BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

1. PERCOBAAN (POGING)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. dalam tampak pasal-pasal UUD 1945 juga merupakan pelaksana dan pokokpokok

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

Pasal 48 yang berbunyi :

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DISERTAI MUTILASI DI PENGADILAN NEGERI MAGETAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat tiga tradisi besar orientasi teori psikologi dalam menjelaskan dan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB XX KETENTUAN PIDANA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI A. Pembunuhan 1. Pengertian Pembunuhan Pengertian pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan beberapa orang yang mengakibatkan seseorang dan beberapa orang meninggal dunia. 1 Tindak pidana pembunuhan, di dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana termasuk ke dalam kejahatan terhadap nyawa. Kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. 2 Pembunuhan sendiri berasal dari kata bunuh yang berarti mematikan, menghilangkan nyawa. Membunuh artinya membuat supaya mati. Pembunuh artinya orang atau alat yang membunuh dan pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pembunuhan adalah perbuatan oleh siapa saja yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain. 3 Pembunuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata bunuh, yang artinya mematikan dengan sengaja. Dalam hukum pidana, pembunuhan disebut dengan kejahatan terhadap jiwa seseorang yang diatur dalam BAB XIX Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bentuk pokok dari kejahatan ini adalah pembunuhan (doodslage), yaitu menghilangkan jiwa seseorang. 4 1 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007 ), hlm. 24 2 Adam Chazawi, kejahatan terhadap nyawa, Op.cit, hlm. 55 3 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, ( Bandung: Alumni, 1992 ), hlm. 129 4 http : //kbbi.web.id, diakses pada tanggal 26 Oktober 2016, pukul 11.57 wib 13

14 Dalam hukum romawi, apabila pelaku pembunuhan itu seorang bangsawan atau pejabat, ia bisa dibebaskan dari hukuman mati dan sebagai pengantinya ia dikenakan hukuman pengasingan, kalau pelakunya kelas menengah maka ia dikenakan hukuman mati dengan jalan potong leher (dipancung). Sedangkan untuk kelas rakyat jelata, ia disalib, kemudian hukuman itu diubah menjadi di adu dengan binatang buas, kemudian diubah lagi dengan jalan gantung. 5 Menurut Ramianto yang dikutip dari Anwar dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP, Buku II), pembunuhan (doodslage), yaitu menghilang jiwa seseorang. Sedangkan menurut Wojoqwasito sebagaimana yang dikutip oleh Rahmat Hakim, dalam buku Hukum Pidana Islam, pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang, sedangkan menurut Hakim Rahman yang mengutif dari Abdul Qodir Aulia adalah perbuatan seseorang yang menghilangkan kehidupan atau hilangnya roh adami akibat perbuatan manusia yang lain. Jadi, pembunuhan adalah perampasan atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan di sebabkan ketiadaan roh sebagai unsur utama untuk menggerakan tubuh. 6 Dari pengertian tersebut pembunuhan merupakan tindak pidana yang terdiri dari beberapa jenis, dan di dalam KUHP pembunuhan terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai pembunuhan. Di dalam KUHP 5 Leri Mahendra, Opcit, hlm. 10 6 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010 ), hlm. 113

15 yang berlaku di indonesia pada buku II bab XIX di atur mengenai tindak pidana pembunuhan, yang di tepatkan oleh pembentuk undang-undang mulai dari pasal 338 KUHP sampai dengan pasal 350 KUHP. 7 2. Macam-Macam Pembunuhan Dalam KUHP Adapun tindak pidana pembunuhan yang dimuat dalam KUHP adalah sebagai berikut 8 : a. Pembunuhan biasa (pasal 338), yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan penjara paling lama lima belas tahun. b. Pembunuhan dengan pemberatan (pasal 339), yang berbunyi : Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana bila tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. c. Pembunuhan berencana (pasal 340), yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. d. Pembunuhan bayi oleh ibunya (pasal 341), yang berbunyi : Seorang ibu yang karena takut akan diketahui bahwa dia melahirkan anak dengan sengaja menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. e. Pembunuhan bayi berencana (pasal 342), yang berbunyi : Seorang ibu yang untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya karena takut akan diketahui bahwa dia akan melahirkan anak, menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian, diancam karena 7 Bambang Waluyo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ( Jakarta: PT.Bulan Bintang, 2000), hlm. 145 8 Penghimpun Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana dan Perdata (KUHP, KUHAP dan KUHPdt), ( Jakarta : Visimedia, 2008 ), Cet. 1, hlm. 82-84.

