BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan secara langsung ataupun melalui perwakilan dalam berbagai perumusan hukum, hingga pemutaran roda pemerintahan. Eksistensi demokrasi ini dijelaskan Amien Rais bahwa telaah tentang tolak-tarik antara peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang demokrasi, karena dua alasan yakni yang pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 sarjana barat dan timur, sementara di negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbedabeda (kendati sama-sama negara demokrasi). Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertinggi tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam rute yang berbeda-beda (Mahfud, 2003). Pentingnya keberadaan demokrasi bagi rakyat dinyatakan bahwa demokrasi merupakan hak masyarakat untuk menentukan sendiri 1
jalannya organisasi dijamin. Oleh sebab itu hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama (Mahfud, 2003),. Dalam pelaksanaannya, salah satu implementasi demokrasi yakni diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu). Pemilu sebagai alat demokrasi memperjelas konsep kedaulatan rakyat yang abstrak. Orangorang yang terpilih dalam pemilu adalah orang-orang yang mewakili rakyat dan bekerja untuk rakyat. Menurut Undang-Undang no.22 tahun 2007 poin 1 pasal 1 disebutkan bahwa pemilihan Umum selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan Pasal 1 Bab 1 Undang-Undang no.22 tahun 2007 Pemilu dibagi menjadi beberapa macam, antara lain pemilu untuk memilih jajaran legislatif yakni memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kemudian Pemilu untuk memilih jajaran eksekutif yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu juga diselenggarakan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Presiden adalah kepala negara Republik Indonesia. Dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia menggunakan sistem pemerintahan 2
presidensial. Dilihat dari sisi historis, Indonesia beberapa kali berganti sistem pemerintahan. Pada tahun 1945-1949 sistem pemerintahannya presidensial. Di tahun 1949-1959 diterapkan sistem pemerintahan parlementer karena bentuk pemerintahannya serikat. Perubahan terakhir terjadi pada tahun 1959 yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial kembali. Hingga kini presidensial masih digunakan sebagai sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden menjabat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Kedudukan presiden menjadi begitu penting, karena presiden dalam negara republik tidak hanya sebagai simbol kepala negara seperti yang dianut oleh negara monarkhi, namun presiden juga memimpin roda pemerintahan, salah satunya melalui kabinet yang dibentuknya. Pentingnya kedudukan presiden ini menjadi penentu nasib bangsa selama dalam pimpinannya. Di bawah pimpinan Soekarno Indonesia mengalami masa pencarian ideologi yang cukup mengguncang dunia politik. Hingga akhirnya Presiden pertama Republik Indonesia ini memberlakukan ideologi pancasila. Dalam masa kepemimpinan Soekarno pula krisis inflasi hingga 600% dan beredarnya mata uang negara asing secara bebas terjadi, sehingga perekonomian tidak stabil. Hal ini berdampak pada hutang luar negeri yang cukup besar. Di bawah masa pemerintahan Presiden Soeharto pun nasib bangsa pernah terguncang. Pemerintahan selama 32 tahun melahirkan kestabilan ekonomi yang baik, bahkan swasembada pangan dapat dilakukan. Tidak 3
hanya prestasi yang ditorehkan oleh Soeharto, namun catatan-catatan buruk juga turut mewarnai masa pemerintahannya, antara lain rasisme terhadap warga tionghoa, pembatasan kebebasan pers, dan lain sebagainya. Soekarno dan Soeharto menjadi contoh kongkrit akan penentuan nasib bangsa yang begitu penting bagi rakyat Indonesia. Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pertama kali dilaksanakan pada tahun 2004, tepatnya pada tanggal 20 September 2004. Pada pemilihan Presiden sebelumnya sama sekali tidak melibatkan rakyat, Presiden diangkat oleh MPR. Hingga kini Pemilihan Presiden secara langsung telah diadakan sebanyak 2 kali. Pemilihan Presiden dan Wakil presiden dilaksanakan kembali, yakni tepat pada 9 Juli 2014. Pada tanggal 20 Mei 2014 diketahuilah pasangan Calon presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang maju di gelangga pilpres 2014. Capres Joko Widodo menggandeng Jusuf Kalla sebagai Cawapresnya. Sementara Capres Prabowo maju bersama Hatta Rajasa. Sesuai dengan teori media ekonomi politik (Political-economic media theory) yang dikemukakan Mc Quaill dalam salah satu cabang utama teori kritis media, menyebutkan bahwa isi media adalah merupakan komoditas untuk dijual di pasaran, dan informasi yang disebarkan diatur oleh oleh apa yang akan diambil oleh pasar (Littlejohn, 2009). Berita seputar pencalonan presiden dan wapres adalah isu terhangat sekaligus menjadi komoditas yang bernilai. Pemberitaan seputar Jokowi-JK & Prabowo-Hatta menjadi topik terhangat menjelang pilpres. Aktivitas politik mereka kerap kali 4
