DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN MELALUI PENGATURAN APOTEK DAN PRAKTIK APOTEKER

SOSIALISASI JUKLAK PMK 31/2016. SE No. HK MENKES ttg JUKLAK Registrasi, Izin Praktik da Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1

PERAN IAI DALAM PEMBERIAN REKOMENDASI IJIN PRAKTEK DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMER 31 TAHUN 2016

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

- 2 - Mengingat ketentuan: 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

Registrasi & Sertifikasi Tenaga Kesehatan MTKP DIY

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144


Blitar,... Nomor :... Kepada : Lampiran : 1 ( satu ) berkas Yth. Kepala KP2T Kota Blitar Perihal : Permohonan SIA Jl. Jawa No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

UUD 1945 Ps: 28 H ayat 1

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REGISTRASI / PERIZINAN TENAGA KESEHATAN MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROV. SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

PEKERJAAN KEFARMASIAN

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

KEBIJAKAN OBAT DAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

PROGRAM DAN KEBIJAKAN DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN POR. Tahun 2015

Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY. Yogyakarta, 14 April 2018

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN. Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MAKALAH FARMASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA MENINGKATAN MUTU SDM PROMKES (Tantangan Kompetensi SDM Kes di era MEA )

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

IMPLEMENTASI PRAKTIK APOTEKER BERTANGGUNG JAWAB DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN MENUJU APOTEKER YANG BERMARTABAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REGISTRASI TENAGA KESEHATAN (PERMENKES NO. 161 TAHUN 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI KOMUNITAS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

APOTEKER, FKTP DAN ERA JKN. Oleh Helen Widaya, S.Farm, Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

RAKONAS PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TH ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

Transkripsi:

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN Andrie Fitriansyah D I S A M PA I K A N PA D A : P E RT E M U A N P E N I N G K ATA N MUTU P E L AYA N A N K E FA R M A S I A N G O R O N TA L O, N O V E M B E R 2 0 1 6

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN

Direktur Yanfar PERMENKES NO. 64 TAHUN 2015 Kasubag Tata Usaha Subdit Manajemen dan Klinikal Farmasi Subdit Analisa Farmakoekonomi Subdit Penggunaan Obat Rasional Subdit Seleksi Obat dan Alkes Seksi Manajemen Farmasi Seksi Analisa Farmakoekonomi Obat Seksi Peningkatan POR Seksi Seleksi Obat Seksi Klinikal Farmasi Seksi Analisa Farmakoekonomi Alkes Seksi Pemantauan dan Evaluasi POR Seksi Seleksi Alkes

PELAYANAN KEFARMASIAN (PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian) Pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien Pharmaceutical Care berorientasi pada patient safety

PELAYANAN KEFARMASIAN DI FASILITAS KESEHATAN Pengelolaan sediaan farmasi KESELAMATAN PASIEN Pelayanan farmasi klinik SEDIAAN FARMASI YG AMAN, KHASIAT DAN MUTU TERJAMIN PENINGKATAN OUTCOME TERAPI 5

Tujuan Pelayanan Kefarmasian menyediakan dan memberikan sediaan farmasi dan alkes + informasi terkait agar masyarakat mendapatkan manfaat yang terbaik.

Reviu Obat dalam Fornas dan Kompendia Alkes PROGRAM PRIORITAS PELAYANAN KEFARMASIAN Sosialisasi dan Penyebaran Informasi dalam rangka Gema Cermat Peningkatan Penggunaan Antibiotik yang Bijak KEGIATAN PRIORITAS 2016 Sosialisasi, Pengembangan dan Integrasi e - FORNAS Peningkatan mutu Manajemen dan Pelayanan kefarmasian di Fasyankes Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Pengembangan Program dan Kebijakan Implementasi Analisis Farmakoekonomi Peningkatan jejaring kerjasama stakeholder dalam peningkatan Yanfar 7

