BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

& JIPSWARI. PERIUIIO MEROKOK PENDUDUK INDONESIA: BEBEMPA TEMUAN DARI PROYEKINDONESId FAMILY LIFE SURVEY. IGDUDUKAN HUIruM PEREMPUAN PELAIO NIKAH SIRRJ

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa batasan umur sebagai pengertian mengenai anak menurut peraturan

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

KEPALA DESA SANETAN KECAMATAN SLUKE KABUPATEN REMBANG PERATURAN DESA SANETAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak HUKUM PERLINDUNGAN ANAK* Dr. Suparnyo, S.H., M.S.**

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP ANAK A. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No.23 tahun 2002 Pasal satu ayat (1) yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata anak adalah mereka yang belum mencapai usia dua puluh satu tahun (21) dan tidak lebih dahulu telah kawin. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa memiliki harkat, martabat serta hak-hak sebagai manusia yang harus dihormati. Anak merupakan tunas potensi, serta generasi penerus cita-cita bangsa. Anak yang merupakan potensi dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional memerlukan pembinaan dan perlindungan. 31 Anak dikelompokan sebagai orang yang lemah dan rawan. Kelompok sangat beresiko karena sifatnya tergantung kepada orang dewasa, karena tingkat usia, perkembangan fisik, mental, moral dan spiritual belum matang. Belum bisa berpikir seperti orang dewasa, belum mampu membuat keputusan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu perlu mendapat perlindungan dan pengarahan dari orang dewasa. Oleh karena itu anak yang belum mencapai usia delapan belas tahun (18) atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 31 Kartini Kartono, Psikologi Apnormal, Jakarta. Pradnya Pramitha, 1994. Hal.35 31

Mengenai pengertian anak banyak para pendapat berbeda yang mengatakan oleh karena itu penulis akan memberikan pengertian dari berbagai sudut pandangan ilmu hukum mengenai pengertian anak dibawah umur seperti: 1. Hukum Pidana Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 45 menyebutkan: jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum mencapai umur enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan supaya sitersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, atau memerintahkan supaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman. 2. Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti dinyatakan dalam Pasal 330 yang berbunyi : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. 3. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Undang-Undang No. Tahun 1974 juga tidak ada menentukan bahwa batas usia seseorang itu belum dewasa hanya saja Undang-Undang tersebut dalam Pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pria telah berusia 19 tahun dan wanita 16 tahun. Jadi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa batas seseorang itu dinyatakan belum dewasa adalah berarti belum berumur 16 tahun 32

bagi seorang wanita. Jadi berdasarkan adanya penjelasan-penjelasan tersebut diatas maka dapatlah kita simpulkan bahwa yang dimaksudkan wanita yang masih dibawah umur adalah wanita yang belum dewasa yaitu belum berumur 21 tahun dan belum pernah kawin, sedangkan apabila ia sudah kawin kemudian cerai maka ia sudah dianggap dewasa (mampu untuk bertanggung jawab). Dan juga mampu untuk melakukan perbuatan hukum dan dapat dinyatakan cakap. 4. Undang-Undang No.3 Tahun 1997/ Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang peradilan anak, pada Pasal 1 (satu) yang berbunyi anak adalah seseorang yang dalam perkara anak nakal adalah telah mencapai umur 8 (delapan) tahun dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Peradilan Pidana Anak yang terbaru dikatakan dalam Pasal 1 Nomor 4 (empat) anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana 5. Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa : Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Jadi apabila usia seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun tetapi ia sudah penah kawin maka telah dianggap dewasa. 33

6. Hukum Adat Hukum adat tidak ada mengatur tentang usia belum dewasa atau sudah dewasa, karena tidak ada ketentuan mengenai usia belum dewasa maka ada beberapa sarjana yang menentukan batasan sudah dewasa menurut hukum adat, dimana sarjana tersebut adalah seperti Ter Haar yang mengatakan: Bahwa seseorang sudah dewasa menurut hukum ada didalam persekutuanpersekutan hukum yang kecil adalah pada seseorang laki-laki atau perempuan apabila ia sudah kawin dan disamping itu telah meninggalkan rumah orang tuanya ataupun rumah mertua dan pergi pindah dan mendirikan kehidupan rumah tangganya sendiri. 32 Jadi berdasarkan pendapat sarjana tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan anak atau orang yang belum dewasa atau yang masih dibawah umur adalah apabila mereka belum kawin belum pernah pindah dari rumah orang tuanya dan belum mampu untuk mencari kehidupannya sendiri. 7. Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Menurut pasal 1 angka (5) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusi, Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) Tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Dalam hal ini pengertian anak sangat berbeda-beda karena perkembangan jaman dan perkembangan hukum yang sudah sangat maju dan berkembang dalam kehidupan. 32 Ter Haar, Azas-azas Hukum Adat, Bandung, Armico. 1984.Hal.47 34

8. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Pengertian tentang anak secara khusus (legal formal) dapat kita ketemukan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) termasuk yang masih dalam kandungan. Jadi apabila seseorang itu belum mencapai batas usia kedewasaan tersebut maka seseorang tersebut masih dibawah umur. 9. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 angka (5) yaitu : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun termasuk anak yang ada dalam kandungan. Dalam hukum seseorang anak dapat dibedakan statusnya dalam dua kategori, dimana setiap kategori membawa akibat hukum yang berbeda, yaitu: 1. Anak dewasa (meerderjarig) dan 2. Anak belum dewasa (di bawah umur = minderjarig ). 33 Seseorang anak dewasa umumya dapat bertindak dalam hukum sepenuhnya dan kepadanya dapat dipertanggung jawabkan segala akibat dari perbuatannya. Kecuali dalam hal-hal tertentu maka seseorang yang sudah dewasa tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya segala akibat dari perbuatannya, atau perbuatannya tidak sah menurut hukum seperti perbuatan dari seseorang yang sakit berubah akal dibawah pengampuan (curatele). 33 MU Sembiring, Beberapa hal penting dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata,Penerbit Fakultas Hukum USU, Medan,1989.Hal.14 35

Sedangkan anak yang belum dewasa kepadanya tidak dapat dipertanggung jawabkan segala akibat dari perbuatannya. Dengan kata lain perbuatan yang telah dilakukan oleh seseorang anak dibawah umur adalah tidak sah karena ia tidak cakap bertindak. Dengan demikian perbedaan antara seseorang yang belum dewasa dan sudah dewasa yaitu untuk menentukan cakap tidaknya ia bertindak dalam hukum serta dapat tidaknya dipertanggung jawabkan kepadanya akibat dari perbuatan yang dilakukannya. Seperti diketahui dalam uraian sebelumnya bahwa masing-masing undangundang berbeda mengatur dan mendefenisikan tentang anak ini. Hal tersebut dikarenakan dari latar belakang dan juga fungsi undang-undang itu sendiri. Disinilah yang perlu disadari bahwa pada dasarnya pembedaan undang-undang dalam menafsirkan tentang anak ini adalah dikarenakan dari latar belakang tujuan dibuatnya undang-undang itu sendiri, oleh sebab itu kita harus mengerti dan memahami maksud dan tujuan tentang undang-undang tersebut. B. Hak dan Kewajiban Anak Bukan hanya dalam konteks berkeluarga bahwa anak adalah harapan hari esok melainkan juga dalam konteks berbangsa dan bernegara khusus di Indonesia anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan pewaris leluhur ibu pertiwi. Oleh karena itu diperlukan anak-anak atau generasi penerus yang berkualitas dengan mentalitas yang tinggi serta berbudaya yang kokoh. Sehinga mampu mengembangkan pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara ini dimasa yang akan datang. 36

Semua cita-cita dan harapan tersebut hanya akan menjadi angan kosong belaka jika tidak ada upaya aplikatif utuk merealisasikannya. Adapun upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai kemajuan tersebut harus pembenahan di bidang pendidikan sebab melalui pendidikan yang tangguh dan mapan para generasi penerus akan mampu bersaing di era globalisasi yang semakin canggih dan selalu mengalami perubahan setiap saat. 34 Jika telah tersedia sarana dan prasarana pendidikan yang mapan namun para orang tua juga tidak bersedia memberikan motivasi dan kemauan untuk memajukan pendidikan generasi mudanya dengan cara menutup kesempatan melakukan korupsi dan kolusi dengan sesuka hati, berbicara mengenai hak-hak anak dilihat dalam ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu sebagai berikut: 1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4). Hak ini selaras dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Anak. 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan (Pasal 5). Oleh karena itu orang tua harus memberikan nama yang layak dari segi ucapan dan maknanya, demikian juga jangan sampai seorang anak tidak memiliki kewarganegaraan. Hal.21 34 Kartini Kartono, Patologi Sosial: Jilid I, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2014 37

3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua (Pasal 6). Maksud dari ketentuan ini adalah dalam rangka memberikan kebebasan kepada anak dalam rangka mengembangkan kreativitas dan intelektualitasnya (kemampuan mengasah otak dan nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Selain itu juga menegaskan tentang pengembangan tersebut masih berada dalam bimbingan orang tuanya. 4. Setiap anak berhak mengetahui orang tuanya dibesarkan dan diasuh orang tuanya sendiri (Pasal 7 ayat 1). Hal ini berkaitan dengan anak untuk mengetahui asal usulnya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diatur orang tuanya dimaksudkan agar patuh dan menghormati orang tuanya, dalam pengasuhan dan pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan normanorma hukum, adat istiadat yang berlaku dan agama yang dianut anak. 5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental,spiritual dan sosial (Pasal 8). 6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pembangunan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya, khusus bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapat pendidikan khusus (Pasal9). 7. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan (Pasal 10). 38

8. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri (Pasal 11). 9. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dam pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12). Hak ini dimasukan untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpatisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. 10. Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi ekonomi dan seksual, penelantaran, kekejaman dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah satunya (Pasal 13). 11. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir (Pasal 14). Pemisahan disini maksudnya adalah tidak menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya. 12. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, perlibatan dalam sengketa bersenjata, perlibatan dalam kerusuhan sosial, perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan perlibatan dalam perang (Pasal 15). Perlindungan dalam ketentuan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis. 39

13. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, memperoleh kebebasan sesuai dengan hukuman (Pasal 16). 14. Setiap anak yang dirampas kebebasannya untuk mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Demikian juga setiap anak yang menjadi korban pelecehan seksual berhadapan dengan hukum berhak untuk dirahasiakan (Pasal 17). Dalam hal ini bantuan lain yang diberikan kepada anak berupa bimbingan sosial, konsultasi dari psikolog dan psikiater atau bantuan dari ahli bahasa. 15. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18). Bantuan dalam hal ini termasuk bantuan medic, social, rehabilitasi, dan pendidikan. Sedangkan dalam hal kewajiban sebagai seorang anak hanya akan dipaparkan secara sederhana dan singkat yaitu berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dinyatakan yaitu dalam Pasal 46 : 1. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik; 2. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. 40

Sedangkan kewajiban anak yang terkandung di dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 81 ayat (1) dan (2) yang meliputi : a. Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang lain; b. Setiap anak berkewajiban untuk mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman; c. Setiap anak berkewajiban untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara; d. Setiap anak berkewajiban untuk menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; e. Setiap anak berkewajiban untuk melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. Terhadap anak-anak yang kebetulan berhadapan dengan hukum, Arief Gosita ada beberapa hak-hak anak yang harus diperjuangkan pelaksanaannya secara bersama-sama yaitu: 35 1. Sebelum Persidangan: a. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah; b. Hak untuk mendapat perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial, dari siapa saja (ancaman, penganiayaan, cara dan tempat penahanan misalnya); c. Hak untuk mendapatkan pendamping, penasihat dalam rangka mempersiapkan diri berpatisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo; d. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib). Hal.10-13 35 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta, Akademika Pressindo. 1993. 41

2. Selama Persidangan: a. Hak untuk mendapat penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya; b. Hak mendapat pendamping, penasihat selama persidangan; c. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya (transport, perawatan, keselamatan) d. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara dan tempat-tempat penahanan misalnya); e. Hak untuk menyatakan pendapat; f. Hak untuk memohon ganti kerugian atas perlakuan yang menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP (Pasal 1 ayat 22); g. Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya; h. Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya. 3. Setelah Persidangan a. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai Pemasyarakatan; 42

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya); c. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tuanya, keluarganya. Apabila diperhatikan dari hak dan kewajiban anak tersebut di atas merupakan suatu upaya dimana hak asasi seorang anak harus tetap diperhatikan dalam usaha pelindungan terhadap anak, karena anak yang dimana usia mereka merupakan usia yang sangat mudah dan renta untuk dijadikan korban dari perlakuan yang salah dari orang dewasa, mereka belum mengerti dan paham bahwa hak mereka telah dirampas oleh orang yang menjadikan anak sebagai korban dalam suatu kejahatan. C. Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Perkawinan menimbulkan hubungan hukum dengan anak yang dilahirkan, maka selanjutnya timbul kedudukan anak yang dilahirkan yang semuanya diatur dengan hukum. Dari hubungan dengan orang tua dan anak yang masih dibawah umur timbul hak dan kewajiban. Hak-hak dan kewajiban orang tua terhadap anak yang masih dibawah umur diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang pokok perkawinan No.1 tahun 1974 dengan judul Kekuasaan Orang Tua. Ketentuan hukum tentang kekuasaan orang tua dapat diperoleh dalam Pasal 298-329 BW. Terbagi dalam 3 bagian : 1. Kekuasaan orang tua terhadap diri anak (Pasal 298-306 BW) 2. Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak (Pasal 307-319 BW) 43

