TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

dokumen-dokumen yang mirip

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : SK. 192/IV- Set/Ho/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH BUPATI KUTAI TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET KABUPATEN KUTAI TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2000

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

2016, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR : 17 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Genetik serta Scientific Access bagi Peneliti Asing

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN T E N T A N G RETRIBUSI, IJIN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 11/IV- SET/2011 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 7, TAHUN : 2004 SERI : B NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 06/IV-SET/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. UMUM. Sejalan...

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG LISENSI PRAMUWISATA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R.

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

Transkripsi:

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertantu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuha dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, yang berupa cagar alam dan suaka margasatwa; 2. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam; 3. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami; 4. Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya data dilakukan pembinaan terhadap habitatnya; 5. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutaman dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata dan rekreasi alam; 6. Surat izin masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru yang selanjutnya disebut Simaksi adalah izin yang diberikan oleh pejabat berwenang kepada pemohon untuk masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru; 7. Masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih untuk suatu tujuan tertentu dalam rangka memperoleh data dan informasi tentang keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; 8. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; 9. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru; 10. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, mauoun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu; 11. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara; 12. Pembuatan film adalah kegiatan membuat atau memproduksi film dalam bentuk film cerita, non cerita, dan iklan baik komersial maupun non komersial; 13. Ekspedisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru untuk misi atau tujuan tertentu; 14. Jurnalistik adalah kegiatan yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia; 15. Mitra kerja adalah lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi pemerintah atau swasta, lembaga swadaya masyarakat dalam negeri dan luar negeri, serta badan usaha di bidang media massa yang berbadan hukum Indonesia atau asing; 16. Perorangan adalah orang perorang yang mempunyai kepentingan masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru; 17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam; 18. Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Sekretaris Direktorat Jenderal yang diserahi tugas melaksanakan koordinasi dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; - 1 -

19. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Kelas I yang diserahi tugas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, melakukan koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 20. Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah adalah Kepala Bidang yang diserahi tugas mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta pelaksanaan konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi di wilayah kerjanya; 21. Kepala Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam adalah Kepala Bidang yang diserahi tugas melaksanakan penyiapan rencana kerja di bidang perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung, pelayanan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; 22. Kepala Bagian Tata Usaha adalah Kepala Bagian yang diserahi tugas melaksanakan pengurusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan dan rumah tangga, penyusunan perencanaan, kerjasama, pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan; Jenis dan Lokasi Kegiatan Tabel 1. Jenis dan Lokasi Kegiatan yang diliput dengan Simaksi No Jenis Kegiatan Lokasi Kegiatan CA SM TN TAHURA TB 1 Penelitian dan pengembangan 2 Ilmu pengetahuan dan pendidikan 3 Pembuatan film komersial Ditentukan oleh Kepala UPT 4 Pembuatan film non komersial Ditentukan oleh Kepala UPT 5 Pembuatan film dokumenter Ditentukan oleh Kepala UPT 6 Ekspedisi Ditentukan oleh Kepala UPT 7 Jurnalistik Ditentukan oleh Kepala UPT Kewenangan Penerbitan Simaksi dan Perpanjangan Simaksi 1. Bagi WNA dan atau bagi WNI yang mempunyai keterkaitan kerja dengan pihak asing untuk lebih dari 1 (satu) lokasi UPT, diterbitkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal PHKA. 2. Bagi WNA dan atau bagi WNI yang mempunyai kerterkaitan kerja dengan pihak asing untuk 1 (satu) lokasi unit pelaksana teknis, diterbitkan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis. Tata Cara Permohonan Simaksi Permohonan Simaksi diajukan oleh pemohon kepada penerbit izin sebagaimana tersebut di atas, dengan dilampiri persyaratan sebagai tabel berikut: Tabel 2. Kelengkapan Persyaratan Permohonan Simaksi No Jenis Kegiatan Kelengkapan Persyaratan 1 Penelitian dan pengembangan (1),(2),(3),(4),(6),(7),(8) WNA (2), (4), (5), (8) WNI 2 Ilmu pengetahuan dan pendidikan (1),(2),(3),(4),(9) WNA (2), (4), (5), (8) WNI 3 Pembuatan film komersial (1),(2),(3),(4),(10),(11),(12),(13) WNA (2),(4),(5) WNI 4 Pembuatan film non komersial (1),(2),(3),(4),(10),(11),(12),(13) WNA (2),(4),(5) WNI 5 Pembuatan film dokumenter (1),(2),(3),(4),(10),(11),(12),(13) WNA (2),(4),(5) WNI - 2 -

