LATAR BELAKANG PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

2014 PENDEKATAN SCIENTIFIC DISERTAI MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KONEKSI MATEMATIS SERTA SELF EFFICACY SISWA SMP

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mulyati, 2013

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

(universal) sehingga dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Amam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar B el akang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh semua

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilman Nuha Ramadhan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. ini sedang digalakan oleh pemerintah. Langkah yang paling penting untuk

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika pada mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warga negaranya tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki kelainan. Hak pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5: ayat (1) : setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan di ayat (2) : warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidkan khusus. Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan suatu pendidikan formal yang disediakan pemerintah bagi mereka yang memiliki kelainan. Tugas pokok dari SLB adalah membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan tingkat dan jenis keluarbiasaanya. Bagi anak yang memiliki kelainan pada penglihatanya yang dikenal dengan tunanetra mendapat layanan pendidikan formal di sekolah luar biasa bagian A atau dikenal dengan SLB A. Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa kemampuan kognitif anak tunanetra sama dengan anak normal, maka kurikulum yang digunakan untuk SLB A tidak berbeda jauh dengan kurikulum sekolah bagi siswa normal pada umumnya. Dari segi matapelajaran yang harus ditempuh, sampai konten materi dalam setiap matapelajarannya. Hanya saja dalam materi-materi tertentu standar pencapaiannya tidak setinggi pada siswa normal. Misalnya saja dalam standar kompetensi Aljabar, dalam kompetensi dasarnya siswa tidak dituntut untuk mengetahui notasi-notasi pada himpunan. Mereka hanya dituntut untuk menganali himpunan dan jenis-jenisnya, menyelesaikan operasi dalam himpunan, dan mengunakan diagram venn. Dalam materi geometri juga demikian, mereka tidak dituntut untuk melikis sudut dan membagi sudut. Namun dalam 1

2 tujuan matapelajaran matematika, mereka tetap dituntut seperti siswa normal pada umumnya. Matapelajaran matematika pada tingkat SMP/MTs menurut Standar Isi (2006) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan lima kemampuan tersebut, kemampuan pemahaman matematis merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Hal ini dikarenakan pemahaman matematis merupakan landasan penting untuk berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun persoalan-persoalan di kehidupan sehari-hari. Sumarmo (2003) menyatakan bahwa kemampuan pemahaman matematis penting dimiliki siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu yang lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini. Turmudi (2007:134) menegaskan bahwa secara umum pembaruan pembelajaran matematika berurusan dengan bagaimana memahami metematika.. Oleh karena itu, meningkatkan atau memperbaiki kemampuan pemahamn matematis siswa berarti memperbaiki kemampuan matematika mereka. Disamping itu, kemampuan pemahaman matematis juga sangat mendukung terhadap kemampuan-kemampuan yang lainya, misalnya komunikasi matematis, penalaran

3 matematis, koneksi matematis, representasi matematis, dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Namun, kenyataanya kemampuan pemahaman matematis masih menjadi masalah bagi siswa. Qohar (2010:733) menyampaikan bahwa,. Mathematical understanding ability of Indonesia student especially secondary school student still be low. Dari hasil penelitian The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003 menyatakan hal yang sama bahwa, siswa Indonesia kelas VIII dalam penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep matematis berada pada urutan ke-35 dari 46 negara. Sementara itu, pada tahun 2007 hasil TIMSS menunjukkan bahwa siswa Indonesia kelas VIII dalam penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep matematis berada pada urutan ke- 36 dengan nilai rata-rata 379. Dari hasil tersebut hanya 4% siswa yang mencapai kemampuan pemahaman tinggkat tinggi, 19% sedang, dan 48% pada kategori rendah (Puspitasari, 2010: 5). Data yang cukup mengejutkan dari hasil TIMSS yang terbaru, yaitu tahun 2011 bahwa Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 42 negara, dengan nilai rata-rata 386 pada siswa kelas VIII (Kompas, 14 Desember 2012). Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa Indonesia, menurut Wardhani (2004) adalah akibat dari kemampuan pemahaman guru yang masih rendah. Hal ini berdasarkan kajian PPPG tahun 2002 terhadap kesulitan yang dihadapi guru matematika di lima provinsi, yang menunjukkan bahwa hampir semua guru matematika di provinsi tersebut mempunyai kendala berupa kemampuan pemahaman metematik siswa yang rendah. Herman (2010) menambahkan bahwa rendahnya kemampuaan pemahaman metematis siswa adalah akibat dari kegiatan pembelajaran matematika yang berkosentrasi mengejar skor ujian akhir nasional setinggi mungkin dengan memfokuskan kegitan pembelajaran untuk melatih siswa agar terampil menjawab soal matematika, sehingga penguasaan dan pemahaman matematik siswa terabaikan. Herman (2010) dalam artikelnya yang lain mengatakan bahwa kegiatan belajar yang terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, serta konsep matematika disampaikan secara informatif

