BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan cupang menurut Saanin (1968, 1984):

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp)

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan koi merupakan ikan hias yang sangat menarik sehingga banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siripnya. Badannya tertutup oleh sisik yang besar-besar, terlihat kasar dan kuat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Gurame Padang (Osphronemus gouramy Lac) : Osphronemus : Osphronemus gouramy (Lacepede)

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. adalah ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Khaeruman dan Amri, 2003).

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. strain baru ikan maskoki yang tersebar di seluruh dunia (Lingga dan Susanto

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi cacing sutra menurut Healy, (2001) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki panjang batang mencapai 30 cm. Eceng gondok memiliki daun bergaris

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Panduan Ikan Louhan. anekaikanhias.com. 2. Ikan Louhan Kamfa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Cupang Ikan cupang (Ctenops vittatus) merupakan anggota dari famili Anabantidae yang mempunyai labirin. Labirin merupakan alat pernafasan tambahan pada ikan. Klasifikasi ikan cupang menurut Saanin (1968, 1984): Phylum Classis Ordo Familia Genus Species : Chordata : Pisces : Labyrinthici : Anabantidae : Ctenops : Ctenops vittatus 2.2. Morfologi Ikan Cupang Ikan cupang merupakan ikan yang memiliki bentuk sirip ekor yang berbeda-beda seperti ekor bertipe mahkota (crown tail), ekor penuh (full tail) dan bertipe slayer, dengan sirip panjang dan berwarna-warni. Keindahan bentuk sirip dan warna sangat menentukan nilai estetika dan nilai komersial ikan cupang. Secara umum ikan cupang memiliki tubuh yang bervariasi, mulai dari pipih hingga silinder yang bersisik kasar, pangkal ekor terlihat lebar sehingga tubuhnya terlihat kokoh dan kuat, serta terdiri dari sirip pektoral (sirip insang), sirip dorsal (sirip punggung), sirip ventral (sirip perut), sirip kaudal (sirip ekor), dan sirip anal. 5

6 Ikan cupang jantan berwarna lebih cerah, siripnya terlihat mengembang dengan indah dan bentuk tubuh lebih panjang dan ramping, sedangkan cupang betina warna tubuh cenderung pucat, sirip tidak selebar cupang jantan, dan bentuk tubuh pendek dan gemuk (Atmadjaja, 2009). Ciri-ciri khusus ikan cupang jika dilihat dari beberapa bagian tubuhnya antara lain, bentuk badan memanjang dan agak gepeng dengan warna beraneka ragam, sirip punggung lebar dan terentang hingga ke belakang dengan warna coklat kemerah-merahan dan dihiasi garis berwarna-warni, sirip ekor berbentuk agak bulat dan berwarna dasar seperti badannya, sirip perut panjang mengumbai dan sirip anal berwarna hijau kebiru-biruan. Ikan cupang memiliki panjang tubuh dapat mencapai 5-9 cm, sedangkan ikan cupang betina ukurannya lebih pendek (Sudradjat, 2003). Ikan cupang memiliki sirip perut berukuran kecil yang terletak di bawah sirip dada, memiliki 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak, dan dari 5 jarijari lunak tersebut, salah satunya berukuran lebih panjang dari yang lainnya. Ikan cupang juga memiliki sirip punggung berjari-jari keras 2-4. Bagian yang lemah dari sirip punggung, sirip dubur, dan sirip ekor memanjang. Hidung lebih pendek daripada matanya (Saanin, 1984). Ikan cupang termasuk dalam kelompok ikan karnivora. Ikan karnivora mempunyai gigi untuk menyergap, menahan, dan merobek mangsa dan jari-jari tapis insangnya menyesuaikan untuk penahan, memegang, memarut dan menggilas mangsa (Effendie, 2002). Ikan cupang termasuk tipe diurnal, yaitu aktif mencari pakan mulai dari matahari terbit hingga terbenam. Ikan cupang juga memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut dengan labirin sehingga ikan

