Sumber:

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan. 2. pemberhentian dari jabatan negeri.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN. Imam Gunawan

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 003/KS/2003 NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 002/BPS-SKB/II/2004 NOMOR : 04 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR: KEP. 1106/Ka/08/2001 NOMOR: 34 A Tahun 2001

tentang - Dr.Sihabudin,SH.,MH - Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan

PERATURAN BERSAMA MENTERI SEKRETARIS NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2007 NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

MODUL KEPEGAWAIAN. Jakarta, 18 Juli 2017

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

Diatur mengenai Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik Dan Dan Kode

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

MATERI BUKU. 3. Lampiran lampiran

PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN NOMOR 01/III/PB/2011 NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

2016, No tentang Perubahan Ketujuh Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1966 TENTANG PEMBERHENTIAN/PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

2017, No Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Nege

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Pegawai Negeri Sipil

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

PERATURAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2010 NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGANGKATAN DALAM JABATAN STRUKTURAL

2 Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran N

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan...

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR KEPEGAWAIAN DAN ANGKA KREDITNYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

-4- MEMUTUSKAN: Pasal 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO TENTANG PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMANGKU JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI AGAMA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TUNJANGAN HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tam

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 17 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. pemberhentian dari jabatan negeri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN NOMOR 4 TAHUN 2010

2015, No Mengingat : c. bahwa penyesuaian substansi peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga Admi

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2002 TENTANG KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No ) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Ta

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBERHENTIAN DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN/ATAU TINDAK PIDANA LAINNYA Sumber: http://www.gemanusantara.org I. LATAR BELAKANG Pada tanggal 14 Januari 2014, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut UU 5/2014). ketentuan tersebut mencabut berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU 5/2014 dibentuk oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi sebagaimana telah menjadi agenda utama pemerintah sejak era reformasi bergulir. Reformasi birokrasi dilakukan atas aparatur sipil negara agar dapat menjadi profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen Aparatur Sipil Negara 1 (ASN). UU 5/2014 sendiri terdiri atas 141 pasal yang terbagi dalam 14 Bab, yaitu: 1. Ketentuan Umum; 2. Asas, Prinsip, Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku; 3. Jenis, Status, Dan Kedudukan; 4. Fungsi, Tugas, Dan Peran; 5. Jabatan ASN; 6. Hak dan Kewajiban; 7. Kelembagaan; 8. Manajemen ASN; 9. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi; 10. Pegawai ASN Yang Menjadi Pejabat Negara; 11. Sistem Informasi ASN; 12. Penyelesaian Sengketa; 1 Menimbang Huruf C, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut UU 5/2014) 1

13. Ketentuan Peralihan; 14. Ketentuan Penutup; Salah satu hal yang diatur dalam UU 5/2014 ini adalah masalah pemberhentian dan pemberhentian sementara PNS. Hal tersebut diatur dalam Bab 8 tentang Manajemen ASN, yaitu Pasal 87 dan Pasal 88 UU 5/2014 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 87 UU 5/2014 (1) PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pensiun; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban. (2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana. (3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. (4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana. Pasal 88 UU 5/2014 (1) PNS diberhentikan sementara, apabila: a. diangkat menjadi pejabat negara; b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; atau c. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana. (2) Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. 2

Untuk mengatur lebih lanjut mengenai pemberhentian, pemberhentian sementara PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 UU 5/2014, UU 5/2014 memerintahkan kepada pemerintah untuk membentuk Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara PNS paling lambat 2 (dua) tahun sejak UU 5/2014 diundangkan (Pasal 89 jo Pasal 134 UU 5/2014). Namun demikian hingga kini (tahun 2017), setelah waktu 2 (dua) tahun sebagaimana diamanatkan UU 5/2014 terlampaui, Pemerintah belum juga menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara PNS. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebingungan dan keraguan dalam masyarakat mengenai hukum yang berlaku jika seorang PNS dilakukan proses pemberhentian dan pemberhentian sementara. II. PERMASALAHAN Permasalahan yang akan dianalisa dalam tulisan hukum ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan tentang pemberhentian sementara PNS sebelum dan sesudah berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014? 2. Bagaimana pengaturan tentang pemberhentian PNS menurut UU Nomor 5 Tahun 2014? III. ANALISIS YURIDIS 1. Pengaturan tentang Pemberhentian Sementara PNS Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014 a. Syarat Pemberhentian Sementara PNS Sebelum berlakunya UU 5/2014, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 (UU 8/1974) tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (UU 43/1999) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, mengatur pemberhentian sementara PNS sebagai berikut: Pasal 24 UU 8/1974 Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan tahanan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan, dikenakan pemberhentian sementara. Penjelasan Pasal 24 UU 8/1974 Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian sementara. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan, bukan pemberhentian sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil. 3

