BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia (Nugroho, 2008). Masa lansia adalah suatu perkembangan terakhir yang dialami oleh manusia. Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Seiring dengan pertambahan usia maka permasalahan pada lansia mulai muncul. Darmojo (2004) menyatakan bahwa permasalahan yang timbul pada lansia ada dua yaitu dari aspek fisologi dan psikologi. Aspek fisologi yaitu penurunan fungsi panca indra, penurunan kekuatan otot, dan penurunan fungsi organ. Aspek psikologis yang timbul adalah kesepian, dukacita, dan stress. Pelayanan kesehatan saat ini untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan melalui beberapa jenjang yaitu posyandu lansia, puskesmas, maupun di rumah sakit, namun jumlah lansia yang semakin meningkat menjadi suatu kendala dalam mewujudkan kesejahteraan lansia. World Health Organization (WHO, 2013) menyatakan bahwa masyarakat menua dengan cepat, diperkirakan bahwa jumlah orang yang berusia 60 tahun atau lebih akan lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2100. Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah penduduk lansia tahun 2010 sebanyak 273,5 juta jiwa. Data dari Badan Pusat Satistik Provinsi Bali tahun 2010 didapatkan jumlah 1
2 penduduk lansia di Bali tahun 2010 sebanyak 360 ribu jiwa dari 3,9 juta penduduk Bali. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 371 ribu jiwa pada akhir tahun 2011 dan hampir 400 ribu jiwa pada akhir 2013. Lansia berada diseluruh lapisan masyarakat baik di komunitas maupun di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW). Panti Sosial Tresna Werdha adalah suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi mempunyai keterbatasan di bidang sosial-ekonomi. Kebutuhan harian dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta (Darmojo, 2010). Andini & Supriyadi (2013) menyatakan ketika lansia diantarkan oleh keluarga ke PSTW maka lansia merasa tidak berguna dan tidak diinginkan sehingga membuat banyak lansia akan mengembangkan perasaan rendah diri dan marah terhadap diri sendiri, orang lain dan juga lingkungan. Interaksi sosial akan menurun serta lansia akan secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Henuhili (2004) menyebutkan bahwa gangguan mental terbanyak yang dialami oleh lanjut usia yang tinggal di PSTW adalah depresi. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, selalu merasa dirinya gagal, tidak berminat pada Activity Daily Living (ADL), sampai ada ide bunuh diri (Kaplan, 2010; Yosep 2009). WHO (2013) menyatakan, depresi dapat menyebabkan menyebabkan gangguan fungsi dalam kehidupan sehari-hari, depresi terjadi 7% dari populasi lansia umum
3 dan 1,6% adalah angka lansia yang mengalami ketidakmampuan dalam melakukan ADL. Gejala depresi pada lansia sering diabaikan dan tidak diobati karena bersamaan dengan masalah kesehatan lainnya dalam proses penuaan. Nevid, Rathus dan Greene (2005) menyatakan bahwa tingkat depresi lebih tinggi diantara lanjut usia penghuni PSTW karena hidup jauh dengan keluarga atau sanak saudara dapat menimbulkan perasaan kesepian, karena tidak ada lagi orangorang yang selama ini hidup bersama dan berbagi segala sesuatu. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan terapi yang bersifat kekeluargan, memotivasi dan dapat mengembalikan semangat hidup. Salah satu terapi yang dapat dikembangkan adalah terapi bercerita. Terapi bercerita merupakan metode penyampaian sebuah cerita melalui media buku cerita, video, gambar, ataupun alat peraga dengan teknik yang interaktif. Bercerita merupakan kegiatan penyampaian pesan, yang dapat berupa pesan pendidikan, keteladanan, kepemimpinan, mengembangkan emosi, serta merupakan kegiatan interaktif antara dua orang atau lebih (Nuraini, 2009; Qudsyi, 2011). Qudsyi (2011) menyatakan terapi bercerita bermanfaat untuk mengembangkan moral, guna mengetahui perbuatan yang baik dan buruk. Bercerita merupakan suatu cara untuk memberikan nasehat, pesan, pencerahan, dan motivasi kepada seseorang. Bercerita dapat memberikan contoh nyata ke dalam imajinasi, dengan perasaan senang seseorang akan lebih mudah menyerap dan memahami isi cerita yang disampaikan kepadanya. Dalam penelitian ini, jenis cerita yang digunakan adalah cerita-cerita tradisional yang bertemakan cerita rakyat karena cerita ini mengandung nilai-nilai kepahlawanan dengan tujuan
