PEMANFAATAN SERAT UMBI GANYONG DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SINGKONG Judy Retti*, Vika Widyani Apandi Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 Telp: (022)2032655, Fax : (022)2031110 Email : judyretti@yahoo.ca ABSTRAK Peningkatan penggunaan plastik menimbulkan masalah terhadap lingkungan yang cukup serius. Hal ini dikarenakan polimer sintetis sulit diuraikan oleh alam. Salah satu cara untuk menanganggulanginya adalah dengan penggunaan plastik ramah lingkungan yang dikenal dengan istilah bioplastik. Pati merupakan salah satu polimer alam yang dapat digunakan dalam pembuatan bioplastik, namun pati memiliki sifat mekanik yang buruk sehingga diperlukan bahan tambahan lain seperti serat alami dan plasticizer. Pada penelitian ini gliserol dan sorbitol digunakan sebagai plasticizer sementara serat yang digunakan adalah serat umbi ganyong. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh campuran gliserol, sorbitol, dan serat umbi ganyong terhadap sifat mekanik bioplastik yang dihasilkan. Variabel yang diamati adalah rasio pati : plasticizer: serat, dan ratio gliserol : sorbitol. Penelitian dimulai dengan pre-treatment terhadap serat umbi ganyong. Pre-treatment dilakukan dengan menggunakan larutan alkali-asam dengan tujuan untuk mengecilkan ukuran serat dan menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa. Rasio pati : plasticizer 80:20:0 menghasilkan nilai tensile strength yang lebih tinggi yaitu 5.0635 KPa. Pada pembuatan bioplastik, dengan rasio pati:plasticizer:serat 80:20:0 dan rasio gliserol:sorbitol 1:2 menghasilkan nilai tensile strength tertinggi yaitu 22,079 KPa. Nilai persen pemanjangan tertinggi terjadi pada rasio pati : plasticizer 78:20:8 pada ratio gliserol : sorbitol 2:1 yaitu sebesar 21,630%. Penambahan serat dengan ukuran <254 μm menurunkan tensile strength tapi menaikkan elastisitas atau persen pemanjangan. Kata Kunci : bioplastik, pati,, serat alami, serat umbi ganyong, gliserol, sorbitol, melt intercalation The increase of using plastics causes serious environmental issues. It s because synthetic polymer is difficult to degrade by nature. One of method to prevent this issue is using eco-friendly plastic that known as bioplastic. Starch is one of biopolymer that can be used to produce bioplastic, however starch has poor mechanical properties so additional material is needed to improve those mechanical properties example natural fiber and plasticizer. In this research glycerol and sorbitol are used as plasticizer, furthermore natural fiber that used is canna root fibers. The purpose of this research is to find optimum condition of glycerol, sorbitol, and ratio of starch:plasticizer:fiber mixture to produce bioplastic with better mechanical properties. The observed variable are ratio of starch :plasticizer:fiber and ratio of glycerol : sorbitol. The method used in this research is melt intercalation method. This research is begin with pre-treatment of canna root fibers. Pre-treatment using alkali-acid solution. The purpose of this pre-treatment is to reduce the size of fiber and relieve lignin and hemiselulosa content. Ratio of starch : plasticizer 80:20 resulting higher tensile strength value by 5.0635 kpa. In bioplastic production, and ratio of starch:plasticizer:fiber 80:20:0 with glycerol : sorbitol 1:2 resulting the largest value of tensile strength by 22.079 kpa. Ratio of starch:plasticizer:fiber 78:20:8 with glycerol : sorbitol 2:1 resulting the largest value of % elongation by 21.630%. Additional fiber with size < 254 μm cause decrease value of tensile strength and increase value of % elongation. Keywords : bioplastic, starch, natural fiber, canna root fiber, glycerol, sorbitol,melt intercalation
