BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. individu menjadi tenaga kerja ahli yang terampil dan berkualitas. Ketika

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu desain penelitian yang

KORELASI ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENGEDALIAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS X SMK PGRI 3 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VIII SMPN 3 NGADIROJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Lokasi penelitian dilakukan pada Perpustakaan SMP Negeri 15 Bandung yang terletak di Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 89.

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN EMOSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB II METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode. berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

2015 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEMAMPUAN MENGENDALIKAN EMOSI DAN MOTIVASI PADA ATLET FUTSAL PUTERI UKM UPI

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

JURNAL PENGARUH PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

METODE PENELITIAN. nikah, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatori dengan metode

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

horizon penelitian ini yaitu cross sectional, di mana informasi yang didapat hanya

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan tiga variable dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

Bab 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. menjelaskan hubungan kausal antar variabel yang menggunakan rumus-rumus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

METODE PENELITIAN. fakta yang di teliti. Pendekan kuantitatif yaitu pendekatan yang bertolak dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2007) dalam penelitian ini, jenis penelitian yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai gambaran umum subjek, hasil

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya akan melalui beberapa tahap perkembangan,

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS VIII SMPN 3 NGADIROJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional dengan pendekatan ex post facto dan survey. Metode asosiatif

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik dalam aspek fisik maupun psikis (Desmita, 2005:190). Perubahan fisik merupakan gejala-gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja yang berdampak pada perubahan psikologis (Sarwono, 2006:52). Awalnya, tanda-tanda perubahan fisik pada masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Pada konteks ini, kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif tumbuh dengan cepat. Ini disebut dengan istilah percepatan pertumbuhan (growth spurt), di mana terjadi perubahan dan percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan dimensi badan. Perubahan-perubahan yang terjadi di antaranya adalah perubahan tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks, ciri-ciri seks sekunder, sistem peredaran darah, jaringan tubuh, sistem endokrin, sistem pencernaan, dan sistem pernapasan (Hurlock, 2004:184). Perubahan-perubahan fisik dan kelenjar ini menyebabkan meningginya ketegangan emosi pada remaja. Selain itu, emosi juga disebabkan karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Semua perubahan ini terjadi karena pada masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Biasanya pada masa anak-anak sebagian besar masalah diselesaikan oleh orang tua sehingga remaja belum mempunyai pengalaman untuk 1

menyelesaikan masalah sendiri. Masa ini disebut dengan periode badai dan tekanan (Hurlock, 20004:212-213). Menurut Gessel (Hurlock, 2004:213), remaja empat belas tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung meledak dan tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Menurut Goleman (1997:404), salah satu ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosional adalah mampu mengelola emosi dan memanfaatkan emosi secara produktif. Selain itu, Goleman (1997:38) menyatakan bahwa keberhasilan kita dalam kehidupan tidak hanya ditentukan oleh IQ, tapi kecerdasan emosionallah yang memegang peranan. Intelektualitas tidak dapat bekerja dengan sebaikbaiknya tanpa kecerdasan emosional. Keberhasilan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya, yaitu sekitar 80%, sedangkan kecerdasan intelektual hanya berperan 20%. Jadi, untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan kecerdasan emosional. Menurut Goleman (1997:45), kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi, menghadapi dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa. Pengertian di atas menjelaskan bahwa kunci utama kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang memahami, menyadari, mengendalikan dan mengarahkan emosinya pada hal-hal yang bersifat positif. Jadi, penekanan kecerdasan emosional ada pada kesadaran diri (self-awarenes), yakni kesadaran diri untuk mengendalikan emosi sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan 2

kesadaran tersebut, seseorang tidak lagi dikuasai oleh emosinya, tetapi mampu mengendalikan emosi dan mengarahkannya pada perbuatan positif dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupannya. Fenomena yang menunjukkan remaja kurang memiliki kecerdasan emosional terlihat pada kurangnya kemampuan mereka dalam berkomunikasi. Misalnya, aksi kekerasan yang dilakukan oleh puluhan mahasiswa Universitas Pancasakti Makasar, Sulawesi Selatan pada hari Sabtu, 15 Juli 2006. Para mahasiswa tersebut melakukan aksi protes terhadap pihak rektorat yang berbuntut pada pengrusakan kampus dan pembakaran jas almamater. Para mahasiswa membakar kursi dan memecahkan kaca-kaca jendela kampus dengan menggunakan kursi-kursi sebagai luapan emosi dan kekecewaan mereka terhadap senat yang belum juga merealisasikan pembangunan kampus II yang telah dijanjikan sejak tahun 2002 (http://kapanlagi.com). Pada televisi juga ditayangkan tawuran antar mahasiswa FT dan FIK UNP pada hari Sabtu, 20 September 2008. Menurut berita tersebut, kejadian ini berawal dari kejadian kecil, senggolan dan menertawakan mahasiswa di dekat GOR UNP. Ironisnya, mereka malah memperbesar hal kecil tersebut. Bahkan, pada hari Senin, 22 September 2008, mereka melakukan tawuran lagi. Padahal ketika itu bulan Ramadhan, bulan yang harusnya mereka lebih menunjukkan sikap sabar sebagai orang yang berpuasa (tvone, 2008). Fenomena-fenomena di atas menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Mahasiswa sebagai intelektual muda 3

