ANCAMAN DEMOKRASI SULAWESI TENGGARA Prof. Dr. Laode Masihu Kamaluddin.,MSc.,M.Eng M engikuti perkembangan Politik di Sultra yang berkaitan dengan Pilgub 2018 maka ada catatan penting yang menarik bagi kita yang telah memilih Demokrasi sebagai pilihan proses menuju kemenangan Pilgub 2018. Catatan yang dimaksud adalah berkaitan dengan adanya strategi penanda tanganan Pakta Integritas dukungan pada salah satu pasangan calon Gubernur Sultra (Cagub) 2018. Sepintas lalu kelihatannya adalah kebulatan tekad dari mereka yang telah mendapat mandat dari pengurus pusat dari partainya masing-masing untuk mendukung pasangan yang dimaksud. Apakah demikian kenyataannya?? Jawabannya mungkin ia mungkin juga sebagian tidak demikian. Contohnya hal yang dilakukan oleh ketua DPD Gerindra Sultra yang telah ikut melakukan penanda tanganan tersebut sejauh yang saya ketahui, tidak sejalan dengan kebijakan Partai Gerindra dipusat. Ketua Umum Gerindra belum memutuskan untuk mencalonkan pasangan tersebut untuk Cagub Sultra 2018-2023. Informasi tersebut kami ketahui dengan pasti melalui diskusi-diskusi yang dilakukan oleh tim pemenangan Pemilu Gerindra di DPP Gerindra di Jakarta. Sampai acara ini kita lakukan, Gerindra belum memutuskan untuk mendukung Cagub Sultra dari partai lain. Gerindra ingin mengajukan Cagub Sultra pada pemilu 2018 dari pilihannya sendiri. Secara lisan pilihan tersebut sudah diarahan oleh ketua umumnya dan juga didukung oleh sebagian dan pimpinan lainnya kepada kandidat lain. Inilah salah satu isu yang menarik untuk dibahas dalam diskusi kita pada malam ini di Forum Bincang Politik dengan tema : Ancaman Demokrasi Sulawesi Tenggara. Tema tersebut saya anggap sangat tepat dan relevan untuk kita diskusikan di Forum Para Jurnalistis pada malam ini. Dari judul tersebut maka ada tiga hal yang bisa kita diskusikan, pertama ancaman demokrasi, kedua, Proses demokrasi yang seharusnya terjadi dan ketiga Sulawesi Tenggara yang secara populasi hanya sebanyak penduduk yang mempunyai hak memilih dan dipilih lebih kecil dari Kabupaten Bogor atau Kabupaten Bekasi, namun kekayaan alamnya. Menjadi urutan ke-6 provinsi terkaya di Indonesia. 1
1. Ancaman Demokrasi. Sejak reformasi digulirkan tahun 1997 yang ditandai dengan mundurnya Pak Harto sebagai Presiden di zaman Orde Baru maka pilihan politik untuk mensejahterakan Rakyat Indonesia pada umumnya dan Sultra pada Khususnya adalah Demokrasi yang bersandar pada kesadaran rakyat, cinta kebenaran, dan rasa keadilan yang kuat. Kita yakin bahwa benihbenih tersebut hidup dan berkembang selama reformasi melalui mekanisme pemilihan langsung dan bukan perwakilan. Dan di Sultra cukup banyak putra /putri daerah yang memiliki rasa yang demikian itu. Kita percaya generasi muda Sultra sanggup untuk berjuang dan berkorban untuk melawan apa yang mereka anggap menyimpang dari demokrasi. Yaitu ketidak adilan dan ketidak benaran. Berkaitan dengan hal tersebut, maka apa yang dipertontonkan oleh partai pengusung salah satu Calon Gubernur Sultra periode 2018-2023, dengan mengajak ketua DPD Gerindra Sultra adalah contoh dari Kebohongan Publik padahal DPP Gerindra, sekali lagi DPP Gerindra sampai dengan diskusi ini diselenggarakan, tidak memutuskan untuk mendukung pasangan calon yang melakukan kesepakatan tersebut sebagai cagub Sultra 2018-2023. Malah sepanjang yang saya ketahui langsung dari ketua umumnya, DPP Gerindra akan mengusung Calonnya sendiri yang akan ditentukan setelah ketua umumnya kembali dari luar negeri akhir minggu ini, inilah yang dimaksudkan bahwa demokrasi sudah dinodai oleh kebohongan publik secara kasat mata dan hal ini apakah harus didiamkan atau dilawan? Itulah tantangan demokrasi yang perlu kita semua harus melewatinya karena belum berkuasa saja sudah melakukan kebohongan publik apalagi sudah berkuasa. Berkaitan dengan perlawanan tersebut kisah dibawah ini layak untuk disimak bersama yaitu HIKAYAT BURUNG PIPIT DAN CICAK. Alkisah dahulu saat Nabi Ibrahim AS. Dibakar oleh Raja Nambrud yang haus kekuasaan. Setelah melihat api berkobar maka datanglah burung pipit yang bolak balik mengambil air dan meneteskan air itu diatas api yang sedang membakar Nabi Ibrahim AS. Melihat kejadian itu, maka cicak mengejek burung pipit, kemudian cicak itu berteriak : hai pipit alangkah bodohnya kau pipit melakukan hal itu, paruhmu yang kecil hanya bisa menghasilkan beberapa tetes air saja. Mana mungkin memadamkan api yang menyala besar dari kumpulan-kumpulan kayu bakar besar yang dibeli oleh Raja Nambrud dari para pedagang kayu bakar di negerinya. Maka dengan lantang burung pipit itu menjawab : 2
