10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar teori yang melandasi suatu penelitian, serta berisi mengenai penjelasan mengenai variabel yang terkait dan hubungan antara variabel dependen dan variabel independennya. Dalam penelitian ini landasan teori yang digunakan adalah teori atribusi. 2.1.1. Teori Atribusi Menurut Heider (1958) dalam Sarlito (2014: 32), teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri yang ditentukan dari internal ataupun eksternal yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku dalam persepsi social dikenal dengan dispositional attributions dan situasional attribution. Dispositional attributions mengacu pada sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan situasional attribution mengacu pada lingkungan yang mempengaruhi perilaku. Dalam hidupnya, setiap orang akan membentuk ide tentang orang lain dan situasi social di sekitarnya melalui berbagai hal. Dalam teori atribusi Correspondent Inference (Edward Jones dan Keith Davis, 1965) dalam (Sarlito, 2014: 32), dijelaskan bahwa perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal, berarti dengan
11 melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut serta prediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan dasar untuk menarik suatu kesimpulan tentang apakah suatu perbuatan disebabkan oleh tekanan situasi. Jika faktor-faktor berikut ini ada disaat seseorang melakukan perbuatan atau tindakan, maka dapat dipastikan perbuatan/tindakan tersebut disebabkan karena faktor sifat-sifat kepribadian (disposisi) orang tersebut. Tiga faktor yang mencerminkan disposisi seseorang yang menjadi pusat perhatian saat observasi yaitu : 1. Non Common Effect ( tindakan yang tidak umum/unik) Perilaku yang membuahkan hasil yang tidak lazim lebih mencerminkan atribusi pelaku dari pada yang hasilnya berlaku umum. 2. Freely Chosen Act (tindakan atas pilihan sendiri) Perilaku yang timbul karena kemauan orang itu sendiri atau orang itu bebas memilih kelakuannya sendiri perlu lebih diperhatikan dari pada perilaku karena peraturan atau ketentuan atau cara atau perintah orang lain. 3. Low Social Desirability (tindakan yang menyimpang kebiasaan) Perilaku yang tidak biasa lebih mencerminkan atribusi dari pada perilaku yang umum. Kelley (1967-1972) dalam Sarlito (2014: 32) dalam teorinya menjelaskan tentang bagaimana orang menarik kesimpulan tentang apa yang menjadi sebab serta dasar seseorang melakukan suatu perbuatan. Menurut Kelley terdapat tiga faktor yang
12 menjadi dasar pertimbangan orang untuk menarik kesimpulan apakah suatu perbuatan atau tindakan itu disebabkan oleh sifat dari dalam diri (disposisi) ataukah disebabkan oleh faktor luar. Adapun faktor pertimbangan tersebut adalah: 1. Distinctiveness, konsep ini merujuk pada bagaimana seseorang berperilaku dalam kondisi yang berbeda-beda. 2. Consistency, yaitu suatu kondisi yang menunjukkan sejauh mana konsistensi perilaku seseorang dari satu situasi ke situasi yang lain. 3. Consensus, yaitu situasi yang membedakan perilaku seseorang dengan perilaku orang lain dalam menghadapi situasi yang sama. Penelitian ini menggunakan teori atribusi karena peneliti melakukan studi empiris untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi auditor dalam menentukan kualitas hasil audit yang dilakukannya, khususnya pada karakteristik personal auditor contohnya auditor harus memiliki karakter yang independensi dimana seorang auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, dan berkompetensi profesi untuk mencapai kinerja yang superior atau berkualitas serta berintegritas tinggi untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Karakteristik personal seorang auditorlah yang menjadi faktor penentu utama dalam menentukan kualitas hasil audit, karena hal tersebut merupakan faktor internal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas.
