Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

EVALUASI KINERJA PENGOPERASIAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER) TRANS SARBAGITA TP 02 KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA DAN PENETAPAN TARIF BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (Study Kasus Bus Po. Aneka Jaya Jurusan Pacitan-Surakarta)

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. cukup tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan yang beroperasi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

ALTERNATIF RENCANA BUS SEKOLAH SEBAGAI PEMBATASAN PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI (Studi Kasus SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA JAMBI STUDI KASUS : RUTE ANGKOT LINE 4C JELUTUNG-PERUMNAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Indicator Pelayanan Angkutan Umum 18 B. Waktu Antara {Headway) 18 C. Faktor Muat (Loadfactor) 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta J.D.ANSUSANTO 1* dan G.L.GESONG 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Babarsari 44, Yogyakarta,Indonesia * Corresponding author: dwiyoko@gmail.com Abstrak:Kota Yogya sebagai kota pendidikan merupakan daya tarik bagi siswa dan mahasiswa. Banyak di antara mereka merupakan pendatang yang berasal dari luar kota Yogyakarta. Kebanyakan mereka datang membawa kendaraan dari kota asal masing-masing. Hal ini menjadikan pertumbuhan jumlah kendaraan setiap tahun selalu meningkat dengan pesat. Ditambah lagi layanan angkutan umum yang masih belum memadai sehingga masyarakat memenuhi kebutuhan transportasi secara mandiri. Kondisi tersebut berpengaruh pada tingkat pelayanan ruas dan simpang jalan di perkotaan Yogyakarta semakin memburuk. Bus sekolah sebagai salah satu alternatif upaya untuk mengatasi kepadatan arus lalulintas terutama pada jam sibuk berangkat dan pulang sekolah. Penelitian ini dilakukan pada salah satu sekolah untuk mengetahui tingkat minat siswa sekolah menggunakan angkutan bus sekolah yang disediakan. Hasil dari penelitian menunjukkan tingkat minat yang cukup tinggi di kalangan murid sekolah jika layanan dapat menjangkau daerah tinggal mereka dan diberlakukan bebas biaya. Kata kunci: bus sekolah, jumlah kendaraan, tingkat pelayanan, alternatif, bebas biaya 1. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun mengalami peningkatan. Sehingga sangat dibutuhkannya sarana transportasi yang menunjang untuk aktifitas sehari-hari termasuk bagi anak sekolah, yang jumlahnya cukup banyak. Kendaraan pribadi dipergunakan masyarakat umum karena keterbatasan layanan angkutan umum. Perlu dilakukan upaya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi karena peningkatan jumlahnya cukup pesat. Salah satu alternatif pengurangan pemakaian kendaraan pribadi pada anak sekolah adalah dengan menyediakan bus sekolah. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat kemacetan di jalan raya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh operasional bus sekolah terhadap pengurangan penggunaan kendaraan pribadi siswa di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. 2. TINJAUAN PUSTAKA Angkutan Umum Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari tempat asalnya ke tempat tujuannya. Prosesnya dengan menggunakan sarana angkutan. Sementara Angkutan Umum Penumpang adalah angkutan yang menggunakan kendaraan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau membayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara [1]. Pola permintaan angkutan umum perkotaan pada umumnya bersifat fluktuatif, artinya pada pagi dan sore hari jumlah penumpangnya banyak, sedang pada jam tidak sibuk sedikit. Layanan angkutan umum yang kurang memadai akan mendorong orang untuk 2017 ITP. All right reserved 150 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

