Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

Lampiran V MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SAMPAH DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE

Drs. Eko Hariyadi Budiyanto, Ak.MM.Msc Raja Oloan Saut Gurning, ST.Msc.CMarTech.GMRINA.MIMarEST Penerbit : PT. Andhika Prasetya Ekawahana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

RINGKASAN PRODUK ASURANSI PENGANGKUTAN ( MARINE CARGO )

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Lampiran VI MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA DARI KAPAL BAB I UMUM

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM.1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (PORT CLEARANCE)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEBIJAKAN SEKTOR PERHUBUNGAN DALAM RANGKA PENGANGKUTAN LIMBAH B3

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENANGANAN LlMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH PASCA PENGGANTIAN HEPA FILTER DI IRM

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

? PERIKSA BERSIHKAN KIRIM Kontainer Laut yang Bersih dan Bebas Kontaminasi Petunjuk untuk pengepak dan eksportir ke Selandia Baru Selandia Baru adalah

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;


2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Tabel 1. Perkiraan Masuknya Hydrocarbon Minyak Ke Lingkungan Laut

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SCHOTT Igar Glass Syarat dan Ketentuan Pembelian Barang (versi Bahasa Indonesia)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2009/154, TLN 5073]

A. KRITERIA AUDIT SMK3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

Transkripsi:

Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN Peraturan 1 Penerapan 1 Kecuali secara tegas ada ketentuan lain,peraturan Lampiran ini berlaku bagi semua kapal yang mengangkut bahan-bahan berbahaya dalam bentuk kemasan. 1.1 Untuk maksud Lampiran ini, "bahan-bahan" adalah substansi yang diidentifikasi sebagai pencemar lingkungan laut dalam Koda Internasional mengenai Bahan-Bahan Berbahaya Maritim (IMDG Code). * 1.2 Petunjuk untuk mengidentifikasi bahan-bahan berbahaya dalam bentuk kemasan ada dalam apendiks dari lampiran ini 1.3 Untuk maksud lampiran ini, "bentuk kemasan" didefinisikan sebagai bentuk pengemasan yang dispesifikasikan untuk bahan-bahan berbahaya dalam IMDG Code. 2 Dilarang membawa bahan-bahan berbahaya kecuali sesuai dengan ketentuan lampiran ini. 3 Untuk melengkapi ketentuan lampiran ini, Pemerintah dari setiap Negara Pihak Konvensi wajib menerbitkan persyaratan yang rinci mengenai kemasan, tanda, label, dokumentasi, pemuatan, pembatasan kuantitas dan pengecualian untuk mencegah atau meminimalisasi pencemaran lingkungan laut oleh barang barang berbahaya.* 4 Untuk maksud lampiran ini, kemasan kosong yang sudah digunakan sebelumnya untuk mengangkut bahan-bahan berbahaya wajib diperlakukan sebagai bahan-bahan berbahaya Comment [l1]: Diganti bahan-bahan kecuali telah dilakukan pencegahan secara memadai untuk memastikan kemasan tersebut tidak terdapat bahan sisa yang membahayakan lingkungan laut. * Rujukan yang dibuat pada Kode Pelayaran Internasional Barang Berbahaya (IMDG Code) diadopsi oleh organisasi melalui resolusi A.716 (17) yang telah atau boleh diubah oleh Komite Keselamatan Pelayaran.

