BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perumusan dan pengembangan negara. Adanya pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan harus merata diseluruh Tanah Air dan ini tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah yang merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah khususnya merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhan daerahnya. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pemerintah Indonesia menerapkan sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang menyebabkan pembangunan daerah-daerah di Indonesia lebih didominasi oleh pusat sehingga terjadilah ketimpangan pembangunan antar pusat dan daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, maka daerah-daerah di Indonesia menuntut diberlakukannya otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing. 1
2 Menurut undang-undang No. 12 tahun 2008, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Untuk melaksanakan otonomi daerah, pemerintah harus dapat cepat mengidentifikasi sektor-sektor potensial sebagai motor penggerak pembangunan daerah, terutama melalui upaya pengembangan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber penerimaan PAD antara lain berasal dari pungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, penerimaan dari dinas-dinas, serta penerimaan lainnya yang termasuk dalam PAD yang bersangkutan, dan merupakan pendapatan daerah yang sah. Bagi pemerintah daerah, pembiayaan di daerahnya berasal dari sumber penetapan pendapatan daerah, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun pendapatan daerah pemerintah pusat, baik yang berupa bagi hasil dan sumbangan. Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya merupakan daerah yang berkembang pesat. Dalam usaha menopang eksistensi otonomi daerah yang maju, sejahtera, mandiri, dan berkeadilan, kota Surabaya dihadapkan pada suatu tantangan untuk mempersiapkan strategi dalam perencanaan pembangunan yang akan diambil. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu tolak ukur pelaksanaan otonomi daerah. Semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat
3 dibiayai dengan PAD, maka akan semakin tinggi kualitas otonominya (Pesik,2013). Hal itu membuat pemerintah kota Surabaya melakukan berbagai upaya agar dapat meningkatkan penerimaan PAD dari segala sektor. Badan Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah Kota Surabaya mencapai lebih dari 2,2 triliyun dimana 81 persen dari nilai tersebut berasal dari pendapatan pajak daerah. Sedangkan komponen PAD terkecil berasal dari pendapatan Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan yaitu hanya sebesar 4 persen dari total PAD. Sebagai penerimaan PAD terbesar, Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang dikembangkan berdasarkan peraturan-peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Dengan perhitungan dan estimasi yang tepat diharapkan akan didapat potensi yang terukur secara layak dalam mengoptimalkan sumber-sumber yang dimiliki oleh daerah dalam pembiayaan pembangunan daerah. Pada dasarnya penerimaan pajak mempunyai ketertarikan yang erat dengan jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat sehingga pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian ikut mendorong penerimaan pajak daerah. Berbagai jenis penerimaan pajak daerah di kota Surabaya, diantaranya yaitu pajak hiburan, pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air tanah, dan pajak sarang burung walet. Tarif yang berlaku disesuaikan dengan Perda Kota Surabaya No.4 tahun 2011 yang merupakan ketetapan yang harus ditaati dalam melakukan pemungutan pajak daerah.
4 Realisasi pajak daerah Kota Surabaya yang terus meningkat dari tahun ke tahun tidak terlepas dari peran beberapa faktor seperti jumlah penduduk, inflasi dan Produk domestik regional bruto (PDRB). Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) yang menyatakan bahwa jumlah penduduk kota Surabaya diperkirakan lebih dari 2,7 juta jiwa dan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 8 ribu jiwa per km 2. Angka ini membuat Kota Surabaya merupakan kota dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan wilayah lain di Jawa Timur. Perkembangan jumlah penduduk tersebut merupakan pertambahan alami melalui kelahiran, maupun pertambahan penduduk akibat arus migrasi. Meningkatnya pertumbuhan PDRB Kota Surabaya yang terus mengalami kenaikan memberikan tanda bahwa kota Surabaya merupakan kota yang sedang berkembang. Salah satu faktor penting untuk mengukur kondisi ekonomi di suatu wilayah daerah dalam periode tertentu yakni dengan melihat tingkat PDRB daerah tersebut. Sebagai indikator perekonomian yang terkait dengan kondisi pasar, nilai inflasi berfluktuasi dengan pengaruh dari berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat, kondisi banyaknya barang yang beredar, dan sebagainya. Inflasi di Kota Surabaya bukanlah yang tertinggi di Jawa Timur maupun yang terendah. Inflasi merupakan rata-rata kenaikan harga barang dan jasa secara umum terus menerus dalam persen. Dengan meningkatnya inflasi maka akan menaikan tarif pajak pada barang atau jasa yang bersangkutan.
5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas,masalah yang akan dirimuskan adalah : 1. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah? 2. Apakah laju inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah? 3. Apakah tingkat PDRB berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah? 1.3 Tujuan penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah yaitu jumlah penduduk, laju inflasi dan tingkat PDRB berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1.4.1 Kontribusi Praktis a. Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah. b. Selain itu, juga dapat mengetahui bagaimana sebenarnya penerapan teori yang didapat dari perkuliahan dengan praktek yang ada dilapangan serta dapat melengkapi bahan penyusunan skripsi guna memenuhi syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana pada Program Studi Akuntansi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.
6 1.4.2 Kontribusi Teoretis Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambahkan wawasan ilmu pengetahuan dan melihat relevansi dari realitas empiris yang terjadi pada penerimaan pajak daerah di kota Surabaya 1.5 Ruang lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian merupakan batasan dari suatu pembahasan. Dengan adanya batasan ini diharapkan pembahasan tidak menyimpang dari masalah yang sedang dibahas didalam penelitian itu sendiri dan diharapkan penelitian tersebut menjadi jelas permasalahannya, dengan ini maka penulis memberikan batasan-batasan penelitian yakni sebagai berikut: 1. Penelitian ini berisi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah dari tahun 2003-2012. 2. Variabel yang digunakan hanya terbatas pada 1 variabel dependen yaitu pajak daerah dan 3 variabel independen yaitu jumlah penduduk, inflasi, dan Produk domestik regional bruto (PDRB).