PERBEDAAN HASIL PENGUKURAN SCHIRMER TEST PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NON PROLIFERATIF DAN PROLIFERATIF

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN HASIL PENGUKURAN SCHIRMER TEST PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NON PROLIFERATIF DAN PROLIFERATIF

PERBEDAAN TEAR FILM BREAK UP TIME PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIBANDINGKAN RETINOPATI DIABETIKA PROLIFERATIF

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

PERUBAHAN TEAR FILM SETELAH PEMBERIAN SERUM AUTOLOGUS TETES MATA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TESIS

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

DAFTAR PUSTAKA. 1. Kementrian kesehatan RI. InfoDATIN: Situasi dan Analisa Diabetes. Jakarta Selatan; 2014.

PERBEDAAN TEAR FILM BREAK UP TIME PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIBANDINGKAN RETINOPATI DIABETIKA PROLIFERATIF

HUBUNGAN ANTARA HBA1C DENGAN KADAR HDL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KECENDERUNGAN PENDERITA RETINOPATI DIABETIK

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakaan lebih dari 360 juta orang dan diperkirakan akan naik lebih dari dua kali

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIKA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR

PERBEDAAN QUALITY OF LIFE PADA PENDERITA PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY DENGAN DAN TANPA LASER PANRETINAL PHOTOCOAGULATION

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MEMERIKSAKAN DIRI KE PELAYANAN KESEHATAN : PENELITIAN PADA PASIEN GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT DR.

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

HUBUNGAN RIWAYAT GARIS KETURUNAN DENGAN WAKTU TERDIAGNOSIS DIABETES MELITUS DI RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS. Dr. M. Djamil Padang Januari Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan

HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MELAKUKAN KONTROL LUKA ULKUS DIABETIK DI PUSKESMAS KUTA I KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

KORELASI LAMA DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK : STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Abstrak Kata kunci: Retinopati Diabetik, Laser Fotokoagulasi, Injeksi Intravitreal Anti VEGF.

ABSTRAK. EFEK JUS GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DALAM MENGHAMBAT PENYERAPAN GLUKOSA DI SALURAN CERNA PADA MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

PERBEDAAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN RETINOPATI DIABETIKA DAN TANPA RETINOPATI DIABETIKA. Artikel Karya Tulis Ilmiah

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB V PEMBAHASAN. mencapai lebih dari 50% (Tesfaye dan Selvarajah, 2012). Pada penelitian ini,

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT (BKMM) PROPINSI SULAWESI UTARA PERIODE JANUARI JULI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

Hasil HbA1C dan Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo,

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

SELISIH LAMA RAWAT INAP PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELLITUS TIPE 2 ANTARA RILL DAN PAKET INA-CBG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

AZIMA AMINA BINTI AYOB

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah diabetes melitus (DM). Menurut Kementrian Kesehatan

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

Transkripsi:

