TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Ulat api Setothosea Asigna dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

PENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

Oleh Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan. Gambar 1. Ulat api Setothosea asigna Sumber : Purba, dkk. (2005)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

I. TINJAUAN PUSTAKA. toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

I. P E N D A H U L U A N. empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono,

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

Ulat Pemakan Daun Kelapa dan Cara Mengendalikannya. Oleh. Ramadhani Kurnia Adhi. Widyaiswara Muda

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

Pengorok Daun Manggis

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

Ulat Api, Si Cantik yang Berbahaya

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Ulat api Setothosea Asigna dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Family Genus Species : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Limacodidae : Setothosea asigna Van Eacke Ulat dari hama ini menyerang daun nomor 9-25 yaitu daun yang memang dalam keadaan aktif dan merupakan hama yang utama di Sumatera Utara. Kupukupunya berwarna coklat dengan garis-garis pada sayap depan. Rentangan sayap 20-30 mm, telurnya berwarna kekuningan diletakkan berderet (3-4 deretan) pada daun sebanyak 40 butir pada setiap peletakan telur. Ulat dewasa mencapai 35 mm. kokon berbentuk oval berwarna hitam dengan diameter 15-20 mm (Lubis, 2008). Siklus hidup hama Ulat Api Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) melalui empat stadium yaitu telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (dewasa). Laju perkembangan populasi didukung oleh kemampuan berkembang biak dan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan siklus hidup. Semakin tinggi daya berbiak dan semakin pendek siklus hidup maka semakin cepat laju pertambahan populasi. Semakin tinggi kemampuan hama untuk merusak, toleransi tingkat batas kritis populasi menjadi rendah (PPKS, 2008). 5

B. Siklus Hidup Hama Ulat Api (Setothosea asigna) 1. Telur Telur diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah anak daun arah ketepi tiap kelompok berkisar antara 33-111 telur. Telur akan menetas setelah 4-8 hari (Pahan, 2012). Gambar 1. Telur S. asigna 2. Larva Periode larva antara 49-51 hari dan terbagi dalam VI-VIII instar. Pada waktu batu menetas instar I-II larva memakan epidermis bawah daun sehingga gejala yang terlihat adalah adanya strip-strip transparan berwarna putih kekuningan sampai putih coklat. 3. Pupa Pupa berasal didalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat dibagian tanah yang relatif gembur disekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan betina masing-masing berukuran sama berlangsung selama ± 39,7 hari (Kurnia, 2012). 6

Gambar 2. Pupa dari S.asigna Gambar 3. Kepompong dari S.asigna 4. Kepompong Larva yang berkepompong membentuk kokon dengan ukuran 16 x 13 mm untuk jantan dan 20 x 16,5 mm untuk betina. Masa kepompong ± 40 hari. Waktu akan menetas menjadi kupu-kupu kepompong berwarna coklat tua. 5. Kupu-kupu Kupu-kupu mempunyai periode hidup yang pendek yaitu 7 hari. Waktu yang pendek tersebut hanya digunakan untuk kawin dan bertelur dengan produksi telur antar 300-400 butir/induk. Siklus hidup hama pemakan daun kelapa sawit melalui empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan imago. Laju perkembangan populasi didukung oleh kemampuan berkembang biak dan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan siklus hidup. Semakin tinggi daya berbiak dan semakin pendek siklus hidup semakin cepat laju pertambahan populasi semakin tinggi kemampuan hama untuk merusak, toleransi tingkat batas kritis populasi menjadi rendah (Tjahjadi, 1989). Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda Setothosea asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 bari 7

sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing- masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7 hari. Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik- bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. C. Gejala Serangan dan Tingkat kerugian Gejala serang dari berbagai macarn ulat api harnpir sarna yaiti melidinya daun kelapa sawit apabila serangan berat. Serangan Setothosa asigna dilapangan umumnya mengakibatkan daun kelpa sawit habis dengansangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sengat berat (Kartasapoetra, 1987). 8

Umurnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 helai daun sawit perhari. Tingkat populasi 5-10 ulat perpelepah merupakan populasi kritis hama tersebut dilapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian MenurutPrawirosukarto, (1999) menyatakan bahwa ulat muda biasanya bergerombol disekitar tempat peletakan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela- jendela memanjang pada helalian daun, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. Ambang ekonorni dari hama ulat api Setothosea asigna pada tanaman kelapa sawit rata- rata 5-10 ekor perpelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun keatas dan lima ekor yang lebih muda. Pada lokasi tertentu senng dijumpai tanaman menjadi gundul (defoliation). Kerusakan daun tanaman yang dernikian menyebabkan tanaman tidak berproduksi sampai tiga tahun kemudian. Kalaupun terbentuk tandan buah, biasanya terjadi aborsi atau berbentuk tandan buah abnormal, tidak proporsional dan buah busuk sebelum matang (PPKS, 2002). Selain itu Lubis dan Widanarko, (2011) juga menyebutkan bahwa ulat api Setothosea asigna menyerang daun kelapa sawit terutama daun yang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9-25 Hama ini merupakan salah satu hama utama yang menyerang kelapa sawit di Sumatera. 9

Gambar 4. Gejala Serangan Ulat Api Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar90 %. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua. Serangan hama ulat api (ulat pemakan daun kelapa sawit) telah banyak menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan terjadinya eksplosi dari waktu ke waktu Hal ini menyebabkan kehilangan daun (defoliasi) tanaman yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Kehilangan daun (defoliasi) yang mencapai hampir 100% pada TM berdampak langsung terhadap penurunan produksi hingga 70% (1 kali serangan) dan93% (terjadi serangan ulang dalam tahun yang sama) (Iyun Pahan,2011). 10

D. Metode Pengendalian Hama Ulat Api (Setothosea asigna) 1. Pengendalian Secara Alami Pengendalian hama ulat api secara biologis dapat menanam bunga Tunera sp. (bunga pukul delapan) bunga ini memiliki potensi sebagai habitat bagi organisme parasitoid dewasa karena memiliki nektar sebagaisumber makanan mereka. Ketika mereka akan bertelur, mereka akan mulai mencari tubuh serangga untuk meletakkan telur. Pasalnya bunga Tunera sp. sebagai lokasi hidup kumbang yang dapat membunuh larva ulat api (Lubis dan Widanarko, 2011). Menurut Lubis, (2008) pengendalian alami terhadap perkembangan populasinya dilakukan oleh lebah Trichogrammatidae sebagai parasit telur, lalat Tachinidae, kepik Pentatomidae dan virus sebagai parasit ulat. Jamur Cordyceps yang hidup ditanah juga merupakan musuh alamikepompongnya. Penyebaran virus dengan menyemprotkan larutan virus β.nudaurelia (400 gram/ha) banyak dikembangkan karena dengan cara ini keadaan lingkungan lebih terjamin dan lebih murah biayanya, Pemakaian cara ini tentu tidak sembarang keadaan tergantung dari kondisi populasi dan keadaan setempat lainnya. 2. Pengendalian Secara Kimiawi Pemberantasan secara kimia dengan menymprotkan insektisida berbahan aktif deltametrin 25 g/l, triazofos 242 g/l, karbaril 85 % dan klorpirifos 200 g/l. Beberapa contoh insektisida tersebut adalah Decis 2,5EC, Hostation 25 ULV, 11