melakukan pembunuhan anak sendiri dengan berencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. f. Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan (pasal 344), yang berbunyi: Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. g. Membujuk/membantu agar orang bunuh diri (pasal 345), yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri. h. Pengguguran kandungan atas izin ibunya (pasal 346), yang berbunyi : Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. i. Pengguguran kandungan dengan tanpa izin ibunya (pasal 347), yang berbunyi : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun j. Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandung (348), yang berbunyi : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun k. Dokter / bidan / tukang obat yang membantu pengguguran/matinya kandungan (pasal 349), yang berbunyi : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan tersebut dalam pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pekerjaannya dalam mana kejahatan itu dilakukan. 16

17 B. Mutilasi 1. Pengertian Mutilasi Dalam rangka membahas terminologi kata atau istilah mutilasi hal ini memiliki pengertian atau penafsiran makna dengan kata amputasi sebagai mana yang sering digunakan dalam istilah medis kedokteran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Mutilasi adalah proses atau tindakan memotongmotong (biasanya) tubuh manusia atau hewan 9. Menurut beberapa pendapat para ahli hukum, diantaranya sebagai berikut 10 : a. Ruth Winfred Mutilasi atau amputasi atau disebut juga dengan flagelasi adalah pembedahan dengan membuang bagian tubuh. 11 b. Zax Specter Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa bagian tubuh manusia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan Female Genital Mutilation (FGM). FGM merupakan 9 http : //kbbi.web.id, diakses pada tanggal 26 Oktober 2016, pukul 11.57 wib 10 http : //infodanpengertian.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 26 Oktober 2016, pukul 14.23 wib 11 Dikutip di Ramlan Abdur I Doi, Tidak Pidana Dalam Syariat Islam, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998 ), hlm. 35

18 prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif. 12 Kata mutilasi belakangan memang sering dipakai, terutama oleh media massa, untuk menggambarkan tindak pembunuhan yang disertai kekerasan berupa pemotongan bagian-bagian tubuh korban. Sebenarnya, kata mutilasi tidak selalu identik dengan manusia atau hewan. Kata ini lebih identik dengan pekerjaan memotong-motong atau memilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. 13 2. Kriteria Mutilasi Mutilasi memiliki beberapa dimensi, seperti dimensi perencanaan (direncanakan-tidak direncanakan), dimensi pelaku (individu-kolektif), dan dimensi ritual atau inistasi, serta dimensi kesehatan atau medis. Dengan demikian, pembuatan mutilasi tidak dapat dipukul rata sebagai tindakan kriminal yang dapat disanksi pidana. Dari berbagai jenis mutilasi, secara umum setidaknya tindak pidana mutilasi dibagi menjadi dua bagian yaitu 14 : a. Mutilasi difensif (defensive mutilasion), atau disebut juga sebagai pemotong atau pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi. Motif rasional dari pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang hlm. 21 32 Wib 12 Gilin Grosth, Pengantar Ilmu Bedah Anestesi, ( Yogyakarta: Prima Aksara, 2004 ), 13 http://m.hukumonline.com, diakses pada tanggal 26 Oktober 2016, pukul 15. 29 Wib 14 http : //Psikologitube.blogspot.com, diakses pada tanggal 26 Oktober 2016, pukul 15.