13 2.1.2. Persepsi Menurut Kotler dan Keller (2009 : 179) definisi tentang persepsi adalah proses dimana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi adalah satu proses dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisikan, dan menginterpretasikan stimuli kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Faktor yang membuat persepsi berbeda-beda pada setiap fasilitas yang sama karena adanya perbedaan dalam otak kita yang terbatas, sehingga tidak mungkin semua stimuli tertampung, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor personal dan faktor stimuli (Simamora, 2009 : 104), yang terdiri dari : 1. Faktor personal : a. pengalaman masa lalu b. kebutuhan saat ini c. pertahanan diri d. adaptasi 2. Faktor stimulus a. ukuran yang berbeda-beda b. posisi c. keunikan
14 2.1.3. Persepsi Kualitas Audit Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor mengenai pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Menurut Wardhani, Dkk (2014) Kualitas audit yaitu proses yang menunjukkan kompetensi profesi dan independensi auditor yang menjalankan pemeriksaan auditnya mulai dari proses salah saji, kepatuhan terhadap standar operasional prosedur (SOP), resiko audit, prinsip kehati-hatian, proses pengendalian oleh supervisor, dan perhatian oleh manager/partner. De Angelo (1981) dalam Alim, Dkk (2007) kualitas audit merupakan segala kemungkinan (joint probability) bahwa auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. Probabilitas auditor untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor sedangkan probabilitas kemauan untuk melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. 2.1.3. Persepsi Independensi
15 Menurut Standar Profesi Akuntan Publik 2001 seksi 220 PSA No. 04 Alinea 2 dalam IAI 2001, independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang auditor miliki auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Arens dan Loebbecke ( 1997) dalam Utami (2015) mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan Didalam standar audit 200. A14 menyatakan bahwa auditor harus mematuhi segala ketentuan etika yang berlaku, termasuk ketentuan etika tentang independensi. Independensi juga dibahas pada standar audit 200. A16 yaitu perikatan audit menyangkut kepentingan publik, sebagaimana diatur dalam kode etik, auditor harus independen dari entitas yang diaudit (IAPI, 2016). Kode etik menjelaskan independensi sebagai independensi dalam pemikiran dan independensi dalam penampilan. Auditor independen mampu merumuskan suatu opini audit tanpa adanya pengaruh dari pihak tertentu. Berikut pembagian independensi menurut kode etik seksi 290.8 (IAPI, 2009) : 1. Independensi dalam pemikiran (Independence in fact). Independensi dalam pemikiran yaitu sikap mental yang kuat dalam mempertahankan sikap individu untuk tetap bertindak dengan integritas, objektif,
16 dan menerapkan skeptisisme professional serta tidak mengganggu pertimbangan profesionalnya. 2. Independensi dalam penampilan (Independence in appearance). Independensi dalam penampilan yaitu sikap yang meyakinkan pihak ketiga bahwa auditor terlihat menunjukkan sikap integritas, objektifitas, serta skeptisisme professional. 2.1.4. Persepsi Kompetensi Profesi Susanto (2001) dalam Utami (2015) mendefinisikan kompetensi profesi adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi profesi juga merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Menurut Rai (2008:63) kompetensi profesi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar, dan dalam melakukan audit seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus dibidangnya. Dalam IAPI (2016) Standar umum pertama (Standar Audit seksi 210 dalam Standar Profesional Akuntan Publik, 2011) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (Standar Audit seksi 230 dalam Standar Profesional Akuntan Publik, 2011) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
17 kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care). Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti tersebut (Arens dkk, 2008:425). 2.1.5. Persepsi Integritas Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal (Pusdiklatwas BPKP, 2005) dalam (Utami, 2015). Utami (2015) menyatakan bahwa integritas auditor merupakan mutu akademik yang akan menumbuhkan kepercayaan dan selanjutnya akan menyebabkan kepatuhan pada keputusan yang dibuat, sehingga auditor harus : 1. Melaksanakan audit dengan jujur dan bertanggung jawab. 2. Mematuhi Piagam audit dan membuat laporan audit sesuai aturan yang berlaku. 3. Menghindari tindakan yang mendiskreditkan profesi auditor atau mendiskreditkan organisasi 4. Menghormati dan mendukung terlaksananya tujuan Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian
18 mutu. Moizer (1986) dalam Utami (2015) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit terpusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan kepatuhan pada standar yang telah digariskan. Sedangkan menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik Seksi 110.1 tentang prinsip integritas yaitu setiap praktisi harus jujur dalam menjalin hubungan professional dan bisnis dalam pelaksanaan pekerjaan. Praktisi dilarang berkaitan dengan komunikasi atau informasi lain yang terdapat kesalahan material atau informasi yang sesat, informasi atau pernyataan yang tidak hati-hati, dan penghilang informasi yang dapat menimbulkan kesesatan informasi (IAPI, 2009). 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting untuk diungkapkan karena sebagai landasan informasi dana bahan acuan penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai Pengaruh Independensi, Kompetensi profesi, dan Integritas Auditor Terhadap Kualitas Hasil Audit dapat dilihat pada table 2.1 berikut : Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Lauw Tjun Tjun, Elyzabet Indrawati Marpaung, dan Santy Setiawan (2012) Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. 1. Penelitian ini menghasilkan bahwa independensi dan kompetensi secara simultan hasil 2. Penelitian ini menghasilkan bahwa:
19 a. Secara parsial Kompetensi auditor secara signifikan terhadap kualitas b. Secara parsial Independensi auditor tidak secara signifikan 2 Putri Fitrika Imansari (2016) Pengaruh Kompetensi, Independensi, Pengalaman dan Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit. 1. Hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa Kompetensi, Independensi, Pengalaman dan Etika auditor secara simultan signifikan 2. Penelitian ini menunjukkan : a. Secara parsial Kompetensi b. Secara parsial Independensi audit c. Secara parsial Pengalaman
20 3 Feibe Maria Turangan, David Paul. E. Saerang, dan Julie. J. Sondakh (2016) Pengaruh Skeptisisme Profesional, Kompetensi, dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Pemeriksaan dalam Pengawasan Keuangan Daerah dengan kepatuhan Pada Kode Etik Sebagai Variabel Moderating. d. Secara parsial Etika berepengaruh 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi Skeptisisme Profesional, Kompetensi, Independensi, dan Kode Etik secara simultan mempunyai pengaruh 2. Hasil penelitian diperoleh bahwa secara parsial : a. Skeptisisme Profesional signifikan positif pemeriksaan. b. Kompetensi tidak pemeriksaan. c. Independensi signifikan positif pemeriksaan.
21 4 Danang Febri Prasetyo dan Agus Endro Suwarno (2016) Pengaruh Independensi, Kompetensi, Integritas, Objektivitas, dan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Audit. 1. Berdasarkan analisis data dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa secara simultan Independensi, Kompetensi, Integritas, Objektivitas, dan Pengalaman Kerja terhadap kualitas 2. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa : a. Secara parsial Independensi b. Secara parsial Kompetensi c. Secara parsial Integritas d. Secara parsial Objektivitas e. Secara parsial Pengalaman Kerja
22 5 Ventje Ilat, David. P. E. Saerang, dan Heince R.N. Wokas (2016) Pengaruh Independensi, Objektivitas, Pengalaman Kerja, Pengetahuan serta Integritas Auditor Terhadap Kualitas Hasil Audit di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara. 1. Dalam penelitian ini telah disimpulkan bahwa variabel Independensi, Objektivitas, Pengalaman Kerja, dan Integritas secara simultan 2. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa : a. Variabel Independensi secara parsial tidak signifikan b. Variabel Objektivitas secara parsial signifikan terhadap kualitas c. Variabel Pengalaman Kerja signifikan terhadap kualitas d. dan Variabel Integritas secara parsial tidak signifikan
23 6 Rizky Darmawan Santoso (2016) Pengaruh Skeptisisme Profesional, Independensi, Integritas, serta Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. 1. Hasil penelitian diperoleh bahwa variabel Skeptisisme Profesional, Independensi, Integritas, serta Kompetensi auditor memiliki pengaruh secara simultan signifikan 2. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variabel Skeptisisme Profesional, Independensi, Integritas, serta Kompetensi auditor secara parsial terhadap kualitas 2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dan pengembangan Hipotesis dalam penelitian ini yaitu tentang Pengaruh Independensi, Kompetensi profesi, dan Integritas Auditor Terhadap Kualitas Hasil Audit. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel independen dan dependen. Variabel independen meliputi Persepsi Independensi, Persepsi Kompetensi profesi, dan Persepsi Integritas Auditor. Sedangkan variabel dependen adalah Persepsi Kualitas Hasil Audit. Pengembangan hipotesis dan kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat pada table 2.2. berikut :