PENDAHULUAN Plastik mulai dikenal masyarakat sejak abad ke 19, jenis plastik yang banyak beredar saat ini adalah plasik sintetik yang berbahan dasar minyak bumi. Plastik sintetik memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki sifat mekanik dan barrier yang baik, harga yang murah, dan kemudahan dalam proses pembuatan serta aplikasinya. Akan tetapi, plastik sintetik memiliki beberapa kekurangan yaitu, memiliki kestabilan fisiko-kimia yang terlalu kuat sehingga plastik sangat sukar terdegradasi oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) di lingkungan (Senny Widyaningsih, 2012). Permintaan akan plastik sintetik ini terus meningkat setiap tahunya, hal ini dapat menimbulkan masalah seperti, sulitnya penanganan limbah dan semakin minimnya ketersediaan bahan baku. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengganti bahan dasar plastik sintetik yaitu minyak bumi menjadi bahan yang mudah diuraikan oleh pengurai seperti bahan alam yang disebut dengan plastik biodegradable (bioplastik). Bioplastik ini memiliki keuntungan yaitu, mengurangi limbah plastik yang semakin lama jumlahnya semakin bertambah banyak. Pati sebagai salah satu polimer alam yang paling menjanjikan untuk industri plastik biodegradable. Sumber pati yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu (singkong). Pati memiliki beberapa kelebihan, yaitu harga yang murah, sumber yang melimpah, memiliki prilaku termoplastik, dapat didaur ulang, dan terbarukan. Namun disisi lain, pati juga memiliki beberapa kekurangan yaitu titik lebur yang rendah, kelarutan dalam air tinggi, sulit dalam proses pengolahan dan rapuh sehingga diperlukan bahan tambahan lain seperti plasticizer dan serat alam untuk memperbaiki kekurangan tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Pati merupakan polimer karbohidrat yang terdiri atas unit unit anhidroglukosa dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosidik. Pati terdiri dari dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai lurus pada pati dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosidik, sementara amilopektin merupakan rantai bercabang pada pati dengan ikatan α-(1,6)-dglukosidik. Rantai cabang amilopektin menyebabkan mobilitas rantai pati menurun. Plasticizer adalah suatu pelarut organik dengan titik didih tinggi yang ditambahkan kedalam resin yang kaku sehingga akumulasi gaya intermolekular pada rantai panjang akan menurun, sehingga elastisitasnya akan bertambah dan kekakuannya akan menurun (Marbun, 2012). plasticizer akan mempengaruhi sifat fisik dan mekanis film seperti kekuatan tarik, elastisitas kekerasan, suhu transisi kaca, dan sebagainya. Serat berfungsi untuk menguatkan material bioplastik. Komponen serat yang akan digunakan sebagai penguat adalah selulosa sehingga komponen serat lain seperti hemiselulosa dan lignin perlu dihilangkan. Ukuran pastikel serat mempengaruhi nilai tensile strength. METODE PENELITIAN Pre-treatment Serat Pre-treatment serat dilakukan dalam dua tahap. Pre-treatment tahap pertama bertujuan untuk menghilangkan pati yang menempel pada permukaan serat. Pre-treatment tahap kedua bertujuan untuk menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa pada serat dan menurunkan ukuran serat. Pre-treatment tahap pertama dimulai dengan memanaskan air hingga mendidih. Setelah air mendidih serat dimasukan dan dipanaskan selama 15 menit sambil terus diaduk Serat dikeringkan menggunakan tray dryer pada suhu 40 0 C selama 20 jam. Pre-treatment tahap ke dua dimulai dengan Serat direndam dalam larutan NaOH 15% w selama 2 