menggunakan kendaraan pribadi. Hal tersebut mendorong pertumbuhan kepemilikan kendaraan. Meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi akan menambah volume lalu lintas sehingga kepadatan lalu lintas akan bertambah. Angkutan Khusus Angkutan khusus merupakan angkutan yang mempunyai asal dan tujuan yang tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan, antar jemput anak sekolah, pemukiman, dengan titik simpul yang sudah ditentukan. Penentuan Rute Rute yang baik adalah rute yang mampu menyediakan pelayanan semaksimal mungkin untuk melayani penumpang dengan menggunakan sumber daya yang ada. Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat, (2002) [2] adalah: Pola tata guna tanah, Pola penggerakan penumpang angkutan umum, Kepadatan penduduk, Daerah pelayanan, Karakteristik jaringan. Menurut Dirjen Perhubungan Darat (2002) [2] parameter berikut ini digunakan sebagai alat untuk melihat efektifitas dan efisiensi pengoperasian dan penentuan jumlah armada: 1. Faktor muat (load factor), 2. Jumlah penumpang yang diangkut, 3. Waktu antara (headway), 4. Waktu tunggu penumpang, 5. Kecepatan perjalanan, 6. Sebab-sebab kelambatan, 7. Ketersediaan angkutan, dan 8. Tingkat konsumsi bahan bakar. Angkutan Sekolah Angkutan kota/pedesaan anak sekolah adalah angkutan yang khusus melayani siswa sekolah dengan asal dan tujuan perjalanan tetap, dan dari sekolah yang bersangkutan (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2007) [3]. Pelayanan angkutan khusus anak sekolah diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Khusus mengangkut siswa sekolah. 2. Berhenti pada halte yang telah ditentukan. 3. Menggunakan mobil/bus. Kendaraan yang digunakan untuk angkutan kota/pedesaan anak sekolah harus memenuhi persyaratan teknik dan laik jalan dan dilengkapi dengan persyaratan: 1. Dapat dilengkapi fasilitas pengatur udara yang berfungsi dengan baik. 2. Dilengkapi dengan lampu berwarna merah dibawah jendela belakang yang berfungsi memberi tanda bahwa mobil bus sekolah tersebut berhenti. 3. Pintu masuk dan/atau keluar mobil bus sekolah dilengkapi dengan anak tangga dengan jarak anak tangga yang satu dengan yang lain paling tinggi 200 milimeter dan jarak antara permukaan tanah dengan anak tangga terbawah paling tinggi 300 milimeter. 4. Dilengkapi suatu tanda yang jelas kelihatan berupa tulisan BERHENTI jika lampu merah menyala yang dipasang dibawah jendela belakang. 5. Mencantumkan papan/kode trayek pada kendaraan yang dioperasikan. 6. Kendaraan dengan warna dasar kuning dilengkapi dengan P3K, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik dan pintu darurat. 2017 ITP. All right reserved 151 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

7. Dilengkapi tanda berupa tulisan BUS SEKOLAH. 8. Dilengkapi jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard kendaraan, yang dikeluarkan oleh pengelola angkutan kota/pedesaan anak sekolah. Penempatan halte disesuaikan dengan posisi bangunan sekolah terhadap jalan yang dilewati angkutan kota/pedesaan anak sekolah. Bentuk dan cara penempatan tulisan BERHENTI dan BUS SEKOLAH sebagaimana dimaksud seperti contoh dalam peraturan ini. berupa shelter atau juga hanya berupa rambu. Suatu lintasan rute biasanya dilengkapi dengan beberapa titik perhentian dimana bus dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Dalam operasionalnya, bus tidak selalu berhenti pada semua perhentian tersebut, karena tergantung pada kebijakan operasional. Kebijakan operasional bus tergantung pada dua faktorutama [4] yaitu: 1. Level of travel demand adalah tingkat permintaan perjalanan. 2. Jarak berjalan kaki yang masih bisa diterima, yaitu jarak berjalan kaki yang masih dianggap nyaman dari tempat tinggal ke perhentian bus terdekat. Gambar 1. Tampak Depan dan Belakang Sampel Bus Sekolah Perhentian Bus Perhentian bus adalah lokasi dimana penumpang dapat naik dan turun dari bus, dan juga lokasi dimana bus dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang sesuai dengan pengaturan operasional ataupun permintaan penumpang. Jadi, perhentian bus adalah lokasi pada rute dimana pengemudi dapat menghentikan kendaraannya untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Perhentian busdapat dilengkapi dengan prasarana Kriteria Perhentian Bus Menurut Santoso [4] kriteria yang digunakan dalam menentukan lokasi perhentian bus terdiri dari: 1. Safety, yaitu (a) Jarak pandang calon penumpang; (b) Keamanan penumpang pada saat turun dan naik bus; (c) Jarak pandang dari kendaraan lain; (d) Gangguan terhadap kendaraan lain pada saat berhenti dan akan berangkat dari perhentian; dan (e) Mempunyai jarak yang cukup dengan penyeberangan. 2. Traffic, yaitu (a) Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat bus berhenti; (b) Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat bus masuk dan keluar darilokasi perhentian. 3. Efisiensi, yaitu (a) Jumlah orang yang dapat terangkut bus cukup banyak; (b) Dimungkinnya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lainnya. 4. Public Relation, yaitu (a) Tersedianya informasi jadwal; (b) Tersedianya tempat sampah; (c) 2017 ITP. All right reserved 152 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