Pasal 24 UU 43/1999 Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara Penjelasan Pasal 24 UU 43/1999 Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak pidana kejahatan, dikenakan pemberhentian sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil. Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut direhabilitasikan terhitung sejak dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada jabatan semula. Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf c. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UU 8/1974 dan Pasal 24 UU 43/1999 beserta penjelasannya, maka PNS yang dikenakan penahanan oleh pihak yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan harus dikenakan pemberhentian sementara sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan bukan pemberhentian sementara sebagai PNS. Setelah berlakunya UU 5/2014, pemberhentian sementara PNS diatur dalam Bab VIII tentang Manajemen ASN, Paragraf 12 tentang Pemberhentian, Pasal 88 UU 5/2014 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 88 UU 5/2014 (1) PNS diberhentikan sementara, apabila: a. diangkat menjadi pejabat negara; 4

b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; atau c. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana. (2) Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Pasal 88 ayat (1) huruf c UU 5/2014 diatas mengatur bahwa apabila seorang PNS menjadi tersangka dan kepadanya dilakukan penahanan maka terhadap PNS tersebut dikenakan pemberhentian sementara. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat satu nafas yang sama antara UU 8/1974, UU 43/1999 dan UU 5/2014 dalam pengaturan tentang pemberhentian sementara, yaitu bahwa apabila seorang PNS menjadi tersangka atas suatu tindak pidana dan kepadanya dikenakan penahanan oleh pihak yang berwenang maka kepada PNS tersebut harus dilakukan pemberhentian sementara. Penahanan oleh pihak yang berwenang menjadi syarat yang harus terpenuhi (conditio sine qua non 2 ) agar dapat dilakukan pemberhentian sementara. b. Penahanan Dapat Berupa Tahanan Rumah Tahanan Negara, Tahanan Rumah, Dan Tahanan Kota Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud dengan Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya 3, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 22 KUHAP mengatur 3 (tiga) jenis Penahanan menurut undang-undang yaitu a. penahanan rumah tahanan negara penahanan yang dilakukan di rumah tahanan negara. b. penahanan rumah Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. 2 teori conditio sine qua non: setiap fakta atau peristiwa merupakan suatu hal yang tidak dapat ditiadakan, tanpa meniadakan kerugian itu sendiri, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa kenyataan/fakta termaksud, kerugian tidak akan terjadi, sumber: Istilah Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), http://istilahhukum.uajy.ac.id/index.php?keyword=conditio+sine+qua+non&hal_top=1, diunduh tanggal 14 Agustus 2017 Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 5

c. penahanan kota Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. Dengan demikian berdasarkan Pasal 88 UU 5/2014 jo Pasal 22 KUHAP apabila seorang PNS menjadi tersangka atas suatu tindak pidana dan kepadanya dilakukan penahanan, baik itu penahanan rumah tahanan negara, penahanan rumah, dan penahanan kota, kepada pegawai PNS tersebut harus dikenakan pemberhentian sementara. c. Tata Cara Pemberhentian Sementara PNS Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian sementara PNS sebagaimana diamanatkan Pasal 89 UU 5/2014 hingga saat ini belum disahkan oleh Pemerintah. Demikian juga dengan tata cara pemberhentian sementara PNS berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU 8/1974) belum pernah dibentuk oleh Pemerintah. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 139 UU 5/2014 jo Pasal 38 UU 8/1974 ketentuan yang berlaku terkait dengan pemberhentian sementara PNS adalah Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri yang dibentuk berdasarkan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Walaupun ketentuan tersebut sudah lama namun berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini ketentuan tersebut masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU 5/2014 dan belum diganti berdasarkan UU 5/2014. Pasal 139 UU 5/2014 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang Undang ini. 6

