KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

dokumen-dokumen yang mirip
KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

ALASAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PEMBERHENTIAN SUATU PERKARA 1 Oleh: Intansangiang Permatasari Malagani 2

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Umum dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Indonesia. 1. Asas-Asas Umum dalam Hukum Pidana Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Presiden, DPR, dan BPK.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

KEABSAHAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI DAERAH BALI. Oleh : Dewa Gede Tedy Sukadana

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

KEBERADAAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH PADA PROSES PERADILAN PIDANA : KAJIAN Nurhasan 1

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;

Transkripsi:

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This journal entitled The Validity of the Determination of the Status of a Suspect in the Inquiry Process, which deals with accusations or not when someone suspected of committing a criminal offence is designated as a suspect in the inquiry process. By using the methods of normative and legal research has the purpose to know the validity of the determination of the status of a suspect in the inquiry process, because as stated in the book of the law of Criminal Procedure Law and the criminal law legislation in particular in the process of be in session in criminal justice that a person can be defined as a suspect at the time of this stage of the investigation. As for the remedy, which is based on the ruling of the Constitutional Court, that the determination of the errors to the status of a person as suspect will serve as the object of the pre-trial. Keywords: determination, the suspect, the investigation, the investigation ABSTRAK Jurnal ini berjudul Keabsahan Penetapan Status Tersangka Dalam Proses Penyelidikan, yang membahas mengenai absah atau tidaknya apabila seseorang yang di duga melakukan tindak pidana ditetapkan sebagai tersangka dalam proses penyelidikan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif serta memiliki tujuan untuk mengetahui keabsahan penetapan status tersangka dalam proses penyelidikan, karena sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam proses beracara di Peradilan Pidana bahwa seseorang baru dapat di tetapkan sebagai tersangka dalam tahap penyidikan. Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang baru adalah bahwa kesalahan penetapan terhadap status seseorang sebagai tersangka akan dijadikan sebagai objek pra-peradilan". Kata kunci : penetapan, tersangka, penyelidikan, penyidikan 1

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hukum Acara Pidana sebagai salah satu instrumen dalam sistem Peradilan Pidana pada pokoknya memiliki fungsi utama yaitu : 1. Mencari dan menemukan kebenaran ; 2. Pengambilan keputusan oleh Hakim, dan 3. Pelaksanaan dari pada putusan yang telah diambil itu. 1 Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting adalah fungsi untuk mencari dan menemukan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran materiil, kebenaran yang selengkap-lengkapnya atau setidaknya yang mendekati kebenaran dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat. 2 Namun, apabila ditinjau dari perkara penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ir. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terjadi ketidaksesuaian mengenai makna dari Penyelidikan dan Penyidikan, dimana dalam hal ini Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam tahap penyelidikan dan bukan dalam tahap penyidikan, yang sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses penyelidikan hanya menentukan apakah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang tersebut adalah tindak pidana atau bukan, serta merujuk pada peraturan pada pasal 1 butir 1 dan 2 serta dijelaskan pula dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi bahwa pengertian dari Penyidikan adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang Tindak Pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 3 1.2. TUJUAN PENELITIAN Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan penetapan status tersangka dalam proses penyelidikan. 1 R. Achmad S. Soema Di Pradja, 1981, Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, h. 4. 2 Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia: Edisi Revisi, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta, h. 7 sebagaimana dikutip dari Wirjono Prodjodikoro, Hukum Atjara Pidana di Indonesia, h. 13. 3 Ibid, hlm. 10. 2

II. ISI MAKALAH 2.1. METODE PENELITIAN Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan jenis pendekatan analisis terhadap peraturan perundang-undangan serta didasarkan pada literatur-literatur hukum. 2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN Keabsahan Penetapan Status Tersangka Dalam Proses Penyelidikan. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian serta makna baik dari Penyelidikan dan Penyidikan. 4 Adapun ruang lingkup penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana guna untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 1 angka 5, penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa nama pengenal diri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (1) KUHAP, untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik, atas perintah penyidik dapat melakukan penangkapan. Namun, untuk menjamin hak-hak asasi tersangka, perintah penangkapan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan barang bukti. Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini adalah tidak lain untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan kekuasaan para aparat penegak hukum. Selanjutnya kesimpulan hasil penyelidikan tersebut barulah akan disampaikan kepada penyidik. Pengertian mengenai penyidikan diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat pada pasal 1 butir 1 yang berbunyi sebagai berikut : 4 M. Yahya Harahap,2008 Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 70. 3

Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Serta pengertian mengenai penyidikan yang diatur dalam pasal 1 butir 2 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 5 Berdasarkan pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, yang dalam hal ini proses penyidikan tidak ditujukan untuk menentukan perkara tersebut tindak pidana atau bukan, melainkan karena penyidikan ditujukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna menemukan pelaku tindak pidana ataupun tersangkanya. Selanjutnya, dalam pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan bahwa: (1) Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti. (2) Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara. Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah didapati bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti, dan ditentukan melalui gelar perkara. Sehingga harus ada proses terlebih dahulu dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka. 5 Mien Rukmini, 2006, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni, Bandung, h. 42. 4

Berdasarkan pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2000, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka harus dilakukan tersangka secara profesional, proposional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka. III. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penetapan tersangka dalam proses penyelidikan tidak dapat diakui keabsahannya karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam KUHP dan KUHAP mengenai pengertian proses penyelidikan serta penyidikan dan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penetapan status tersangka. Namun apabila ketidaksesuain tersebut tetap dilanjutkan proses beracaranya, maka seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam proses penyelidikan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang baru dapat mengajukan upaya hukum pra-peradilan. DAFTAR PUSTAKA BUKU R. Achmad S. Soema Di Pradja, 1981, Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana Indonesia, Alumni, Bandung. Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia: Edisi Revisi, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta. M. Yahya Harahap,2008 Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta. Mien Rukmini, 2006, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai), Alumni, Bandung. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 5