Tidak menyebabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar. Faktor Muat (Load Factor) Penjadwalan Bus Penjadwalan bus dimaksudkan agar bus yang akan dioperasikan dapat berjalan dengan efisien. Penjadwalan bus yang baik harus memperhatikan hal berikut ini [2] : 1. Clock-face headway. 2. Pengaturan waktu kedatangan baik dalam satu trayek maupun kombinasi beberapa trayek yang melayani bagian wilayah atau rute yang sama. 3. Penggunaan periode waktu yang standar, artinya jadwal kedatangan dan keberangkatan untuk tiap pelayanan angkutan putaran waktunya mudah diingat dengan cara menggunakan angka standar. 3. METODOLOGI PENELITIAN Standar Kualitas Angkutan Umum Dalam mengoperasikan angkutan penumpang umum, parameter yang menentukan kualitas pelayanan angkutan umum mengacu pada Pedoman Teknis Penyelenggara Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, (Dirjen Perhubungan Darat, 2002) [2] seperti terlihat pada Tabel 1. Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (2001) [2], load factor merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dengan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen (%). Load factor angkutan umum disetiap rutenya berkisar mulai dari 30% sampai 100%. Standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat untuk nilai load factor adala 70% dan terdapat cadangan 30% untuk mengakomodasi kemungkinan lonjakan penumpang, serta pada tingkat ini kesesakan penumpang di dalam kendaraan masih dapat diterima. Load factor dapat dipergunakan untuk menilai kecukupan jumlah armada serta dapat dijadikan indikator tingkat efisiensi suatu rute. Load factor merupakan prosentasepenumpang yang diangkut terhadap kapasitas tempat duduk, dihitung dengan menggunakan rumus [5] : f = M S....(1) Dimana: f = load faktor M = penumpang yang terangkut S = tempat duduk yang disediakan Tabel 1: Standar Kualitas Pelayanan Angkutan Umum NO ASPEK PARAMETER STANDAR 1. Waktu Tunggu Jumlah waktu tunggu penumpang menunggu angkutan di 2. Jarak Perjalanan Menuju Rute Angkutan Kota 3. Pergantian Rute dan Moda Perjalanan pemberhentian (menit) - Rata-rata - Makismum Jarak perjalanan menuju rute angkutan kota (meter) - Di pusat kota - Di pinggiran kota Frekwensi penumpang yang berganti moda dalam perjalanan dari / ke tempat tujuan (kali) - Rata-rata - Maksimum 4. Waktu Perjalanan Jumlah waktu yang diperlukan dalam perjalanan setiap hari 5 10 10 20 300-500 500 1000 0 1 2 2017 ITP. All right reserved 153 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

dari / ke tempat tujuan (jam) - Rata-rata - Maksimum 5. Headway Waktu antara kendaraan (menit) - Headway ideal - Headway puncak 6. Kecepatan Berdasarkan kelas jalan (km/jam) - Kelas II - Kelas III A - Kelas III B - Kelas III C Berdasarkan jenis trayek (km/jam) - Cabang - Ranting Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 2002 [2] 1,0 1,5 2 3 5 10 2 3 30 20 40 20 10 20 20 10 Kebutuhan Kendaraan Jumlah kedaraan yang dibutuhkan dihitung dengan rumus: K = Ct H.fA.....(2) Dengan : K = jumlah kendaraan Ct = waktu sirkulasi (menit) H = waktu antar (menit) fa = faktor ketersediaan kendaraan (100%) Waktu Antara (Headway) Waktu antar kendaraan ditetapkan dengan rumus berikut: H = 60.C.Lf.(3) P Dengan : H = waktu antar (menit) P = jumlah penumpang penumpang perjam pada seksi terpadat C = kapasitas kendaraan Lf = load factor 70% 4. HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta dengan mengambil sampel murid sekolah tersebut. Sampel Penelitian Menentukan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: n = N 1+N.(e 2 ).(4) Dengan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Batas toleransi kesalahan (5%) Populasi murid SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebanyak 950 orang. Maka jumlah sampel yang diambil sejumlah: n = 950 1 + 950. (0,05 2 ) = 950 3,375 n = 281,48 282 responden Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 282 murid. Asal Responden Siswa yang menjadi responden dalam penelitian ini berasal dari seluruh wilayah Provinsi DIY. Sejumlah 50,35% tinggal di Kota Yogyakarta, 28,37% di wilayah Sleman, 19,86% di Bantul, dan dari wilayah Gunung Kidul dan Kulon Progo hanya 0,71%. 2017 ITP. All right reserved 154 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

