1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Cabai merupakan salah satu jenis sayuran buah yang dapat digunakan sebagai bumbu masak. Selain dikonsumsi sebagai bumbu masak, cabai digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional, bahan campuran pada industri makanan dan minuman (Halis et al., 2008). Oleh karena itu cabai memiliki potensi penting untuk dikembangkan. Tanaman cabai dapat hidup di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, membutuhkan tanah yang banyak mengandung bahan organik dan unsur hara. Selain itu tanah tidak tergenang air karena dapat menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit layu dan gugur daun (Harpenas dan Dermawan, 2011). Kebutuhan cabai merah dari tahun ke tahun meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, namun produksi cabai masih belum mencukupi. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan produksi cabai. Produksi cabai segar di Indonesia tahun 2009 sebesar 434,22 ribu ton dengan rata-rata produktivitas 6,72 ton per hektar. Pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi menjadi 390,50 ribu ton dengan rata-rata produktivitas 1
2 6,58 ton per hektar. Akan tetapi pada tahun 2011 terjadi kenaikan produksi menjadi 405,93 ton per hektar (BPS, 2012). Salah satu kendala utama dalam peningkatan produksi cabai adalah adanya serangan hama dan patogen yang dapat mematikan tanaman sejak di persemaian sampai di lapang. Serangan patogen tersebut salah satunya menyebabkan penyakit layu. Penyakit layu dapat disebabkan oleh Fusarium. F. oxysporum dan F. solani merupakan patogen tular tanah yang dapat menyerang akar sehingga menyebabkan penyakit layu dan busuk. Beberapa spesies Fusarium yang bersifat saprofit dan menginfeksi bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, bunga dan biji. F. acuminatum, F. avenaceum, F. compactum, F. equiseti, F. proliferatum, F. oxysporum dan F. solani yang menginfeksi bagian akar dan batang sedangkan F. semitectum dan F. proliferatum menginfeksi bagian daun dan bunga. Selain itu, F. chlamydosporum, F. equiseti, F. semitectum dan F. poae menginfeksi bagian biji (Leslie dan Summerell, 2006). Penyakit layu merupakan kendala pada budidaya tanaman cabai. Patogen menginfeksi jaringan pembuluh tanaman sehingga menyebabkan terjadinya penghambatan pada penyerapan air dan unsur hara. Pada gejala lanjut, daun-daun tanaman bagian bawah akan menguning dan tanaman akan layu. Apabila batang dibelah, maka tampak gejala internal berupa terjadinya nekrosis pada jaringan pembuluh (Agrios, 1988; Semangun, 2006). Pengendalian penyakit layu F. oxysporum pada tanaman cabai yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan fungisida, misalnya benomyl,
3 tebuconazole, dimethomorph dan triflumizole (Cha et al., 2007). Penggunaan fungisida kimia pada lahan pertanian secara tidak bijaksana, dapat membunuh organisme lain yang bukan sasarannya di ekosistem dan menimbulkan residu berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, penggunaan bahan kimia yang terus menerus dapat menimbulkan strain-strain patogen lebih virulen. Akumulasi pestisida atau fungisida akan berdampak langsung terhadap kesehatan para konsumennya mengingat buah tersebut juga digunakan sebagai bumbu masak sehari-hari. Menurut Duriat et al. (2007), selain dengan fungisida pengendalian bisa dilakukan dengan cara mencabut dan memusnahkan tanaman yang terserang berat, melakukan rotasi tanaman, pemupukan yang berimbang antara urea, ZA, TSP, KCl dan pupuk organik, penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Namun demikian masih dijumpai kegagalan dalam pelaksanaan pengendalian penyakit. Saat ini banyak dilakukan pengendalian secara hayati yaitu dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat digunakan untuk menekan intensitas penyakit. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan jenis-jenis mikroorganisme yang mampu memberikan ketahanan tanaman dan mampu beradaptasi dengan lingkungan serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Al-Askar dan Rashad (2010), mikoriza vesikula arbuskula (MVA) merupakan salah satu komponen rizosfer yang mempunyai kemampuan dalam
4 meningkatkan pertumbuhan tanaman. MVA juga mempunyai korelasi positif terhadap beberapa aspek fisiologi tanaman inang diantaranya dalam hal menurunkan serangan penyakit. Penggunaan MVA untuk menekan serangan patogen pada tanaman telah banyak dilakukan. Penelitian tentang hal tersebut misalnya telah dilakukan oleh Maya dan Matsubara (2013). Penelitian ini menggunakan tanaman cyclamen (Cyclamen persicum Mill.) yang diinokulasi dengan cendawan pembentuk MVA dan Fusarium oxyporum f. sp. lycopersici. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa MVA dapat mengurangi intensitas serangan penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium oxyporum f. sp. lycopersici. Selain itu MVA juga berpengaruh positif terhadap penurunan serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.), dan wijen (Sesamum indicum L.) (Hage-Ahmed et al., 2013; Ziedan et al., 2011). Berdasarkan penelitian tersebut, penelitian mengenai penggunaan MVA dalam menekan serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai belum pernah dilakukan. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Jenis Fusarium apa saja yang menyerang penyakit layu pada tanaman cabai? 2. Jenis Fusarium apa yang memiliki intensitas paling tinggi terhadap penyakit layu Fusarium tanaman cabai?
5 3. Bagaimana pengaruh pemberian inokulum MVA terhadap pertumbuhan dan penekanan intensitas penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. mengidentifikasi jenis Fusarium yang menyerang penyakit layu pada tanaman cabai 2. menyeleksi Fusarium yang memiliki intensitas paling tinggi terhadap penyakit layu Fusarium tanaman cabai 3. mengetahui pengaruh pemberian inokulum MVA terhadap pertumbuhan dan penekanan intensitas penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan kontribusi penelitian mengenai jenis Fusarium dan intensitasnya terhadap serangan penyakit layu pada tanaman cabai serta mengetahui pengaruh pemberian inokulum MVA terhadap pertumbuhan dan penekanan intensitas penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai.