TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

dokumen-dokumen yang mirip
PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. roots) yang berkembang dari radicle (akar kecambah) embrio. Akar sementara

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

Lahan pertanian di Indonesia didominasi oleh lahan

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. kingdm: plantae, divisio: Spermathopyta, class: Monocotyledoneae, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

ANALISIS DAYA GABUNG UMUM DAN DAYA GABUNG KHUSUS 6 MUTAN DAN PERSILANGANNYA DALAM RANGKA PERAKITAN KULTIVAR HIBRIDA JAGUNG TENGGANG KEMASAMAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

DAFTAR PUSTAKA. Baker RJ Issue in Dialllel Analysis. Crop Sci (18):

SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT

VII. PEMBAHASAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung. Sistem perakaran tanaman jagung mempunyai perakaran yang tersebar

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2, Hal , Mei-September 2014, ISSN

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2

[ ] Pengembangan Varietas Jagung Putih untuk Pangan, Berumur Genjah dan Toleran Kekeringan Muhammad Azrai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber gen bagi para pemulia untuk lebih berpeluang dalam menghasilkan varietas jagung yang lebih unggul (Mejaya, Moejiono 1995). Jagung merupakan tanaman yang menyerbuk silang, yaitu penyerbukannya terjadi secara acak. Pemuliaan tanaman menyerbuk silang bertujuan untuk memperoleh populasi yang terdiri dari tanaman heterozigot. Pada dasarnya populasi tanaman menyerbuk silang adalah heterosigous heterogenus dan variasi fenotipenya sangat beragam. Peningkatan hasil tanaman dapat dicapai dengan penggunaan varietas hibrida. Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbred yang homozigot sehingga menghasilkan F 1 yang sangat vigor (Hallauer, Miranda 1981). Dalam pembentukan hibrida, langkah penting yang perlu dilakukan diantaranya : pembentukan galur inbred, dengan melakukan beberapa generasi silang dalam (selfing); penilaian galur inbred berdasarkan uji daya gabung umum dan uji daya gabung khusus untuk menentukan kombinasi persilangan terbaik dengan metode persilangan dialel; pembentukan benih hibrida dengan persilangan di antara galur inbred yang terpilih. 1. Pembentukan Galur Inbred Inbred sebagai tetua hibrida memiliki tingkat homozigositas yang tinggi dan diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) atau melalui persilangan antar saudara selama 5 6 generasi. Fiksasi gen-gen homozigot akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Peristiwa silang dalam dapat menyebabkan fiksasi gen homozigot yang menyebabkan karakter lethal sehingga dapat terjadi proses penghanyutan genetik. Dalam beberapa generasi silang dalam, populasi semula akhirnya terbagi-bagi ke dalam galur-galur. Keragaman yang terbesar terlihat pada keragaman antar galur karena merupakan kelompok-kelompok yang secara

genetik berbeda sedangkan keragaman dalam galur itu sendiri lebih kecil (Bari et al. 1974). 2. Persilangan Dialel dan Daya Gabung (Combining Ability) Metode persilangan dialel (diallel cross) adalah cara analisis keturunan untuk daya gabung, baik daya gabung umum maupun daya gabung khusus (Hallauer, Miranda 1981). Analisis dialel membantu para pemulia menentukan pola heterosis antar populasinya serta memilih bahan dan metode yang akan digunakan dalam program pemuliaan. Persilangan dialel yakni persilangan yang melibatkan sejumlah genotipe (varietas, galur, klon) dalam semua kombinasi. Masing-masing genotipe mempunyai kesempatan untuk disilangkan dengan genotipe lain, dan dapat juga dilakukan persilangan sendiri genotipe itu. Melalui analisis dialel dapat diketahui kombinasi mana yang sesuai dipasangkan sehingga dapat menghasilkan suatu varietas yang lebih baik. Penggunaan metode dialel harus memenuhi asumsi yaitu segregasi diploid, tidak ada perbedaan antara persilangan resiprokal, tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, tidak ada multialelisme, tetua homozigot, gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua (Singh, Chaudary 1979). Menurut Griffing (1956), terdapat empat metode dialel yakni : 1. Metode I : kombinasi lengkap p², terdiri dari tetuanya, F 1, dan persilangan resiprokalnya 2. Metode 2 : 1/2p(p+1) kombinasi, terdiri dari tetuanya dan F 1 3. Metode 3 : p(p-1) kombinasi, terdiri dari F 1 dan resiprokalnya 4. Metode 4: 1/2p(p-1) kombinasi, terdiri dari F 1 saja tanpa tetua dan resiprokalnya Berdasarkan analisis dialel menggunakan metode I Griffing akan diperoleh informasi tentang daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan efek resiprokal serta heterosis. Informasi tersebut sangat penting untuk pembentukan hibrida. Menurut Sujiprihati (1996), informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU, DGK dan resiprokalnya akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat-sifat tanaman. 7

Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua yang bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya. Nilai masing-masing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur-galur lain (Allard 1960). Daya gabung meliputi daya gabung umum (General Combining Ability) dan daya gabung khusus (Specific Combining Ability). Daya gabung umum (DGU) adalah nilai rata-rata dari galur-galur dalam seluruh kombinasi persilangan bila disilangkan dengan galur-galur lain. Daya gabung khusus (DGK) adalah penampilan kombinasi pasangan persilangan tertentu. Bila nilai pasangan persilangan tertentu lebih baik daripada nilai rata-rata keseluruhan persilangan yang terlibat, dikatakan daya gabung khususnya baik (Poehlman, Sleeper 1990). Nilai daya gabung umum adalah simpangan dari rata-rata seluruh persilangan, sehingga nilai daya gabung umum dapat positif atau negatif. Jadi nilai DGU merupakan angka yang relatif terhadap nilai daya gabung umum yang lain. Daya gabung umum yang besar menunjukkan tetua atau galur yang bersangkutan mempunyai kemampuan bergabung dengan semua tetua, sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik terhadap semua tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dari DGU tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya. Daya gabung khusus yang diperoleh dari suatu persilangan antar kedua tetua, dapat memberikan informasi tentang kombinasi-kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasil tinggi. Galur yang mempunyai efek daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan efek daya gabung khusus yang tinggi pula (Silitonga et al. 1993). Hasil penelitian Setiyono dan Subandi (1996), menunjukkan bahwa hasil pipilan jagung hibrida F 1 akan tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek DGU dan DGK yang tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat diharapkan karena mengindikasikan varietas berumur genjah. 8

Daya gabung umum dan daya gabung khusus yang nyata untuk karakter yang dievaluasi berindikasi bahwa keragaman karakter disebabkan oleh efek gen aditif dan non aditif (Mahmood et al. 2002). Kemampuan bergabung umum (DGU) yang terdapat pada galur inbred yang disilangkan dengan berbagai galur inbred lain merupakan hasil dari aksi gen aditif. Kemampuan bergabung spesifik (DGK) merupakan penampilan ekspresi antara dua galur inbred dan merupakan hasil aksi gen dominan, epistasis dan aditif (Welsh 1981). Menurut Tabassum et al. (2007), mengemukakan bahwa estimasi rasio varian DGU/DGK berguna untuk mengevaluasi variabilitas aditif dan non aditif atau aksi gen keduanya. Kombinasi persilangan antara tetua dengan nilai DGU tinggi dan rendah atau sedang dan rendah menunjukkan aksi gen aditif dan dominan. Persilangan dengan nilai DGU rendah dan rendah menunjukkan aksi gen epistasis (Pradhan et al. 2006). 4. Heterosis Gejala heterosis dan daya hasil tinggi pada F 1 mempunyai arti yang sangat penting dalam pembentukan varietas hibrida. Heterosis adalah peningkatan nilai suatu karakter dari hibrida F 1 dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetuanya (Hallauer, Miranda 1981; Crowder 1986; Fehr 1987). Menurut Virmani et al. (1981), informasi mengenai heterosis dalam persilangan galur inbred menentukan dalam pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk memperoleh hibrida berdaya hasil tinggi. Heterosis yang tinggi diduga diperoleh dari kedua tetua yang memiliki kekerabatan jauh. Beberapa hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan dasar genetik dari heterosis. Hipotesis dominan didasarkan pada teori bahwa gen yang menguntungkan untuk tanaman bersifat dominan dan gen yang merugikan bersifat resesif. Gen dominan yang berasal dari satu tetua akan dilengkapi oleh gen dominan dari tetua lain sehingga tanaman F 1 memiliki kombinasi gen dominan yang menguntungkan dari kedua tetuanya (Poehlman 1979). Hipotesis dominan yang diajukan oleh Bruce (1910) dalam You et al. (2006), yang menjelaskan bahwa gen dominan dari salah satu tetua menutupi gen resesif dari tetua lain pada populasi F 1 heterosigous. 9

