II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses belajar dapat terjadi melalui banyak cara baik. Sekolah sebagai lembaga

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan Ilmu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. potensi dalam diri siswa itu sendiri. Menurut Sardiman (1994), aktivitas adalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Paham konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

I. PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori kognitif adalah teori yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) konstruktivisme adalah salah satu filsafat

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E (SIKLUS BELAJAR 5E) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA KELAS X MIA SMAN 6 MALANG

Transkripsi:

8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glaserfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan atau gambaran dari kenyataan (realitas) yang ada. Tetapi pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalaman yang dialaminya yang diakibatkan dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Dalam proses kontruksi itu, menurut Glaserfeld diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut : 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui suka dan tidak suka inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

9 Menurut Suparno (1997) secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Konstruktivisme tidak hanya bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar; 4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa; 6. Guru adalah fasilitator. Prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori kontruktivis adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru hanya berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dimana pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan.

10 Teori konstruktivisme ini berkembang dari kerja Piaget (Nur dalam Trianto, 2010). Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamanya sendiri dengan lingkungan. Menurut Piaget (Dahar, 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget (Dahar,1989) yaitu struktur, isi dan fungsi. a. Struktur, memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur. b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.. B. Model Learning Cycle 6E (LC 6E) Learning Cycle pertama kali di kenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS (Wenna, 2009). Learning Cycle atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dan salah satu model pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme. LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. LC pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).

11 Fajaroh dan Dasna (2008) mengemukakan bahwa LC merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Hal serupa juga diungkapkan oleh Dahar (1989) bahwa LC merupakan salah satu model pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran siswa harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Model LC merupakan model pembelajaran yang menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Pada awalnya LC terdiri dari 3 fase yang terdiri dari fase eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep. Dalam perkembangannya, LC semakin berkembang dan semakin dikhususkan oleh para ahli. Model LC 3E (tiga fase) yang semula dikembangkan menjadi LC 5E (lima fase) oleh Rodger W Bybee. Perkembangannya adalah menambahkan fase engagement di awal pembelajaran dan fase evaluation ditambahkan pada akhir pembelajaran. Sehingga lima fase tersebut terdiri dari engagement, exploration, explaination, extension dan evaluation (Lorsbach dalam Fajaroh dan Dasna, 2008). Adapun penjelasan dari kelima fase sebagai berikut : 1. Fase Engagement (Pendahuluan) Tahap engagement bertujuan mempersiapkan diri siswa agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi. 2. Fase Exploration (Menyelidiki) Pada fase exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk

12 menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur. 3. Fase Explanation (Menjelaskan) Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari 4. Fase Extension (Memperluas) Pada fase extention (elaboration), siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving 5. Fase Evaluation (Menilai) Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fasefase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih lanjut. Kemudian Model LC 5E ini berkembang lagi menjadi LC 6E bahkan ada pula yang mengembangkan menjadi LC 7E. Model LC 6E menurut Scheuermann dan Duran (2009) LC 6E terdiri dari fase-fase yang dapat dilihat pada Gambar 1. 1 Engangement 5 Extension 6 Evaluation 2 Exploration 4 Echo 3 Explaination Gambar 1. Fase pelaksanaan pembelajaran menggunakan LC 6E Pada LC 6E ditambahkan fase echo setelah fase explaination. Pada fase echo siswa memperkuat konsep yang telah diperoleh pada fase exploration. Peran guru pada fase echo mengkonfirmasi penguatan konsep oleh siswa dan memberikan tambahan dukungan atau informasi serta pengalaman tambahan jika diperlukan.

13 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, model LC 6E adalah suatu model pembelajaran yang terdiri dari 6 fase yaitu engagement, exploration, explaination, echo, extension dan evaluation, dimana pada setiap fasenya terdapat kegiatan yang berbeda-beda yang akhirnya dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Proses pembelajaran dengan model LC 6E ini, siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan kognitif melalui indera untuk melihat gejalagejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi berfungsi mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh. C. Keterampilan Proses Sains Menurut Hartono (2007) keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami IPA. Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yaitu IPA sebagai proses, produk dan sikap, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Lebih lanjut, KPS menurut Semiawan (1992) adalah keterampilanketerampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Jadi, KPS merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah serta merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berfikir logis. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Dengan KPS

14 ini, siswa diharapkan menjadi cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. KPS dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Menurut Esler & Esler (1996) KPS dikelompokkan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan Proses Dasar Mengamati (observasi) Inferensi Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (interpretasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi Keterampilan Proses Terpadu Mengajukan pertanyaan Berhipotesis Penyelidikan Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan Hartono (2007) menyusun indikator KPS dasar seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar Keterampilan Dasar Mengamati (observing) Inferensi (inferring) Klasifikasi (classifying) Menafsirkan (predicting) Berkomunikasi (Communicating) Indikator Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan. Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi. Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