7 cupang dapat mengambil dan menyimpan oksigen lebih banyak. Oleh sebab itu, ikan cupang mampu hidup di perairan yang relatif tenang dan sedikit oksigen. Perairan yang tenang cenderung memiliki kadar oksigen terlarut yang sedikit karena airnya tidak mengalir. Air yang mengalir cenderung mudah terpecah bagian permukaannya sehingga oksigen udara dapat dengan mudah masuk ke badan air (Atmadjaja, 2009). Gambar 2.1. Ikan Cupang 2.3. Habitat Ikan Cupang Ikan cupang pertama kali ditemukan di perairan Thailand, Malaysia, atau Asia Tenggara. Ikan cupang di Indonesia hidup di perairan Kalimantan, Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Irian (Sudradjat, 2003). Di alam, ikan cupang banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan hidup di sungai, rawa, persawahan, serta perairan tawar dangkal. Ikan cupang hidup di perairan yang memiliki kisaran ph 6.5-7.5, dan suhu berkisar 24-30ºC (Atmadjaja, 2009). Ikan cupang memiliki daya tahan yang baik terhadap rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air. Hal ini berarti bahwa pada kondisi air yang memiliki oksigen terlarut 3 mg/l, ikan cupang masih sanggup hidup dengan baik karena mampu mengambil oksigen langsung dari udara dan memiliki alat bantu pernafasan yaitu labirin. Kandungan

8 oksigen terlarut dalam air untuk media pemeliharaan ikan cupang yaitu di atas 5 mg/l (Arman, 2001). 2.4. Pakan Alami Sejumlah besar organisme membutuhkan penyediaan materi dan energi yang berasal dari molekul organik yang dimakannya. Ikan dapat tumbuh jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi yang seimbang (Mudjiman, 2004). Dalam kenyataan sehari-hari terdapat 2 golongan pakan ikan, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan buatan merupakan makanan ikan yang dibuat dari campuran bahan-bahan alami atau bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam bentuk tertentu, sedangkan pakan alami adalah pakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung (Djarijah, 1995). Makanan alami ikan terdiri dari organisme renik berukuran mikro dan organisme makro yang sangat jelas bila dilihat secara kasat mata (Mudjiman, 2004). Ikan cupang memerlukan protein untuk kekuatan dan pembentukan tubuh, juga memerlukan vitamin dan mineral penting lainnya untuk aktivitas dan menjaga daya tahan tubuhnya. Jenis pakan alami yang cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan untuk ikan cupang antara lain cacing Tubifex sp., jentik nyamuk, dan kutu air. Jika ditinjau dari segi ekonomi, pemberian cacing Tubifex sp. sebagai pakan ikan terutama ikan hias turut mengurangi biaya produksi. Selain biaya pengkulturannya yang relatif murah dan sederhana juga dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Jentik nyamuk dapat dibudidaya sendiri dengan cara cukup menyediakan wadah yang diisi dengan air dan di biarkan terbuka dan

9 setelah dibiarkan beberapa hari muncul jentik-jentik nyamuk yang siap diberikan untuk ikan cupang. Penggunaan jentik nyamuk sebagai pakan ikan cupang dapat mengurangi populasi nyamuk sehingga bisa dikatakan sebagai upaya pencegahan penyakit demam berdarah maupun malaria yang dapat menjangkit siapa saja dan kapan saja. Kutu air biasanya mudah diperoleh di selokan atau di got. Untuk menjaga kualitas kutu air agar tidak mudah bau dan membusuk dapat dilakukan dengan cara menyimpannya di dalam freezer. Sebelum diberikan untuk ikan cupang, kutu air yang telah beku dibiarkan dahulu diruang terbuka agar pada saat akan diberikan sudah dalam keadaan tidak beku dan tidak terlalu dingin. 2.5. Cacing Tubifex sp. Dalam ilmu taksonomi hewan, cacing Tubifex sp. digolongkan dalam kelompok Nematoda. Cacing Tubifex sp. dijuluki sebagai cacing sutra karena memiliki tubuh yang lunak dan sangat lembut seperti halnya sutra (Khairuman et al., 2008). Klasifikasi cacing Tubifex sp. menurut Chumaidi et al. (1991) yaitu: Phylum Classis Ordo Familia Genus Species : Annelida : Oligochaeta : Haplotanida : Tubificidae : Tubifex : Tubifex sp. Cacing Tubifex sp. termasuk organisme yang bersifat hermaprodit atau berkelamin ganda, yakni kelamin jantan dan betina menyatu dalam satu tubuh,