jam. Setelah 2 jam serat dipisahkan dari larutan NaOH dengan cara disaring. Serat hasil perendaman larutan NaOH 15% dihidrolisis menggunakan larutan HCl 1 M selama 40 menit pada suhu 60 0 C. Setelah dihidrolisis serat dipisahkan dari larutan HCl dengan cara disaring. Serat hasil hidrolisis kemudian direndam menggunakan larutan NaOH 2% selama 2 jam pada suhu 60 0 C. Setelah direndam serat dipisahkan dari larutan NaOH 2% dengan cara disaring. Serat dikeringkan menggunakan tray dryer pada suhu 40 0 C selama 24 jam. Serat hasil pengeringan dihaluskan menggunakan blender. Serat yang telah dihaluskan diayak menggunakan ayakan ukuran mesh 100 Percobaan Pendahuluan Mencampurkan gliserol dan 150 ml aquadest. Perbandingan pati : gliserol yang digunakan adalah 70:30 dan 80:20. Memasukan campuran ke dalam ultrasonic processor selama 50 menit. Memanaskan larutan hasil sonikasi sampai suhu 50 0 C sambil dilakukan pengadukan menggunakan stirrer, setelah suhu tercapai maka pati singkong dimasukan secara perlahan ke dalam larutan. Pemanasan dilakukan sampai suhu larutan mencapai 70 0 C (sampai pati tergelatinasi). Menuangkan
larutan pada cetakan bioplastik. Mengeringkan campuran dalam oven dengan suhu 40 0 C selama 48 jam. Mengeluarkan campuran dari oven, kemudian membiarkannya pada suhu kamar hingga campuran dapat dilepaskan dari cetakan. Pembuatan Bioplastik Mencampurkan gliserol, sorbitol, serat dan 150 ml aquadest. Variasi fraksi serat yang ditambahkan adalah 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%. Memasukan campuran ke dalam ultrasonic processor selama 50 menit. Memanaskan larutan hasil sonikasi sampai suhu 50 0 C sambil dilakukan pengadukan menggunakan stirrer, setelah suhu tercapai maka pati singkong dimasukan secara perlahan ke dalam larutan. Pemanasan dilakukan sampai suhu larutan mencapai 70 0 C (sampai pati tergelatinasi). Menuangkan larutan pada cetakan bioplastik. Mengeringkan campuran dalam oven dengan suhu 40 0 C selama 48 jam. Mengeluarkan campuran dari oven, kemudian membiarkannya pada suhu kamar hingga campuran dapat dilepaskan dari cetakan. Penentuan Sifat Mekanik Penentuan sifat mekanik dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama semua sampel dianalisa menggunakan alat Texture Analyzer CT 3 dengan probe dual grip. Sampel dengan nilai tensile strength tertnggi dari hasil analisa tahap pertama akan dianalisa ulang menggunakan alat Universal Testing Machine. Analisa sifat mekanik tahap pertama mengikuti standar ASTM D-882-97. Sampel bioplastik dipotong dengan ukuran (100 mm 16 cm). Kecepatan yang digunakan untuk analisa adalah 0,2 mm/s, trigger atau beban yang diberikan sebesar 8 gram, dan jarak penarikan yang digunakan adalah 30 mm. Sifat mekanik yang dianalisa meliputi tensile strength dan % elongation. Analisa tahap kedua mengikuti standar ISO 527-2 tipe 5A. Kecepatan yang digunakan saat analisa adalah 10mm/min dengan loadcell rating sebesar 50 N dan extensometer rating 20 cm. kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang semula (A 0). Nilai kuat tarik atau tensile strength dihitung menggunakan persamaan dibawah ini (Sitorus, 2009) : σt = Fmaks (1) A 0 Keterangan : σt : kuat tarik (kpa) F maks : beban maksimum (kgf) A 0 : Luas penampang semula (m 2 ) Perhitungan persen pemanjangan atau % elongation dihitung dengan menggunakan asumsi bahwa selama deformasi volume spesimen tidak berubah. Sehingga perbandingan luas penampang semula dengan luas penampang setiap saat dapat dihitungan dengan persamaan berikut ini(sitorus, 2009) : Keterangan : I A0 Io A = I (2) : Pertambahan Panjang(mm) I 0 : Panjang semula (mm) Untuk menghitung persen pemanjangan