memang tak mungkinlah aku memadamkan api yang besar itu tapi aku takut Allah SWT melihatku diam saja saat tokoh kebenaran dan keadilan yang dicintai Allah SWT didzalimi dengan menyebarkan kebohongan didepan publik. Ingatlah wahai cicak, Allah tidak akan melihat hasilnya apakah aku dapat memadamkan api itu atau tidak, tapi Allah akan melihat dimana burung pipit berdiri dan memihak. Cicak terus tertawa dengan mengejek sambil cicak menjulurkan lidahnya, cicak berusaha meniup api yang berkobar-kobar yang membakar Nabi Ibrahim AS. Sang Nabi pembawa kebenaran dan keadilan. Memang tiupan cicak itu tak ada artinya, tidak juga menambah besar api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Tapi Allah melihat di mana cicak berdiri dan memihak. Hikayat ini terjadi dahulu dan juga sekarang di Sultra dan juga di tempat lain secara berulang. Dalam keadaan dimana demokrasi mengalami ancaman di Sultra kawan-kawan semua dipertanyakan di mana kah kita berdiri dan memihak. Sungguh dalam sejarah tercatat bahwa Nabi Ibrahim AS. diselamatkan oleh Allah SWT dan Nabi Ibrahim keluar sebagai pemenang. Analogi tersebut belum lama terjadi di Pilgub DKI yang hampir semua kita terperanjat akan kemenangan Anis dan Sandi. 2. Proses Demokrasi. Jika diperhatikan proses demokrasi yang sedang berlangsung di sultra sungguh sangat menghawatirkan bagi mereka yang mencintai demokrasi. Jauh-jauh hari ditahun 2016 lalu kita membaca berita koran-koran lokal yang sangat mengejutkan : salah seorang Balon Cagub Sultra 2018-2023 melontarkan pernyataannya yang luar biasa KITA AKAN MELAWAN KOTAK KOSONG. Jika diamati hari ini maka boleh jadi pernyataan tersebut mengarah pada tekad melawan kotak kosong. Dalam proses demokrasi di sultra hal melawan kotak kosong tersebut pernah juga terjadi di kabupaten Buton, dan ujungnya adalah bupati buton yang menang melawan kotak kosong tersebut pada pemilu belum lama ini, apa hasilnya? yang bersangkutan berakhir secara tragis ditangan KPK. Pertanyaannya adalah apakah hal tersebut akan terjadi juga pada pilgub sultra tahun 2018? Jawabannya adalah 50:50 jika kita tidak menolongnya. Yang perlu ditolong adalah bukan pada prilaku figurnya tapi pada proses demokrasinya. Mengapa demikian? Karena mereka yang mengambil strategi melawan kotak kosong adalah calon yang karakternya pasti tidak demokratis. Bagi seorang yang demokratis, selalu berpandangan 3
bahwa pemilu sebagai cara terhormat yang ditempuh untuk mendapat kemenangan secara demokrasi. Hal ini sangat penting agar para pemilih melihat siapa yang terbaik dalam program untuk mensejahterakan rakyat yang memilih. Sebaliknya karakter dari Cagub yang ingin pemilu dengan cara memborong semua partai menunjukan karakter orang yang haus kekuasaan dan bersifat diktator absolut. Sehubungan dengan hal tersebut ada pepatah yang hidup di Negara-Negara penganut demokrasi yaitu : POWER TENDS TO CORUPT ABSOLUT POWER CORUPT ABSOLUTLY yang terjemahannya adalah kekuasaan mempunyai kecenderungan untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut sudah tentu akan menjadi koruptor secara absolut, kita berdoa semoga Sultra terhindar dari hal-hal yang demikian itu. Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah mereka yang mempunyai kecenderungan untuk memborong partai secara psikologis yang bersangkutan tidak percaya diri untuk berhadapan dengan lawan bertandingnya secara demokratis. Satu hal yang perlu kita perhatikan adalah kita boleh menang di Pilgub tapi yang perlu diperhatikan kita boleh menang tapi kita harus menghindarkan diri dari menghalalkan semua cara untuk mencapai kemenangan. Mengapa demikian penting? Karena kita semua harus menyelamatkan proses demokrasi. Karena, kalau tidak maka rakyat akan menjadi korban dari proses yang tidak demokratis 3. Sultra Kaya Sumber Daya Alamnya. Sultra yang sumber dayanya begitu kaya terutama lautan, hutan, tambang, dan pertaniannya memenuhi persyaratan untuk menjadi provinsi makmur dan sejahtera, namun demikian kita masih saja tertinggal dibandingkan daerah-daerah lainnya. Salah satu sebabnya adalah karena kebijakan yang diambil oleh para pemangku kepentingan yang tidak mumpuni. Ketidakmampuan atau tidak mumpuninya para pengambil kebijakan publik salah satu sebabnya adalah dikarenakan proses pemilihan pemimpinnya tidak dilakukan secara demokratis. Karena bergesernya proses pemilihan gubernur sebagai contoh dari a berubah menjadi proses transaksional padahal bila kita berkaca pada proses demokrasi proses yang melaksanakan proses mitrokrasi dan bukan mediokrasi seperti pad negara-negara yang demokrasinya diselenggarakan dengan kualitas yang baik maka penggunaan resources selamanya akan efisien dan efektif. Contohnya Jepang. Korea, Taiwan di Asia Timur, USA 4
dan Eropa Barat, kesejahteraan dan kemajuan negara-negara tersebut sangat terlihat baik, misalnya dibidang politik, penegakkan hukum, kemajuan ekonomi dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dihasilkan oleh para pemimpin yang dipilih secara demokratis. Demikianlah pengantar diskusi yang dapat disajikan pada malam hari ini. 5