15 KPS yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini adalah keterampilan mengelompokkan. Mengelompokkan adalah proses yang digunakan ilmuan untuk mengadakan penyusunan atau pengelompokkan atas obyek-obyek atau kejadian-kejadian. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Indikator keterampilan mengelompokkan adalah mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan timbal baliknya (Hartono, 2007). Salah satu KPS yang dibahas lainnya adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah baik berupa keterampilan menyampaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan. Menurut Hartono (2007) kemampuan komunikasi siswa dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis. 2. Kemampuan menjelaskan hasil pengamatan. 3. Kemampuan menyusun dan menyampaikan hasil kerja. 4. Kemampuan menggambarkan data dengan grafik atau bagan. 5. Kemampuan mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel. Keterampilan mengkomunikasikan menurut Semiawan (1992) adalah keterampilan untuk menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper, penyusunan karangan, pembuatan gambar, peta, tabel, diagram, dan grafik. Adapun indikator dalam keterampilan mengkomunikasikan dalam kerja ilmiah menurut Semiawan (1992) antara lain:

16 1. Menyimpulkan hasil penelitian. 2. Merekomendasikan tindak lanjut dari hasil penelitian. 3. Menginformasikan alasan logis perlunya penelitian/penyelidikan ilmiah. 4. Mendeskripsikan masalah penelitian/penyelidikan secara jelas dalam laporan dan mengkomunikasikannya. 5. Menspesifikasi variabel yang diteliti. 6. Mengkomunikasikan prosedur perolehan data. 7. Mengkomunikasikan cara mengolah dan menganalisis data yang sesuai untuk menjawab masalah penelitian. 8. Menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik, diagram alur, dan peta konsep. 9. Menggunakan media yang sesuai dalam menyajikan hasil pengolahan data. 10. Menjelaskan data baik secara lisan maupun tulisan. 11. Mengkomunikasikan kesimpulan dan temuan penelitian berdasarkan data. 12. Menyajikan model hubungan dengan simbol dan standar internasional dengan benar. Jenis keterampilan mengkomunikasikan yang akan diukur adalah mendiskusikan hasil percobaan, memberikan data hasil percobaan atau pengamatan dalam bentuk tabel, membuat tabel, membaca tabel, menjelaskan hasil percobaan, mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel, mengubah data dalam bentuk tabel ke dalam bentuk narasi, dan mengungkapkan gagasan secara tertulis. D. Analisis Konsep Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

17 Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle, Tieman, dan Klausemer. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh

1 ANALISIS KONSEP Nama Sekolah : SMA YP Unila Bandar Lampung Mata Pelajaran : Kimia Kelas : XI IPA Semester : Genap Standar Kompetensi : 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar : 5.1 Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari No Label Definisi Konsep Jenis Atribut Konsep Konsep Contoh Non Konsep Konsep Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat contoh (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Campuran Campuran merupakan gabungan dari dua zat Konsep Konkret Gabungan dari dua zat Ukuran Partikel Materi Unsur Senyawa Larutan Koloid Campuran air dan gula Garam, gula, pasir atau lebih baik atau lebih Zat Suspensi Campuran air campuran homogen Campuran terlarut dengan garam maupun campuran heterogen yang tidak memiliki komposisi tertentu dan dapat dipisahkan secara fisika, dapat berupa suspensi, larutan, maupun koloid. homogen Campuran heterogen Tidak memiliki komposisi tertentu Komposisi dapat dipisahkan secara fisika Zat pelarut 18 18

2 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 2. Suspensi Suspensi merupakan campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut. Konsep konkret Campuran heterogen Zat terlarut dan zat pelarut dapat dibedakan Ukuran Partikel Zat terlarut Zat pelarut Sistem dispersi Larutan Koloid Zat pelarut Zat terlarut Campuran air dengan pasir, campuran minyak dengan air Santan, susu, larutan garam 3. Larutan Campuran homogen yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut. Konsep konkret Campuran homogen Zat terlarut dan pelarut tidak dapat dibedakan Ukuran Partikel Zat terlarut Zat pelarut Sistem dispersi Suspensi Koloid Larutan elektrolit dan non elektrolit Larutan asam basa Larutan gula, larutan garam Campuran air dan pasir, campuran minyak dan air, susu 4. Koloid Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi, dapat berupa sol, emulsi, buih dan aerosol. 5. Aerosol Aerosol merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi zat padat atau zat cair dan zat pendispersi gas. Konsep abstrak contoh konkret Konsep abstrak contoh konkret Campuran yang terletak antara suspensi dan larutan Sol Aerosol Emulsi Buih Fase terdispersi padat atau cair Fase pendispersi gas. Ukuran Partikel Sifat-sifat Jenisjenis Fase zat Sistem dispersi Jenis-jenis koloid Larutan Suspensi Sol Emulsi Buih Sol Emulsi Buih Aerosol Aerosol padat Aerosol cair Susu, santan, cat, tinta, dll Awan,kabut, asap, debu, jelaga dalam udara Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air Air sungai, cat 19