KONTRIBUSI TENAGA KEFARMASIAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN PENGELOLAAN SARANA & PRASARANA SESUAI STANDAR PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN PERBEKKES SESUAI PERENCANAAN KEBUTUHAN ADMINISTRASI TERKAIT PENGELOLAAN & PELAYANAN FARMASI KLINIK RUTIN MELAKUKAN EVALUASI DAN DITINDAKLANJUTI MANAJERIAL PELAYANAN FARKLIN PELAYANAN & PENGKAJIAN RESEP DILAKUKAN SESUAI SOP, TERMASUK PASIEN RUJUK BALIK PEMBERIAN INFORMASI OBAT, KONSELING, VISITE DAN PEMANTAUAN TERAPI OBAT DILAKUKAN SESUAI STANDAR DAN DIDOKUMENTASIKAN HOME PHARMACY CARE DILAKUKAN UNTUK PASIEN AGAR MENINGKATKAN KEPATUHAN &MENCEGAH RESISTENSI OBAT INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN/ MASYARAKAT DILAKUKAN MELALUI - PENYULUHAN - PENYEBARAN INFORMASI SEPERTI LEAFLET, NEWSLETTER, SPANDUK, DAN POSTER PROMOTIF & PREVENTIF Tenaga Kefarmasian berkontribusi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional dengan harga yang terjangkau

PERAN STAKEHOLDER

DUKUNGAN DINAS KESEHATAN PROVINSI/KAB/KOTA Peningkatan kepatuhan pelaporan pelayanan kefarmasian di RS dan Puskesmas Peningkatan kepatuhan pelaporan POR secara berjenjang dari puskesmas, Kab/Kota dan Provinsi Implementasi FORNAS Pelaporan Kesesuai Obat dengan Fornas di RS dan Instalasi Farmasi Kab/Kota Implementasi Pemberdayaan masyarakat dalam mendukung penggunaan obat rasional

DUKUNGAN FASYANKES (RUMAH SAKIT, PUSKESMAS DAN APOTEK) Peningkatan kepatuhan pelaporan pelayanan kefarmasian di RS, Puskesmas dan Apotek Peningkatan kepatuhan pelaporan POR di fasyankes Implementasi FORNAS Pelaporan Kesesuai Obat dengan Fornas di RS dan Instalasi Farmasi Kab/Kota Upaya peningkatan penggunaan obat rasional dalam rangka patient safety

Ikatan Apoteker Indonesia diharapkan mampu membina anggotanya agar: DUKUNGAN ORGANISASI PROFESI Apoteker mampu melakukan pelayanan kefarmasian, termasuk upaya promotif preventif pelayanan kesehatan Apoteker mampu melakukan pengelolaan dan pelayanan obat dan alat kesehatan yang cost effective dan efisien serta melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar. Apoteker Praktik Bertanggungjawab (Optimalisasi Peran Apoteker) Penegakan Disiplin Apoteker meningkatkan peran sertanya dalam upaya perlindungan masyarakat dari peredaran sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan ilegal Masyarakat mengenal apoteker sebagai tenaga kesehatan yang ahli obat Masyarakat mendapat manfaat praktik kefarmasian Masyarakat mengakui profesionalitas apoteker Apoteker yang belajar terus menerus melalui Pendidikan berkelanjutan

IMPLEMENTASI PERMENKES NO 31/2016

Latar Belakang Permenkes No. 889 /2011 tentang Registrasi, Izin Praktek Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian yang disusun sebagai amanah PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan Permenkes No. 31/2016. Kebutuhan hukum dan perkembangan yang ada, khususnya dengan diterbitkannya undangundang nomor 36 tahun 2016 tentang tenaga kesehatan, yang mensyaratkan semua tenaga kesehatan yang melakukan praktik wajib memiliki surat izin praktik

UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan FILOSOFI, SOSIOLOGI, DAN YURIDIS Tenaga kesehatan memiliki peranan penting. Kesehatan sebagai hak asasi manusia. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, Ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih belum menampung kebutuhan hukum TUJUAN PENGATURAN memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan; mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan; mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan; dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan.