3. Hubungan orang tua dan anak tanpa memandang umur anak dan tak terbatas pada orang tua itu saja, tetapi meliputi pula nenek pihak ayah dan ibu (Pasal 320-329 BW). 36 Kekuasaan orang tua adalah kekuasaan kewajiban-kewajiban terhadap anak mereka yang sah masih dibawah umur sampai anak tersebut dewasa dan juga sampai anak tersebut melangsungkan perkawinan. Kekuasaan dan kewajiban menyangkut tentang diri pribadi ataupun mengenai harta kekayaan selama perkawinan berlangsung. Didalam menjalankan kewajiban, jika orang tua tersebut menjalankan tugasnya tidak secara wajar dan tidak sebagaimana mestinya, maka orang tua tersebut dapat dipecat atau dibebaskan dari kekuasaan orang tua demi kepentingan anak-anak. Menurut Pasal 299 BW selama perkawinan berlangsung maka selama anak-anak masih di bawah umur adalah di bawah kekuasaan orang tua. Selama salah seorang dari ayah dan ibu belum atau tidak dipecat dari kekuasaan orang tua. Prinsip-prinsip Kekuasaan Orang Tua 37 : 1. Kekuasaan itu adalah kekuasaan kedua orang tua yang bersifat kolektif. 2. Kekuasaan itu hanya ada selama perkawinan berlangsung. 3. Kekuasaan itu berlangsung selama kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya masih dilaksanakan secara wajar. Menurut Pasal 300 ayat 1 pada dasarnya kekuasaan dilakukan oleh suami. Dalam hal orang tua bercerai kekuasaan menjadi kekuasaan perwalian. Di dalam Undang-undang sebenarnya tidak memberikan perincian maksud disini meliputi semua bidang si anak seperti memberi nafkah, mengenai harta kekayaan si anak 36 Ibid Hal.72 37 Ibid Hal.83 44

dan menikmati hasil dari kekayaan si anak. Dalam hal bapak tidak boleh melakukan kekuasaan orang tua itu maka ibulah yang melakukannya (Pasal 300 ayat 2 BW). Sedangkan jika si ibu tidak dapat melakukan kekuasaan orang tua itu, maka pengadilanlah yang akan menentukan atau mengangkat seorang wali (Pasal 300 ayat 3 BW). Jadi sekalipun asanya itu sama, akan tetapi sesungguhnya hal itu hanya merupakan kesamaan diatas kertas saja, sebab menurut Pasal 300 ayat 1 BW yang melakukan kekuasaan orang tua itu adalah bapak. Ketentuan ini diadakan oleh karena ada kekhawatiran bahwa tidak aka nada persesuaian pendapatan antara bapak dan ibu sehingga akhirnya hakimlah yang harus turut campur. Ikut campur pihak ketiga ini dirasakan kurang baik. Maka dari itu ditentukan bahwa bapaklah yang dapat menentukan tentang pendidikan dan memberikan nafkah kepada anaknya. Terhadap anak-anak luar kawin wajar tidak ada kekuasaan orang tua, sebab tidak ada perkawinan (Pasal 306 BW). D. Dampak Pencurian Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Dalam melakukan suatu Tindak Pidana yang dilakukan pasti akan membawa akibat atau dampak dari hasil perbuatannya itu, baik bagi para pelaku maupun bagi para korban terhadap tindak pidana kejahatan yang dilakukanya tersebut. Dalam hal melakukan suatu tindak pidana pencurian terhadap anak yang melakukan suatu tindak pidana pencurian ditambah dengan keadaan yang memberatkan pasti akan adanya dampak dan akibat yang diperoleh bagi pelaku. Dampak tindakan pencurian terhadap anak yang melekat adalah : 45

1. Stigma Internal a. Kecenderungan korban menyalahkan diri. b. Menutup diri. c. Menghukum diri. d. Menganggap dirinya aib, dan sebagainya. 2. Stigma Eksternal a. Kecenderungan masyarakat menyalahkan korban. b. Media informasi tanpa empati memberitakan kasus yang dialami secara terbuka dan tidak mengihraukan privasi korban. 38 Karena tindak pidana pencurian adalah suatu tindakan terhadap harta kekayaan tentu akan mengakibatkan ruginya pihak korban, dikarenakan telah mengambil sesuatu barang yang bukan miliknya untuk dapat dimiliki, ditambah lagi pencurian dilakukan dalam keadaan yang memberatkan yaitu pada keaadaan di malam hari dan dalam sebuah pekarangan rumah. Dalam kasus putusan No 22/Pid/B/2012/PN-SDK dampak yang diterima oleh pelaku anak yang melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan yang memberatkan adalah dihukum penjara selama satu tahun sepuluh bulan. Tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak sangat meresahkan untuk masyarakat, mengingat anak sebagai generasi muda sebagai penerus bangsa untuk memajukan bangsa, bukan untuk menjadikan dirinya suatu pelaku kejahat, sudah jelas akan diperoleh hukum dan sanksi sebagai bentuk pertanggung jawaban atas perbuatan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 39 38 Wagita Soetodjo Op Cit Hal. 49 39 Nashriana Op Cit Hal. 29 46