24 Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran 2.4. Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis tehadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris (Sugiyono, 2010:93). Berikut ini penjelasan tentang hubungan antar variabel dan masing-masing hipotesis dalam penelitian ini: 2.4.1. Pengaruh Persepsi Independensi terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit Persepsi independensi adalah suatu sikap tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepada kepentingan siapapun, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai kepentingan dengan kliennya baik itu manajemen
25 perusahaan maupun pimpinan perusahaan (Standar Profesional akuntan Publik, 2011). Menurut penelitian Ardini (2010) independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh auditor. Persepsi independen berarti auditor tidak mudah dipengaruhi, karena melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Auditor tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Kode Etik Akuntan menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentigan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : H 1 : Persepsi Auditor Tentang Independensi Berpengaruh Secara Parsial Terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit. 2.4.2. lam (Prasetyo, 2016). Persepsi integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur. Namun, tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: Pengaruh Persepsi Kompetensi profesi terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit Menurut Nugraha (2012) kompetensi profesi auditor adalah auditor dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara obyektif, cermat dan seksama. Dengan demikian seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
26 H 2 : Persepsi Auditor Tentang Kompetensi profesi Berpengaruh Secara Parsial Terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit. 2.4.3. Pengaruh Persepsi Integritas terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit Berdasarkan penelitian Sukriah. Dkk (2009) integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Persepsi integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan professional (Mulyadi, 2002) da H 3 : Persepsi Auditor Tentang Integritas Berpengaruh Secara Parsial Terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit. 2.4.4. Pengaruh Persepsi Independensi, Kompetensi profesi, dan Integritas terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit Persepsi kualitas audit merupakan kemungkinan auditor menemukan pelanggaran dalam system akuntansi dan pencatatannya pada laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Dan auditor mampu mengungkapkan atas pelanggaran tersebut dalam laporan keuangan auditan demi mempertahankan independensinya, dalam hal ini auditor berpedoman kepada standar auditing yang relevan (Rosalina, 2016). Persepsi ualitas audit ditentukan oleh 3 hal yaitu persepsi independensi, persepsi kompetensi profesi, dan persepsi integritas. Persepsi independensi berkaitan dengan suatu prinsip etika yang harus dijaga dan ditetapkan oleh auditor. Persepsi independensi berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi, tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena auditor menlaksanakan
27 pekerjaannya demi kepentingan umum. Persepsi kompetensi profesi berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh auditor secara memadai di bidang auditing dan akuntansi. Serta persepsi integritas berkaitan dengan kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Ketika melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang baik karena dengan kedua hal itu auditor menjadi lebih mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keuangan kliennya. Kemudian dengan sikap independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya. Dan untuk memperkuat hasil dari audit tersebut maka auditor membutuhkan kepercayaan dan pengakuan publik dengan integritas yang kuat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas, seorang auditor dituntut untuk memiliki persepsi independensi yang tinggi dan persepsi kompetensi profesi yang cukup serta persepsi integritas yang kuat. H 4 : Persepsi Auditor Tetang Independensi, Kompetensi profesi, dan Integritas secara simultan terhadap Persepsi Kualitas Hasil Audit