No Jenis Kegiatan Kelengkapan Persyaratan 6 Ekspedisi (1),(2),(3),(4) WNA (2),(4),(5) WNI 7 Jurnalistik (1),(2),(3),(4),(14) WNA (2),(4),(5),14 WNI Kelengkapan persyaratan permohonan Simaksi: 1) Surat Keterangan Jalan dari Kepolisian; 2) Proposal Kegiatan; 3) Foto Copy Paspor; 4) Surat Pernyataan tentang kesanggupan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan 5) Foto Copy Tanda Pengenal 6) Surat Izin Penelitian dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi 7) Surat Pemberitahuan Penelitian dari Kementerian Dalam Negeri; da 8) Surat Rekomendasi dari mitra kerja. 9) Surat Rekomendasi dari mitra kerja 10) Surat Izin Produksi Pembuatan Film Non Cerita/Cerita di Indonesia dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; 11) Sinopsis; 12) Daftar Peralatan;dan 13) Daftar Anggota Tim 14) Kartu Pers dari Lembaga yang Berwenang Catatan: Dalam hal permohonan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, serta kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan tidak diajukan sendiri oleh pemohon, maka: a. Mitra kerja selaku induk organisasi pemohon dengan surat kuasa dari pemohon dapat mengatasnamakan pemohon untuk mengajukan permohonan dan mengambil Simaksi; dan b. Perorangan dengan surat kuasa dari pemohon dapat mengatasnamakan pemohon untuk mengajukan dan mengambil Simaksi. Tata Cara Perpanjangan Simaksi (1) Untuk kegiatan penelitian dan pengembangan serta ilmu pengetahuan dan pendidikan, diajukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum Simaksi berakhir. (2) Untuk kegiatan pembuatan film, ekspedisi, dan jurnalistik diajukan, paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum Simaksi berakhir. (3) Permohonan perpanjangan dilampiri dengan: a. Laporan hasil kegiatan b. Perizinan dari instansi terkait yang masih berlaku. c. Rekomendasi dari Kepala Unit Pelaksana Teknis bagi WNA Rekomendasi dapat diterbitkan setelah pemohon melakukan presentasi, dan dinilai serta dapat diterima oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis. Masa Berlaku Simaksi (1) Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan Simaksi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, paling lama 3 (tiga) bulan. (2) Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan Simaksi untuk kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, paling lama 1 (satu) bulan. (3) Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan Simaksi untuk kegiatan pembuatan film, paling lama 14 (empat belas) hari. (4) Masa berlaku Simaksi dan perpanjangan Simaksi untuk kegiatan ekspedisi dan jurnalistik, paling lama 10 (sepuluh) hari. - 3 -