PERBEDAAN HASIL PENGUKURAN SCHIRMER TEST PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NON PROLIFERATIF DAN PROLIFERATIF Dodi Setiawan 1, Arief Wildan 2, Andrew Johan 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran,Universitas Diponegoro 2 Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 3 Staf Pengajar Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang -Semarang 50275, Telp. 02476928010 ABSTRAK Latar Belakang : Keadaan Hiperglikemia yang terus menerus pada seseorang yang menderita Diabetes Melitus akan berakibat pada timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler salah satunya adalah retinopati diabetika. Pasien dengan diabetes melitus khususnya pada pasien dengan komplikasi retinopati diabetika, cenderung mengalami dry eye, dan cenderung memberat pada derajat retinopati diabetika yang semakin berat. Dry eye menggambarkan suatu keadaan defisiensi air mata baik secara kualitas maupun kuantitas. Melihat pentingnya peran air mata dalam menjaga dan melindung permukaan bola mata, dry eye tentunya berkaitan erat dengan dampak buruk yang terjadi pada beberapa aktifitas umum dan penting dari kehidupan sehari-hari, yang mana kondisi ini penting untuk dilibatkan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatian secara khusus. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan hasil pengukuran Schirmer test pada pasien NPDR dan PDR. Metode : 78 pasien DM dengan retinopati diabetika yang terdiri dari 39 pasien NPDR dan 39 pasien PDR yang dikumpulkan secara consecutive sampling di irja mata RSUP Dr.Kariadi Semarang dari bulan Maret sampai dengan Mei 2016, dilakukan perlakuan pengukuran produksi air mata menggunakan Schirmer test. Setelah data terkumpul, data dianalisa dengan uji beda Mann Whitney. Hasil : Berdasarkan dari 78 subjek penelitian yang telah dilakukan pengukuran Schirmer test, terdapat 42 pasien (17 NPDR dan 25 PDR) yang terdiagnosis dry eye, sedangkan 36 pasien (22 NPDR dan 14 PDR) produksi air mata normal. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,029. Simpulan : Terdapat perbedaan hasil pengukuran Schirmer test pada pasien retinopati diabetika non prolieratif dan proliferatif. Kata kunci : NPDR, PDR, Dry eye, Schirmer test. ABSTRACT THE DIFFERENCE OF SCHIRMER TEST FROM NON PROLIFERATIVE RETINOPATHY DIABETICA AND PROLIFERATIVE RETINOPATHY DIABETICA Background : Chronic hyperglycemia increases the risk of microvascular complications in diabetes mellitus patien., One of them is diabetic retinopathy. Diabetes mellitus patients, especially patients with diabetic retinopathy complication tend to suffer from dry eye, and tend to become heavy on the degree of diabetic retinopathy is more severe. Dry eye describes a tear deficiency states both in quality and quantity. Seeing the importance of the role of tears to maintain and protect the surface of the eyeball, dry eye is certainly closely related to the 694

adverse effects that occurred in several public activities and the importance of daily life, which conditions are important to engage as a public health problem that needs to be concerned. Objective : This study aims to prove the existence of differences in measurement results Schirmer test in patients with NPDR and PDR. Methods : 78 DM patients with diabetic retinopathy complication in eye center of Dr.kariadi semarang hospital which consisted of 39 NPDR patients and 39 PDR patients were consecutively selected from March to May 2016. All the subjects was assessed with the Schirmer test to measure the tear production. The collected data were analyzed by Mann Whitney test. Results : Of 78 subjects, 42 patients (17 NPDR and PDR 25) diagnosed with dry eye, while 36 patients (22 NPDR and 14 PDR) were normal tear production. There were significant difference between the results of measurements of Schirmer test in NPDR patients and PDR patients (p=0,029). Conclusions : There were significant difference between the results of measurements of Schirmer test in NPDR patients and PDR patients. Keywords : NPDR, PDR, Dry eye, Schirmer test PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun yang disebabkan karena pankreas tidak memproduksi cukup insulin, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif, Sehingga pengaturan kadar gula darah dalam tubuh tidak seimbang dan mengakibatkan keadaan hiperglikemi. 1 Keadaan hiperglikemi yang terus menerus akan berakibat pada timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler diantaranya adalah Neuropati perifer, nefropati, dan retinopati. Beberapa komplikasi okuler diabetes melitus antara lain, katarak, glaukoma, retinopati, pungtum keratitis, dan lesi kornea rekuren. Diabetes termasuk penyebab kebutaan tersering di negara industri pada orang-orang dengan umur antara 25-74 tahun dan merupakan penyebab keempat kebutaan di negara berkembang. 2 Retinopati diabetika merupakan salah satu penyebab kebutaan pada penderita diabetes melitus akibat komplikasi mikrovaskular jangka panjang. 3 Dalam sebuah penelitian didapatkan dari 199 pasien diabetes melitus tipe 2, terdapat 140 pasien (70.35%) yang terdiagnosis retinopati diabetika. 4 Penelitian tersebut memperlihatkan tingginya angka kejadian retinopati diabetika pada penderita diabetes melitus tipe 2. Pasien dengan diabetes melitus khususnya pada pasien dengan komplikasi retinopati diabetika, cenderung mengalami dry eye, dan cenderung memberat pada derajat retinopati diabetika yang semakin memberat. 2 Sebagaimana disebutkan dalam sebuah penelitian pada 199 pasien diabetes melitus tipe 2, terdapat 108 pasien (54.3%) yang mengalami sindroma dry 695