5 Persyaratan Lampiran ini tidak berlaku bagi barang kebutuhan kapal dan perlengkapannya. Peraturan 2 Pengemasan Kemasan wajib memadai untuk meminimalisasi bahaya bagi lingkungan laut, dengan memperhatikan isi kemasan yang spesifik. Peraturan 3 Penandaan dan Pelabelan 1 Kemasan yang berisi bahan berbahaya wajib diberi tanda yang tahan lama dengan nama teknis yang benar (nama-nama dagang saja tidak boleh digunakan) dan, selanjutnya, wajib diberi tanda atau label yang tahan lama untuk mengindikasikan bahwa bahan tersebut adalah bahan pencemar laut. Identifikasi tersebut wajib dilengkapi apabila memungkinkan dengan cara lain, misalnya, dengan penggunaan nomor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sesuai. 2 Metoda penandaan nama teknis yang benar dan penempelan label pada kemasan yang berisi bahan berbahaya wajib sedemikian rupa sehingga informasi akan masih dapat diidentifikasikan pada kemasan yang bertahan sekurang-kurangnya tiga bulan terendam di dalam laut. Mempertimbangkan penandaan dan pelabelan yang sesuai, perhitungan wajib dilakukan terhadap ketahanan material yang digunakan dan permukan dari kemasan. 3 Kemasan yang berisi bahan berbahaya dalam jumlah kecil dapat dikecualikan dari persyaratan penandaan. * Peraturan 4 Dokumentasi 1 Dalam semua dokumen yang terkait dengan pengangkutan bahan berbahaya melalui laut dimana bahan tersebut diberi nama, nama teknis yang benar dari setiap bahan harus digunakan (nama-nama dagang saja tidak boieh digunakan) dan bahan-bahan harus diberi identifikasi lebih lanjut dengan penambahan kata "MARINE POLLUTANT" (Pencemar Laut). * Merujuk yang dibuat pada pengecualian khusus yang tercantum dalam Kode Maritim Internasional Barang Berbahaya (IMDG Code). Merujuk mengenai "dokumen-dokumen" dalam peraturan ini tidak mengesampingkan penggunaan teknik transmisi pemrosesan data elektronik (EDP) dan pertukaran data elektronik (EDI) sebagai alat bantu dalam penggunaan dokumentasi kertas

2 Dokumen-dokumen pengapalan yang diserahkan oleh pengirim wajib mencakup, atau disertai dengan, sertifikat atau pernyataan yang ditanda-tangani bahwa kiriman diserahkan untuk pengangkutan telah dikemas dan ditandai dengan tepat, dilabeli atau dibubuhi plakat yang sesuai dan dalam kondisi yang memadai untuk pengangkutan guna meminimalisasi bahaya terhadap lingkungan laut. 3 Setiap kapal yang mengangkut bahan-bahan berbahaya wajib memiliki daftar khusus atau manifes yang menjelaskan bahan berbahaya yang ada di atas kapal dan lokasi penyimpanan bahan tersebut. Rincian uraian rencana penempatan dengan lokasi dari bahan berbahaya di atas kapal, dapat digunakan untuk menempatkannya dalam daftar khusus atau manifes tersebut. Salinan dokumen-dokumen tersebut wajib juga disimpan di darat oleh pemilik kapal atau perwakilannya sampai bahan-bahan berbahaya tersebut dibongkar. Salinan dari salah satu dokumen tersebut wajib tersedia sebelum keberangkatan untuk diberikan kepada orang atau organisasi yang ditunjuk oleh otoritas Negara pelabuhan. 4 Pada saat kapal membawa daftar khusus atau manifes atau rencana pemuatan yang rinci, yang dipersyaratkan untuk mengangkut barang berbahaya sesuai Konvensi Intemasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut. 1974, sebagaimana telah diubah, dokumen yang dipersyaratkan sesuai dengan peraturan ini dapat digabungkan dengan dokumen untuk barang berbahaya. Apabila dokumen-dokumen tersebut digabung, wajib dibedakan secara jelas antara dokumen untuk barang berbahaya dan bahan berbahaya yang dicakup oleh Lampiran ini. Peraturan 5 Penyimpanan Bahan-bahan berbahaya wajib disimpan dan diamankan dengan benar sehingga dapat meminimalisasi bahaya terhadap lingkungan laut tanpa mempengaruhi keselamatan kapal dan orang-orang yang berada di atas kapal. Peraturan 6 Pembatasan kuantitas Bahan berbahaya tertentu dapat, karena alasan ilmiah dan teknis, perlu dilarang untuk diangkut atau dibatasi jumlah yang dapat diangkut diatas satu kapal. Dalam hal membatasi jumlah, pertimbangan wajib diberikan terkait ukuran, konstruksl dan perlengkapan kapal, serta pengepakan dan sifat dasar dari bahan-bahan tersebut.

