BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara berlangsung dengan cepat. Dengan banyaknya pembangunan disana-sini semakin mengukuhkan Jakarta sebagai pusat dari semua kegiatan pemerintahan, bisnis sosial, serta hiburan di Indonesia. Jakarta menjadi tujuan utama masyarakat lokal maupun luar daerah yang berbondong-bondong untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Namun perkembangan kota Jakarta yang pesat dengan jumlah penduduk yang kian bertambah hingga 4% atau sekitar + 222.738 orang per tahunnya (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, 2005) yang tidak dibarengi dengan ketersediaan lahan sebagai tempat tinggal,sehingga harga tanah di Jakarta menjadi semakin mahal. Di lain pihak makin tingginya tingkat kebutuhan dan permintaan hunian khususnya di kota Jakarta menjadi salah satu alasan mengapa pembangunan properti sekarang ini lebih di arahkan vertikal menuju Vertical Living atau gaya hidup vertikal, dan bukannya tidak mungkin di beberapa tahun kedepan gaya hidup vertikal menjadi sebuah kebutuhan ditengah-tengah minimnya ketersediaan lahan hunian di kota-kota besar seperti Jakarta (jenks,2000) Di lain sisi kehidupan di perkotaan tidak terlepas dari kejenuhan akan rutinitas serta aktivitas harian yang serba padat, hal ini yang menyebabkan tingkat rasio kemungkinan stress di kota-kota besar seperti Jakarta cukup tinggi. Ditengah-tengah tuntutan serta rutinitas hidup, banyak orang yang mencari hiburan ataupun rekreasi untuk sekedar melepas kepenatan dari aktivitas sehari-hari. Munculnya pusat perbelanjaan bagi sebagian besar masyarakat kota di anggap sebagai salah satu alternatif hiburan serta rekreasi, melihat fenomena beberapa tahun belakangan ini dimana pusat perbelanjaan tidak hanya di tujukan sebagai tempat belanja namun juga tempat bersosialisasi serta mencari sarana hiburan dan rekreasi. 1
Di sisi beberapa tahun belakang maraknya pembangunan properti yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan serta iklim setempat, menjadi salah satu faktor pemicu pemakaian energi yang besar. Bagaimana tidak, banyaknya desain bangunan terutama bangunan tinggi di daerah perkotaan seperti Jakarta yang mengikuti desain bangunan luar negeri yang sudah pasti akan bereda jika diterapkan di Indonesia. Hal-hal seperti ini yang akan memicu tingginya pemakaian energi pada bangunan dan pada akhirnya akan memperbesar biaya operasional selama bangunan tersebut berdiri. Sisa pembakaran energi berlebihan sehingga menyebabkan polusi yang tinggi pada lingkungan. Building energy consumption accounts for about 15% to 20% of the nationwide electrical power consumption (Kenneth Yeang,1999). Bagi konsumen golongan ekonomi menengah ke atas penyediaan hunian vertikal diwujudkan dalam bentuk apartment, dengan fasilitas yang tentunya berbeda dengan rumah susun sederhana. Adapun sasaran yang dicapai dalam pembangunan apartemen adalah untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas serta meningkatkan fungsi lahan dan meningkatkan kualitas hunian padat. Dan akan sangat baik jika warga berdomisili di dekat lokasi kerja sehingga mereka cukup berjalan kaki atau naik sepeda tiba di kantor. Apartment terbanyak akan dibangun adalah di DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar sepuluh juta jiwa. Apartment merupakan jawaban yang paling rasional untuk mengatasi ledakan penduduk, menghilangkan kawasan kumuh, komitmen menjaga lingkungan, efisiensi lahan dan upaya mendekatkan warga dengan tempat kerjanya. 2
Tabel 1.1.1 Jumlah Kepadatan Penduduk per Wilayah Kotamadya Bulan : Desember 2008 Wilayah WNI WNA Total Luas Kepadatan/Km2 (km2) Jakarta 927.048 341 927.389 47,14 19.673 Pusat Jakarta 1.421.940 512 1.422.452 137,39 10.353 Utara Jakarta 1.633.829 987 1.634.816 125,25 13.052 Barat Jakarta 1.891.958 643 1.892.601 145,73 12.987 Selatan Jakarta 2.610.050 217 2.610.267 189,30 13.789 Timur Kep.Seribu 21.645 0 21.645 8,70 2.488 TOTAL 8.490.160 2.672 8.492.832 652,58 13.014 Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Jarak antara rumah tinggal dan tempat kerja menjadi kendala utama, Jakarta tempuh yang jauh, waktu tempuh yang pastinya menjadi lebih lama, kemacetan yang harus dihadapi setiap hari, juga biaya yang dikeluarkan untuk transportasi adalah beberapa faktor yang menyebabkan penduduk suburban (pinggiran kota) merasa jenuh dan ingin kembali tinggal di pusat kota, fenomena ini dikenal sebagai fanomena back to the city (Indonesiaapartment, Esti Savitri 2007) atau fenomena kembali ke kota. Fenomena ini berdampak pada peningkatan jumlah penduduk di kota Jakarta yang semakin tak terkendali. 3