19 bukti atau untuk menghalangi diidentifikasinya potongan tubuh koraban. b. Mutilasi ofensif (offensive mutilasi) adalah suatu tindakan irasional yang dilakukan dalam keadaan mengamuk, frienzied state of mind. Mutilasi kadang dilakukan sebelum membunuh korban. Untuk dapat mengkategorikan mutilasi sebagai tindak pidana haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tindakan yang dilakukan tersebut merupakan tindakan yang dilarang baik secara formil atau materil, pembagian tindakan yang terlarang secara formil atau materil ini sebenarnya mengikuti KUHP sebagai buku induk dari semua ketentuan hukum pidana nasional yang berlaku. KUHP membedakan tindakan pidana dalam dua bentuk yaitu kejahatan (misdrijen) dan pelanggaran (overtredingen). Sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika memang di dapat unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam undangundang. Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan hukum pidana yang mengatur tindak pidana pembunuhan secara mutilasi ini secara tegas dan jelas. 3. Sanksi Pembunuhan Mutilasi Berikut ini beberapa sanksi tentang ketentuan hukum pidana yang diterapkan pada tindak mutilasi, diantaranya :

20 a. Mutilasi pada korban yang masih hidup Mutilasi berarti pemotongan anggota tubuh korban, ini berarti termasuk dalam penganiayaan berat, sebagaimana dalam Pasal 90 KUHP menjelaskan luka berat sebagai 15 : luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali/bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu panca indera; cacat berat (verminking); sakit lumpuh; terganggunya daya pikir selama min. 4 minggu;gugurnya kandungan seorang perempuan. Ada beberapa pasal yang mengatur tentang penganiayaan, tindak pidana mutilasi merupakan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat maupun kematian, adapun pasal-pasalnya sebagai berikut 16 : 1. Pasal 351 ayat (2) KUHP tindakan mutilasi pada ketentuan ini jelas mengacu pada tindakan untuk membuat orang lain merasakan atau menderita sakit secara fisik. hanya saja tindakan penganiayaan ini dilakukan oleh pelaku secara langsung tanpa ada rencana yang berakibat luka berat. sanksi pidana : penjara max 5 tahun 2. pasal 353 ayat (1) KUHP tindakan mutilasi ini dapat dikatakan sebagai rangkaian atau salah satu dari beberapa tindakan penganiayaan pada korban yang masih hidup. Berbeda dengan Pasal 351 KUHP, Pasal ini lebih menitik beratkan pada perencanaan pelaku untuk melakukan tindakan tersebut 15 Penghimpun Solahuddin, Op.cit, hlm. 25 16 Ibid, hlm. 84-85

21 sehingga berakibat akhir luka berat pada korban. sanksi pidana: penjara max. 7 tahun 3. Pasal 354 (1) KUHP secara khusus sebenarnya KUHP sudah memberikan ketentuan yang melarang tindakan yang mengakibatkan luka berat. kekhususan pasal ini tampak pada kesengajaan pelaku dalam melakukan mutilasi yang timbul dari niat agar korban menderita luka berat. sanksi: pidana penjara max. 8 tahun 4. pasal 355 ayat (1) KUHP dari sejak awal pelaku telah melakukan mutilasi sebagai tindakan penganiayaan dia dan sudah direncanakan terlebih dahulu. sanksi: pidana penjara max. 12 tahun 5. pasal 356 KUHP pemberatan sanksi pidana karena pelaku adalah keluarga korban, pejabat, memberikan bahan berbahaya. sanksi: pidana penjara ditambah sepertiga dari sanksi pidana yang diancamkan. 4. Mutilasi pada mayat korban Perlu diketahui KUHP memandang mayat bukan sebagai manusia alamiah yang hidup namun hanya sebagai benda yang sudah tidak bernyawa lagi. mengenai hal ini dapat dikaji pada pasal 180 KUHP tentang perbuatan melawan hukum menggali dan mengambil jenazah, pelaku di ancam dengan pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp. 4500. 17 hal ini sangat berbeda jauh jika di bandingkan 17 Ibid, hlm. 47

