BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Suatu studi di SDN 01 Poasia) Kota Kendari tahun 2012.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD / MI. 1. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika SD / MI. 7

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB II Kajian Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu problem dan pose,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

09. Mata Pelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

Meningkatkan Kemampuan Siswa melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

09. Mata Pelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT)

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ardi, 2013

50. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Akuntansi dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang memiliki peranan penting dalam berbagai ilmu serta berperan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

Belajar adalah perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tentang. pengertian belajar itu sendiri sudah banyak dikemukaan oleh para ahli

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Penerapan Metode Smart Games untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bilangan Berpangkat Pada Siswa Kelas IX SMPN 1 Kalidawir.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, motivasi belajar, dan model pembelajaran problem posing 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Suprijono (2009: 5-6) dalam Muhammad Thobroni (2012), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa halhal berikut. 1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan. 2. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Menurut Bloom (Daryanto,2012: 27-28) mengemukakan tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan enam tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, pengertian, aplikasi, analisa, sintesa dan tes formatif. Berdasarkan uraian tersebut dapat 6

7 disimpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, afektif maupun psikomotor. proses perubahan dapat terjadi dari yang paling sederhana sampai pada yang paling kompleks yang bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta hasil belajar. Selain itu, menurut Lindgren (Suprijono, 2009:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentis atau terpisah, tetapi secara komprehensif. 2.1.2 Motivasi Belajar Menurut pendapat Martinis Yamin (2007) Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar, para ahli sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan(1)arah perilaku; (2) kekuatan respon; (3) ketahanan perilaku, atau berapa lama seseorang itu terus menerus berperilaku menurut cara tertentu. Mc Donald dalam Martinis Yamin (2007) mendefinisikan motivasi adalah perubahan energy dalam (pribadi) seseorang yang ditandai timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Sedangkan Mc Clelland dalam Daryanto(2012) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu enrgizier (sumber tenaga atau penggerak) suatu konsep yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas organism. Motivasi dipandang suatu di posisi pribadi artinya bersifat potensi. Martinis Yamin (2007) mengemukaakan bahwa motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. sedangkan Hakikat motivasi belajar menurut Agus Suprijono (2012) adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan

8 perubahan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah dan bertahan lama. Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno dalam Agus Suprijono (2012:183) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.) Adanya hasrat dan keinginan berhasil 2.) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3.) Adanya harapan dan cita-cita masa depan 4.) Adanya penghargaan dalam belajar 5.) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar 6.) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik.. 2.1.3 Pembelajaran Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu

9 dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Tujuan dan ruang lingkup pembelajaran matematika yang dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, adalah sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan karakteristik antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta ikut ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi: a.) Bilangan b.) Geometri dan pengukuran c.) Pengolahan data.

10 Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika kelas 4 Semester II adalah sebagai berikut. Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Bilangan 5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah 7. Menggunakan lambang bilangan Romawi Geometri dan Pengukuran 8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar 5.1 Mengurutkan bilangan bulat 5.2 Menjumlahkan bilangan bulat 5.3 Mengurangkan bilangan bulat 5.3Melakukan operasi hitung campuran 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan 7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi 7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana 8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus 8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris 8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar

11 2.1.4. Model Pembelajaran Problem Possing Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar tujuan yang diinginkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Maka, penguasaan materi saja tidaklah mencukupi. Salah satu langkah untuk strategi ini adalah harus menguasai berbagai teknik penyampaian materi dan juga dapat menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar sesuai materi yang digunakan oleh guru adalah untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar mereka dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap. Seseorang guru yang menggunakan suatu metode diharapkan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak didik yang merupakan salah satu faktor dalam memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Kemudian, untuk mengetahui tentang pengertian metode problem posing adalah sebagai berikut. a. Suryanto dalam Muhammad Tobhroni (2012) mengartikan bahwa kata problem sebagai suatu masalah atau soal sehingga pengajuan masalah atau soal sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal dari situasi yang diberikan. b. Silver mencatat bahwa istilah menanyakan soal biasanya diaplikasikan pada tiga bentuk aktivitas kognitif yang berbeda, yaitu sebagai berikut. 1.) Menanyakan per solusi: seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan 2.) Menanyakan di dalam solusi: seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan 3.) Menanyakan setelah solusi: seorang siswa memodifikasi tujuan dan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal-soal baru. 2.1.4.1. Problem Posing Dan Relevansinya Dalam Pembelajaran Pengajuan masalah berkaitan dengan guru memotivasi siswa melalui perumusan situasi yang menantang sehingga siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Sebagaimana definisi mengajar di negara-negara yang sudah maju, teaching is the guidence of learning (mengajar adalah

12 bimbingan kepada siswa dalam proses belajar). Definisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Sedangkan, guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa. Hal tersebut sangat berkaitan dengan metode pengajuan soal. Pengajuan soal merupakan kegiatan yang mengarah kepada sikap kritis dan kreatif. Sebab, dalam metode pengajuan soal, siswa diminta untuk membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan dan mengkomunikasikan pertanyaan secara verbal dan tertulis. Menulis pertanyaan dari informasi yang ada dapat menyebabkan ingatan siswa jauh lebih baik. Kemudian, dalam pengajuan soal siswa diberikan kesempatan menyelidiki dan menganalisis informasi untuk dijadikan soal. Kegiatan menyelidiki tersebut bagi siswa menentukan apa yang dipelajari, kemampuan. Menerapkanpenerapan dan perilaku selama kegiatan belajar. Hal tersebut menunjukkan kegiatan pengajuan soal dapat memantapkan kemampuan belajar siswa. Komunikasi siswa yang terjadi di kelas dibagi dalam dua model yaitu model reseptif dan model ekspresif. a. Model reseptif Adalah model komunikasi manusia yang menggunakan lembar kerja dan latihanlatihan yang disediakan guru. b. Model ekspresif Adalah model komunikasi siswa menggunakan diskusi menulis kreatif, dan melakukan kegiatan-kegiatan. Pengajuan soal atau membuat sendiri pertanyaan merupakan salah satu car komunikasi siswa dengan model ekspresif. Model ekspresif lebih mendesak untuk diterapkan di dalam kelas sebab dengan model tersebut siswa akan merasa tertarik dan merasa memiliki kegiatan belajar tersebut. Dengan demikian, pembelajaran perlu diupayakan menerapkan model ini, di samping tidak meningalkan model reseptif. Problem Posing menurut Brown dan Walter (Muhammad Thobroni 2012: 345) terdiri dari dua aspek penting, yaitu accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan sejauh mana siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan oleh guru. Sementara, challenging berkaitan dengan sejauh mana siswa tertantang

13 dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan kemampuan untuk mengajukan soal. Hal ini berarti bahwa pengajuan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan proses nalar mereka. Dari beberapa pandangan di atas, dapat dikatakan bahwa problem posing (pengajuan masalah) merupakan reaksi siswa terhadap situasi yang telah disediakan guru. Reaksi tersebut berupa respons dalam bentuk pertanyaan. 2.1.4.2. Problem Posing Secara Kelompok Atau Individu Menurut Muhammad Thobroni (2012) Secara umum, pengajuan masalah oleh siswa dalam pembelajaran, baik secara kelompok maupun individu merupakan aspek penting. Tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajarinya dapat dilihat melalui pertanyaan yang diajukannya. a. Pengajuan masalah secara kelompok Dimyati dan Mudjiono (Muhammad Thobroni, 2012:245-246) mengemukakan bahwa tujuan utama pembelajaran kelompok adalah: 1.) Memberi kesempatan pada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional. 2.) Mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong royong 3.) Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab. 4.) Mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada setiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. b. Pengajuan masalah secara Individu Adalah proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, dengan guru sebagai fasilitator dan diikuti oleh semua siswa di dalam kelas. Selanjutnya, secara perorangan atau individu, siswa mengajukan dan menjawab pertanyaan tersebut, baik secara verbal maupun tertulis berdasarkan situsai/informasi yang telah diberikan guru.

