BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

I. PENDAHULUAN. cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan Narkotika sebagai suatu tindak pidana telah memunculkan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SARWIRINI. Seminar Kerjasama Badan Penanggulangan Narkotika Nasional dan Fakultas hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 September 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

Eva Achjani Zulfa PUSANEV_BPHN

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, pendidikan, dan pengajaran 1. Penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

MEMORI KASASI. Dahulu sebagai TERDAKWA/PEMOHON BANDING, saat ini untuk selanjutnya akan disebut sebagai PEMOHON KASASI.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BAGI PENGEDAR DAN PENYALAH GUNA MAGIC MUSHROOM. 3.1 Pertanggungjawaban Hukum Bagi Pengedar Magic Mushroom

STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian hukum ini sebagai berikut : pecandu narkotika di Daerah Istimewa Yogyakarta, hakim menggunakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

ANALISIS HUKUM TERHADAP FUNGSI REHABILITASI BAGI TERPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

20. PelaksanaanUU No.35/2009 tentangnarkotika. Pelatihan Outreach Worker Program Harm Reduction

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENANGANAN PERKARA ANAK PADA BAPAS JAKARTA-TIMUR. PUSANEV_BPHN. Oleh : Ida Rifdiah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Kementerian Sosial RI

I. PENDAHULUAN. peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.

BAB II PERAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN HUKUMAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

KEBIJAKAN REHABILITASI DAN PELAKSANAAN PADA PROSES PENEGAKAN HUKUM BAGI PECANDU NARKOTIKA (STUDI KASUS DI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

Kajian Yuridis Putusan Rehabilitasi terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Mahkamah Agung No.593/K.Pid.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

BAB IV PENUTUP. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB III PENUTUP. hukum ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

-2- Anak secara terintegrasi, terpadu, dan holistik, perlu dilakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilakukan oleh Menteri dan Komisi. Oleh

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

Transkripsi:

BAB V A. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Rehabilitasi Kepada Pengguna Narkotika, maka penulis dapat memberikan kesimpulan : 1. Pedoman hakim menjatuhkan putusan rehabilitasi kepada pengguna narkotika berupaa ketentuan-ketentuan yang telah menjadi aturan dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan mengenai rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial kepada penggunan narkotika, seperti : a. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika : pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial b. Pasal 55 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika : (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 126

(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. c. Pasal 103 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika : (1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat : a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. masa menjalani hukuman. d. Surat Edaran Mahkamah Agung No 7 Tahun 2009 Tentang Menempatkan Pemakai Narkoba Kedalam Panti Rehabilitasi e. Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 Tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika Dan Pecandu Narkotika Kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Sosial 127

Beberapa ketentuan tersebut sering menjadi pedoman hakim dalam mejatuhkan putusannya terhadap tindak pidana narkotika bagi pengguna dan pecandu narkotika untuk terdakwa mendapatkan putusan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi kepada pengguna narkotika memiliki beberapa kriteri dalam mejatuhkan putusan berupa rehabilitasi hal tersebut menjadi tolak ukur hakim apakah para tertdakwa telah memenuhi syarat atau kriteri yang dimaksudkan didalam peraturan yang berlaku terhadapa tindak pidana narkotika dalam bentuk penyalahgunaan narkotika. Berikut ini beberapa pertimbangan yang sering atau menjadi pedoman hakim dalam menjatuhkan pidana rehabilitasi kepada pengguna narkotika : a. Sesuai ketentuan pasal-pasal yang didakwaan yang di ajukan oleh jaksa penuntut umum dalam surat dakwaanya b. Sesuai fakta-fakta yang terdapat di dapat di dalam persidangan c. Pelaku penyalahguna narkotika tidak terkait dengan sindikat pengedaran gelap narkotika d. Terdakwa bukan seorang residivis e. Permintaan dari terdakwa untuk dapat menajalani rehabilitasi media dan rehablitasi sosial 128

f. Mengikuti SEMA yang berlaku untuk kasus penyalahgunaan narkotika, SEMA tersebut ialah Surat Edaran Mahkamah Agaung Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Menempatkan Pemakai Narkoba Kedalam Panti Terapi Dan Rehabilitasi, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan Narkotika Korban Penyalahguna Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial. Majelis hakim lebih mengedepankan putusan rehabilitasi kepada mereka penyalahguna narkotika karena mereka perlu dibina kembali dan dirawat dan melihat mereka para pelaku atau terdakwa merupakan korban sesungguhnya dari peredaran gelap narkotika untuk memulihkan mereka dari keterganutngan narkotika dan juga dapat terhindari dari penyakit yang menular lainnya Penjatuhan putusan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosisal dianggap lebih tepat karena untuk tujuan pemulihan, pidana penjara dianggap kurang tepat karena hanya memberikan efek jera tanpa adanya melakukan pengobatan lebih lanjut terhadapa para penyalahguna narkotika. 129

B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan beberpa saran untuk penjatuhan putusan rehabilitasi : 1. Penjatuhan pidana rehabilitsai medis dan reahbilitasi sosial sebaiknya hakim dapat memberikan masa yang cukup lama dalam proses pengobatan dan penyembuhan. 2. Penjatuhan pidana penjara kepada pecandu dan korban penyalahguna narkotika diharapkan bisa lebih tegas lagi, jika hanya dijatuhakn pidana rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial masih dianggap kurang keras terhadap efek jeranya. Lamanya pecandu dan korban penyalahguna narkotika dalam mejalani rehabilitasi dapat dijadikan pengurangan lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap mereka. Disamping itu pecandu dan penyalahguna narkotika tetap dapat kenakan pidana penjara sebagai efek jera supaya tidak lagi melakukan perbuatannya dalam melawan hukum. Menurut penulis menjalani rehabilitasi bisa dijadikan sebagai pidana penjara dan dapat ditahan untuk waktu yang lama seperti 1 tahun 8 bulan, 1 tahun untuk menjalani masa tahanan di penjara dan 8 bulan untuk masa pengobatan atau rehabilitasi terdakwa. 3. Adanya kerjasama yang lebih luas lagi kepada rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah dalam memberikan pelayanan program rehabilitasi medis. 130

4. Dan dana yang dikeluarkan haruslah dapat mencukupi pelayanan dan kebutuhan terdakwa selama menjalani program rehabilitasi berlangsung, karena mengingat rehabilitasi adalah program dari pemerintah untuk dapat memberikan perawatan dan pengobatan terhadap para korban penyalahgunaan narkotika. 131