Durasi dan Jarak Tempuh Siswa Durasi Perjalanan Jarak tempuh terjauh adalah dari Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul berkisar 90 km sampai dengan 91 km, dengan waktu perjalanan 120 menit sampai dengan 135 menit. Sedangkan, yang terdekat adalah Kecamatan Umbulharjo, dengan jarak tempuh sampai dengan 4,3 km, karena posisi SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta berada di Semaki, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Rute Bus Sekolah Rute bus sekolah adalah rute lintasan bus sekolah dalam melayani antar jemput siswa-siswi SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta dari lokasi rumah menuju sekolah. Perkecualian untuk siswa yang berasal dari Gunung Kidul dan Kulonprogo tidak dapat dilayani sampai lokasi tempat tinggal siswa. Rute bus sekolah dibagi 9 rute dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2: Durasi Perjalanan Tiap Trayek Durasi perjalanan adalah waktu yang diperlukan dalam perjalanan setiap rute. Durasi perjalanan pada masing masing trayek menuju SMA Muhammadiyah Yogyakarta dapat di lihat pada tabel 2. Waktu berhenti pada diasumsikan maksimal 1 menit dan asumsi kecepatan kendaraan atau bus di perkotaan adalan 30 km/jam berdasarkan Pedonam Teknis Penyelenggara Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur (Dirjen Perhubungan Darat, 2002) [2]. Kapasitas Bus Sekolah Kapasitas bus merupakan daya muat penumpang pada bus atau jumlah kursi yang tersedia pada bus. Kapasitas bus telah ditentukan dari spesifikasi bus sekolah yang akan digunakan, bus sekolah SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta menggunakan bus sedang dengan kapasitas bus atau jumlah kursi 30 unit. KODE NAMA TRAYEK JARAK TEMPUH (Km) WAKTU TEMPUH (Menit) JUMLAH TITIK PERHRNTIAN (HALTE) WAKTU BERHENTI (Menit) DURASI PERJALANAN (Menit) a b c d e f g = d + (e x f) RU - 01 Seyegan - Mlati - Yogya 14,90 36 5 1 41 RU - 02 Kaliurang - Yogya 17,10 43 7 1 50 RU - 03 Maguwoharjo - Yogya 16,40 34 5 1 39 RT - 01 Prambanan - Yogya 16,80 37 4 1 41 RT - 02 Wonosari - Yogya 14,10 31 7 1 38 RS - 01 Imogiri - Yogya 15,10 38 4 1 42 RS - 02 Sewon - Yogya 7,80 25 7 1 32 RS - 03 Bantul - Yogya 9,10 24 5 1 29 RS - 04 Kasihan - Yogya 10,50 35 6 1 41 Jumlah Kebutuhan Angkutan Perhitungan jumlah kebutuhan angkutan/bus merupakan jumlah angkutan/bus yang dibutuhkan untuk melayani seluruh siswa-siswi SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta pada masing-masing trayek. Perhitungan pada suatu rute tertentu dihitung dengan cara sebagai berikut: 2017 ITP. All right reserved 155 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