digunakan persamaan dibawah ini : % ε = I x 100% (3) I 0 Keterangan : ε : elastisitas/regangan (%) I : pertambahan panjang (mm) I 0 :panjang mula-mula material yang diukur (mm) HASIL DAN PEMBAHASAN Pre-treatment Serat Hasil analisa menunjukan bahwa serat hasil pre-treatment memiliki ukuran <254 μm. Pretreatment serat menggunakan larutan alkaliasam bertujuan untuk mendapatkan serat berukuran nano, namun ukuran serat yang didapat setelah proses pre-treatment hanya mencapai ukuran skala mikro. Hal ini menunjukan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pre-treatment serat untuk mendapatkan ukuran nano. Percobaan Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan rasio antara pati dan plasticizer yang tepat untuk penelitian ini. Dari literatur ada dua rasio yang sering digunakan yaitu, rasio pati : plasticizer 70:30 (María Guadalupe Lomelí Ramíreza, 2011) dan 80 :20 (S, 2012). Penelitian pendahuluan ini dilakukan menggunakan pati dan gliserol. Dari hasil penelitian pada rasio 70 : 30 formula plastik yang dihasilkan lebih encer dan lebih mudah robek. Namun pada rasio 80 : 20 formula plastik yang didapat lebih kental dan lebih mudah dilepas dari cetakan dan tidak mudah robek. Selain itu dari hasil analisa sifat mekanik, nilai tensile strength umtuk rasio 80 : 20 sebesar 5,063 KPa lebih tinggi dibandingkan dengan rasio 70 : 30 sebesar 1,026 KPa. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya jumlah gliserol sebagai platicizer maka mobilitas rantai pati meningkat akibatnya bioplastik memiliki kemuluran yang lebih tinggi. Plasticizer berfungsi untuk menurunkan kekuatan dan meningkatkan kemuluran bioplastik. Amilosa dan amilopektin pada pati saling berikatan melalui
ikatan hidrogen intermolekular yang cukup kuat hal ini menyebabkan mobilitas rantai pati menurun sehingga bioplastik akan memiliki sifat kaku. Plasticizer dapat memutuskan ikatan hidrogen intermolekular pada pati sehingga mobilitas rantai pati meningkat, akibatnya sifat kaku dari bioplastik menurun dan kemulurannya meningkat (Marbun, 2012). Semakin tinggi jumlah plasticizer yang ditambahkan ke dalam matriks pati maka akan semakin banyak pula ikatan hidrogen pada pati yang putus dan akan semakin banyak pula plasticizer yang berikatan dengan pati sehingga kekuatannya menurun dan kemulurannya meningkat. Pada rasio 70 : 30 jumlah plasticizer lebih banyak dibandingkan pada rasio 80 : 20 sehingga formula dengan rasio 70 : 30 memiliki nilai % elongation yang lebih tinggi yaitu 26,09% dibandingkan % elongation pada rasio 80:20 yaitu 14,355%. Sehingga rasio yang digunakan untuk penelitian utama adalah 80:20 karena memiliki nilai tensile strength yang tinggi dan plastik lebih mudah dilepas dari cetakan. Pengaruh Rasio Pati:Plasticizer:Serat Terhadap Sifat Mekanik Pada rasio gliserol:sorbitol 1:2 dan pada rasio pati:plasticizer:serat 80:20:0 nilai tensile strength yang dihasilkan adalah 22,08 kpa dan memiliki % elongation 6,52%. Namun pada rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8 nilai tensile strength mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari 22,08 kpa menjadi 6,77 kpa, sementara % elongation mengalami peningkatan yaitu dari 6,52% menjadi 15,2%. Serat berfungsi sebagai reinforcement atau penguat material bioplastik, sehingga penambahan serat seharusnya dapat meningkatkan kekuatan (tensile strength) dan menurunkan kemuluran (% elongation) bioplastik yang dihasilkan (Marbun, 2012). Namun dari hasil percobaan penambahan serat justru menurunkan nilai tensile strength dan meningkatkan % elongation. Hal ini disebabkan karena serat memiliki ukuran yang jauh lebih besar (< 254 μm) dari pada