Latar Belakang Topik Dalam perkembangan di bidang arsitektur di zaman kini semakin pesat, perkembangan ini di pengaruhi oleh faktor perilaku manusia baik dalam dari segi fungsi ruang, perilaku, maupun dari segi estetika bangunan. Mengingat kembali kita di zaman sekarang harus mulai peduli terhadap isuisu yang sedang di alami bumi saat ini, karena hal tersebut akan membawakan dampak untuk generasi berikutnya. Pembangunan seharusnya selalu mengikutsertakan pemikiran akan keberlanjutan di masa depan, tentunya harus dipikirkan bagaimana mengatasi permasalahan pemanasan global sehingga bagaimana mendesain bangunan yang bisa meminimalkan atau menghemat penggunaan energi pada bangunan tersebut. Mengingat kembali isu yang gencar saat ini yaitu global warming, maka dari itu perlu adanya kesadaran membangun bangunan dengan konsep arsitektur berkelanjutan. Pembangunan seharusnya di dasari oleh pemikiran akan berkelanjutan. Menurut buku A green building is one that considers and then reduces it impact on the environment and human health yang berarti bangunan yang hijau merupakan bangunan yang dapat mengurangi dampak yang negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. (Green Building Through Integrated Design, Jerry Yudelson, 2009). Latar Belakang Tema Pemanasan global dan krisis energi semakin menjadi perhatian dunia beberapa tahun belakangan ini. Sampai sekarang pun solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah ini masih dicari dan dikembangkan oleh para ahli di seluruh dunia. Penipisan cadangan minyak nasional akan menempatkan Indonesia sebagai negara pengimpor sumber daya energi ini dalam waktu dekat. Salah satu sektor penting yang sangat berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar minyak adalah bangunan, umumnya mengkonsumsi BBM dalam 4
bentuk energi listrik sekitar 30-60 persen dari total konsumsi BBM di suatu negara. Untuk kawasan tropis, penggunaan energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara di kawasan sub-tropis yang dapat mencapai 60 persen dari total konsumsi energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pemanasan ruang di sebagian besar bangunan saat musim dingin. Sementara di kawasan tropis, pendingin ruang (AC) hanya di gunakan sejumlah kecil bangunan. Meskipun demikian, penghematan energi di sektor bangunan di wilayah tropis semacam Indonesia tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional. Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan, seperti hujan, terik matahari, angin kencang, dan udara panas tropis, agar tidak masuk ke dalam bangunan. Udara luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang. Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengkonsumsi energi listrik. Langkah merancang bangunan hemat energi baik secara pasif maupun aktif seperti di atas perlu dicermati. Pemakai bangunan akan menemui kesulitan menanggung biaya listrik untuk lift, AC, pompa, dan peralatan lain, yang tinggi. Masih ada waktu untuk menghindari situasi buruk semacam ini dengan memulai merancang bangunan yang hemat energi, hemat listrik, sejak sekarang. (sumber: Tri Harso Karyono, Harian Kompas) Dari artikel di atas dapat dijelaskan betapa pentingnya konsep hemat energi diterapkan pada suatu bangunan khususnya pada penghawaan buatan dan alami. Sebagai arsitek, kita harus mendukung dan mengembangkan konsep ini pada setiap rancangan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Konsumsi energi terbesar pada saat operasional bangunan adalah sistem penghawaan, sehingga perlu perhatian khusus dalam menemukan solusi untuk masalah ini. Banyaknya bangunan-bangunan di Indonesia yang terus bermunculan akan menambah konsumsi energy. Kebanyakan dari gedung-gedung tinggi tersebut menggunakan AC. Dari penggunaan AC 5