Hipotesis over dominan diajukan oleh Shull (1908) dalam You et al. (2006), yang menyatakan bahwa heterosigositas pada lokus tunggal lebih superior dibanding yang homosigos. Menurut Allard (1960), mengemukakan bahwa teori over dominan didasarkan pada heterozigot (a 1 a 2 ) lebih vigor dan produktif dibandingkan homozigot (a 1 a 1 atau a 2 a 2 ). Alel a 1 dan a 2 memiliki fungsi yang berbeda dan penggabungan a 1 dan a 2 lebih superior jika dibandingkan homozigotnya (a 1 a 1 atau a 2 a 2 ). Semakin berbeda fungsi alel penyusun heterozigot, semakin tinggi efisien pembentukan superioritasnya (a 1 a 1 < a 1 a 3 < a 1 a 4 ). Hipotesis ketiga menduga bahwa heterosis mungkin ditimbulkan dari epistasis antara alel-alel pada lokus yang berbeda (Goodnight 1999). Menurut Allard (1960), teori epistasis yaitu interaksi antara alel yang berbeda lokus memberi nilai lebih karena hasil penambahan dari gen dominan pendukung keunggulan sifat. Menurut Nuruzzaman et al. (2002), terdapat tiga istilah heterosis berdasarkan genotipe pembanding yang digunakan. Ketiga tipe heterosis tersebut adalah Mid-Parent Heterosis (heterosis), yaitu peningkatan atau penurunan penampilan hibrida dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetua; High-Parent Heterosis (heterobeltiosis), yaitu peningkatan atau penurunan penampilan hibrida dibandingkan dengan tetua terbaik yang digunakan dalam kombinasi persilangan; Standard heterosis, yaitu peningkatan atau penurunan penampilan hibrida dibandingkan dengan varietas pembanding. Cekaman Kekeringan pada Tanaman Jagung Istilah cekaman kekeringan (drought stress) adalah pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan tidak atau kurang tersedianya air secara cukup bagi tanaman. Menurut Levit (1980), cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh dua hal : (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup. Faktor yang pertama banyak dialami oleh tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kering di daerah tropis. 10

