PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER PADA MAHASISWA 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

D.09 PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI : SUDAH TERLAMBATKAH?

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHUHUAN. solusinya untuk menghindari ketertinggalan dari negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

TANTANGAN DAN HARAPAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu fondasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Dalam artian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJAR YANG MENDIDIK DAN BERKARAKTER

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan. Modul 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

DINAMIKA KEMAHASISWAAN DAN ARAH KEBIJAKAN UNY DALAM PEMBINAAN KEMAHASISWAAN. Oleh Herminarto Sofyan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi menjadi pilar utama dalam melahirkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Oleh Karena itu, pendidikan secara terus-menerus. dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang dikembangkan pada tataran satuan pendidikan. Oleh karena itu,

RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013

Transkripsi:

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS Konstantinus Dua Dhiu, 2) Nikodemus Bate Program Studi Pendidikan Guru PAUD, STKIP Citra Bakti, NTT 2) Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi, STKIP Citra Bakti, NTT duakonstantinus082@gmail.com 2) nico.dua21@gmail.com ABSTRAK Mahasiswa dengan berbagai karakternya memiliki peranan dan fungsi yang sangat strategi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ada tiga peran dan fungsi utama mahasiswa, yaitu: agent of change, social of control, dan moral force (Hariman, 200. Sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar dalam membuat perubahan-perubahan mendasar dalam masyarakat. Melihat peran dan fungsi mahasiswa yang begitu strategis, mahasiswa perlu memiliki karakter yang kuat. Karakter tersebut tidak bisa dibentuk secara otomatis. Seorang mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan disebuah perguruan tinggi misalnya, tidak serta merta memiliki karakter mulia tertentu secara otomatis setelah melalui semua proses pembelajarannya. Karakter mahasiswa dapat dikembangkan diperguruan tinggi, karena karakter seseorng dapat tumbuh secara perlahan dan berkelanjutan melalui proses pendidikan. Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan kelanjutan dari jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya, dari TK, SD, SMP dan SMA. Seseorang tidak mungkin menjadi mahasiswa tanpa melalui jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya. Kata-kata kunci: pendidikan karakter, perguruan tinggi PENDAHULUAN Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi yang berkewajiban untuk ikut andil dalam pembentukan karakter bangsa. Tenaga pendidik perguruan tinggi adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tridarma Perguruan Tinggi). Tenaga pendidik perguruan tinggi secara profesional memiliki fungsi sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih sehingga dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik. Hal tersebut menjadi pintu masuk bagi pendidikan karakter untuk dapat diimplemetasikan di tingkat perguruan tinggi di Indonesia. 172

Pengembangan karakter sangat penting dilakukan oleh perguruan tinggi dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di perguruan tinggi. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah untuk mendorong lahirnya manusia yang baik, yang memiliki kepribadian menarik, beretika, bersahaja, jujur, cerdas, peduli, dan tangguh. Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmen untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Individu yang berkarakter baik dan tangguh adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, negara, serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasi. Pendidikan tidak hanya sebatas menransfer ilmu pengetahuan saja, namun lebih dari itu, yakni bagaimana dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, mempunyai skill yang mumpuni, lebih sopan dalam tataran etika dan estetika, serta yang lebih penting adalah perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Perguruan tinggi perlu memberikan pendidikan untuk pembangunan karakter mahasiswa karena karakter yang baik akan mendorong, dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik. Kebiasaan itu tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan, dan sikap. Dengan demikian, karakter dapat berkembang menjadi kebiasaan baik karena adanya dorongan dari dalam, bukan paksaan dari luar. PEMBAHASAN Pemerintah Indonesia melalui kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa, menekankan perlunya pendidikan karakter bagi bangsa dengan beberapa alasan yaitu ( disorientasi dan belum dihayatinya nilainilai Pancasila; (2) keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; (3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (4) memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan (5) melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan komitmen tentang pendidikan karakter sebagaimana termuat dalam rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam kaitannya dengan perguruan tinggi, Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010 pasal 84 ayat 2, 173