Svin 85 ES atau Dursban. Selain itu juga menggunakan sistem fogging, yaitu sebagai berikut : a. Sistem Fogging Salah satu pengendalian hama ulat api dengan menggunakan fogging yaitu sistem pengendalian dengan cara pengasapan dengan bahan kimiainsektisida dan solar. Pada alat pengasapan tekanan aliran aliran udara selain berfungsi sebagai pengangkut butir- butir racun (insektisida) melalui nozzles, sehingga menghasilkan butiran yang sangat halus (Iyun Pahan, 2012). Dalam mengaplikasikan insektisida agar hasilnya lebih baik ditambahkan bahan adiktif seperti zat pengemulsi dan emulgator. Emulsifier atau zat pengemulsi berfungsi untuk membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air sedangkan emulgator berfungsi untuk menstabilkan emulsi pada fogging. Keuntungan sistem fogging : 1. Cakupan luas ± 20-25 Ha/hari kerja 2. Sangat efektifuntuk insektisida kontak 3. Biaya/Ha murah Kekurangan sistem fogging : 1. Hanya dapat diaplikasikan pada malam hari 2. Diperlukan tenaga kerja yang terlatih 3. Tidak sesuai untuk areal yang berglombang 4. Tidak sesuai untuk tanaman yang berumur dibawah 7 tahun. 12

Cara kerja fogging: a. Air dicampur dengan emulgator kemudian dicampur dengan solar dan dicampur dengan bahan kimia insektisida sesuai anjuran dalam tong/drigen/botollalu diaduk b. Kemudian masukkan 5 liter larutan dalam tangki yang telah dicampur. c. Aplikasikan pada areal yang telah ditentukan. Gambar 6. Alat Fogging Menurut Lubis, (2008) pemakaiaan insektisida dilakukan jika tingkat populasi sudah sangat tinggi atau tidak dapat dilakukan dengan cara pengendalian alami yaitu dengan cara menyemprotkan bahan kimia sesuai dengan buku komisi pestisida. Pada tanaman muda yang baru ditanam (1 tahun) dapat dilakukan dengan penyemprot gendong biasa (knapsack hansprayer) sedang pada tanaman umur 2-3 tahun menggunakan semprotgendong bermesin karena jumlah pelepah sudah banyak dan luas serta posisi daun sudah tinggi dari permukaan tanah. Pada areal yang bertopografi berat dan sulit dimasukki,pada tanaman sudah terlau tinggi atau pada serangan yang sporadis dapat dilakukan dengan infus akar atau injeksi batang. Insektisida yang dipakai bersifat sistemik yang 13

dimasukkan melalui batang ataupun akar. Infus akar cukup baik maupun hanya dapat dilaksanakan pada skala kecil. 3. Pengendalian Secara Hayati Pengendalian secara hayati dapat memanfaatkan musuh alami seperti parasit telur Trichogrammatidae, lalat Thacinidae, dan kepik pentatomidae. Sebenarnya, masih ada beberapa hama yang merusak daun seperti ulat Birthosea bisura, Dasychira horsfieldi, Mahasena corbetti, Metisa plana, dan lain- lain. Namun, tidak dibicarakan karena prinsip serangan dan cara pengendaliannya yang kurang lebih sama dengan hama daun yang sudah diperbincangkan (Pahan, 2012). Tabel 1. Jenis Ulat Api Berdasarkan Jumlah Populasi Jenis UPDKS Tingkat Populasi Kritis (Jumlah Ulat/Pelepah) Ulat Api : Setothosea 5-10 asigna Setora nitens 5-10 Darna trima 20-30 Ploneta dicucta 10-30 Ulat kantong : Mahasena 4-5 Corbetti Metisa Plana 5-10 Sumber : PPKS, 2002 4. Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu Dalam sistem PHT, pengendalian terhadap jenis dan biologi hama sasaran diperlukan sebagai dasar penyusunan dengan hasil monitoring populasi dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui tingkat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit. Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai pilihan terakhir, dan sedapat mungkin dipilih jenis insektisida 14