eye. Dan terdapat hubungan yang signifikan antara sindroma dry eye dengan lamanya diabetes yang dialami seseorang (P=0.01), dan kejadian sindroma dry eye yang semakin meningkat pada pasien diabetes dengan diabetik retinopati (p=0.02). 4 Dry eye menggambarkan suatu keadaan defisiensi air mata baik secara kualitas maupun kuantitas, terjadi akibat berkurangnya produksi komponen akuos yang disebabkan oleh karena penguapan air mata yang berlebihan. 5 Melihat pentingnya peran air mata dalam menjaga dan melindung permukaan bola mata, 5 dry eye tentunya dapat berakibat pada penurunan kualitas hidup seseorang, yang mana kondisi ini penting untuk dilibatkan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatian secara khusus. 6 Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui adanya perbedaan kuantitas produksi air mata pada pasien retinopati diabetika non proliferatif dan proliferatif dengan melakukan pengukuran menggunakan Schirmer test. METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian belah lintang yang menggunakan pasien retinopati diabetika sebagai subjek penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2016 di Instalasi rawat jalan Mata RSUP Dr.Kariadi Semarang. Subjek penelitian ini adalah penderita Diabetes melitus yang berobat di Instalasi rawat jalan Mata RSUP Dr.Kariadi Semarang dengan memenuhi kriteria yaitu, pasien dengan retinopati diabetika non proliferatif dan proliferatif yang berusia kurang dari 65 tahun. Subjek penelitian yang memiliki riwayat kelainan mata luar, memilliki riwayat operasi mata, mengkonsumsi obat yang mempengaruhi penurunan produksi air mata, serta menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian, tidak diikutsertakan dalam penelitian. Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara consecutive sampling dengan jumlah total 78 subjek penelitian yang terdiri dari 39 pasien NPDR dan 39 pasien PDR. Variabel bebas penelitian adalah derajat retinopati diabetika yang dikategorikan menjadi NPDR dan PDR. Variabel terikat penelitian adalah hasil pengukuran Schirmer test. Uji hipotesis untuk perbedaan hasil pengukuran Schirmer antara pasien NPDR dan PDR menggunakan uji Mann-Whitney karena distribusi data penelitian yang didapat tidak normal. Nilai p dianggap bermakna apabila <0,05. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer. 696

HASIL Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik NPDR PDR Frekuensi % Frekuensi % Jenis Laki-laki 14 35,9 10 25,64 Kelamin Perempuan 25 64,1 29 74,36 Usia <35 0 0 2 5,13 36-45 2 5,13 6 15,39 46-55 25 64,1 16 41,03 56-65 12 30,77 15 38,46 Lama 1-5 tahun 20 51,28 13 33,33 menderita 6-10 tahun 9 23,08 8 20,51 DM 11-15 tahun 4 10,25 5 12,82 >15 tahun 6 15,39 13 33,33 Data Deskriptif Jenis Kelamin, usia dan Lama DM Tabel 2. Data deskriptif jenis kelamin, usia dan lama DM Mean (SD) Median (min-maks) Usia NPDR 52,44 (5,28) tahun 52 (42-64) tahun Usia PDR 51,49 (7,83) tahun 53 (31-62) tahun Lama DM NPDR 8,97 (7,76) tahun 5 (1-27) tahun Lama DM PDR 12,82 (9,33) tahun 10 (1-32) tahun Distribusi Schirmer test pada pasien NPDR dan PDR Data distribusi pengukuran Schirmer pada pasien NPDR dan PDR dapat dilihat pada grafik distribusi Schirmer test. 697