14 2.1.4.3. Pedoman Guru dan Siswa dalam Pembelajaran berbasis ProblemPosing Menurut Muhammad Thobroni (2012) Sebagaimana halnya dengan metode pembelajaran yang lain, metode pengajuan soal mempunyai pedoman dalam pelaksanaannya, meliputi: a. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru Posisi guru dalam pembelajaran dengan metode pembelajaran problem posing (pengajuan masalah) adalah sebagai fasilitator. Selain itu, guru mengantarkan siswa dalam memahami konsep dengan cara menyiapkan situasi sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Selanjutnya, dari situasi tersebut, siswa mengonstruksi sebanyak mungkin masalah dalam rangka memahami lebih jauh tentang konsep tersebut. Dalam pembelajaran ini, yang harus dilakukan guru. 1.) Guru hendaknya selalu memotivasi siswa untuk mengajukan atau membuat soal berdasarkan materi yang telah diterangkan dari buku paket 2.) Guru melatih siswa merumuskan dan mengajukan masalah soal, atau pertanyaan berdasarkan situasi yang diberiakan b. Petunjuk Pembelajaran Berkaitan dengan Siswa Student centered merupakan salah satu ciri dari metode pengajuan masalah atau soal. Siswa seyogyanya berperan aktif mengajukan soal dan penyelesaiannya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk siswa lain. Secara khusus Suryanto (dalam Muhammad Thobroni dkk.2012) berpendapat: 1.) siswa dibiasakan mengubah dan memvariasikan situasi yang diberikan menjadi masalah, soal, atau pertanyaan yang baru. 2.) Siswa harus diberanikan untuk menyelesaikan masalah/soal yang dirumuskan oleh temannya 3.) Siswa diberi motivasi untuk menyelesaikan masalah, soal, atau pertanyaan. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing, pada prinsipnya siswalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka,

15 bukannya guru atau orang lain. Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan terlebih di Indonesia sangat penting dan perlu. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal, sebab mereka selalu berpikir, bukan menerima saja. Anggapan lama yang menyatakan bahwa anak itu tidak tahu apa-apasehingga pendidik harus mencekoki mereka dengan bermacam hal, kiranya tidak cocok lagi dengan prinsip metode ini. 2.1.4.4. Tujuan dan Manfaat Problem Posing Menurut pendapat para ahli, yang dikutip oleh Tatag (Muhammad Thobroni, 2012: 349), mengatakan bahwa metode problem posing dapat: a. Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap pelajaran sebab ide-ide siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. b. Membentuk siswa bersikap kritis dan kreatif c. Mempromosikan semangat inkuiri dan membentuk pikiran yang berkembang dan fleksibel d. Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya e. Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah, sebab pengajuan soal member penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar f. Menghilangkan kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar g. Memudahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran h. Memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran i. Membantu memusatkan perhatian pada pembelajaran j. Mendorong siswa lebih banyak membaca materi pelajaran.

16 2.1.4.5. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem Posing a. kelebihan : 1.) mendidik siswa bersikap kritis 2.) siswa aktif dalam pembelajaran 3.) belajar menganalisis suatu masalah 4.) mendidik anak percaya pada diri sendiri b. kelemahan : 1.) memerlukan waktu yang cukup banyak 2.) tidak bisa digunakan di kelas rendah 3.) tidak semua siswa terampil bertanya. 2..4.1.6. Ciri-Ciri Pembelajaran Problem Posing Pembelajaran problem posing (pengajaran mengemukakan masalah) yang dipikirkan Freire (Muhammad Thobroni, 2012: 350) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.) Guru belajar dari siswa dan siswa belajar dari guru 2.) Guru menjadi rekan siswa yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis siswa-siswanya serta mereka saling memanusiakan 3.) Siswa dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada 4.) Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang manusia dan kemudian menuntut suatu anggapan terhadap rantangan tersebut. Tanggapan terhadap tantangan membuka manusia untuk berdedikasi seutuhnya. 2.4.1.7. Penerapan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetail. Hal tersebut akan dicapai, jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru, tetapi perlu belajara secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin

17 matematika. Silver dan Cai (Muhammad Thobroni, 2012: 351) menulis, problem posing is central important in the discipline of mathematics and the nature of mathematics and in the nature of mathematical thinking. Suryanto,dalam (Muhammad Thobroni 2012) menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. Pada prinsipnya model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal secara mandiri). Dengan demikian, langkah-langkah penerapan model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) dikembangkan oleh Lyn D. English, dalam Saminanto (2011) adalah sebagai berikut. a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan b. Guru memberikan latihan soal secukupnya c. Siswa diminta untuk mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat dilakukan secara kelompok d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa. Silver dan Cai (Muhammad Thobroni, 2012) menjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam tiga bentuk aktivitas kognitif matematika, yakni sebagai berikut. a. Pre-solution posing Yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi, guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya b. Within solution posing

18 Yaitu, jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya. Diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan. c. Post- solution Posing Yaitu, jika seorang siswa mampu memodifikasi tujuan atau kondisi sosial yang diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis. Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Dengan demikian, menurut Suyitno (Muhammad Thobroni, 2012), kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut. a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar b. Model pembelajaran ini diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan belajar c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut. a. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas b. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa c. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasi dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas. Model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika membutuhkan keterampilan sebagai berikut

19 a. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan b. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari c. Menggunakan sebuah model pembelajaran yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika d. Mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika e. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi maslah baru f. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang sederhana g. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam masalah matematika Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh English (Muhammad Thobroni, 2012) sebagai berikut. a. Apakah gagasan penting dalam masalah ini b. Di mana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dalam hal ini c. Dapatkah kita menggunakan informasi penting untuk memecahkan masalah d. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah? e. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat sebuah masalah yang berbeda? f. Bagaimana mungkin kamu dapat mengubah beberapa informasi ini Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian? Rangkaian pertanyaan tersebut menunjukkan apabila ada seseorang guru yang tidak berpengalaman mengajukan masalah, dapat melakukan aktivitas bertanya tersebut. Menurut Krutelskii (Muhammad Thobroni 2012), strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut. Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan menggabungkan strategi dalam perumusan masalah. Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah. Masalah tersebut ditampilkan pada orang lain yang mengajukan pertanyaan. Sesuai dengan ketentuan dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan, yaitu:

20 1. Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran 2. Kegiatan Inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran yang dapat meliputi eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 3. Kegiatan Penutup Kegiatan penutup adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Kasiyati, (2012) Peningkatan Penguasaan Materi Pelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Posing Indikator Hubungan Kesetaraan Antar Satuan Berat Pada Siswa Kelas IV SD N Kebonagung Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013 penelitian ini bertujuan mengetahi adanya aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan indikator keberhasilan: rerata hasil beajar meningkat dari 49,8 kondisi awal menjadi 75,7 siklus, ketuntasan belajarnya meningkat 19,23% kondisi awal menjadi 96,2% siklus 1. Data aktivitas siswa 33,34% kondisi awal menjadi 62,5% pada siklus 1. Kinerja guru menunjukan kategori baik dengan skor 75%. Dengan demikian disimpulkan bahwa model pembelajaran problem posing indikator hubungan