menyebutkan bahwa perguruan tinggi memiliki tujuan membentuk insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, sehat, berilmu dan cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan berjiwa wirausaha, serta toleran, peka sosial dan lingkungan, demokrtis dan bertanggung jawab. Berdasarkan UU Sisdiknas Tahun 2003 dan PP No 17 tahun 2010 diatas, nampak jelas bahwa pemerintah Indonesia memberikan dukungan secara konkrit pada pendidikan karakter ini. Mengingat keberhasilan institusi pendidikan terletak tidak saja pada penguasaan ilmu pengetahuan namun juga pada pembentukan karakter yang baik pada anak didiknya, maka tanggung jawab pembentukan karakter yang baik tidak hanya terletak pada tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah namun juga perguruan tinggi. Perguruan tinggi, menurut Syukri (2009) merupakan tempat pencarian ilmu pengetahuan, pemecahan berbagai masalah, tempat mengkritisi karyakarya yang dihasilkan, dan sebagai pusat pelatihan manusia. Senada dengan Syukri (2009) menyatakan dunia perguruan tinggi merupakan tempat menyemai, mendidik dan melatih mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang memiliki daya nalar tinggi, analisis tajam dan luas. Sementara itu, menurut Syukri (2009) masyarakat Indonesia masih menaruh harapan pada perguruan tinggi sebagai tempat latihan dan pendidikan bagi calon penerus bangsa menjadi kaum intelektual yang memiliki ilmu tinggi dan perilaku terpuji. Sebagai institusi pencetak sumber daya manusia yang akan menjadi penyokong utama kualitas sumber daya manusia Indonesia, perguruan tinggi memikul tanggung jawab mewujudkan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dan PP No 17 tahun 2010 tentang perguruan tinggi. Ketiadaan koordinasi mengenai karakter apa yang akan dibentuk pada tingkat pendidikan dasar, menengah pertama maupun menengah atas, menjadikan kedudukan perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan yang paling akhir untuk melengkapi karakter yang belum ada dan membentuk karakter menjadi bangunan moral yang sudah jadi dan kokoh pada mahasiswa. Dengan demikian, lulusan perguruan tinggi akan menjadi manusia dengan kualitas ganda baik kualitas profesional sesuai keilmuannya dan kualitas moral yang tinggi, sehingga dapat berkiprah sebagai warga negara yang baik sesuai bidang pekerjaannya. Semua dosen pada semua mata kuliah hendaknya menjadi figur yang mempraktekkan pembentukan karakter dalam semua aktivitas di kelas maupun di luar kelas. Adapun beberapa kondisi di luar kurikulum yang perlu diperhatikan perguruan tinggi karena hal-hal tersebut mendukung suksesnya implementasi pendidikan karakter. Menurut Berkowitz (2002) adalah : budaya kampus dan praktik-praktik interpersonal yang menjamin bahwa mahasiswa diperlakukan dengan perhatian dan hormat, 2) dosen, staf menjadi model karakter yang baik bagi mahasiswa, menghidupkan nilai-nilai dalam interaksi keseharian dengan mahasiswa, 3) memberikan kesempatan pada mahasiswa memiliki otonomi dan pengaruh dalam pengelolaan perguruan tinggi seperti memberikan wadah untuk menampung aspirasi mahasiswa, 4) memberikan kesempatan mahasiswa untuk refleksi, berdebat 174

maupun berkolaborasi mencari pemecahan masalah isu-isu moral, 5) sharing visi dan sense of collectivity and responsibility, 6) social skill training artinya kampus menyelenggarakan pelatihan bagi mahasiswa yang tujuannya agar mahasiswa dapat melakuan penyesuaian jangka panjang dengan memperkuat ketrampilan pemecahan masalah interpersonal, 7) memberi kesempatan lebih pada mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan masyarakat oleh kampus yang bisa menaikkan perilaku moral. Dengan demikian, dosen maupun staf administratif akan menemui tantangan tersendiri karena mereka akan menjadi pribadi yang juga berupaya menjadi model yang baik bagi mahasiswa. Schwartz (2000) menyebutnya dengan istilah mendorong dan menginspirasi agar mahasiswa mengembangkan moral yang baik dan akan membuat mereka menjadi orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab. Hal yang tak kalah penting menurut Syukri (2009) adalah kejujuran perguruan tinggi akan ketidakmampuannya untuk berdiri sendiri menyelenggarakan pendidikan karakter. Perguruan tinggi harus mengakui bahwa kerjasama dengan stake holder, dalam hal ini orangtua dan masyarakat sekitar adalah penting. Satu hal yang bisa dilakukan, menurut Berkowitz (2005) adalah dengan memberikan newsletter mengenai pembentukan karakter dalam keluarga dan masyarakat. Meskipun berbagai strategi dan pendekatan yang digunakan mungkin berbeda namun tujuannya adalah sama yaitu mendorong dan menginspirasi mahasiswa untuk mengembangkan dan menerapkan moralnya sendiri ketika berada dalam tekanan lingkungan (Schwartz, 2000) KESIMPULAN Berdasarkan pada pemikiran bahwa karakter mahasiswa dapat dikembangkan secara perlahan dan berkelanjutan, pendidikan karakter di perguruan tinggi haruslah memperhatikan bahwa terbentuknya karakter seseorang dipengaruhi banyak faktor. Djohar (201 mengidentifikasi tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter seseorang yaitu: ( Modal budaya yang dibawa sejak kecil, (2) Dampak lingkungannya, dan (3) Kekuatan individu orang merespons dampak lingkungannya. Dalam konteks perguruan tinggi, modal budaya dipengaruhi oleh konteks lingkungan dimana mahasiswa hidup, sehingga membentuk pengalaman, sekaligus karakternya. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung menjadi sangat penting dalam rangka menumbuhnkembangkan karakter mahasiswa. Dalam konteks perguruan tinggi, lingkungan kampus, baik ekosistem dan akademiknya seharusnya disusun sedemikian rupa, sehingga mendukung pengembangan karakter mahasiswa. DAFTAR RUJUKAN Anonim. (2017). Pendidikan Karakter. Diunduh melalui http://.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalamdunia-pendidikan/diakses tanggal 17 Oktober 2017. 175

Berkowits. (2002). The science of character education: Hoover Institution Press. Buchori. (1995). Transformasi Pendidikan, IKIP Muhammadiah, Jakarta Press. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 84 ayat 2 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Siregar, H. (200. Gerakan Mahasiswa Pilar Kelima Demokrasi. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama. Syukri. (2009). Peran Pendidikan di Perguruan Tinggi Terhadap Perubahan Perilaku Kaum Intelektual (Sosial Individu). Jurnal Ilmiah Kreatif, 4(, 1-15. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 176