Kekeringan merupakan salah satu kendala produksi tanaman jagung. Kekeringan pada setiap stadia pertumbuhan tanaman jagung sangat mempengaruhi produktivitas tanaman (Boger, Therson 1975; Herrero Johnson 1981; Baneti, Wesgate 1992). Kekeringan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi kekurangan air dalam tanah dan tanaman, dalam periode yang berpengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan air untuk tanaman jagung bergantung pada keadaan iklim, metode pengairan, dan varietas yang ditanam. Menurut Dahlan (2001), agar dapat tumbuh baik, tanaman jagung memerlukan curah hujan rata-rata 25 mm/minggu. Petani umumnya menanam jagung pada awal musim hujan, sehingga tanaman sering mengalami kekurangan air pada fase pertumbuhan awal. Sebaliknya pertanaman jagung diakhir musim hujan mengalami kekurangan air pada fase berbunga atau fase pengisian biji. Tanaman jagung memerlukan pengaturan pemberian air secara terencana, khususnya pada kondisi kekurangan air. Kekeringan dapat terjadi pada awal pertumbuhan, fase pengisian biji, dan fase berbunga sampai panen. Frekuensi pemberian air untuk tanaman jagung dalam satu musim tanam berkisar antara 2-5 kali. Dalam kondisi tidak ada hujan dan ketersediaan air irigasi sangat terbatas maka pemberian air untuk tanaman jagung selama fase vegetatif dapat dikurangi dan difokuskan pada periode pembungaan (fase 2) dan pembentukan biji (fase 3). Dengan irigasi yang tepat waktu dan tepat jumlah maka diharapkan diperoleh hasil jagung 6-9 t/ha (Aqil et al. 2007). Kekeringan pada masa vegetatif tidak berakibat langsung pada hasil, sedangkan kekeringan menjelang, saat, dan setelah pembungaan menurunkan hasil masing-masing 25, 50, dan 21% (Denmead, Shaw 1960). Menurut Fischer et al. (1983), masa kritis tanaman jagung terhadap kekurangan air adalah pada waktu berbunga dan hasilnya berkurang sampai 22%. Penelitian menggunakan prosedur CIMMYT untuk seleksi kekeringan jagung dengan perlakuan cekaman sedang pada waktu tanaman berbunga atau fase pengisian biji, hasilnya hanya 30 60% dari hasil pada kondisi normal. Tanaman yang mengalami kekeringan pada fase berbunga sampai panen hasilnya 15 30% dari hasil tanaman yang tidak tercekam kekeringan (Banziger et al. 2000). Evaluasi sebaiknya dilakukan di tempat yang tidak ada curah hujan 11

sehingga dapat diatur pengairannya. Seleksi dengan menggunakan indeks untuk mempertahankan umur berbunga dapat meningkatkan hasil pada kondisi tercekam kekeringan maupun tanpa cekaman kekeringan, menurunkan Anthesis Silking Interval (ASI), tingkat senescense (daun kering), jumlah tanaman mandul dan daun menggulung. Seleksi Genotipe Toleran Cekaman Kekeringan Varietas jagung toleran kekeringan yaitu tanaman masih mampu memberikan hasil dengan memanfaatkan kondisi lengas tanah yang sangat kurang, dibandingkan varietas lain yang tidak menghasilkan. Selanjutnya Fisher et al. (1981) dalam Dahlan (1995) menyatakan bahwa varietas toleran kering adalah tanaman yang masih mampu untuk bertahan hidup dan memberikan hasil dalam kondisi air terbatas. Pemuliaan tanaman untuk toleransi cekaman dilakukan dengan menyesuaikan pada kondisi keadaan cekaman dengan metode adaptasi pada lingkungan spesifik (Herawati, Setiamihardja 2000). Seleksi di lingkungan bercekaman cenderung menghasilkan genotipe yang beradaptasi baik pada lingkungan bercekaman saja, stabilitas rendah dan tidak responsif pada perbaikan input. Hasil seleksi ini dapat digunakan sebagai sumber keragaman untuk pemuliaan lingkungan spesifik (Chozin 2006). Lingkungan seleksi menentukan keberhasilan pemuliaan untuk mendapatkan varietas yang sesuai dengan lingkungan yang menjadi target. Seleksi sering dilakukan pada kondisi tanpa cekaman atau dalam lingkungan yang optimum, karena banyak pendapat yang menyatakan pada kondisi optimum umumnya memiliki heritabilitas bobot biji yang lebih tinggi daripada heritabilitas di lingkungan tanpa cekaman (Ceccareli 1994 dalam Sutoro et al. 2006). Seleksi pada lingkungan yang mirip dengan lingkungan target akan menghasilkan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada seleksi tak langsung atau seleksi pada lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan target (Banziger et al. 1997). Kekeringan merupakan cekaman lingkungan yang sulit diduga, karena tidak terjadi sepanjang tahun, berbeda dengan cekaman lingkungan edafik. Reynolds et al. (2004) dalam Sopandie (2006), membagi cekaman kekeringan menjadi 3 12