Pasal 38 UU 8/1974 Pada saat berlakunya Undang-undang ini, segala peraturan perundang-undangan yang ada di bidang kepegawaian yang tidak bertentangan dengan Undangundang ini, tetap berlaku selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (PP 4/1966) membedakan 2 jenis pelanggaran pidana PNS yaitu: a. PNS yang didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan; b. PNS yang didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa PNS tersebut. Terhadap kedua pelanggaran tersebut diatas apabila dikenakan tahanan sementara oleh pihak yang berwajib, maka kepada PNS bersangkutan harus dikenakan pemberhentian sementara. hal ini sesuai ketentuan Pasal 2 PP 4/1966 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 PP 4/1966. (1) Untuk kepentingan peradilan seorang pegawai Negeri yang didakwa telah melakukan suatu kejahatan/pelanggaran jabatan dan berhubung dengan itu oleh pihak yang berwajib dikenakan tahanan sementara, mulai saat penahanannya harus dikenakan pemberhentian sementara. (2) Ketentuan menurut ayat (1) pasal ini dapat pula diperlakukan terhadap seorang pegawai Negeri yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa pegawai itu. Dalam melakukan proses pemberhentian sementara dari suatu jabatan, selain mengacu kepada PP 4/1966 juga mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 (PP 9/2003) tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Di dalam PP 9/2003 tersebut diatur lingkup kewenangan pemberhentian sementara dari jabatan sebagai berikut: 1. Presiden menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I, jabatan fungsional Jenjang Utama atau jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, kecuali 7

pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi (Pasal 18 PP 9/2003). 2. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi (Gubernur) menetapkan pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Propinsi dan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi PNS di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu (Pasal 20 PP 9/2003). 3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikot) menetapkan pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota dan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi PNS di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu (Pasal 22 PP 9/2003). d. Hak atas Gaji dan Tunjangan dalam Pemberhentian Sementara PNS Dalam hal PNS yang didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan dikenakan pemberhentian sementara maka kepada PNS tersebut diberikan gaji sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji pokok yang diterimanya ditambah tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya, apabila terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa PNS tersebut telah melakukan pelanggaran sebagaimana didakwakan. Dalam hal PNS yang didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan dikenakan pemberhentian sementara maka kepada PNS tersebut diberikan gaji sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok yang diterimanya ditambah tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya, apabila belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas bahwa PNS tersebut telah melakukan pelanggaran sebagaimana didakwakan. Dalam hal PNS yang didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa PNS tersebut dikenakan pemberhentian sementara maka kepada PNS tersebut diberikan gaji sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok yang diterimanya ditambah tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya. 8

Hal ini diatur dalam Pasal 4 jo Pasal 5 PP 4/1996, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 PP 4/1966 (1) Kepada seorang pegawai Negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (1) peraturan ini: a. jika terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa ia telah melakukan pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari gaji pokok yang diterimanya terakhir. b. jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari gaji pokok yang diterimanya terakhir. (2) Kepada seorang pegawai Negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (2) peraturan ini mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari gaji-pokok yang diterimanya terakhir. Pasal 5 PP 4/1966 Pegawai Negeri yang menerima bagian gaji menurut pasal 4 di atas mendapat tunjangan keluarga, tunjangan kemalahan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya menurut peraturan yang berlaku dan dihitung atas dasar bagian gaji yang diterimanya. e. Kedudukan Hukum PNS Setelah Diputuskan Bersalah atau Tidak Bersalah Dalam hal setelah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan serta PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa, dinyatakan tidak bersalah, maka PNS tersebut diangkat kembali pada jabatannya semula dan kepada PNS tersebut diberikan hak-hak yang seharusnya diterima olehnya selama masa pemberhentian sementara. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PP 4/1966, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 ayat (1) PP 4/1966 (1) Jika sesudah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib seorang pegawai Negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) peraturan ini ternyata tidak bersalah, maka pegawai itu harus segera diangkat 9