Berakhirnya Simaksi Simaksi berakhir apabila: a. Jangka waktu berakhir; b. Dicabut oleh penerbit Simaksi; dan c. Diserahkan kembali oleh pemegang Simaksi sebelum jangka waktu berakhir. Kewajiban Pemegang Simaksi (1) Sebelum melakukan kegiatan, pemegang Simaksi berkewajiban: a. Membayar pungutan sesuai ketentuan peraturan-perundang-undangan; b. Meminta izin atas penggunaan atau peminjaman sarana prasarana milik negara kepada penerbit Simaksi. (2) Selama melaksanakan kegiatan, pemegang Simaksi harus didampingi petugas dari Unit Pelaksana Teknis. (3) Dalam hal Simaksi berakhir, pemegang Simaksi berkewajiban: a. Memperesntasikan hasil kegiatan kepada kepala UPT; b. Menyerahkan laporan kegiatan; c. Menyerahkan kopi film kepada penerbit Simaksi paling lama 1 (satu) bulan setelah film diproduksi, khusus pembuatan film. (4) Dalam hal terdapat kegiatan mengambil dan mengangkut specimen tumbuhan dan satwa liar, pemegang Simaksi harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Segala risiko yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan merupakan tanggung jawab pemegang Simaksi diantaranya luka ringan, luka berat, cacat dan meninggal dunia. (6) Selama melaksanakan kegiatan, pemegang Simaksi dilarang antara lain melakukan penebangan pohon, mengganggu kesejahteraan satwa, dan memberikan makanan kepada satwa yang menjadi obyek kegiatan. (7) Pemegang Simaksi wajib mencantumkan logo Kementerian Kehutanan dan nomenklatur PHKA pada setiap produk hasil kegiatan. BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM JAWA TIMUR Jl. Bandara Juanda Surabaya Telepon. +6231-8667239 Faximile. +6231-8671985 Email: bbksdajatim@yahoo.co.id Website: www.bbksdajatim.org - 4 -

SURAT PERNYATAAN (Penelitian) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama/sebagai penanggungjawab Tim Peneliti : Judul : Lokasi : Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun..., di kantor Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), saya menyatakan : 1. Bahwa Ditjen PHKA berhak dan berwenang mengawasi jalannya pelaksanaan penelitian, dalam rangka pengamanan dan mencegah kemungkinan rusaknya kawasan konservasi akibat kegiatan penelitian. 2. Bahwa Ditjen PHKA dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) PHKA setempat berhak dan berwenang menghentikan dan atau memperpanjang waktu pelaksanaan penelitian, setelah menerima Berita Acara dari petugas pengawas yang ditugaskan oleh Ditjen PHKA. 3. Sebagai penanggungjawab penelitian berkewajiban melaksanakan persyaratan-persyaratan yang dibebankan oleh Ditjen PHKA sebagai berikut : a. Tahap Persiapan: Dalam jangka waktu sedikit-dikitnya 7 (tujuh) hari sebelum tanggal pelaksanaan penelitian, akan menyerahkan data kepada Ditjen PHKA setempat, meliputi: 1) Tata letak lokasi penelitian. Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berhak merubah rencana tata letak tersebut apabila ternyata dapat menimbulkan kerusakan terhadap kawasan konservasi yang dipergunakan sebagai lokasi penelitian. 2) Proposal. Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berhak merubah proposal dimaksud apabila ternyata isi proposal bertentangan dengan maksud dan tujuan konservasi. 3) Daftar rombongan (crew) beserta tugasnya masing-masing. 4) Rencana kerja, jadwal pelaksanaan, dan perlengkapan penelitian yang dipakai dalam penelitian. b. Tahap Pelaksanaan 1) Pelaksanaan penelitian dapat dilaksanakan setelah tahap persiapan. 2) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut angka 1) : a) Tidak akan mengubah, menambah, atau mengurangi keindahan alam setempat. b) Tidak akan mengganggu atau merusak vegetasi dan satwa yang ada di tempat lokasi penelitian. c) Tidak akan mengambil dan mengangkut tumbuhan atau satwa liar tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d) Tidak akan keluar dari sasaran/obyek penelitian yang telah ditentukan. e) Akan mengikuti tata tertib sebagai peneliti sesuai dengan peraturan perundangundangan. f) Akan bertanggung jawab penuh terhadap tindakan petugas lapangan selama penelitian berlangsung dan selama berada di kawasan konservasi. g) Akan didampingi petugas pengawas yang ditunjuk oleh Ditjen PHKA dan atau oleh Kepala UPT PHKA setempat. h) Akan mengikuti petunjuk dari petugas setempat/yang ditunjuk demi keselamatan dan ketertiban umum dan pengamanan kawasan, flora dan atau fauna. - 5 -

i) Akan memberikan biaya penggantian akomodasi, konsumsi, uang saku, dan transportasi bagi Petugas sesuai dengan Peraturan dari Kementerian Keuangan tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri. 4. Menyerahkan 1 (satu) fotokopi laporan dan data serta informasi hasil penelitian kepada Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat apabila pelaksanaan penelitian dimaksud telah dilaksanakan serta telah selesai masa pengolahan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan. 5. Bertanggung jawab atas kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalam kawasan konservasi sebagai akibat pelaksanaan penelitian dengan jalan melakukan rehabilitasi atau mengganti biaya rehabilitasi. 6. Apabila terjadi pelanggaran dan atau penyimpangan terhadap pernyataan tersebut di atas, bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh tanggung jawab. Jakarta,. Materai 6000... - 6 -