dalam sebuah gedung, AC hampir menyedot energy 70% dan sisanya penerangan dan lain-lain. Perwujudan dari penghematan energy pada karya tulis ini berfokus pada masalah penghawaan. Dengan cara memaksimalkan sistem penghawaan, baik secara alami maupun buatan diharapkan bisa terjadi penghematan energy yang cukup signifikan dan juga memenuhi kebutuhan penghuni Apartment akan udara segar. I.2 Maksud/Tujuan dan Sasaran Proyek 1. Menciptakan sebuah wadah untuk menampung berbagai fungsi seperti hunian, kegiatan bisnis, hiburan, serta kegiatan penunjang lainnya didalam suatu kompleks apartment untuk mengatasi ledakan penduduk, menghilangkan kawasan kumuh, komitmen menjaga lingkungan, efisiensi lahan dan upaya mendekatkan warga dengan tempat kerjanya. 2. Menyediakan hunian vertikal dan fungsi penunjang yang sesuai sasaran dengan daya beli masyarakat golongan menengah ke atas yang dilengkapi fasilitas penunjang bagi penggunanya dengan pemanfaatan lahan se efisien mungkin agar dapat tercapai intensitas penggunaan lahan yang tinggi. 3. Menyediakan bangunan beragam fungsi yang dapat menjawab permasalahan global warming terutama pada penborosan energi yang bersumber dari penghawaan buatan dalam segi arsitektural. I.3 Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan karya tulis ini mencakup konsep Sustainable Green Architecture sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi, produktivitas (dapat menghasilkan keuntungan) dan memanfaatkan penghawaan alami terhadap bangunan serta menciptakan penghawaan buatan yang tidak dapat merugikan bumi. Dalam hal ini sustainable green architecture (Arsitektur Hijau Berkelanjutan) berperan dalam menerapkan 6
desain bangunan yang green arsitektur. Hal ini mencakup kebutuhan ruang dan fasilitas penunjangnya, organisasi ruang, sirkulasi, struktur dan utilitas serta tampilan dari fasad bangunan. I.4 Sistematika Pembahasan Karya tulis yang mengawali proses perencanaan dan perancangan Apartment di Jakarta, yang terdiri dari beberapa bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut : 1. BAB I : PENDAHULUAN Latar belakang perlu didirikannya Apartment di Jakarta dan pemilihan topik sustainable green architecture sebagai solusi dalam pemecahanan permasalahan global warming, maksud dan tujuan didirikannya Apartment di Jakarta, lingkup pembahasan perencanaan dan perancangan Apartment di Jakarta, sistematika pembahasan, dan kerangka pemikiran proses perencanaan dan perancangan Apartment di Jakarta. 2. BAB II : TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI Tinjauan teoritis secara umum mengenai Apartment dan tinjauan khusus mengenai topik dan tema sustainable green architecture mengenai penerapan sistem penghawaan alami dan buatan, disertai beberapa studi literatur, studi banding serta studi kasus lapangan terhadap proyek sejenis sebagai pembanding yang relevan. 3. BAB III : PERMASALAHAN Identifikasi dan rumusan permasalahan-permasalahan yang timbul setelah melakukan kajian dari latar belakang yang berkenan dengan aspek lingkungan yang menyangkut 7
lokasi, aspek manusia termasuk aktifitasnya dan aspek bangunan termasuk fungsinya. 4. BAB IV : ANALISIS Analisis permasalahan dalam beberapa aspek yang dirumuskan melalui pendekatan perancangan dan topik atau tema sustainable green architecture. Dari analisis inilah yang nantinya akan diketahui permasalahan-permasalahan yang ada. Analisis-analisis yang telah dilakukan akan menghasilkan solusi dan konsep perancangan yang tepat untuk diterapkan sebagai landasan dasar dalam merancang bangunan Apartment, lansekap dan lingkungannya khususnya di daerah Jakarta. 5. BAB V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep perencanaan dan perancangan adalah hasil dari analisis dan solusi terhadap permasalahan yang telah diidentifikasi dan dirumuskan pada bagian permasalahan. Konsep perancangan merupakan landasan/gagasan ide yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan pada ketiga aspek lingkungan, manusia, serta bangunan. Perencanaan dan perancangan arsitektur yang dapat menghasilkan karya arsitektur yang indah, baik secara fungsi, dan efisien secara penggunaan. Konsep perancangan dilengkapi dengan skematik desain sebagai alur atau kerangka pemikiran dalam perancangan. 8
I.5 Kerangka Berpikir Latar belakang Pertumbuhan penduduk semakin meningkat dari berbagai macam wilayah Indonesia pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan serta tempat tinggal. Pemilihan topik/tema sustainable architecture sebagai salah satu solusi dalam pemecahannya. Maksud dan Tujuan Menyediakan tempat hunian bagi masyarakat yang nyaman, serta tidak membawa dampak yang negatif terhadap lingkungan. Judul Apartment dengan Pendekatan Penghawaan Alami di Jakarta F E E D B A C K Permasalahan Manusia,bangunan dan Lingkungan Analisis Menganalisa permasalahan yang kemudian diterapkan dalam perancangan Tinjauan Khusus Studi literature dan survey lapangan Landasan teori Tinjauan Umum Definisi Apartment Konsep Perancangan Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kesimpulan dari hasil analisis Skematik Desain Perancangan 9