Gambar 1. Grafik Schirmer test Perbandingan Schirmer test Pasien NPDR dan PDR Tabel 3. Perbandingan Schirmer test pada pasien NPDR dan PDR N Median Rerata ±SD P (minimum-maksimum) NPDR 39 10,00 (1,00-24,00) 11,08 ±6,49 0,029 PDR 39 5,00 (1,00-24,00) 8,23 ±7,01 *Uji Mann-Whitney Tabel 3. Menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada pengukuran Schirmer test subjek NPDR dan PDR. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian dengan Frekuensi Skala Pengukuran Schirmer test Tabel 4. Frekuensi skala pengukuran Schirmer test pada karakteristik subjek penelitian Skala Schirmer test Karakteristik <10 mm 10 mm Jenis kelamin Laki-laki 15 9 perempuan 33 21 Usia <35 tahun 2 0 36-45 tahun 6 2 46-55 tahun 21 20 55-65 tahun 19 8

Lama DM 1-5 tahun 19 14 6-10 tahun 11 6 11-15 tahun 7 2 >15 tahun 11 8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Schirmer test Tabel 5. Hubungan antara jenis kelamin dengan Schirmer test Schirmer test Jenis kelamin r = -0,005 p = 0,966 n = 78 *Uji Spearman Tabel 5. Menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan Schirmer test. Hubungan antara Usia dengan Schirmer test Tabel 6. Hubungan antara usia dengan Schirmer test Schirmer test Usia r = -0,099 p = 0,391 n = 78 *Uji Spearman Tabel 6. Menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan Schirmer test. Hubungan antara Lama Menderita DM dengan Schirmer test Tabel 7. Hubugan antara lama DM dengan schirmer test Schirmer test Lama DM r = -0,199 p = 0,081 n = 78 *Uji Spearman 699

Tabel 7. Menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama seseorang menderita DM dengan Schirmer test. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan terdapat 42 subjek retinopati diabetika mengalami mata kering (<10 mm), yang terdiri dari 17 kelompok pasien NPDR dan 25 kelompok PDR. Sedangkan 36 subjek lainnya produksi air mata dalam keadaan normal ( 10 mm) yang terdiri dari 22 NPDR dan 14 PDR. Hal ini menunjukkan bahwa penderita dry eye terbanyak adalah subjek dengan PDR, dan didapatkan dengan rata-rata nilai Schirmer 11,08 mm pada kelompok NPDR sedangkan 8,23 mm pada kelompok PDR. Dari hasil uji Mann-Whitney penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna antara hasil pengukuran Schirmer test NPDR dan PDR (p=0,029). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Najavi dkk (2013) yang juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dry eye dengan retinopati diabetika. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dry eye syndrome lebih sering terjadi pada pasien dengan PDR (p=0,006). 2 Penelitian tersebut membenarkan hasil penelitian ini dimana hasil pengukuran Schirmer test pada PDR (5 mm) lebih rendah dibandingkan dengan NPDR (10 mm). Penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Swanny dkk (2013) menyebutkan adanya hubungan yang bermakna (p=0,001) antara prevalensi kejadian dry eye dengan derajat retinopati diabetika. 7 Penelitian sebelumnya oleh Najavi dkk (2013) didapatkan bahwa tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara lama menderita DM dengan hasil pengukuran Schirmer test, akan tetapi didapatkan hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c pasien dengan dry eye, dimana kadar HbA1c menunjukkan jumlah hemoglobin yang terglikasi akibat paparan glukosa serum dalam jangka lama akibat kondisi hiperglikemia yang tidak terkendali. 2 Sedangkan pada sebuah penelitian lain didapatkan adanya peningkatan prevalensi yang tinggi pasien PDR dengan tingginya kadar HbA1c, dengan didapatkannya 81% pada subjek penelitian yang mengalami PDR atau derajat retinopati yang semakin berat, didapatkan nilai HbA1c yang tinggi ( 7,7). 3 Menurut dua penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan hasil pengukuran pada penelitian ini, dapat dikaitkan dengan terkontrol atau tidaknya hiperglikemia yang dialami pasien. Keadaan hiperglikemia kronis dan kontrol 700

