit atau benih hibrida biasanya dikondisikan untuk dibudidayakan secara anorganik, seperti harus menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia (Andoko, 2002). Selain pemilihan varietas, komponen-komponen lainnya yang mempengaruhi pertanian organik adalah lahan. Lahan yang dapat dijadikan pertanian organik adalah lahan yang terbebas dari bahan agrokimia pupuk dan pestisida. Terdapat dua pilihan lahan yaitu lahan pertanian yang baru dibuka dan lahan pertanian intensif yang dikonversi untuk lahan pertanian organik. Komponen lainnya yang mempengaruhi pertanian organik adalah pupuk. Pupuk organik yang dapat digunakan adalah kompos, pupuk kandang, azola, pupuk hijau, limbah industri, dan limbah perkotaan termasuk limbah rumah tangga. Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik ialah kandungan unsur hara rendah dan sangat bervariasi, serta penyediaan hara terjadi secara lambat dan terbatas. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan pupuk organik adalah dapat memperbaiki sifat fisik tanah, kimia tanah, dan biologi tanah, sedangkan 14

kelemahan yang diperoleh dari penggunaan pupuk organik diantaranya adalah diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, hara yang dikandung untuk bahan yang sejenis sangat bervariasi, dan kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum cukup matang (Susanto, 2002b). Menurut Andoko (2002) beberapa sifat dari pupuk organik adalah sebagai berikut : a. Memperbaiki struktur tanah, dari berlempung yang liat menjadi ringan; b. Memperbaiki daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak terurai; c. Memperbaiki daya ikat air pada tanah; d. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah; e. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara; f. Menyediakan makanan bagi mikroba; g. Menurunkan aktivitas mikroorganisme merugikan. 2.1.2 Tujuan Pertanian Organik Tujuan pertanian organik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah (Sutanto, 2002b) : 1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian; 2. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian yang berkelanjutan; 3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida, pupuk, dan bahan kimia pertanian lainnya; 15

4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan; 5. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun, serta merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas; 6. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan bahan kimia pertanian lainnya; 7. Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian. Adapun tujuan jangka pendek yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik adalah sebagai berikut (Sutanto, 2002b) : 1. Ikut serta menyukseskan program pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang sempit; 2. Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani sebagai produsen dan para pengusaha; 3. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia pertanian lainnya dalam rangka ikut meningkatkan kesehatan masyarakat; 4. Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang mampu meningkatkan pendapatan tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan; 16

5. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan mampu berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang. 2.1.3 Permasalahan Seputar Pertanian Organik Permasalahan mengenai pertanian organik meliputi penyediaan pupuk organik, teknologi pendukung budidaya pertanian organik, dan pemasaran produk organik 9. Permasalahan pertanian organik di Indonesia sejalan dengan perkembangan pertanian organik itu sendiri. Pertanian organik mutlak memerlukan pupuk organik sebagai sumber hara utama. Dalam sistem pertanian organik, ketersediaan hara bagi tanaman harus berasal dari pupuk organik. Padahal dalam pupuk organik tersebut kandungan hara per satuan berat kering bahan jauh dibawah realis hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik, seperti Urea, TSP dan KCl. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman (minimum crop requirement) cukup membuat petani kesulitan. Masalah utama lainnya mengenai pertanian oganik adalah teknologi budidaya pertanian organik. Teknik bercocok tanam yang benar seperti pemilihan rotasi tanaman dan pemutusan siklus hidup hama perlu diketahui. Selain itu, teknologi pencegahan hama dan penyakit juga sangat diperlukan, terutama pada pembudidayaan pertanian organik di musim hujan. Selain itu, untuk pemasaran produk organik didalam negeri sampai saat ini hanyalah berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak, konsumen dan produsen. Sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri, produk organik Indonesia masih sulit menembus pasar internasional meskipun sudah ada beberapa pengusaha yang pernah menembus pasar international tersebut. Kendala utama adalah sertifikasi produk oleh suatu badan 9 http://infoguano.blogspot.com/2010/06/produksi-tanaman-organik.html [Diakses tanggal 24 Juni 2010] 17