Yang bertanda tangan di bawah ini : SURAT PERNYATAAN (Pembuatan film / jurnalistik) Nama : Jabatan : Alamat/ Telepon : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama penanggung jawab Tim... yang akan melaksanakan pembuatan film / jurnalistik sebagai berikut: Judul : Lokasi : Pada hari ini... tanggal... bulan...tahun..., di kantor Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), saya menyatakan : 1. Bahwa Ditjen PHKA dan UPT (Unit Pelaksana Teknis) PHKA setempat berhak dan berwenang mengawasi jalannya pelaksanaan pembuatan film / jurnalistik, dalam rangka pengamanan dan mencegah kemungkinan rusaknya kawasan konservasi akibat kegiatan pembuatan film / jurnalistik tersebut. 2. Bahwa Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat yang ditunjuk oleh Ditjen. PHKA berhak dan berwenang menghentikan dan atau memperpanjang waktu pelaksanaan pembuatan film/ Jurnalistik, setelah menerima Berita Acara dari petugas pengawas yang ditugaskan oleh Ditjen PHKA. 3. Sebagai penanggung jawab pembuatan film / Jurnalistik berkewajiban : a. Tahap Persiapan: Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan pembuatan film / jurnalistik, akan menyerahkan data kepada Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berupa : 1) Tata letak lokasi pembuatan film / jurnalistik. Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berhak mengubah rencana tata letak tersebut bila ternyata dapat menimbulkan kerusakan terhadap kawasan konservasi yang dipergunakan sebagai lokasi pembuatan film / jurnalistik. 2) Sinopsis. Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berhak mengubah skenario pembuatan film/ jurnalistik dimaksud apabila ternyata jalan ceritanya bertentangan dengan maksud dan tujuan konservasi. 3) Daftar tim beserta tugasnya masing-masing. 4) Rencana kerja, jadwal pelaksanaan dan perlengkapan pembuatan film / jurnalistik. b. Tahap Pelaksanaan: 1) Pelaksanaan pembuatan film / jurnalistik dapat dilaksanakan setelah tahap persiapan. 2) Dalam melaksanakan kegiatan angka 1) : a) Tidak akan merubah, menambah atau mengurangi keindahan alam setempat dengan dekorasi buatan atau photo trick. b) Tidak akan mengganggu atau merusak vegetasi dan satwa yang ada di tempat lokasi pembuatan film/ jurnalistik. c) Tidak akan membuat adegan yang melanggar atau bertentangan dengan tujuan konservasi sumber daya alam. d) Tidak akan keluar dari sasaran/obyek yang telah ditentukan. e) Akan mengikuti tata tertib sebagai pengunjung sesuai dengan peraturan perundangundangan. f) Akan bertanggungjawab penuh terhadap tindakan crew selama pembuatan film / jurnalistik berlangsung dan selama berada di kawasan konservasi. - 7 -

g) Akan didampingi petugas pengawas yang ditunjuk oleh Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat. h) Akan mengikuti petunjuk dari petugas setempat/yang ditunjuk demi keselamatan dan ketertiban umum dan pengamanan kawasan, flora, dan atau fauna. i) Akan memberikan biaya penggantian akomodasi, konsumsi, uang saku dan transportasi bagi petugas, sesuai dengan peraturan dari Kementerian Keuangan tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri. 4. Menyerahkan 1 (satu) kopi video hasil peliputan / jurnalistik kepada Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat apabila pelaksanaan pembuatan film / jurnalistik dimaksud telah dilaksanakan dan serta selesai masa processing, dalam waktu paling lambat 1(satu) bulan. 5. Akan bertanggungjawab atas kerusakan yang terjadi di dalam kawasan konservasi sebagai akibat pelaksanaan pembuatan film / jurnalistik dengan jalan melakukan rehabilitasi atau mengganti biaya rehabilitasi. 6. Apabila terjadi pelanggaran dan atau penyimpangan terhadap pernyataan tersebut di atas, kami bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya dan penuh tanggungjawab. Jakarta,. Materai 6000... - 8 -