Peraturan 7 Pengecualian 1 Pembuangan bahan-bahan berbahaya yang diangkut dalam bentuk kemasan wajib dilarang, kecuali apabila diperlukan untuk maksud mengamankan keselamatan kapal atau penyelamatan jiwa di laut. 2 Tunduk pada ketentuan-ketentuan Konvensi ini, kebijakan-kebijakan tepat yang didasarkan pada sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari bahan-bahan berbahaya wajib diambil untuk mengatur pembersihan kebocoran di atas kapal, dengan syarat pemenuhan kebijakankebijakan tersebut tidak mengganggu keselamatan kapal dan orang-orang di atas kapal. Peraturan 8 Pengawasan Negara Pelabuhan mengenai persyaratan operasional 1 Suatu kapal pada saat berada di suatu pelabuhan dari Pihak lainnya tunduk pada pemeriksaan oleh para pejabat yang diberi kewenangan oleh Pihak tersebut berkenaan dengan persyaratan-persyaratan operasional berdasarkan Lampiran ini, apabila terdapat alasan-alasan yang jelas untuk mempercayai bahwa nakhoda atau awak kapal tidak terbiasa dengan prosedur-prosedur utama di atas kapal yang berkaitan dengan pencegahan pencemaran yang diakibatkan bahan-bahan berbahaya. 2 Dalam keadaan khusus sebagaimana diatur pada ayat (1) dari peraturan ini, Pihak tersebut wajib mengambil langkah-langkah yang akan memastikan bahwa kapal tersebut wajib tidak berlayar sampai situasi tersebut telah memenuhi aturan sesuai dengan persyaratan dalam Lampiran ini. 3 Prosedur yang terkait dengan pengawasan oleh Negara pelabuhan sebagaimana diuraikan dalam Pasal 5 dari Konvensi ini wajib berlaku untuk peraturan ini. 4 Tidak satupun dalam peraturan ini wajib ditafsirkan untuk membatasi hak dan kewajiban dari salah satu Pihak dalam melakukan pengawasan atas persyaratan-persyaratan operasional yang secara khusus diatur dalam Konvensi ini.

Apendiks Pedoman untuk mengidentifikasi bahan-bahan berbahaya dalam bentuk kemasan Untuk maksud Lampiran ini, bahan-bahan yang diidentifikasikan memenuhi salah satu dari kriteria berikut ini sebagai bahan-bahan berbahaya : - terakumulasi secara hayati (bioaccumulated) hingga batas tertentu dan diketahui akan menimbulkan bahaya terhadap kehidupan laut atau kesehatan manusia (Tingkat Bahaya "+" di kolom A * ); atau - terakumulasi secara hayati yang berisiko tinggi bagi organisme laut atau kesehatan manusia yang terpapar dalam jangka waktu Bahaya "Z" di kolom A * ); atau satu minggu atau kurang (Tingkat - sangat beracun bagi kehidupan laut, yang didefinisikan melalui LC50/96 jam kurang dari 1 Ppm (Tingkat Bahaya "4" di koiom B*). * Merujuk pada "Composite List of Hazard Profiles" yang dibuat oleh "IMO/FAO/UNESCO/WMO/WHO/IAEA/UN/UNEP Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP)", yang secara berkala tahunan diterbitkan oleh Organiaasi melalui sirkular BLG kepada seluruh Negara Anggota IMO * Konsentrasi bahan yang dalam kurun waktu tertentu (biasanya 96 jam), dapat membunuh 50% dari organisme yang dikelompokkan untuk diuji. Juga mengacu pada "96h LC50". Satuan LC50 biasanya dalam "milligrams per litre (mg/l)" atau "parts per million (ppm)".

Keseragaman Penafsiran dari Lampiran III Reg. 4(3) 1.0 Di setiap tempat pemberhentian, setiap kegiatan bongkar atau muat, meskipun sebagian, dilakukan, suatu perubahan dokumen-dokumen yang mencantumkan bahan-bahan berbahaya yang dimuat di atas kapal, yang mengindikasikan lokasinya di atas kapal atau menunjukkan rencana pemuatan rinci, wajib diserahkan sebelum keberangkatan kepada orang atau organisasi yang ditunjuk oleh otoritas Negara pelabuhan.