sertifikasi yang sesuai standar suatu negara yang akan dituju. Akibat keterbatasan sarana dan prasarana terutama terkait dengan standar mutu produk, sebagian besar produk pertanian organik tersebut berbalik memenuhi pasar dalam negeri yang masih memiliki pangsa pasar cukup luas. Hal ini menyebabkan petani melabel produknya sendiri sebagai produk organik walaupun kenyatannya banyak yang masih mencampur pupuk organik dengan pupuk kimia serta menggunakan sedikit pestisida. Sehingga, petani yang benar-benar melaksanakan pertanian organik secara murni akan merugi. 2.2 Sistem Pertanian Konvensional/ Anorganik Sistem pertanian konvensional terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Salah satu contoh di Indonesia adalah mampu berswasembada pangan (terutama beras) sejak tahun 1983. Tetapi sistem pertanian konvensional tersebut tidak terlepas dari resiko dampak negatif yang ditimbulkan. Meningkatnya kebutuhan pangan yang seiring dengan laju pertambahan penduduk, menuntut peningkatan terhadap penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut (Schaller dalam Winangun, 2005) : a. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen; b. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan; c. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan; 18

d. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture); e. Peningkatan daya ketahanan organisme penganggu terhadap pestisida; f. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik; g. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pertanian. 2.3 Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Anorganik Menurut Salikin (2003), terdapat perbedaan antara pertanian organik dan pertanian anorganik yang ditinjau berdasakan aspek input-output produksi. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Anorganik Berdasarkan Aspek Input-Output Produksi No Uraian Sistem Pertanian Organik Sistem Pertanian Anorganik 1. Lahan Olah Tanah Minimum (OTM) Olah Tanah Intensif (OTI) Olah Tanah Bermulsa (OTB) Olah Tanah Konservasi (OTK) Tanpa Olah Tanah (TOT) 2. Benih Varietas Lokal Varietas unggul 3. Pupuk Pupuk kandang Pupuk Hijau Bokashi 4. Pestisida Pestisida alami Pengendalian hama terpadu 5. Manajemen Orientasi jangka panjang Orientasi ekonomi dan ekologi Manajemen global dan indigenous local Sumber : Salikin, 2003 Urea TSP KCl NPK ZPT Insektisida Herbisida Orientasi jangka pendek Orientasi produk Manajemen industrial 19

2.4 Perbedaan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik Menurut Andoko (2002), terdapat beberapa perbedaan yang harus diperhatikan dalam menanam padi organik yaitu, penyiapan lahan, pemberian pupuk, dan pengendalian organisme penganggu. Pada tahap persiapan lahan, sebaiknya tanah dan air yang digunakan untuk pertanian organik harus terbebas dari pestisida dan kandungan berbahaya kimia lainnya. Pada tahap ini, petani melakukan pengolahan lahan sawah dengan cara membajak menggunakan traktor dan kerbau. Setelah itu, pemberian pupuk kandang pada usahatani padi organik dapat dilakukan dengan cara ditebarkan merata keseluruh permukaan lahan. Pada usahatani padi organik, pupuk yang digunakan seluruhnya berupa pupuk organik seperti pupuk kandang dan bokashi sebanyak 2 ton/ha. Sedangkan pada usahatani padi anorganik, pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia seperti urea, TSP, dan KCl. Pada pertanian padi anorganik, dosis pemupukan dengan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan pada pertanian padi organik, dosis pemupukan cenderung semakin menurun. Perbedaan lain antara usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik terletak pada pengendalian organisme penganggu dan pembersihan gulma. Pada usahatani padi organik, pengendalian organisme penganggu dan pembersihan gulma tidak menggunakan bahan-bahan kimia. pengendalian organisme penganggu pada usahatani padi organik dilakukan dengan menggunakan pestisida alami, sedangkan pembersihan gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma secara manual oleh tenaga kerja. Selain itu, perbedaan usahatani padi organik dan padi anorganik juga dapat dilihat dari segi biaya yang dikeluarkan. Secara ekonomis, usahatani padi organik 20