ukuran polimer (4-35 μm) sehingga keberadaan serat dengan ukuran yang cukup besar tersebut akan mengganggu jaringan dari matriks pati akibatnya kekuatan dari matriks pati tersebut akan menurun. Selain itu jumlah plasticizer terhadap pati pada rasio pati:plasticizer 72:20 lebih banyak dibandingkan pada rasio pati:plasticizer 80:20. Plasticizer berfungsi untuk menurunkan kekuatan dan meningkatkan kemuluran bioplastik. Pada rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8, efek plasticizer untuk meningkatkan kemuluran lebih dominan dibandingkan efek serat sebagai penguat (meningkatkan tensile strength) karena jumlah serat di dalam campuran kecil sehingga nilai tensile strength menurun dan % elongation meningkat. Pada rasio pati:plasticizer:serat 64:20:16 nilai tensile strength mengalami peningkatan dari rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8 yaitu dari 6,77 kpa menjadi 10,34 kpa, sementara % elongation menurun dari 15,2% menjadi 6,4%. Hal ini disebabkan karena serat memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan efek plasticizer karena jumlah serat di dalam campuran meningkat sehingga nilai tensile strength meningkat dan % elongation menurun. Pada rasio pati:plasticizer:serat 56:20:24 nilai tensile strength mengalami peningkatan dari rasio pati:plasticizer:serat 64:20:16 yaitu dari 10,34 kpa menjadi 15,73 kpa, sementara % elongation menurun dari 6,4% menjadi 3,98%. Hal ini disebabkan karena serat memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan efek plasticizer karena jumlah serat di dalam campuran semakin banyak sehingga nilai tensile strength meningkat dan % elongation menurun. Pada rasio pati:plasticizer:serat 48:20:32 nilai tensile strength mengalami penurunan dari rasio pati:plasticizer:serat 56:20:24 yaitu dari 15,73 kpa menjadi 4,8 kpa, sementara % elongation meningkat dari 3,98% menjadi 6,46%. Hal ini disebabkan karena jumlah serat terlalu banyak sementara matriks pati yang tersedia semakin berkurang dan jumlah plasticizer terhadap pati jumlahnya semakin bertambah akibatnya nilai tensile strength menurun dan % elongation meningkat. Pada rasio glisero:sorbitol 1:1 pada ratio pati:plasticizer:serat 80:20:0 nilai tensile strength yang dihasilkan adalah 19,45 kpa dan memiliki % elongation 4,65%. Namun rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8 nilai tensile strength mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari 19,45 kpa menjadi 3,17 kpa, sementara % elongation mengalami peningkatan yaitu dari 4,65% menjadi 6,27%. Hal ini disebabkan karena serat di dalam matriks pati jumlahnya masih terbatas, sementara jumlah pati berkurang dan jumlah plasticizer terhadap pati meningkat sehingga plasticizer memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan efek serat akibatnya nilai tensile strength menurun dan % elongation meningkat. Pada rasio pati:plasticizer:serat 64:20:16 nilai tensile strength dan % elongation mengalami peningkatan dari rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8 yaitu dari 3,17 kpa menjadi 3,86 kpa, % elongation meningkat dari 6,27 % menjadi 7,98%. Hal ini disebabkan karena serat dan plasticizer memiliki efek yang sama atau tidak ada yang lebih dominan