dan dipekerjakan kembali pada jabatannya semula. Dalam hal yang demikian maka selama masa diberhentikan untuk sementara ia berhak mendapat gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain yang berhubungan dengan jabatannya. Dalam hal setelah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan, dinyatakan bersalah, maka kepada PNS tersebut harus diambil tindakan pemberhentian. Gaji dan tunjangan yang telah dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali (Pasal 7 ayat (2) huruf a PP 4/1966). Tindakan pemberhentian tersebut menurut peraturan adalah ditetapkan mulai akhir bulan keputusan Pengadilan atas perkaranya mendapat kekuatan pasti (Pasal 8 PP 4/1966). Dalam hal setelah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa, dinyatakan bersalah, maka terhadap PNS tersebut harus diambil tindakan sesuai keputusan hakim yang memutuskan perkara tersebut (Pasal 7 ayat (2) huruf b PP 4/1966) Pasal 7 ayat (2) PP 4/1966 (2) Jika sesudah pemeriksaan dimaksud pegawai yang bersangkutan ternyata bersalah, maka: a. terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (1) harus diambil tindakan pemberhentian, sedangkan bagian gaji berikut tunjangan-tunjangan yang telah dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali. b. terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2, ayat (2) jika perlu diambil tindakan harus diambil tindakan sesuai dengan pertimbangan/keputusan Hakim yang mengambil keputusan dalam perkara yang menyangkut diri pegawai yang bersangkutan. Dalam hal ini, maka mengenai gaji serta penghasilan-penghasilan lain diperlakukan ketentuan seperti tertera dalam ayat (1) dan (2) sub a pasal ini. Pasal 8 PP 4/1966 Pemberhentian seorang pegawai Negeri berdasarkan peraturan ini ditetapkan mulai akhir bulan keputusan Pengadilan atas perkaranya mendapat kekuatan pasti. 10

2. Pemberhentian PNS Menurut UU 5/2014 UU 5/2014 mengatur mengenai pemberhentian PNS di dalam Bab VIII tentang Manajemen ASN, Paragraf 12 tentang Pemberhentian, Pasal 87, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 87 UU 5/2014 (1) PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pensiun; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban. (2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana. (3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. (4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana. Berdasarkan Pasal 87 UU 5/2014 tersebut diatas, apabila: 1. Seorang PNS dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman paling singkat 2 tahun dan tindak pidana yang dilakukan tidak berencana, maka kepada yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan; 2. Seorang PNS dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau 11

tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum, maka kepada yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat; 3. Seorang PNS dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana, maka kepada yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 (PP 32/1979) tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Hak-hak kepegawaian PNS seperti hak pensiun dan lain lain hanya diberikan kepada PNS yang diberhentikan dengan hormat, sedangkan kepada PNS yang diberhentikan dengan tidak hormat tidak mendapatkan pensiun. Mengacu pada Surat Edaran BAKN Nomor 04/SE/1980 tentang Pemberhentian PNS, di dalam ketentuan lain-lain diatur bahwa PNS yang dikenakan pemberhentian sementara, apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 PP 32/1979 diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS dengan tidak mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan PP yang berlaku. Pasal 9 PP 32/1979 dimaksud mengatur tentang pemberhentian tidak dengan hormat PNS yang dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan kejahatan, serta melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 s.d pasal 161 KUHP. Pasal 9 PP 32/1979 Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena: a. melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau b. melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Mengenai prosedur dan tata cara pemberhentian PNS berpedoman kepada peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 (PP 9/2003) tentang Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Selain itu juga mengacu pada Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 (Kep Ka BKN 13/2003) Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan PP 9/2003, terdapat 2 jenis pemberhentian, yaitu pemberhentian dari suatu jabatan dan pemberhentian sebagai PNS. 12