3 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 6. Sol Sol merupakan jenis Konsep Fase Fase zat Jenis-jenis Aerosol Sol cair Tinta,koloid Santan, koloid dengan fase terdispersi padat dan fase pendispersi padat atau cair abstrak contoh konkret terdispersi padat Fase pendispersi padat atau koloid Emulsi Buih Sol padat emas, paduan logam. susu, mayonaise 7 Emulsi Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi cair dan zat pendispersi padat atau cair 8. Buih Buih merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi gas dan zat pendispersi padat atau zair Konsep abstrak Konsep abstrak contoh konkret cair Fase terdispersi cair Fase pendispersi padat atau cair Fase terdispersi gas Fase pendispersi padat atau cair Fase zat Fase zat jenis-jenis koloid Jenis-jenis koloid Aerosol Sol Emulsi Aerosol Sol Emulsi Emulsi padat Emulsi cair Buih cair Buih padat Susu,santan, jeli,mentega, Buih sabun, karet busa, batu apung Kabut, awan susu, santan, jeli 20

21 E. Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada fase pertama model LC 6E,terdiri dari 6 fase yaitu. Pada fase pertama yaitu engagement, mempersiapkan diri siswa agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan menggali pengetahuan awal dan ide-ide mereka mengenai berbagai macam campuran, misalnya siswa diminta untuk membuat dugaan sementara tentang ciri-ciri larutan dan suspensi, kemudian siswa diberikan suatu campuran yang ciri-cirinya menyerupai larutan dan suspensi. Dengan adanya masalah ini akan mengundang rasa keingintahuan siswa dan siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Fase kedua yaitu exploration, pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelom-poknya untuk menguji dan membuktikan prediksi mereka pada fase engangement, dengan cara melakukan pengamatan langsung, misalnya melakukan percobaan untuk mendefinisikan pengertian koloid berdasarkan ciri-ciri yang mereka amati dari beberapa contoh larutan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada fase ini pula, dapat dilatihkan keterampilan mengkomunikasikan dengan cara mendiskusikan hasil percobaan melalui presentasi dan memberikan data hasil percobaan dalam bentuk tabel. Fase ketiga yaitu explaination, guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang telah di dapat pada tahap sebelumnya. Pada fase ini, siswa dilatihkan untuk menginferensi pengertian dari larutan suspensi dan koloid dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada fase keempat yaitu fase echo, siswa memperkuat konsep yang telah diperoleh pada fase exploration, siswa dituntut untuk dapat menuliskan kembali pengertian koloid serta perbedaannya dengan

22 suspensi dan larutan. Peran guru pada fase echo mengkonfirmasi pengua-saan konsep oleh siswa dan memberikan tambahan dukungan atau informasi serta pengalaman tambahan jika diperlukan. Kemudian fase kelima yaitu extension, siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian lain maupun berupa praktikum lanjutan. Pada fase ini, dapat pula melatihkan KPS yang dimiliki siswa, misalnya mengkomunikasikan sebuah narasi ke dalam bentuk tabel. Fase yang terakhir yaitu evaluation, pada tahap akhir, dilakukan evaluasi terhadap efektivitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa. Pada fase ini, siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang melatihkan KPS yang mereka miliki, misalnya mengelompokkan beberapa jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya. Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model LC 6E dapat meningkatkan KPS siswa, khususnya keterampilan mengelompokkan dan mengkomunikasikan pada materi koloid. Selain itu, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari dengan memberikan pengalaman belajar pada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan menerapkan pada kehidupan.

23 F. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 semester genap SMA YP Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai pengetahuan awal yang sama. 2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keterampilan mengelompokan dan mengkomunikasikan koloid siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 4 semester genap SMA YP Unila Bandar Lampung Tahun ajaran 2012/2013 diabaikan 3. Perbedaan keterampilan mengkomunikasikan dan mengelompokkan untuk materi koloid semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran. G. Hipotesis Umum Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah : Model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan mengkomunikasiskan.