seharusnya mengedepankan pikiran dan intelektualitas, bukan mengedepankan emosi dan otot sebagai sifat manusia purba. Berdasarkan observasi dan wawancara secara tidak sistematis yang dilakukan peneliti di Universitas Pendidikan Indonesia, khususnya pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009 fenomena-fenomena aksi tawuran dan tindakan kekerasan belum pernah terjadi. Dari observasi dan wawancara secara tidak sistematis terhadap mahasiswa FPTK angkatan 2008/2009, peneliti melihat bahwa mereka masih kurang cerdas dalam hal membina hubungan, misalnya antara mahasiswa D3 dan S1 kurang saling mengenal, padahal mereka satu angkatan dan satu jurusan. Berdasarkan wawancara terhadap beberapa mahasiswa FPTK 2008/2009, ternyata hubungan antar mahasiswa kurang dekat, biasanya yang dekat adalah jurusan yang pelajarannya memiliki kesamaan, seperti mahasiswa teknik mesin dengan teknik elektro, arsitektur dan sipil, dan lain-lain. Namun, mereka sudah bisa mengenal emosi, di mana ketika ada diskusi sering terjadi adu pendapat, tapi hal tersebut masih dalam batas yang wajar. Menurut Goleman (1997:403-405), ada 5 ciri-ciri kecerdasan emosional, yaitu mengenal emosi atau kesadaran diri emosional, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati, dan membina hubungan. Berdasarkan interview dan observasi secara tidak sistematis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009 kurang mampu membina hubungan dengan teman-teman yang berbeda jurusan. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosionalnya masih kurang. 4

Menuurt Goleman (Dachi, Tt) menyatakan bahwa kecerdasan emosional lebih penting bagi individu daripada kecerdasan intelektualnya. Menurut Goleman, kecerdasan emosional mempengaruhi prestasi dan perilaku individu, dan kecerdasan emosional juga mempengaruhi penyesuaian diri, konsep diri, dan kepribadian individu. Sedangkan kecerdasan intelektual hanya mengacu pada kemampuan belajar saja. Jadi, kecerdasan emosional lebih berguna karena menyangkut hampir seluruh kehidupannya sedangkan kecerdasan intelektual hanya akan terlihat pada bangku pendidikan saja. Berdasarkan pendapat Goleman (Dachi, Tt), salah satu hal yang dapat dipengaruhi oleh kecerdasan emosional adalah konsep diri. Menurut Hurlock (1976:58) konsep diri menyangkut gambaran fisik dan psikologis. Aspek fisik berkaitan dengan tampang atau penampakan lahiriah (appearance) individu, yang menyangkut ketertarikan dan ketidaktertarikan diri dan cocok atau tidaknya jenis kelamin dan pentingnya bagian-bagian tubuh yang berbeda serta prestise yang ada pada dirinya, sedangkan konsep diri yang bersifat psikologis berdasarkan pikiran, perasaan, dan emosional. Hal ini berhubungan dengan kualitas dan abilitas yang memainkan peranan penting dalam penyesuaian dalam kehidupan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri, aspirasi, dan kemampuan diri dari tipe-tipe yang berbeda. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri remaja (Hurlock, 2004:235), yaitu 1) usia kematangan, remaja yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik; 5

2) penampilan diri yang berbeda membuat remaja menjadi rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik; 3) kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku; 4) nama dan julukan yang bernada cemoohan membuat remaja merasa malu; 5) hubungan yang erat dengan anggota keluarga; 6) teman-teman sebaya; 7) kreativitas; dan 8) cita-cita. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri adalah usia kematangan, remaja yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Dengan kata lain, jika mahasiswa tersebut matang secara emosional maka mereka akan mampu membina hubungan dengan teman-temannya. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri individu juga tidak terlepas dari aspek mental atau emosi. Individu yang memiliki stabilitas emosional yang mantap dan terkendali akan cenderung memiliki konsep diri yang positif bila dibanding dengan individu yang tidak mampu mengendalikan emosinya. Dalam hal ini, aspek emosi memegang peranan penting dalam membentuk dan mempengaruhi konsep diri individu. Berangkat dari fenomena dan data di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Konsep Diri pada Remaja Akhir. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 6

1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum kecerdasan emosional mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009? 2. Bagaimana gambaran umum konsep diri mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009? 3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan konsep diri pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan konsep diri (self concept) pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah sebagi berikut: 1. Memperoleh gambaran umum kecerdasan emosional mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 2. Memperoleh gambaran umum konsep diri mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 7