KELOMPOK DAN JENIS TENAGA KESEHATAN 1. Tenaga medis 2. Tenaga Psikologi Klinis 3. Tenaga Keperawatan 4. Tenaga Kebidanan 5. Tenaga Kefarmasian 6. Tenaga Kesehatan Masyarakat 7. Tenaga Kesehatan Lingkungan 8. Tenaga Gizi 9. Tenaga Keterapian Fisik 10. Tenaga Keteknisian Medis 11. Tenaga Teknik Biomedika 12. Tenaga Kesehatan Tradisional 13. Tenaga Kesehatan Lainnya

PROFESIONALISME NAKES MELALUI PROSES SERTIFIKASI, REGISTRASI & LISENSI INSTITUSI PENDIDIKAN MTKI = MTKP & OP SERTIFIKASI Lulus Pendidikan Uji Kompetensi Sertifikat Kompetensi KKI/MTKI/KFN KTKI REGISTRASI STR KAB/KOTA LISENSI SIP SIK

PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN TENAGA KEFARMASIAN UNDANG-UNDANG 36/2014 Harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya. Dalam keadaan tertentu dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya. Dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional. Nakes Yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan

PELIMPAHAN KEWENANGAN TENAGA KEFARMASIAN Pasal 65 ayat (2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker. Sejauh mana pelimpahan yang dapat diterima oleh TTK????

Pasal 46 UU Nomor 36/2014 Pasal 17 PMK Nomor 31/2016 Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan dalam bentuk Surat Izin Praktik (SIP), oleh pemerintah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat tenaga kesehatan menjalankan praktiknya Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja

Perubahan Pada PMK 31/2016 Nomenklatur yang berbunyi SURAT IZIN KERJA dalam PMK No. 889/2011, harus dibaca dan dimaknai sebagai SURAT IZIN PRAKTIK Surat Izin bagi Tenaga Kefarmasian SIPA bagiapoteker SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian

SIPA atau SIPTTK diberikan oleh Pemerintah Kab/Kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di Kab/Kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya. Pemerintah Kab/Kota dapat berbentuk: - Dinas Kesehatan, - Badan Perizinan Terpadu - Lembaga lain yang ditetapkan oleh Bupati/Wako

PMK 889/2011 PMK 31/2016 Pasal 17 Pasal 17 (1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. (1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. (2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. SIPA bagi Apoteker penanggungjawab di fasilitas pelayanan kefarmasian. b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian. c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran. d. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. (2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a.sipa bagi Apoteker; atau b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian

PMK 889/2011 PMK 31/2016 Pasal 18 Pasal 18 (1) SIPA bag Apoteker penanggungjawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. (2) Apoteker penanggungjawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. (3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. (4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian. (3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain. (4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.

PMK 889/2011 PMK 31/2016 Pasal 19 Pasal 19 SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.

Lingkup Pekerjaan Lingkup pekerjaan: fasilitas kefarmasian dan fasilitas pelayanan kefarmasian SIPA bagi apoteker di fasilitas kefarmasian diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. (1) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), SIPA bagi apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek, puskesmas, RS, klinik) dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) tempat) (2) Jika apoteker telah memiliki surat izin apotek, apoteker hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian lain.

FASILITAS KEFARMASIAN Sarana Produksi Sarana Distribusi FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN Rumah Sakit Puskesmas Apotek Klinik SIPA diberikan Paling banyak untuk 1 tempat SIPA diberikan Paling banyak untuk 3 tempat

PETUNJUK PELAKSANAAN PMK 31/2016 Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan saat ini sedang menyusun Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016. Juklak akan diterbitkan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal. Agar stakeholder terkait untuk tetap mempedomani Permenkes no. 889/2009, dengan memperhatikan perubahan yang diatur pada Permenkes no. 31/2016 dan petunjuk teknis pelaksanaannya. 28

HAL-HAL DIATUR DALAM JUKLAK PMK 31/2016 Setiap Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki SIPA sesuai tempatnya bekerja Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dapat diberikan SIPA paling banyak 3 (tiga) tempat Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, berupa: SIPA Kesatu; SIPA Kedua; dan/atau SIPA Ketiga Setiap SIPA mencantumkan waktu dan tempat praktik, yang tidak boleh sama diantara ke-3nya.

Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Produksi dan Distribusi hanya dapat diberikan 1 (satu) SIPA. Permohonan SIPA melampirkan: Fotocopy STRA (legalisir) Surat pernyataan tempat bekerja Surat Rekomendasi organisasi profesi Pas foto

Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian kesatu, kedua atau ketiga. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek (SIA) Dalam rangka memperoleh SIA, Apoteker dapat menggunakan SIPA Kesatu, Kedua atau Ketiga. SIPA yang digunakan untuk memperoleh SIA, bersifat melekat pada izin Apotek dan memiliki masa berlaku yang sama.

Setiap Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memasang papan praktik yang mencantumkan Nama Apoteker SIPA dan SIA Waktu praktik Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SE ini dilakukan oleh Dirjen, Ka BPOM, Ka Dinkes Prov/Kab/Kota dan Organisasi Profesi sesuai tugas dan fungsi masingmasing.

HAL-HAL YANG PERLU PEMBAHASAN LEBIH LANJUT Apoteker yang bertugas di IF Prov/Kab/Kota berhak memiliki 3 (tiga) SIPA RS wajib memasang papan yang memuat semua Apoteker yang bekerja di RS dan Apoteker yang sedang bertugas. Bagi Apoteker yang bekerja di RS (terutama yang memiliki sistem shift) dianggap bekerja selama 24 jam di hari praktiknya. Setiap permohonan memperoleh SIPA, disertai dengan surat pernyataan kesediaan terhadap pencabutan SIA (bahkan STRA) jika data/isian ternyata tidak benar.

Peran Apoteker dalam Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Apoteker harus melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan pendidikan / kompetensi dan standar pelayanan Apoteker merupakan ujung tombak dalam pelayanan kefarmasian di Apotek utamanya pelaksanaan pengkajian resep, pemberian informasi obat dan konseling. Kehadiran Apoteker di Apotek merupakan suatu bentuk tanggung jawab profesi dan IAI berperan besar dalam mendorong anggotanya untuk meningkatkan kehadiran Apoteker di Apotek. Apoteker bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan kefarmasian. TTK melakukan pekerjaan kefarmasian di bawah bimbingan dan pengawasan Apoteker

Tanggung Jawab Serta Peran IAI Terhadap Anggotanya IAI melakukan bimbingan melalui penyelenggaran aktifitas terkait CPD bagi anggotanya IAI memberikan perlindungan bagi anggotanya dalam menghadapi masalah atau tuntutan terkait pelaksanaan profesi Sebelum memberikan rekomendasi bagi anggotanya, selayaknya IAI melakukan bimbingan kepada anggotanya agar mampu mematuhi ketentuan etika profesi

Peran IAI terhadap Pelaksanaan Continuing Professional Development (CPD) Tujuan CPD adalah memastikan apoteker mampu melakukan praktik profesinya dengan aman dan efektif. Sasaran CPD adalah agar dapat mempertahankan pengetahuan dan skill yang dimiliknya up to date untuk meningkatkan kualitas praktik kefarmasian yang dilakukannya. Iai diharapkan mampu berperan menciptakan kesempatan bagi anggotanya untuk meningkatkan pengetahuan dan skillnya dengan menyelenggarakan berbagai bentuk aktifitas Diharapkan aktifitas terkait CPD tersebut benar benar sesuai dengan kebutuhan anggotanya dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

Penutup Diperlukan kerja sama yang sinergis antara Pemerintah, KFN, IAI serta apoteker dalam pelaksanaan pekerjaan profesi Apoteker IAI perlu meningkatkan kinerjanya terutama dalam pelaksanaan bimbingan serta perlindungan kepada anggotanya sehingga anggotanya dapat merasakan manfaat dari keberadaan IAI Perlu peningkatan kesepahaman serta saling mendukung antara pemerintah dan IAI dalam rangka penyusunan regulasi terkait penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian IAI perlu mendukung anggotanya untuk meningkatkan kehadirannya di Apotek pada saat jam pelayanan.

Terima Kasih