menghiasi headline news sejumlah media. Segala bentuk wacana kritis yang mengungkit keunggulan dan kekurangan masing-masing pasangan hingga sekedar straight news aktivitas mereka pun menjamur di media cetak maupun elektronik. Tak terkecuali Majalah berita Mingguan TEMPO dan GATRA. Beberapa hal terkait pilpres yang sempat menjadi pemberitaan hangat di media antara lain beredarnya kampanye hitam melalui majalah Obor Rakyat, keberpihakan TNI dan Polri pada salah satu pasangan calon presiden, debat capres, dan koalisi antar partai politik. TEMPO dan GATRA turut serta memberitakan topik-topik hangat tersebut. Tentunya ada konstruksi yang berbeda dalam penyajian beritanya. Berdasarkan observasi awal, secara kuantitas GATRA lebih banyak mengangkat issue pilpres dalam setiap edisinya selama bulan Juni 2014 dibandingkan TEMPO. Sementara TEMPO dalam beberapa edisi lebih memfokuskan pemberitaan pada issue nasional yang lain. Dalam ranah retoris, keduanya memiliki konstruksi yang berbeda pula. Berdasarkan observasi tersebut, secara global saja terdapat konstruksi yang berbeda pada kedua Majalah Mingguan tersebut, hal ini membuat peneliti ingin lebih mengetahui konstruksi dalam ranah mikro khususnya dengan tujuan untuk mengkomparasikannya. Selain itu penelitian ini juga menjadi jawaban ilmiah atas hipotesis peneliti. Menurut riset Survey Research Indonesia, media index 1999, TEMPO merupakan majalah berita mingguan dengan sirkulasi terbesar yakni lebih dari 65 ribu eksemplar/minggu. Sedangkan pada urutan 5
kedua terdapat majalah GATRA. Kedua majalah ini sukses menggaet khalayak dikarenakan memiliki karakter yang kuat dan khas dalam menyajikan setiap laporannya. Perbandingan yang dilakukan peneliti dirasa seimbang antara keduanya. Baik TEMPO maupun GATRA adalah kedua majalah yang sudah cukup lama terbit serta memiliki pembaca dengan jumlah yang tidak sedikit. Antara TEMPO dan GATRA tentunya memiliki perbedaan gaya bahasa dan peliputan sesuai dengan target segmennya masing-masing serta bagaimana keduanya membingkai (framing) sebuah peristiwa. Perbedaan framing di masing-masing majalah inilah yang membuat keduanya memiliki pandangan tersendiri dalam menyikapi sebuah realitas. Bahkan untuk realitas yang sama sekalipun. Peneliti memilih kedua media tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa kedua majalah ini merupakan dua media massa besar di Indonesia yang terbitnya sama-sama mingguan dan memuat berita tentang pasangan capres-cawapres, sehingga memungkinkan bila konstruksi yang dibangun oleh kedua media massa tersebut akan mempengaruhi konstruksi yang dibangun dalam pikiran besar pembacanya. Dalam perspektif kritis fakta peristiwa umumnya disajikan lewat bahasa berita dan bahasa bukanlah sesuatu yang bebas nilai. Ideologi media, pandangan subjektif dari wartawan/editor, kepentingan ekonomipolitik, dll adalah aspek-aspek yang mempengaruhi bahasa dan atau konstruksi berita lebih luasnya. 6
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (Bungin, 2008) menyatakan bahwa individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Pandangan dari mereka menjelaskan bahwa setiap individu memandang sesuatu secara subjektif, sehingga mengantarkan pada paradigma konstruktif. Konstruksi dalam berita akhirnya membentuk realitas sosial karena informasi yang disajikan adalah penggambaran dari realitas yang sebenarnya terjadi. Realitas sosial adalah sebuah konstruksi pengetahuan dan atau wacana dalam dunia kognitif yang hanya hidup dalam pikiran individu dan symbol-simbol masyarakat, tapi sebenarnya tidak ada dalam dunia nyata (Bungin, 2008) Berdasarkan perspektif di atas mengenai media tersebut peneliti ingin membedah lebih jauh tentang konstruksi berita serta jokowi-jk & Prabowo-Hatta dalam judul Konstruksi Berita Pasangan Capres- Cawapres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta di Media Cetak (Analisis Framing di Majalah Berita Mingguan TEMPO dan GATRA edisi Juni 2014) 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Majalah TEMPO membingkai pemberitaan pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta? 2. Bagaimana Majalah GATRA membingkai pemberitaan pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta? 7
3. Bagaimana perbandingan antara konstruksi pembingkaian berita Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta dalam Majalah TEMPO dan GATRA? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui kognisi sosial dan konstruksi yang dibentuk oleh Majalah TEMPO memberitakan pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK dan Prabowo Hatta. 2. Mengetahui kognisi sosial dan konstruksi yang dibentuk oleh Majalah GATRA memberitakan pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK dan Prabowo Hatta. 3. Mengetahui perbedaan kognisi sosial dan konstruksi pembingkaian yang dibentuk oleh Majalah TEMPO dan GATRA dalam memberitakan pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK dan Prabowo Hatta. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi pelaku media dalam menyajikan berita. Peneliti berharap agar hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi media agar dapat memperbaiki kualitas berita yang disajikan kepada masyarakat. 8
2. Manfaat Akademis Dalam bidang akademis penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan serta dapat memperluas wawasan ilmu komunikasi, khususnya dalam hal pembingkaian berita sebuah media. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah sumbangan pemikiran terhadap ilmu-ilmu yang bergerak di bidang jurnalistik dan studi media. 9