4 menyebabkan rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal ini berdasarkan hasil survey IMSTEP-JICA tahun 2000. Dari 3 alasan tersebut, menjadi landasan bahwa harus diadanya perbaikan dalam proses belajar-mengajar matematika siswa untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematisnya. Menurut Skemp (1976) terdapat dua jenis pemahaman yaitu, pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Skemp juga mengemukakan bahwa, para guru lebih suka mengajarkan matematika hanya sampai pada tahap pemahaman instrumental. Hal ini dikarenakan pemahaman instrumental jauh lebih mudah dari pada pemahaman relasional. Selain itu, guru merasa diuntungkan karena: 1) pemahaman matematis pada level instrumental lebih mudah untuk diajarkan; 2) reward bisa didapat lebih cepat dan lebih nyata. Maksudnya adalah jika pembelajaran yang diberikan hanya menekankan pada pemahaman secara instrumental, maka hasil dari belajar siswa dapat terlihat dengan cepat. Hasil belajar tersebut berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal prosedural; dan 3) sedikit pengetahuan yang digunakan. Hal ini cukup jelas bahwa mengajarkan matematika yang menekankan pada pemahaman instrumental, lebih sedikit pengetahuan yang diberikan, sehingga guru tidak perlu pengetahuan yang cukup mendalam terhadap suatu materi. Pendapat Skemp juga didukung oleh beberapa penelitian yang mengatakan bahwa rerata skor tes kemampuan pemamahan relasional lebih rendah dibandingkan rerata skor tes pemahaman instrumental (Yuliana, 2003). Oleh karena itu, butuh suatu perhatian untuk meningkatkan pemahaman relasional. Pemahaman relasional menurut Skemp (1976) adalah bagimana siswa dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Oleh karena itu, pemahaman ini menurut penulis erat kaittanya dengan kemampuan koneksi matematis. Hal ini dikarenakan dalam pemahaman relasional, siswa dituntut untuk bisa memahami lebih dari satu konsep dan merelasikannya, sedangkan kemampuan koneksi matematis diperlukan untuk menghubungkan berbagai macam gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang diterima oleh siswa. Oleh sebab itu, pemahaman dan koneksi matematis sangat berkaitan. Hal ini di dukung oleh pendapat Sumarmo (2007) bahwa untuk

5 mencapai pemahaman yang bermakna siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematis yang memadai. Keterkaitan antara kemampuan pemahaman dan koneksi matematis juga disampaikan dalam NCTM (2000:274) bahwa, Thinking mathematically involves looking for connections, and making connections builds mathematical understanding. Without connections, students must learn and remember too many isolated concepts and skills. With connections, they can build new understandings on previous knowledge Hal senada juga disampaikan oleh Hirdjan (Puspitasari, N. 2010: 5). Matematika tidak diajarkan secara terpisah antar topik. Masing-masing topik dapat dilibatkan atau terlibat dengan topik lainnya. Oleh karena itu, pemahaman siswa pada suatu topik akan membantu untuk memahami topik yang lain, tetapi hal ini dapat terjadi jika siswa mampu mengkoneksikan topik-topik tersebut. Dengan koneksi siswa juga mampu membangun pemahaman baru berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya. Kondisi kemampuan pemahaman dan koneksi matematis diatas juga dialami oleh siswa tunanetra. Bahkan beberapa guru mengatakan bahwa kemampuan siswa tunanetra hanya sampai pada kemampuan pemahaman. Hal tersebut diungkapkan oleh Mulyono (Hidayat & Abrodi: 2011) bahwa, pada saat ini para siswa tunanetra hanya diajarkan bagaimana memahami konsep dalam matematika. Hal ini dikarenakan, penyandang tunanetra dengan keterbatasan yang ada hanya membutuhan matematika sebagai pelajaran yang harus mereka tempuh saja, bukan sebagai matapelajaran yang dapat menunjang profesi mereka. Kondisi tersebut juga didukung oleh pendapat Tillman (dalam Tarsidi) bahwa anak-anak tunanetra mengalami kesulitan pada item-item seperti pada tes pemahaman atau penilaian tentang persamaan antar obyek, yang menuntut mereka untuk menghubungkan berbagai macam item informasi. Seolah-olah pengalaman pendidikan mereka disimpan dalam ruangan yang terpisah-pisah. Pendapat Tillman ini mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman dan koneksi siswa tunanetra masih sangat kurang. Oleh karena itu, butuh suatu perhatian agar kemampuan pemahaman dan koneksi matemtis siswa tunanetra dapat ditingkatkan.