Yang bertanda tangan di bawah ini : SURAT PERNYATAAN (Ekspedisi) Nama : Jabatan : Alamat/ Telepon : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama/sebagai penanggung jawab Tim Ekspedisi : Judul : Lokasi : Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun..., di kantor Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), saya menyatakan : 1. Bahwa Ditjen PHKA berhak dan berwenang mengawasi jalannya pelaksanaan ekspedisi, dalam rangka pengamanan dan mencegah kemungkinan rusaknya kawasan konservasi akibat kegiatan ekspedisi. 2. Bahwa Ditjen PHKA dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) PHKA setempat berhak dan berwenang menghentikan dan atau memperpanjang waktu pelaksanaan ekspedisi, setelah menerima Berita Acara dari petugas pengawas yang ditugaskan oleh Ditjen PHKA. 3. Sebagai penanggung jawab ekspedisi berkewajiban: a. Tahap Persiapan: Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan ekspedisi, menyerahkan data kepada Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat, meliputi: 1) Tata letak lokasi ekspedisi. Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berhak mengubah rencana tata letak tersebut apabila ternyata dapat menimbulkan kerusakan terhadap kawasan konservasi yang dipergunakan sebagai lokasi ekspedisi. 2) Proposal untuk dipelajari maksud, tujuan, obyek, dan sasaran ekspedisi. Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat berhak merubah proposal dimaksud apabila ternyata isi proposal bertentangan dengan maksud dan tujuan konservasi. 3) Daftar tim beserta tugasnya masing-masing. 4) Rencana kerja, jadwal pelaksanaan, dan perlengkapan ekspedisi. b. Tahap Pelaksanaan: 1) Pelaksanaan ekspedisi dapat dilaksanakan setelah tahap persiapan. 2) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut angka 1): a. Tidak akan mengubah, menambah, atau mengurangi keindahan alam setempat. b. Tidak akan mengganggu atau merusak vegetasi dan satwa yang ada di tempat lokasi ekspedisi. c. Tidak akan mengambil dan mengangkut tumbuhan atau satwa liar tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d. Tidak akan keluar dari sasaran/obyek ekspedisi yang telah ditentukan. e. Akan mengikuti tata tertib sebagai pengunjung sesuai dengan peraturan perundangundangan. f. Akan bertanggungjawab penuh terhadap tindakan petugas lapangan selama ekspedisi berlangsung dan selama berada di kawasan konservasi. g. Akan didampingi petugas pengawas yang ditunjuk oleh Ditjen PHKA dan atau oleh Kepala UPT PHKA setempat. h. Akan mengikuti petunjuk dari petugas setempat/yang ditunjuk demi keselamatan dan ketertiban umum dan pengamanan kawasan, flora, dan atau fauna. i. Akan memberikan biaya penggantian akomodasi, konsumsi, uang saku, dan transportasi bagi Petugas sesuai dengan Peraturan dari Kementerian Keuangan tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri. - 9 -

4. Menyerahkan 1 (satu) fotokopi laporan dan data serta informasi hasil ekspedisi kepada Ditjen PHKA dan UPT PHKA setempat apabila pelaksanaan ekspedisi dimaksud telah dilaksanakan serta telah selesai masa pengolahan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan. 5. Akan bertanggungjawab atas kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalam kawasan konservasi sebagai akibat pelaksanaan ekspedisi dengan jalan melakukan rehabilitasi atau mengganti biaya rehabilitasi. 6. Apabila terjadi pelanggaran dan atau penyimpangan-penyimpangan terhadap pernyataan tersebut di atas, bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya dan penuh tanggungjawab. Jakarta,. Materai 6000... - 10 -