pola cekaman, yaitu : (1) cekaman yang terjadi pasca anthesis, (2) cekaman kekeringan yang terjadi sebelum anthesis, (3) cekaman yang terjadi secara terus menerus. Tanaman mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi cekaman. Cristiansen dan Lewis (1982), menyatakan bahwa tanaman mempunyai xeromorphic trait yang muncul jika mendapat cekaman. Karakter ini dapat berbeda untuk setiap tanaman dan untuk setiap tingkat cekaman. Disarankan agar efektif, seleksi sebaiknya dilakukan dalam keadaan tercekam. Pandey (1998), mengemukakan bahwa varietas baru dapat dibentuk dengan perbaikan dalam populasi maupun antar populasi atau dengan persilangan varietas yang telah adaptif pada lingkungan tertentu. Beberapa cara telah dilakukan untuk menilai toleransi pada cekaman kekeringan diantaranya dengan mengukur perbedaan hasil antara kondisi pengairan normal dengan kondisi cekaman kekeringan, menilai produktivitas ratarata pada kondisi normal dan kering dengan menggunakan indeks kepekaan terhadap cekaman kekeringan (Blum 1980). Banziger et al. (1997), merekomendasikan karakter seleksi dalam program pemuliaan untuk cekaman kekeringan yaitu bobot biji, jumlah tongkol per tanaman, ASI, leaf senescence, ukuran tassel dan penggulungan daun. Anthesis Silking Interval merupakan kriteria seleksi dalam merakit varietas untuk sifat toleran kekeringan, nilai -1.0 sampai +3.0 hari merupakan nilai terbaik untuk varietas unggul (Bolanos, Edmeades 1993 dalam Dahlan 1995). Semakin tinggi nilai ASI semakin rendah hasil karena tidak terjadi sinkronisasi berbunga. Beck et al. (1996), mengemukakan bahwa nilai ASI -1.0 sampai +3.0 hari memberikan hasil maksimal pada jagung. Anthesis Silking Interval negatif diartikan bahwa rambut terlebih dahulu siap diserbuki sebelum tersedia bunga jantan. Cekaman kekeringan pada fase pembungaan akan langsung berpengaruh terhadap produksi jagung. Fase tersebut merupakan fase terbaik untuk melakukan seleksi genotipe jagung yang toleran cekaman kekeringan dengan melihat kemampuan mempertahankan atau pengurangan potensi hasil. Peubah yang diamati pada fase pembuangaan adalah ASI yaitu interval waktu keluarnya bunga 13

jantan dan betina. Pada kondisi tersebut nilai ASI berkisar 4 8 hari, jumlah tongkol per tanaman 0.3 0.7 dan hasil berkisar 1 2 t/ha. Apabila pemberian cekaman kekeringan tidak optimal maka pengukuran ASI menjadi kurang akurat. Pada fase pengisian biji karakter yang diamati adalah penurunan bobot biji, karena pada fase ini fotosintat menurun akibat cekaman, sehingga dapat menyebabkan hasil menurun sampai 50% (Banziger et al. 1997). Prosedur CIMMYT dalam seleksi untuk cekaman kekeringan, dapat dilakukan dengan dua tingkat cekaman yaitu cekaman sedang dan cekaman berat. Seleksi galur pada tingkat cekaman sedang dilakukan dengan menghentikan pemberian air saat 2 minggu sebelum berbunga dan diairi kembali 2 minggu setelah berbunga sampai panen. Seleksi galur pada cekaman berat dilakukan dengan menghentikan pemberian air saat 2 minggu sebelum berbunga hingga panen. Karakter yang diamati untuk seleksi genotipe cekaman kekeringan adalah hasil bobot biji per tanaman, ASI, dan jumlah tongkol pertanaman. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Banziger et al. (2000), ketiga karakter tersebut mempunyai nilai heritabilitas masing-masing sedang, sedang, tinggi. 14