10 memiliki warna tubuh yang dominan kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya kecil dan ramping dan memiliki panjang sekitar 1-2 cm, dan sangat senang hidup berkelompok atau bergerombol. Habitat dan penyebaran cacing Tubifex sp. umumnya berada di daerah tropis dan hidup di dasar perairan yang banyak mengandung bahan-bahan organik terlarut yang merupakan suplai makanan terbesar bagi cacing Tubifex sp. itu sendiri. Selain itu, cacing Tubifex sp. juga senang membenamkan kepalanya untuk mencari makanan, serta ekornya yang mengarah ke permukaan air berfungsi untuk bernafas (Khairuman et al., 2008). Cacing Tubifex sp. memiliki saluran pencernaan yang berakhir pada anus yang terletak di sub-terminal, sedangkan mulutnya berupa celah kecil yang terletak di daerah terminal (Djarijah, 1995). Gambar 2.2. Cacing Tubifex sp.

11 2.6. Jentik Nyamuk Nyamuk merupakan sejenis serangga yang termasuk dalam filum Arthropoda. Ada beberapa jenis nyamuk antara lain jenis Anopheles, Aedes, dan Theobaldia (Mudjiman, 1999). Klasifikasi nyamuk menurut Sri, S.S (1991) adalah: Phylum Classis Sub classis Ordo Familia : Arthropoda : Insekta : Pterygota : Diptera : Culicidae Perkembangbiakan nyamuk terjadi melalui perkawinan. Antara 1-8 hari setelah menghisap darah, nyamuk betina mulai bertelur yang diletakkan di permukaan air. Setelah telur menetas, larva inilah yang disebut dengan jentikjentik. Larva dan pupa bersifat akuatik, dapat dijumpai di kolam, atau wadahwadah yang berisi air. Pernafasan jentik nyamuk menggunakan trakea, dan pengambilan pernafasan tersebut terjadi pada waktu jentik-jentik menyembulkan bagian ekornya ke permukaan air. Pada umumnya, bentuk tubuh jentik nyamuk memanjang yang terdiri dari 12 ruas, kakinya sangat pendek sehingga gerakannya hanya meliuk-liukkan tubuhnya, serta makanannya berupa detritus (kotoran yang mem,busuk dalam air) dan beberapa jenis jasad renik seperti ganggang, bakteri dan lain-lain (Mudjiman, 1999).

12 Gambar 2.3. Jentik Nyamuk 2.7. Kutu Air Kutu air merupakan udang-udangan yang paling primitif dan banyak digunakan sebagai pakan alami untuk ikan hias. Kutu air yang terkenal adalah Daphnia sp. dan Moina sp. Dalam penelitian ini, kutu air yang digunakan sebagai pakan ikan cupang adalah jenis Daphnia sp. Klasifikasi Daphnia sp. menurut Sachlan (1982) adalah: Phylum Classis Sub Classis Ordo Sub Ordo Familia Genus Species : Arthropoda : Crustacea : Entomostraca : Phylopoda : Cladocera : Daphnidae : Daphnia : Daphnia sp. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan-tumbuhan renik dan detritus. Lingkungan yang mendukung pertumbuhan kutu air yang memiliki ph antara 6.6-7.4, dan bersuhu antara 22-31ºC. Kutu air memiliki bentuk tubuh yang pipih ke