Kebutuhan bus = Kebutuhan bus = 27 30 Jumlah siswa (peminat) Kapasitas bus = 0,9 bus 1 bus Tabel 3: Kebutuhan Bus Sekolah NO KODE NAMA TRAYEK JARAK (Km) DURASI PERJALANAN (Menit) Perhitungan kebutuhan kendaraan / bus pada seluruh rute dapat dilihat pada tabel 3 berikut: JUMLAH PEMINAT BUS SEKOLAH (Orang) KAPASITAS BUS (Kursi) KEBUTUHAN BUS (Unit) 1 RU - 01 Seyegan - Mlati - Yogya 14,9 41 27 30 1 2 RU - 02 Kaliurang - Yogya 17,1 50 60 30 2 3 RU - 03 Maguwoharjo - Yogya 16,4 39 55 30 2 4 RT - 01 Prambanan - Yogya 16,8 41 30 30 1 5 RT - 02 Wonosari - Yogya 14,1 38 29 30 1 6 RS - 01 Imogiri - Yogya 15,1 42 28 30 1 7 RS - 02 Sewon - Yogya 7,8 32 26 30 1 8 RS - 03 Bantul - Yogya 9,1 29 24 30 1 9 RS - 04 Kasihan - Yogya 10,5 41 25 30 1 Jumlah 11 Berdasarkan hasil perhitungan dari 9 rencana trayek bus sekolah SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, secara keseluruhan trayek layanan membutuhkan 11 unit bus untuk beroperasi dan 1 unit bus cadangan sehingga totalnya 12 unit bus. Penjadwalan Bus Penjadwalan bus diperlukan untuk mengatur jam beroperasinya bus, berdasarkan waktu masuk sekolah pada SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta dimulai pukul 07.30 WIB, sehingga keberangkatan kendaraan dimulai pada pukul 06.00 WIB. Misalnya untuk trayek Seyegan Mlati Yogya dengan durasi perjalanan 41 menit, bus dijadwalkan harus berangkat pukul 06.00 WIB sehingga akan sampai di sekolah pada pukul 06.41 WIB. Bus Sekolah sebagai Pilihan Terdapat beberapa pilihan bagi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Bus sekolah dipilih menjadi alternatif menggantikan angkutan pribadi dengan beberapa pertimbangan diantaranya kenyamanan, keamanan, dan dampaknya dapat mengurangi volume kendaraan di jalan raya. Beberapa harapan dari siswa-siswi terhadap layanan angkutan sekolah terkait dengan tingkat pelayanan yang dibutuhkan selama perjalanan sehingga mau berpindah menggunakan angkutan sekolah. Fasilitas Pendukung Fasilitas-fasilitas pendukung yang diharapkan hamper seluruh responden penelitian ini adalah AC dan Wi-fi. Untuk fasilitas televisi masih cukup dipertimbangkan yaitu 255 siswa yang setuju (sebesar 90,43%), sedangkan yang tidak setuju 27 siswa (sebesar 9,57%). Fasilitas lainnya, yaitu speaker diminati oleh 79,08% responden. Pendapat lain adalah bahwa saat naik bus sekolah, banyak siswa yang berkonsentrasi mengenai pelajaran yang akandihadapi di sekolah. 5. KESIMPULAN Kesimpulan 1. Siswa yang berminat menggunakan bus sekolah sebesar 32%, atau sebanyak 304 siswa dari 950 siswa. 2017 ITP. All right reserved 156 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157

2. Berdasarkan pengelompokan alamat siswa didapatkan sebanyak 9 rute yang direncanakan rencana yaitu rute Seyegan-Mlati-Yogya (RU-01), Kaliurang-Yogya (RU- 02), Maguwoharjo-Yogya (RU-03), Prambanan-Yogya (RT-01), Wonosari-Yogya (RT-02), Imogiri- Yogya (RS-01), Sewon-Yogya (RS-02), Bantul-Yogya (RS-03), dan Kasihan-Yogya (RS-04). 3. Bus sekolah mulai beroperasi melakukan penjemputan siswa di lokasi yang sudah ditentukan yaitu pada 9 rute pada pukul 06.00 WIB, 4. Dari semua rute bus sekolah akan sampai di sekolah pada pukul 06.35, dengan estimasi waktu maksimal kedatangan sampai pukul 07.00. Untuk mengantar siswa pulang sekolah disesuaikan dengan waktu selesai kegiatan belajar mengajar. Saran Kurangnya minat responden beralih menggunakan angkutan sekolah kemungkinan karena layanan sejenis belum banyak ditawarkan dan siswa belum melihat dan merasakan secara nyata nyata pengoperasian bus sekolah. Dengan demikian siswa belum melihat keuntungan yang dapat dipetik. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk sosialisasi dan perintisan yang baik sehingga minat siswa akan dapat ditingkatkan. Perlu pula dukungan dari sekolah dan instansi terkait untuk memulai perintisan program ini. 6. DAFTAR PUSTAKA 1. Warpani, P.S., (2002), Merencanakan Sistem Pengangkutan, Bandung : Penerbit ITB.Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, (2002), Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur. 2. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, (2002), Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur. 3. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, (2007), Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Sekolah, 4. Santoso, (1996), Perencanaan Prasarana Angkutan Umum, Bandung : Pusat Studi dan Komunikasi Institut Teknologi Bandung. 5. Morlok, E.K., (1991), Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga,Jakarta. 2017 ITP. All right reserved 157 DOI 10.21063/SPI3.1017.150-157