21 kesetaraan satuan berat pada siswa kelas IV SD N 1 Kebonagung Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012 dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar. Wicaksono, Vicky Dwi (2011) Penerapan pembelajaran kooperatif problem posing untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang pada mata pelajaran IPS. Hasil observasi awal di SDN Jatimulyo 1 Malang Kecamatan Lowokwaru Kota Malang belum pernah menerapkan pembelajaran kooperatif problem posing dalam pembelajaran IPS. Dominasi guru dalam pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak menunggu sajian guru. Akibat hasil belajar siswa sebesar 62,5% belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang di tetapkan oleh sekolah yaitu 60. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran kooperatif problem posing perlu digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran, karena dapat mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif problem posing pada mata pelajaran IPS siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang pokok bahasan koperasi, 2) Mendeskripsikan peningkatan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang dengan pembelajaran kooperatif problem posing pokok bahasan koperasi, 3) Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang dengan pembelajaran kooperatif problem posing pokok bahasan koperasi. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah 16 siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti aktivitas belajar siswa meningkat di setiap siklus, komponen yang meningkat meliputi sikap, kerjasama, keaktifan, perumusan soal, dan pemahaman tingkat lanjut. Pada hasil belajar siswa rata-rata siklus I yaitu 72,03 dengan ketuntasan belajar kalsikal 56,25%. Rata-rata hasil tes siklus II yaitu 82,5 dengan ketuntasan belajar klasikal mencapai 93,75%. Kesimpulan penelitian yaitu penerapan pembelajaran kooperatif problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 pada mata pelajaran IPS.

22 2.3 Kerangka Berpikir Pada kondisi awal sebelum diadakan tindakan, pembelajaran konvensional masih digunakan guru, dimana guru berperan aktif untuk menjelaskan materi Sehingga siswa tidak terlibat dalam proses pembelajaran, siswa hanya menjadi pendengar, hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa menurun. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang menarik, yang bisa meningkatkan hasil belajar dan memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran problem posing merupakan salah satu alternatif bagi Guru untuk meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa di kelas terutama pada mata pelajaran matematika. Dalam model ini siswa diminta untuk bisa mengajukan atau membuat soal dari materi yang sudah ada serta memecahkannya. Melalui pembelajaran ini siswa dilatih untuk berpikir kritis, sehingga akan lahir pikiranpikiran yang kreatif yang mampu menjawab persoalan-persoalan yang muncul dari materi tersebut. Selain itu, pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dapat terdeteksi sehingga hasil belajar dan motivasi belajar mengalami peningkatan. Bisa dikatakan dengan model pembelajaran ini siswa tidak hanya tahu tetapi juga mereka paham. Sebab mereka yang temukan sendiri masalahnya dan menyelesaikannya sesuai dengan fakta-fakta yang disajikan. Dari uraian tersebut dapat disajikan dalam gambar 2.1

23 Pembelajaran Matematika KD: 5.3 Melakukan Operasi Hitung Campuran Pembelajaran Konvensional Siswa: pasif, mendengarkan, tidak terlibat dalam proses pembelajaran Hasil belajar < KKM dan Motivasi belajar masih rendah Pembelajaran Matematika KD: 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan Model Pembelajaran Problem Posing 1.) Tahap memperhatikan materi tentang menyederhanakan pecahan dan menjumlahkan pecahan Rubrik memperhatikan penjelasan materi 2. ) Tahap mengerjakan latihan soal tentang menyederanakan dan menjumlahkan pecahan. 3.) Tahap membentuk kelompok Rubrik mengerjakan latihan soal Rubrik membentuk kelompok Skor motivasi 4.)Tahap mengajukan soal tentang menyederhanakan dan menjumlahkan pecahan Rubrik mengajukan soal 5. ) a. Tahap presentasi tentang hasil pengajuan soal tentang menyederhanakan dan menjumlahkan pecahan b. tanggapan Rubrik presentasi Rubrik presentasi Tes Formatif Penilaian hasil belajar Hasil belajar Gambar 2.1 Kerangka berfikir model pembelajaran problem posing

24 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Terdapat peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran problem posing.