13 samping. Dinding tubuh bagian punggung membentuk suatu lipatan sehingga menutupi bagian tubuh beserta anggota-anggota tubuh pada kedua sisinya. Bentuk tubuhnya tampak seperti cangkang kerang-kerangan. Cangkang pada bagian belakang membentuk sebuah kantong yang berguna sebagai tempat penampungan dan perkembangan telur. Telur-telur yang dihasilkan induk betina ditampung di dalam kantong telur yang terletak di atas punggung. Moina sp. akan menjadi dewasa dalam waktu 5 hari dari total umurnya yaitu 30 hari, sedangkan Daphnia sp. menjadi dewasa dalam waktu 4 hari dan umur yang dapat dicapai hanya 12 hari (Mudjiman, 2004). Gambar 2.4. Daphnia sp. 2.8. Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha budidaya perikanan khususnya dalam pencapaian target produksi, dalam hal ini pemberian pakan adalah faktor yang sangat perlu diperhatikan (Yurisman et al., 2010). Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pakan berperan penting sebagai makanan yang sangat

14 dibutuhkan oleh ikan. Untuk menghasilkan pertumbuhan, makanan akan diproses terlebih dahulu di dalam tubuh sehingga diperoleh sejumlah energi. Jumlah energi yang digunakan untuk pertumbuhan tergantung pada jenis ikan, umur, kondisi lingkungan, dan komposisi makanan (Mudjiman, 2004). Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, hormon, dan lingkungan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan oleh ikan untuk metabolisme basal, dan sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi (Fujaya, 2004). 2.9. Konversi Pakan Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) adalah suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penambahan 1 kg daging ikan (Mudjiman, 2004). Konversi pakan seringkali dijadikan sebagai indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha akuakultur. Nilai konversi pakan berbanding terbalik dengan pertambahan bobot sehingga semakin rendah nilai konversi pakan berarti semakin efisien ikan yang memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk pertumbuhannya, sedangkan pertumbuhan dan produksi yang tinggi artinya apabila jumlah pakan yang diberikan seminimal mungkin (Djajasewaka, 1990 dalam Subandiyah et al., 2003). Semakin kecil rasio konversi pakan, semakin cocok makanan tersebut untuk menunjang pertumbuhan ikan, sebaliknya semakin besar konversi pakan menunjukkan pakan yang diberikan tidak efektif memicu pertumbuhan (Fujaya, 2004).

15 2.10. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan jumlah pakan yang masuk dalam sistem pencernaan ikan untuk melangsungkan metabolisme dalam tubuh dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan (Listyawati et al., 2005). Pakan yang diberikan pada ikan harus mempunyai rasio energi protein tertentu yang dapat menyediakan energi non protein dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga protein digunakan sebagian besar untuk pertumbuhan. Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan baik untuk menghasilkan energi maupun pertumbuhan. Rendahnya efisiensi pakan menyebabkan ikan merombak beberapa jaringan tubuh, untuk mencukupi kebutuhan energi, untuk memelihara kondisi tubuh dan mempertahankan fungsi jaringan tubuh lain yang lebih vital, akibatnya pertumbuhan ikan menjadi terhambat dan dalam kondisi parah dapat menyebabkan kematian (Karya, 1994 dalam Sutrisno, 2008). 2.11. Laju Pertumbuhan Spesifik (Specifik Growth Rate / SGR) Laju pertumbuhan berhubungan dengan ketepatan antara jumlah pakan yang diberikan dengan kapasitas lambung dan kecepatan pengosongan lambung atau sesuai dengan waktu ikan membutuhkan pakan perlu diperhatikan karena pada saat itu ikan sudah dalam kondisi lapar (Sunarno, 1991 dalam Sari et al., 2009). Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktivitas hidup dan perkembangbiakan (Mudjiman, 2004). Pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan suatu kegiatan usaha budidaya perikanan khususnya dalam mencapai target produksi, dan dalam hal ini pemberian pakan