gula yang buruk menyebabkan aktivasi jalur polyol meningkat sehingga terjadi akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf akan menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga terjadi edema sel saraf. Faktor stress oksidatif yang diduga menyebabkan neuropati adalah akumulasi AGEs pada membran basal kornea sehingga mengganggu fungsi barier epitel kornea. Kadar neurohormonal growth factor (NGF) pada pasien DM cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Komplikasi neuropati perifer yang terjadi pada permukaan bola mata dapat mengenai saraf sensori aferen pada permukaan bola mata dan saraf eferen pada kelenjar lakrimal. Persarafan sensori aferen saraf trigeminus yang mempersarafi kornea berperanan dalam menjaga regulasi epitel, proliferasi dan penyembuhan luka. Sehingga dengan adanya gangguan persarafan pada kornea berakibat pada penurunan sensitivitas kornea, yang mana keadaan ini akan mempengaruhi tingkat progresifitas komplikasi neuropati yang berdampak pada penurunan sensitivitas kornea dan sekresi kelenjar lakrimal pada pasien retinopati diabetika. 8 Pada penelitian ini setelah dilakukan uji korelasi menggunakan uji Spearman, tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, usia, lama menderita DM, dengan hasil pengukuran Schirmer. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan hasil pengukuran Schirmer pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Terdapat perbedaan bermakna pengukuran Schirmer test pada pasien retinopati diabetika non proliferatif dan proliferatif. Setiap peneliti yang ingin melakukan pengukuran produksi air mata, hendaknya memperhatikan juga faktor lain yang dapat mempengaruhi produksi air mata pasien seperti terkontrol atau tidaknya DM yang dialami pasien. Penting adanya perhatian khusus mengenai pencegahan maupun penanganan dry eye bagi penderita retinopati diabetika. Hendaknya para penderita retinopati diabetika dan penderita diabetes melitus yang belum mengalami retinopati diabetik perlu diberikan pemahaman mengenai kemungkinan adanya komplikasi retinopati diabetika, karena kebanyakan pasien yang datang memeriksakan matanya sudah menderita derajat retinopati diabetika yang berat, dan sudah mengalami pengurangan penglihatan. 701

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada dr. Arief Wildan, Sp.M(K) dan Dr.dr. Andrew Johan, M.Si selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah, Dr.dr. Fifin Luthfia Rahmi, MS, Sp.M(K) selaku ketua penguji, dr. Ratih Vierda Octaviani, M.Si.Med, Sp.S selaku penguji, Seluruh dokter residen spesialis mata dan staf Instalasi rawat jalan Mata RSUP Dr.Kariadi Semarang, Seluruh staf di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, seluruh pasien yang bersedia menjadi responden, serta keluarga dan teman-teman yang senantiasa memberikan do a dan dukungan sehingga penulisan hasil karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementrian kesehatan RI. InfoDATIN: Situasi dan Analisa Diabetes. Jakarta Selatan; 2014. 2. Naja L, Malek M, Ebrahim A, Aghili R, Khamseh ME, Eshghi A, et al. Journal of Diabetes and Its Complications Dry eye and Its Correlation to Diabetes Microvascular Complications in Type 2 Diabetic Patients. 2013;27: p. 459 62. 3. Magister P, Studi P, Biomedik I, Pascasarjana P, Udayana U. Hemoglobin Glikosilat yang Tinggi Meningkatkan Prevalensi Retinopati Diabetik Proliferatif.2015;p.7. 4. Manaviat MR, Rashidi M, Afkhami-Ardekani M, Shoja MR. Prevalence of Dry Eye Syndrome and Diabetic Retinopathy in Type 2 Diabetic Patients. BMC Ophthalmol. 2008;p.8-10. 5. Sadri I. UJI SCHIRMER I SEBELUM DAN SESUDAH 2 JAM MENGGUNAKAN KOMPUTER. Sumatera Utara: USU digital library; 2003. p. 2. 6. Miljanović B, Dana R, Sullivan DA, Schaumberg DA. Impact of Dry Eye Syndrome on Vision-Related Quality of Life. Am J Ophthalmol. 2007;p.143(3). 7. Swamy N. ORIGINAL ARTICLE DRY EYE IN TYPE 2 DIABETICS. 2013;2(18):3122 6. 8. Pascasarjana P, Udayana U. HbA1c YANG TINGGI SEBAGAI FAKTOR RISIKO RENDAHNYA SEKRESI AIR MATA PASIEN DIABETES MELITUS PASCA FAKOEMULSIFIKASI. 2014;p.37-38. 702