Mengenai pemberhentian dari jabatan diatur sebagai berikut: 1. Presiden menetapkan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural eselon I, jabatan fungsional Jenjang Utama atau jabatan lain yang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, kecuali pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat struktural eselon I di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi (Pasal 11 PP 9/2003). 2. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi (Gubernur) menetapkan pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi, dan pemberhentian PNS dari jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi (Pasal 13 PP 9/2003). 3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dan pemberhentian PNS dari jabatan struktural eselon II dan III ke bawah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pasal 14 PP 9/2003). Mengenai pemberhentian sebagai PNS diatur sebagai berikut: 1. Presiden menetapkan pemberhentian PNS Pusat dan PNS Daerah yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d dan Pembina Utama golongan ruang IV/e (Pasal 22 PP 9/2003). 2. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi (Gubernur) menetapkan pemberhentian PNS Daerah Propinsi yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di dingkungannya dan pemberhentian PNS Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b (Pasal 24 PP 9/2003). 3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan pemberhentian PNS Daerah Kabupaten/ Kota yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah di lingkungannya (Pasal 25 PP 9/2003). IV. KESIMPULAN Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Antara UU 8/1974, UU 43/1999 dan UU 5/2014 memiliki satu nafas yang sama dalam pengaturan tentang pemberhentian sementara, yaitu apabila seorang PNS menjadi tersangka atas suatu tindak pidana dan kepadanya dikenakan penahanan oleh pihak yang berwenang maka kepada PNS tersebut harus dilakukan pemberhentian sementara. Penahanan oleh pihak yang berwenang menjadi syarat yang harus terpenuhi (conditio sine qua non) agar dapat dilakukan pemberhentian sementara. Mengacu pada Pasal 22 KUHAP, penahanan menurut undang-undang terdiri atas tiga jenis, yaitu penahanan rumah tahanan negara, penahanan rumah, dan penahanan kota. 13

2. Peraturan pelaksanaan UU 5/2014 terkait pemberhentian dan pemberhentian sementara hingga saat ini belum terbentuk, maka berdasarkan Pasal 139 UU 5/2014 jo Pasal 38 UU 8/1974, beberapa peraturan dibawah ini masih tetap berlaku: a. PP 4/1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara PNS; b. PP 32/1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; c. PP 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; d. Keputusan Kepala BKN No 13 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan PP 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; e. SE BAKN Nomor 04/SE/1980 tentang Pemberhentian PNS. 3. Berdasarkan PP 4/1966, PNS yang didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan; dan PNS yang didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa PNS tersebut, apabila dikenakan tahanan sementara oleh pihak yang berwajib, maka PNS bersangkutan harus dikenakan pemberhentian sementara (Pasal 2 PP 4/1966). Dalam hal PNS yang didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan dikenakan pemberhentian sementara maka kepada PNS tersebut diberikan gaji sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji pokok yang diterimanya ditambah tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya, apabila terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa PNS tersebut telah melakukan pelanggaran sebagaimana didakwakan (Pasal 4 ayat (1) huruf a PP 4/1966). Dalam hal PNS yang didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan dikenakan pemberhentian sementara maka kepada PNS tersebut diberikan gaji sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok yang diterimanya ditambah tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya, apabila belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas bahwa PNS tersebut telah melakukan pelanggaran sebagaimana didakwakan (Pasal 4 ayat (1) huruf b PP 4/1966). Dalam hal PNS yang didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa PNS tersebut dikenakan pemberhentian sementara maka kepada PNS tersebut diberikan gaji sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok yang diterimanya ditambah tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya (Pasal 4 ayat (2) PP 4/1966). 14

Dalam hal setelah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan serta PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut jabatannya, namun mengakibatkan hilangnya penghargaan, kepercayaan, martabat dan wibawa, dinyatakan tidak bersalah, maka PNS tersebut diangkat kembali pada jabatannya semula dan kepada PNS tersebut diberikan hak-hak yang seharusnya diterima olehnya selama masa pemberhentian sementara (Pasal 7 ayat (1) PP 4/1966). Dalam hal setelah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, PNS yang diberhentikan sementara karena didakwa melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran jabatan, dinyatakan bersalah, maka PNS tersebut harus segera diberhentikan. Gaji dan tunjangan yang telah dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali (Pasal 7 ayat (2) huruf a PP 4/1966). Tindakan pemberhentian tersebut ditetapkan mulai akhir bulan keputusan Pengadilan atas perkaranya mendapat kekuatan pasti (Pasal 8 PP 4/1966). 4. Seorang PNS dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman paling singkat 2 tahun dan tindak pidana yang dilakukan tidak berencana, maka kepada yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan; Seorang PNS dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum, maka kepada yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat; Seorang PNS dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana, maka kepada yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat. 15

DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian; 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 8. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 9. Surat Edaran BAKN Nomor 04/SE/1980 tentang Pemberhentian PNS. Disclaimer: Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi. 16