16 sangat perlu diperhatikan (Yurisman et al., 2010). Terjadinya pertumbuhan ikan disebabkan oleh terjadinya perubahan jaringan akibat pembelahan sel sehingga menjadi daging dan tulang yang merupakan bagian terbesar dari tubuh. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan, faktor-faktor tersebut adalah faktor yang dapat menyebabkan stres, meningkatkan aktivitas fisik, atau menurunkan laju pertumbuhan. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat kepadatan ikan, kandungan oksigen, penumpukan feses dan sisa pakan, penanganan yang kurang baik, dan penggunaan pakan yang berkualitas rendah (Afrianto dan Liviawaty, 2005). 2.12. Sintasan Selain untuk pertumbuhan, energi dalam pakan juga digunakan untuk kelangsungan hidup ikan. Pakan yang mempunyai nutrisi yang baik sangat berperan dalam mempertahankan kelangsungan dan mempercepat pertumbuhan ikan (Arief et al., 2011). Kecenderungan dengan meningkatnya kandungan protein dalam makanan juga akan memberikan penambahan tingkat kelangsungan hidup ikan (Yuliarti, 1985 dalam Yurisman et al., 2010). Sintasan atau kelulushidupan ikan dipengaruhi oleh faktor biotik antara lain persaingan, parasit, umur, predator, kepadatan dan penanganan manusia, sedangkan faktor abiotiknya yaitu sifat fisika dan kimia dalam perairan (Effendie, 1977 dalam Madinawati et al., 2011).

17 2.13. Kualitas Air Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan. Seperti pemeliharaan ikan hias pada umumnya, kualitas air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan cupang harus disesuaikan dengan syarat hidupnya sehingga pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan secara optimal. 2.13.1. Suhu Proses metabolisme di perairan, salah satunya dipengaruhi oleh suhu. Setiap jenis ikan membutuhkan suhu yang optimal untuk pertumbuhannya. Kisaran suhu air yang ideal untuk pemeliharaan ikan cupang agar mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal berkisar antara 24-30 ºC (Sunari, 2008). 2.13.2. ph Hubungan ph dengan kehidupan ikan sangat erat. Titik kematian ikan biasanya terjadi pada ph 4 atau asam dan ph 11 atau basa. Dihabitat asalnya, ikan cupang sangat cocok berkembang dengan kondisi air yang memiliki ph sebesar 6.5 7.5 (Atmadjaja dan Sitanggang, 2008). Apabiila derajat keasaman air yang akan digunakan dalam pemeliharaan ikan cupang memiliki ph diatas normal, para pehobi dan pembudidaya menggunakan daun ketapang untuk mencapai ph ideal. Ketidakidealan ph air yang dipakai untuk budidaya ikan cupang akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Indikasi awal yang dapat dijadikan pedoman berkaitan dengan ketidakidealan ph air dapat dilihat dari tingkah laku ikan cupang

18 diantaranya yaitu tidak memiliki nafsu makan, cara berenangnya tidak stabil, dan pertumbuhannya menjadi terhambat. 2.13.3. Kadar Oksigen Terlarut Oksigen merupakan unsur terpenting dalam kehidupan organisme. Keberadaan oksigen ada di udara maupun terlarut dalam air. Selama ini, ikan cupang dikenal memiliki daya tahan yang baik terhadap rendahnya oksigen terlarut dalam air. Hal ini dimungkinkan karena ikan cupang termasuk ikan labirin, yaitu mampu mengambil oksigen langsung dari udara, dan kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pemeliharaan ikan cupang yaitu di atas 5 mg/l (Arman, 2001). Kandungan oksigen terlarut yang terlampau rendah dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, sirip tidak berkembang sempurna, dan bentuk tubuh serta warnanya kusam sehingga kurang menarik perhatian.