22 dengan pasal penculikan orang (pasal 328 misalnya) memberikan sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun. 18 Jika di bandingkan terhadap pasal pencurian barang pun sebenarnya juga sangat jauh berbeda, pasal 362 KUHP sangat memandang serius tindakan pencurian barang dan mengancam pelaku dengan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun penjara. 19 oleh karena itu dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa pengaturan tentang mayat atau jenazah di dalam KUHP masih sebatas pada benda yang sudah tidak bernyawa lagi. 5. Kasus yang Terkait Mutilasi Pada bulan Agustus tahun 2015, masyarakat Depok di kejutkan dengan penemuan mayat dalam plastik di sebuah selokan. Mayat tanpa identitas ini di temukan dalam keadaan mengerikan, dari seluruh bukti yang ditemukan ternyata korban telah di potong-potong menjadi 7 (tujuh) potong. Kasus serupa sebenarnya juga telah terjadi beberapa bulan sebelumnya, kisah Ryan si jagal manusia dari Jombang juga mengaku melakukan pembunuhan diikuti pemotongan terhadap salah satu korban terakhirnya. Tidak kalah mengerikannya, sebuah kasus seorang pembantu toko tega membunuh, memotong kepala dan tubuh majikannya lalu merebusnya dengan air panas lalu dengan tenang menjalani aktivitasnya seolah tidak terjadi apa-apa. Si pelaku seolah-olah menganggap tindakan pembunuhan 18 Ibid, hlm. 80 19 Ibid, hlm. 86

23 yang dilakukannya itu belumlah cukup sehingga harus diikuti dengan tindakan mutilasi pada korbannya. Tindak Pidana Pembunuhan memang sudah lama di kenal oleh Hukum Nasional kita melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bab XIX Buku II KUHP menggolongkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai Kejahatan terhadap Nyawa. Jenis Pembunuhan yang di atur dalam Bab ini meliputi Pembunuhan dengan Sengaja (Pasal 338), pembunuhan dengan rencana (Pasal 340), Pembunuhan anak setelah lahir oleh Ibu (pasal 341-342), Mati Bagus (Pasal 344) dan Pengguguran kandungan (pasal 346-349). Sama sekali tidak terdapat satu pasal pun yang mengatur tentang tindak pidana pembunuhan yang diikuti pemotongan tubuh korban. Keadaan ini tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum tentang kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Untuk dapat disebut sebagai tindak pidana sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tindakan telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai tindakan yang terlarang baik secara formiil atau materiil. pembagian tindakan yang terlarang secara formiil atau materiil ini sebenarnya mengikuti KUHP sebagai buku Induk dari semua ketentuan hukum pidana Nasional yang belaku. KUHP membedakan tindak pidana dalam dua bentuk, kejahatan dan pelanggaran sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika memang didapatkan unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam undang-undang. sedangkan tindakan dapat

24 dikatakan sebagai pelanggaran karena pada sifat perbuatan itu yang menciderai ketentuan hukum yang berguna untuk menjamin ketertiban umum (biasanya aturan dari Penguasa). Apabila di kaji secara mendalam, tindak mutilasi ini terbatas pada korban yang berwujud manusia alamiah baik perseorangan maupun kelompok dan bukanlah binatang. tindakan ini bisa dilakukan oleh pelaku pada korban pada waktu masih bernyawa atau pun pada mayat korban. tindakan pemotongan manusia secara hidup-hidup (sadis) ataupun mayat jelas merupakan tindakan yang sangat di cela oleh masyarakat dan dianggap sebagai tindakan yang sangat jahat. oleh karena itu, menurut penulis tindak mutilasi sangatlah tepat jika di golongkan ke dalam Kejahatan dan bukan pelanggaran. hal ini juga di dasarkan atas fungsi hukum pidana sebagai hukum public yang melindungi dan menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum masyarakat luas.