serta teknik aplikasi yang paling aman bagi lingkungan, khususnya untuk kelangsungan hidup serangga parasitoid dan predator dari hama sasaran. Berdasarkan letak pelepah daun yang diserang pertama kali, maka UPDKS dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni kelompok pertama yang memulai menyerang pada pelepah daun yang terletak dibagian tengah tajuk daun kelapa sawit, dan kelompok kedua yang memulai menyerang pada pelepah daun yang terletak dibagian bawah tajuk daun kelapa sawit. Diantara jenis UPDKS tersebut, maka yang termasuk kelompok pertama adalah ulat api S. asigna dan nitens, sedangkan sisanya termasuk kelompok kedua. Implementasi Sistem PHT di Perkebunan Kelapa Sawit. 1. Melaksanakan sistem monitoring populasi hama sebaik mungkin, sehingga dapat diketahui kehadiran hama secara dini, serta dapat dipetakan dengan jelas dan terperinci kelornpok-kelornpok populasi hama diareal tanaman kelapa sawit yang terserang. Perlu di amati juga keberadaan serangga parasitoid dan predator serta dimasukkan sebagai pertimbangan didalam mengambil keputusan untuk melaksanakan tindakan pengendalian. 2. Mengendalikan kelompok-kelompok populasi yang melampaui pada populasi kritis dengan menggunakan virus atau Bacillus thuringiensis. Khusus untuk ulat api, dapat dilakukan kombinasi pengendalian ulat dengan virus dan predator Eocanthecona furcellata, serta pengendalian kepompong dengan jamur Cordyceps militaris. 15

3. Melepaskan serangga parasitoid dan predator serta menyebarkan inokulum jamur C.militaris pada areal kelapa sawit yang tidak dijumpai adanya musuh alami UPDKS, baik diambil dari areal kelapa sawit lainnya, maupun dari hasil pembiakan missal di laboratorium. 4. Meninggalkan kepompong yang terinfeksi secara alami oleh jamur C. militaris di dalam areal kelapa sawit atau ditularkan ke areal kelapa sawit lainnya yang tidak dijumpai jamur entomopatogenik tersebut pada saat dilakukan pengutipan kepompong. 5. Menjaga keberadaan tumbuhan liar yang berguna bagi keberlangsungan hidup imago serangga parasitoid atau menanamnya dipinggiran kebun kelapa sawit. 6. Menangkap ngengat UPDKS dengan lampu perangkap, Namun, mengingat aktivitas ngengat, khususnya S. asigna, untuk mendatangi lampu perangkap hanya berlangsung mulai dari pukul 19.00 s.d. 20.30, maka kegiatan pemasangan lampu perangkap ngengat hanya dilakukan pada periode waktu tersebut. 7. Apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik, yakni pada saat ledakan populasi yang meliputi hamparan luas, maka harus dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang seaman mungkin bagi parasitoid dan predator. Selanjutnya apabila populasi hama sudah terkendali, maka segera kembali dilakukan langkah-langkah pengendalian seperti di atas (langkah 1/6) (Rukmana, 2003). 16

Penggunaan insektisida kimia yang tidak bijaksana dapat mengakibatkan rusaknya agroekosistem seperti terjadinya resurjensi hama, resistensi hama dan terbunuhnya musuh alami serta dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan pengendalian hama dengan cara terpadu. Pengendalian hama terpadu (PHT) yang apabila menggunakan pestisida disarankan seminimal mungkin dan menjadi pilihan terakhir, jika cara lain tidak dapat menghentikan laju populasi hama. Meskipun demikian sampai saat ini dalam prakteknya penggunaan pestisida masih sangat dominan. Oleh sebab itu pengetahuan mengenai pestisida dan cara aplikasinya sangat penting bagi perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk menjaga kelestarian agroekosistem pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Sementara itu pengendalian hama terpadu (PHT) berdasarkan UU No. 12 tahun 1991 tentang budidaya tanaman dan PP No. 5 tahun 1996 tentang perlindungan tanaman adalah usaha untuk mengotimimkan hasil pengendalian hama secara ekonomik dan ekologik, yang dapat dicapai dengan menggunakan taktik secara kompatibel agar tetap mempertahankan kerusakan akibat hama dibawah arus kerusakan ekonomi dan melindungi terhadap ancaman atau bahaya bagi manusia, binatang dan lingkungan. Dalam sistem ini penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir yang digunakan untuk pengendaliannya. 17