tensile strength (Kpa) sehingga nilai tensile strength dan % elongation mengalami peningkatan. Pada rasio pati:plasticizer:serat 56:20:24 nilai tensile strength mengalami peningkatan dari rasio pati:plasticizer:serat 64:20:16 yaitu dari 3,86 kpa menjadi 10,6 kpa, sementara % elongation menurun dari 7,98 % menjadi 3,89%. Hal ini disebabkan karena serat memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan efek plasticizer karena jumlah serat di dalam campuran semakin banyak sehingga nilai tensile strength meningkat dan % elongation menurun. Pada rasio pati:plasticizer:serat 48:20:32 nilai tensile strength mengalami penurunan dari rasio pati:plasticizer:serat 56:20:24 yaitu dari 10,6 kpa menjadi 7,96 kpa, sementara % elongation meningkat dari 3,89% menjadi 6,49%. Hal ini disebabkan karena jumlah serat terlalu banyak sementara matriks pati yang tersedia semakin berkurang dan jumlah plasticizer terhadap pati jumlahnya semakin bertambah akibatnya nilai tensile strength menurun dan % elongation meningkat. Pada rasio gliserol:sorbitol 2:1 dan pada ratio pati:plasticizer:serat 80:20:0 nilai tensile strength yang dihasilkan adalah 8,68 kpa dan memiliki % elongation 19,22%. Namun pada penambahan serat sebesar 8% atau pada ratio pati:plasticizer:serat 72:20:8 nilai tensile strength mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari 8,68 kpa menjadi 4,97 kpa, sementara % elongation mengalami peningkatan yaitu dari 19,22% menjadi 21,63%. Hal ini disebabkan karena serat di dalam matriks pati jumlahnya masih terbatas, sementara jumlah pati berkurang dan jumlah plasticizer terhadap pati meningkat sehingga plasticizer memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan efek serat akibatnya nilai tensile strength menurun dan % elongation meningkat. Pada rasio pati:plasticizer:serat 64:20:16 nilai tensile strength mengalami peningkatan dari rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8 yaitu dari 4,97 kpa menjadi 8,11 kpa, sementara % elongation menurun dari 21,63 % menjadi 11,73%. Hal ini disebabkan karena serat memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan efek plasticizer karena jumlah serat di dalam campuran meningkat sehingga nilai tensile strength meningkat dan % elongation menurun. Pada rasio pati:plasticizer:serat 56:20:24 nilai tensile strength dan % elongation mengalami penurunan dari rasio pati:plasticizer:serat 64:20:16 yaitu dari 8,11 kpa menjadi 6,01 kpa, % elongation menurun dari 11,73 % menjadi 5,82%. Hal ini disebabkan karena pada rasio glisero:sorbitol 2:1 jumlah gliserol di dalam campuran plasticizer lebih banyak. Gliserol memiliki berat molekul dan kandungan gugus OH yang lebih rendah dibandingkan sorbitol sehingga bioplastik yang dihasilkan lebih lentur namun serat juga memiliki efek yang cukup kuat sehingga nilai tensile strength dan % elongation menurun. Pada rasio pati:plasticizer:serat 48:20:32 nilai tensile strength mengalami penurunan dari rasio pati:plasticizer:serat 56:20:24 yaitu dari 6,01 kpa menjadi 5,87 kpa, sementara % elongation meningkat dari 5,82% menjadi 10,66%. Hal ini disebabkan karena jumlah serat terlalu banyak sementara matriks pati yang tersedia semakin berkurang dan jumlah plasticizer terhadap pati jumlahnya semakin bertambah akibatnya nilai tensile strength menurun dan % elongation meningkat. Pengaruh Rasio Gliserol: Sorbitol Terhadap Sifat Mekanik Rasio gliserol:sorbitol juga berpengaruh terhadap sifat mekanik bioplastik yang dihasilkan, grafik yang menghubungkan nilai tensile strength dan %elongation terhadap rasio gliserol:sorbitol disajikan pada gambar 1 dan 2. Sorbitol memiliki berat molekul dan kandungan gugus OH yang lebih tinggi dibandingkan gliserol, gugus OH menyebabkan pergerakan dari rantai polimer menurun sehingga semakin banyak sorbitol di dalam campuran plasticizer maka kekuatan atau nilai tensile strength meningkat (Eliangela de M. Teixeira a, 2009). Pada gambar 4.12 dapat dilihat bahwa pada berbagai rasio pati:plasticizer:serat 80:20:0 dan 56:20:24 semakin kecil jumlah sorbitol di dalam campuran maka nilai tensile strength semakin menurun, hal ini telah sesuai dengan teori di atas. 70 50 30 10-10 Tensile Strength pada berbagai ratio gliserol:sorbitol 1 2 1 1 2 1 Perbandingan Plasticizer 80:20:00 72:20:08 64:20:16 56:20:24 48:20:32 Gambar 1. Pengaruh Rasio Gliserol:Sorbitol Terhadap nilai Tensile Strength
% elongation (%) % Elongation pada berbagai ratio gliserol:sorbitol 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 1 1 2 1 ratio gliserol:sorbitol 48:20:32 56:20:24 64:20:16 72:20:08 80:20:00 Gambar 2. Pengaruh Rasio Gliserol:Sorbitol Terhadap nilai % Elongation Nilai kemuluran atau %elongation akan meningkat seiring dengan penurunan nilai tensile strength. Namun di semua rasio pati:plasticizer:serat pada rasio gliserol:sorbitol 1:1 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena serat memiliki efek yang dominan sehingga % elongation mengalami penurunan. Analisa Sifat Mekanik Menggunakan Universal Testing Machine Hasil terbaik dari analisa tahap pertama akan dianalisa ulang menggunakan alat universal testing machine. Analisa dilakukan mengikuti standar ISO 527-2 tipe 5A. Dari hasil analisa tahap peratama sampel dengan rasio gliserol : sorbitol 1:2 dengan rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8, 64:20:16, dan 56:20:24 memiliki nilai tensile strength yang cukup tinggi dibandingkan sampel yang lain, oleh karena itu ketiga sampel ini akan dianalisa ulang. Kecepatan yang digunakan saat analisa adalah 10 mm/min, dengan loadcell rating sebesar 50 N, dan extensometer rating 20 cm. Dari hasil analisa maka didapatkan nilai tensile strength untuk fraksi serat 8% sebesar 17,6 MPa, untuk fraksi serat 16% 20,2 MPa, dan untuk fraksi serat 24% sebesar 22 MPa. Sementara untuk nilai % elongation pada fraksi serat 8% adalah 4,7%, untuk fraksi serat 16% adalah 4,2%, dan untuk fraksi serat 24% sebesar 4%. Hasil tersebut menenunjukan bahwa semakin tinggi fraksi serat yang ditambahkan maka nilai tensile strength meningkat dan nilai % elongation menurun. Hasil analisa tahap pertama dan analisa tahap kedua pada ketiga sampel tersebut memiliki kecenderungan data yang sama yaitu nilai tensile strength meningkat seiring meningkatnya fraksi serat yang ditambahkan. KESIMPULAN Dari peneletian ini dapat disimpulkan bahwa: Rasio pati:plasticizer 80:20 menghasilkan nilai tensile strength yang lebih tinggi dan %elongation yang lebih rendah. Nilai tensile strength tertinggi terjadi pada rasio gliserol : sorbitol 1:2 dan rasio pati:plasticizer:serat 80:20:0 Sebesar 22,079 KPa. Nilai persen pemanjangan (%elongation) tertinggi terjadi pada rasio gliserol : sorbitol 2:1 dan rasio pati:plasticizer:serat 72:20:8 Sebesar 21,630%. Fraksi serat maksimum yang dapat ditambahkan pada rasio gliserol : sorbitol 1:2 dan 1:1 adalah 24%, sementara untuk rasio gliserol:sorbitol 2:1 fraksi serat maksimum yang dapat ditambahkan adalah 16%. Penambahan serat dengan ukuran < 254 μm menurunkan tensile strength tapi menaikkan % elongation. DAFTAR PUSTAKA 1. Marbun, E. S. (2012). Sintesis Bioplastik Dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat Logam ZnO dan Penguat Alami Selulosa. Depok: Universitas Indonesia. 2. María Guadalupe Lomelí Ramírez, K. G.-S. (2011). Study of The Properties of Biocomposites. Part I Cassava Starch-Green Coir Fibers From Brazil. Carbohydrate Polymers, 1712-1722. 3. S, R. E. (2012). Pengaruh Variasi Fraksi Volume Filler Serat Agave Sesalana Terhadap Kekuatan Bending Biokomposit Matrik Pati Ubi Jalar. Kediri: Politeknik Kediri. 4. Senny Widyaningsih, D. K. (2012). Pengaruh Penambahan Sorbitol dan Kalsium Karbonat Terhadap Karakteristik dan Sifat Biodegradasi Film Dari Pati Kulit Pisang. Molekul, 69-81.