6 Beberapa materi matematika yang dirasa sulit bagi anak tunanetra adalah vektor, matriks, geometri, statistika, dan aljabar (Hidayat & Abrodi: 2011). Kesulitan dari materi tersebut dikarenakan dibutuhkannya kemampuan visualisasi bagi anak tunanetra dalam mempelajarinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu media agar siswa mampu memvisualisasikan apa yang mereka pelajari dengan baik, sehingga pengetahuan mereka bukan hanya sekedar pengetahuan yang bersifat verbalistik, yakni pengetahuan yang sebatas kata-kata atau suara tanpa memahami makna atau hakikat benda atau objek yang dikenal atau yang dipelajari. Keterbatasan yang dimiliki oleh siswa tunanetra, menuntut mereka untuk mengembangakan indra lain selain penglihatan dalam menunjang kegiatan belajar mereka. Indra yang cukup berperan memvasilitasi siswa dalam belajar adalah indra pendengaran dan perabaan. Indra pendengaran menjadi indra utama yang digunakan siswa tunanetra dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar, namun indra tersebut yang pengambarannya melalui bunyi dalam hal ini suara belum dapat merepresentasikan apa yang sedang mereka pelajari dengan baik. Bahkan seringkali suara yang berhasil ditangkap terdistorsi dengan suara lain, atau berbeda dengan mental map yang tumbuh dalam diri siswa tunanetra. Oleh karena itu, diperlukan media pendukung lain selain suara. Indra lain yang cukup efektif mengantikan indra penglihatan adalah indra perabaan. Hallahan dan Kauffman (1991, dalam Tarsidi) berpendapat bahwa untuk memperkaya kognisi anak tunanetra, mareka harus sering didorong untuk mengunakan indra perabaannya. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba memberikan vasilitas alat peraga manipulatif bagi siswa tunanetra, sehingga diharapkan dengan pembelajaran yang berbantuan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi siswa tunanetra. Hal ini senada dengan pendapat Thompson (1994) bahwa alat peraga sangat baik digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti ini mencoba untuk melihat pengaruh pembelajaran dengan berbantuan alat pegara manipulatif terhadap kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa Sekolah Menengah

7 Pertama Luar Biasa A (siswa tunanetra) dan untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis sisiwa tunanetra dengan sisiwa normal, jika siswa tunanetra diberi fasilitas alat peraga manipulatif dalam pembelajarannya, sedangkan siswa normal belajar secara konvensional. Dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi siswa tunanetra dalam meningkatkan kemampuan matematis mereka, karena there have been recent calls for higher academic expectations for students with severe visual impairments (Ferrell, 2005). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pengunaan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra? 2. Apakah pengunaan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional? 4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional? 5. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman dengan koneksi matematis siswa tunanetra? 6. Bagaimana respon siswa tunanetra terhadap pelajaran matematika, kegiatan pembelajaran berbantuan alat peraga manipulatif, serta soal-soal pemahaman dan koneksi matematis? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

8 1. Menelaah peningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra setelah dilakukan pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif. 2. Menelaah peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra setelah dilakukan pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif. 3. Menelaah kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional. 4. Menelaah kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional. 5. Menelaah asosiasi antara kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra. 6. Menelaah respon siswa tunanetra terhadap pelajaran matematika, kegiatan pembelajaran berbantuan alat peraga, serta soal-soal pemahaman dan koneksi matematis. D. MANFAAT PENELITIAN Selain menjawab permasalahan penelitian yang dikaji, penelitian ini juga akan memberikan banyak manfaat, khususnya kepada siswa, guru, praktisi pendidikan lainnya serta dunia pendidikan pada umumnya. Berikut manfaat yang akan diberikan dari penelitian ini: 1. Memberi gambaran mengenai kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra, 2. Memberikan salah satu alternatif dalam pembelajaran matemataika bagi siswa tunanetra, 3. Memberikan gambaran pengaruh alat peraga menipulatif bagi siswa tunanetra dalam belajar matematika, terutama dalam kemampuan pemahaman dan koneksi matematis, 4. Memberikan gambaran besarnya pengaruh mata sebagai indra penglihatan dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar, dan

9 5. Menjadi bahan dan kajian untuk penelitian lebih lenjut berkenaan penerapan pembelajaran alat peraga manupulatif bagi siswa tunanetra.