4 untuk menanamkan semangat hidup pada lansia (Asfandiyar, 2007). Judul cerita Timun Mas, Asal Usul Nama Pulau Bali, dan Keong Mas, cerita ini menggambarkan mengenai sifat-sifat kebaikan, ketamakan, kebijaksanaan, kearifan, serta ketuhanan. Cerita tersebut mengandung banyak pesan moral yang bisa dijadikan tauladan dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita ini dapat memotivasi, hal tersebut sesuai dengan tipe kepribadian lansia yaitu arif dan bijaksana. Terapi bercerita ini dilakukan dengan cara berkelompok, terapi kelompok adalah terapi yang dilakukan secara berkelompok untuk memberikan stimulasi bagi seseorang dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008). Manfaat dari terapi kelompok secara umum yaitu meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive atau bertahan terhadap stress dan adaptasi. Manfaat khususnya yaitu menyalurkan emosi secara konstruktif dan meningkatkan kemampuan tentang pemecahan masalah-masalah kehidupan (Yosep, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Yuniartini, Widastra dan Utami (2013) diperoleh hasil bahwa terapi bercerita cukup efektif dalam meningkatkan kualitas tidur anak, terapi bercerita diberikan selama satu kali setiap hari selama tiga hari dengan durasi 30 menit. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Elfira (2011) memperoleh hasil bahwa teknik bercerita mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kecemasan anak prasekolah. Penelitian terkait lansia belum ditemukan sampai saat ini. Ketika memasuki usia lanjut maka waktu luang hendaknya benar-benar diisi dengan kegiatan yang terarah yang diperlukan untuk mengisi waktu luang dan berdampak positif dan menentramkan hati (Padila,
5 2013). Selain itu, pada usia lanjut terjadi perubahan stabilitas emosi (Padila, 2013), maka terapi bercerita ini layak diterapkan ada lansia. Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar adalah salah satu PSTW yang ada di Bali dengan jumlah lansia 44 orang. Sumber daya manusia (SDM) yang ada di Panti 17 orang yang bertugas untuk melayani lansia. Terdapat poliklinik khusus di Panti ini yang disediakan untuk mengatasi penyakit-penyakit yang dialami lansia seiring proses penuaan. Hasil wawancara terhadap lima orang lansia yang tinggal di PSTW tersebut diperoleh informasi bahwa lansia sering merasa kesepian, putus asa, dan tidak memiliki harapan apapun untuk masa depannya. Studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar dengan menggunakan kuisioner penilaian tingkat depresi Depression Anxiety Stress Scale (DASS) diperoleh angka depresi cukup tinggi. Hasil menunjukkan dari 40 orang lansia yang mengisi kuisioner 5 orang tidak mengalami depresi, 7 orang mengalami depresi ringan, 13 orang mengalami depresi sedang, 9 orang mengalami depresi berat dan 6 orang mengalami depresi sangat berat. Menurut petugas panti, sampai saat ini belum pernah dilakukan terapi apapun untuk mengatasi permasalahan ini. Terapi bercerita ini memiliki efek menstimulasi emosi yang akan membuat rileks, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Tingkat Depresi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.
6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah Adakah pengaruh terapi bercerita terhadap tingkat depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap tingkat depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus A. Mengidentifikasi tingkat depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar sebelum diberikan terapi bercerita. B. Mengidentifikasi tingkat depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar sesudah diberikan terapi bercerita. C. Menganalisis pengaruh terapi bercerita terhadap tingkat depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.
7 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan penelitian ini sebagai kajian bagi penelitian selanjutnya. Selain itu penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan bagi peningkatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan kesehatan. 1.4.2 Manfaat Praktis A. Bagi Lansia Setelah menerapkan terapi bercerita ini lansia akan merasa lebih nyaman, rileks dan mampu mengendalikan perasaan negatif yang dialami agar suasana hati lansia tenang. B. Bagi Keluarga Bagi keluarga yang memiliki lansia di PSTW dapat menerapkan terapi ini untuk memotivasi lansia serta menjaga hubungan emosional, agar hubungan kekeluargaan semakin erat dan lansia merasa dihargai. C. Bagi Petugas di PSTW Apabila sudah diketahui bahwa terapi bercerita dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia, maka dapat direncanakan dalam hal penerapan terapi bercerita ini bagi lansia di PSTW untuk meningkatkan kesejahteraan lansia. D. Bagi Perawat Gerontik Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk informasi dan pedoman bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan gerontik yaitu terapi ini dapat menjadi terapi tambahan dalam merawat lansia dan
8 sebagai salah satu terapi yang sifatnya menghibur atau mengisi waktu luang bagi lansia yang sedang menjalani perawatan.
9