lebih menguntungkan dibanding usahatani padi anorganik. Hal ini terjadi karena biaya yang dikeluarkan pada usahatani padi organik lebih kecil dari pada usahatani padi anorganik. Secara rinci perbandingan biaya operasional usahatani padi secara organik dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Struktur Biaya Operasional Usahatani Padi Organik dan Anorganik Uraian Budidaya (Rp/ha) Organik (%) Anorganik (%) Benih 30 kg 150.000 5,09 150.000 3,53 Pupuk dasar : Pupuk kandang/ kompos 5 ton 750.000 25,46 0 0,00 Pupuk susulan : Urea 500 kg 0 0,00 600.000 14,12 KCl 250 kg 0 0,00 432.500 10,18 TSP 250 kg 0 0,00 500.000 11,77 Pupuk kandang/ kompos 200 kg 150.000 5,09 0 0,00 Pupuk organik cair 50.000 1,69 0 0,00 Pestisida : Pestisida organik 50.000 1,69 0 0,00 Pestisida kimia 0 0,00 750.000 17,65 Tenaga kerja : Pengolahan lahan (borongan) 250.000 8,48 250.000 5,88 Penanaman (borongan) 250.000 8,48 250.000 5,88 Penyulaman 5 HKP 50.000 1,69 50.000 1,17 Pengolahan tanah ringan 10 HKP 100.000 3,39 100.000 2,35 Penyiangan 25 HKP 250.000 8,48 250.000 5,88 Pemupukan 20.000 0,68 40.000 0,94 Penyemprotan 10 HKP 100.000 3,39 100.000 2,35 Pemanenan (borongan) 775.000 26,31 775.000 18,24 Jumlah 2.945.000 100,00 4.247.500 100,00 Sumber : Andoko, 2002 Andoko (2002) menunjukkan bahwa biaya usahatani padi organik lebih rendah dibandingkan biaya usahatani padi anorganik. Proporsi biaya tertinggi pada usahatani padi organik adalah biaya pemanenan dengan persentase sebesar 26,31 persen, sedangkan proporsi biaya tertinggi pada usahatani padi anorganik adalah biaya pembelian pupuk urea, KCl dan TSP dengan persentase sebesar 36,16 persen. 21

2.5 Kebijakan Pemerintah terkait Pertanian Organik Pencanangan dan upaya program Go Organik 2010 oleh Departemen Pertanian sudah dilakukan sejak tahun 2001. Adapun tujuan program ini adalah untuk memperkenalkan kepada para petani pada sistem usahatani organik, mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia dan memenuhi tersedianya produk pertanian yang bebas pestisida baik pada pasar dalam maupun luar negeri. Penyuksesan program tersebut memerlukan keterpaduan peran dan tanggungjawab seluruh stakeholder terkait termasuk pemerintah, yang salah satu tugasnya adalah memfasilitasi pelaksanaan program Go Organik 2010 mulai dari penyusunan kebijakan, sosialisasi sistem pangan organik, penyiapan infrastruktur sistem pangan organik, penyiapan kelembagaan, penyiapan tenaga fasilitator/pembina sistem pertanian organik, penyiapan inspektor organik, dan memfasilitasi akses pasar bagi produk-produk organik berkualitas 10. 2.6 Penelitian Terdahulu Marini (2007), melakukan penelitian tentang analisis perbandingan keuntungan usahatani padi bebas pestisida dengan padi anorganik di Gapoktan Silih Asih, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan keuntungan antara usahatani bebas pestisida dengan padi anorganik yang dilihat dari sisi pendapatan dan efisiensi usahatani, mengetahui saluran, lembaga dan marjin pemasaran padi bebas pestisida di berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran dan mengetahui karakteristik konsumen beras bebas pestisida. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa jumlah produksi dan penerimaan total per tahun padi bebas 10 http:// program-go-organik-2010.html [Diakses tanggal 5 Mei 2010] 22

pestisida lebih kecil daripada jumlah produksi dan penerimaan total per tahun padi anorganik. Jumlah produksi dan penerimaan padi bebas pestisida masing-masing sebesar 12.087,5 kg/ha dan Rp 20.547.985/tahun, sedangkan jumlah produksi dan penerimaan padi anorganik masing-masing sebesar 14.512,96 kg/ha dan Rp 20.769.444/tahun. Pada sisi biaya, jumlah biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik lebih besar dibandingkan jumlah biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi bebas pestisida dan ini juga berdampak pada biaya total yang dikeluarkan oleh masing-masing petani tersebut. Biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi bebas pestisida masing-masing sebesar Rp 6.533.083/ha/tahun dan Rp 15.584.606/ha/tahun, sedangkan jumlah biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik masing-masing sebesar Rp 14.468.569/ha/tahun dan Rp 11.338.333/ha/tahun. Proporsi biaya tunai tertinggi pada usahatani padi anorganik dan padi bebas pestisida adalah biaya tenaga kerja luar keluarga dengan persentase masing-masing sebesar 57,60 persen dan 47,64 persen. Dengan demikian, dari segi pendapatan maka pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi bebas pestisida lebih besar dibandingkan pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi anorganik. Pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi bebas pestisida sebesar Rp 11.300.875 dan Rp 9.209.652, sedangkan pendapatan kotor dan pendapatan bersih usahatani padi anorganik sebesar Rp 7.300.875 dan Rp 6.184.838. Hasil analisis R-C rasio menunjukkan bahwa usahatani padi bebas pestisida lebih layak dan menguntungkan dibandingkan usahatani padi anorganik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R-C rasio atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi bebas pestisida lebih 23

besar dibandingkan dengan usahatani padi anorganik yaitu masing-masing sebesar 3,145 dan 2,080 serta 1,812 dan 1,397. Rachmiyanti (2009), melakukan penelitian tentang analisis perbandingan usahatani padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani dari usahatani non organik menjadi usahatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Dari segi produksi, jumlah produksi yang dihasilkan pada usahatani padi organik metode SRI lebih rendah dibandingkan usahatani padi konvensional. Jumlah produksi pada usahatani padi organik metode SRI sebesar 5.753 kg/ha, sedangkan jumlah produksi usahatani padi konvensional sebesar 6.106 kg/ha. Namun, dari segi penerimaan, penerimaan total usahatani padi organik metode SRI lebih besar dari penerimaan total usahatani padi konvensional. Penerimaan total usahatani padi organik metode SRI sebesar Rp 17.259.000, sedangkan penerimaan total usahatani padi konvensional sebesar Rp 12.212.000. Besarnya penerimaan total yang diterima oleh petani padi organik dikarenakan harga jual GKP padi organik per kilogram lebih tinggi dari harga jual GKP konvensioan per kilogram, yaitu Rp 3.000/kg, sedangkan harga GKP padi konvensional adalah Rp 2.000/kg. Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI masing-masing sebesar Rp 8.528.778/ha dan Rp 6.061.430/ha. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani padi 24

konvensional masing-masing sebesar Rp 7.245.966/ha dan Rp 6.567.345/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai petani padi organik metode SRI lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai petani padi konvensional. Ini terjadi karena rata-rata penerimaan tunai petani padi organik lebih besar dari petani padi konvensional. Berbeda dengan pendapatan atas biaya totalnya yang menunjukkan bahwa petani padi konvensional nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan petani padi organik metode SRI. Hal tersebut disebabkan oleh besarnya biaya yang diperhitungkan, sehingga pendapatan atas biaya totalnya menjadi lebih kecil. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R-C rasio) diketahui bahwa R-C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI sebesar Rp 1,98 lebih rendah dari R-C rasio yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu sebesar Rp 2,46. Hal ini berarti bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensioanal. Begitu pula dengan R-C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R-C rasio yang diperoleh hanya sebesar Rp 1,54, sedangkan petani padi konvensional lebih besar dari petani padi organik tersebut, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI. Berdasarkan hasil uji untuk membedakan tingkat pendapatan, diketahui bahwa hasil uji t untuk pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI yang dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total petani konvensional nilainya memberikan hasil uji yang lebih kecil dari nilai t untuk taraf nyata (α) 5% 25

(1,63) yaitu sebesar 0,99. Hal ini berarti bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat pendapatan atas biaya total petani padi konvensional (terima H 0 ). Hal ini terjadi karena nilai pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani padi organik metode SRI lebih kecil dibandingkan pendapatan atas biaya total padi konvensional. Apabila dilihat dari pendapatan atas biaya tunai, diketahui bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel untuk taraf nyata (α) 5% (1,63) yaitu sebesar 1,64. Hal ini berarti bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat pendapatan atas biaya tunai petani padi konvensional (tolak H 0 ). Hal ini terjadi karena nilai pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI lebih kecil dibandingkan pendapatan atas biaya tunai padi konvensional. Penelitian Wulandari (2011) mengambil topik yang hampir sama dengan penelitian terdahulu yaitu analisis perbandingan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Alat analisis yang digunakan adalah analisis struktur biaya, analisis pendapatan, dan analisis R-C rasio. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis mengenai uji beda pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total antara petani padi organik dan petani padi anorganik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah perbandingan struktur biaya, pendapatan dan R-C rasio usahatani padi organik dan anorganik dibedakan berdasarkan status pengusahaan lahan, yaitu petani penggarap dan pemilik. 26