3. Memperoleh gambaran apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan konsep diri pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi perkembangan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan konsep diri pada remaja akhir. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data bagi peneliti selanjutnya mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan konsep diri pada remaja akhir. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, dosen dan pihak kampus lainnya dalam upaya membimbing dan memotivasi remaja untuk menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya dan membentuk konsep diri yang positif pada diri remaja. 1.5 ASUMSI Penelitian ini berdasarkan asumsi sebagai berikut: 1. Menurut Goleman kecerdasan emosional mempengaruhi prestasi dan perilaku individu, kecerdasan emosional juga mempengaruhi penyesuaian diri, konsep diri dan kepribadian individu (Dachi, Tt). 8

2. Konsep diri menyangkut gambaran fisik dan psikologis. Aspek fisik berkaitan dengan tampang atau penampakan lahiriah (appearance) anak, yang menyangkut kemenarikan dan ketidakmenarikan diri dan cocok atau tidaknya jenis kelamin dan pentingnya bagian-bagian tubuh yang berbeda serta prestise yang ada pada dirinya, sedangkan konsep diri yang bersifat psikologis berdasarkan pikiran, perasaan dan emosional. Hal ini berhubungan dengan kualitas dan abilitas yang memainkan peranan penting dalam penyesuaian dalam kehidupan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri, aspirasi dan kemampuan diri dari tipe-tipe yang berbeda (Hurlock, 1976:58). 3. Individu yang cerdas secara emosi mampu mengendalikan emosi dan mengarahkannya pada perubahan positif dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan. 4. Individu yang memiliki stabilitas emosional yang mantap dan terkendali akan cenderung memiliki konsep diri yang positif dibandingkan dengan individu yang tidak mampu mengendalikan emosinya. 5. Konsep diri individu tidak terlepas dari aspek mental atau emosi. 1.6 HIPOTESIS Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan konsep diri pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 9

Ha : Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan konsep diri pada mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009. 1.7 METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, di mana pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2008:8). Pendekatan kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain (Arikunto, 2006:12). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan teknik studi korelasional (correlation study), di mana teknik korelasi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y dan apabila ada seberapa erat dan seberapa berartinya hubungan tersebut (Arikunto, 1997:51). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner kecerdasan emosional yang dirumuskan berdasarkan teori Daniel Goleman dan konsep diri yang dirumuskan berdasarkan teori Hurlock. Sedangkan untuk pengolahan data digunakan SPSS versi 15.0. 10

Teknik analisis yang digunakan adalah uji statistik Korelasi Pearson s Product Moment. Teknik analisa Korelasi Pearson s Product Moment merupakan teknik statistik parametrik yang menggunakan data interval dan rasio dengan persyaratan tertentu (Riduwan & Akdon, 2005:124). Syarat-syarat untuk menggunakan statistik parametrik adalah kedua variabel penelitian menggunakan data interval atau rasio, data berdistribusi nomal, jumlah data (sampel) lebih besar dari 30 (Santoso, 2001:7). Pada penelitian ini, kedua variabel termasuk kepada kataegori data ordinal. Namun uji analisis data dalam penelitian ini diasumsikan menjadi bentuk data interval sehingga dalam menganalisanya dapat digunakan korelasi Pearson s Product Moment. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Cohen dan Swerdilik (2001), untuk memudahkan proses perhitungan statistik, data ordinal pada skala-skala psikologis dapat diperlakukan sebagai data interval. 1.8 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008:215). Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009, yaitu sebanyak 478 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari 11

anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut (Riduwan, 2003:12). Pada penelitian ini, sampel ditentukan dengan cara mengambil 20% dari keseluruhan populasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006:134): Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih... Pendapat lain yang menyatakan jumlah persentase yang memungkinkan untuk dijadikan sampel adalah (Suprian, 2001): Penarikan sampel dengan cara mengambil 10% dari jumlah populasi hanya dilakukan jika jumlah populasinya besar (lebih dari 1000), sedangkan populasi yang kurang dari 1000 dapat dipergunakan sampel 20%-50%. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebesar 20% dari jumlah populasi sehingga diperoleh jumlah sampel sebagai berikut: 20% x 478 = 95,6 dan dibulatkan menjadi 96 orang. Namun, dalam penelitian ini, jumlah sampel penelitian sebanyak 100 orang. Karakteristik sampelnya adalah mahasiswa FPTK UPI angkatan 2008/2009 yang berumur 18-21 tahun yang aktif mengikuti perkuliahan. Alasan diambil umur 18-21 tahun karena pada masa itu remaja berada pada masa remaja akhir. Ini sesuai dengan batasan usia remaja menurut Hurlock. Sedangkan alasan mengambil mahasiswa FPTK UPI adalah karena salah satu contoh fenomena dalam pnelitian ini adalah tawuran mahasiswa FT dan FIK UNP. Jadi, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana dengan mahasiswa FPTK UPI. Selain itu, karena mahasiswa FPTK UPI mayoritas adalah laki-laki. Menurut Brody & Hall 12

(http://klinikservo.com/perbedaan-emosi-pria-dan-wanita) anak laki-laki kurang peka akan keadaan emosinya, baik dalam dirinya sendiri maupun dalam diri orang lain. 13