REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara Hukum dimana setiap kegiatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Reni Jayanti B ABSTRAK

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalisasi adalah suatu proses pengancaman suatu perbuatan yang dilarang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

NARKOTIKA JENIS KATINON DALAM PERSPEKTIF ASAS LEGALITAS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dikontrol oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum.

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

Transkripsi:

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.GSK) Oleh : Arkisman ABSTRAK Narkotika adalah obat/ bahan berbahaya, yang dapat mengakibatkan ketergantungan bagi jiwa pemakainya, serta dapat mengakibatkan kehancuran fisik maupun mental. Narkotika sebenarnya dipakai dalam dunia kesehatan dan digunakan untuk membius pasien, akan tetapi banyak orang yang salah mempergunakan narkotika.. penyalahgunaan narkotika akhir-akhir ini semakin meningkat tak hanya orang dewasa melainkan remaja dan anak-anak juga ikut menyalahgunakannya. Korban penyalahgunaan atau orang yang menyalahgunakan narkotika merupakan orang yang sakit yang wajib menjalani rehabilitasi. Tak hanya sekali memakai tetapi akan bergantung pada barang haram tersebut, meskipun dalam undang-undang secara tegas tidak boleh menyalahgunakan narkotika kecuali untuk penelitian. Cara yang ampuh untuk penyalahguna narkotika adalah mengrehabilitasi mereka yang kecanduan narkotika walaupun ada unsur pidananya, dengan cara rehabilitasi pengguna narkotika akan di didik dan dibina agar kelak tidak terjerumus ke dalam dunia gelap narkotika lagi. Kata Kunci : Penyalahguna, Narkotika, Rehabilitasi. A. PENDAHULUAAN 1.1 Latar Belakang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran hilangnya rasa, mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan. Jika dipakai sesuai dengan takaran narkotika sebenarnya obat yang sangat penting bagi dunia kesehatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Indonesia telah menyebar sampai wilayah Indonesia, bahwa penyalahgunaan narkotika sudah kian menggawat (Rohman Hermawan, 1986: 1), bukan hanya di kota-besar saja narkotika menyebar tetapi sudah masuk sampai desa-desa maupun daerah terpencil. Penyalahgunaan narkotika tidak hanya para kaum dewasa tetapi juga sudah sampai para remaja maupun anak-anak yang memakainya. Kebanyakan penyalahguna narkotika Golongan I mengkonsumsi sabu-sabu atau metamfetamina. Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika Golongan I ada 65 macam jenis yang sering disalahgunakan yaitu ganja dan kokain. Ganja dan kokain dilarang untuk produksi dan digunakan dalam proses produksi kecuali untuk kepentingan tertentu. Narkotika hanya diperoleh secara impor dan di produksi dalam negeri, materi hukumnya hanya mengatur mengenai perdagangan dan penggunaan narkotika (Siswanto Sunarso, 2011:2). Sebagaimana bunyi pasal 41 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai berikut : Narkotika Golongan I hanya disalurkan 58

oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena Undang-Undang secara tegas telah melarang jenis narkotika golongan I yakni shabu-shabu digunakan untuk kepentingan yang lain yang bukan berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Hukuman harus dapat mempertakut orang supaya agar tidak berbuat jahat (Soesilo, 1995 : 3), seperti yang dilakukan oleh MUSHOLIN BIN MUSTOFA telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan perbuatan menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri. Yaitu kristal metamfetamina yang terdaftar dengan Golongan I Nomor Unit 61 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang pada pokoknya menerangkan bahwa terdakwa mengalami sindroma ketrgantungan metamfetamina (shabu-shabu) dan disarankan untuk menjalani rehabilitasi. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dimaksudkan sebagai penegasan masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran, dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut : a. Apakah pecandu narkotika atau orang yang menyalahgunakan narkotika dikatagorikan pelaku kejahatan atau orang yang sakit? (Studi Kasus Putusan Nomor 22/Pid.B2014/PN.Gsk). b. Apakah ketentuan pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang mewajibkan korban penyalahgunaan narkotika menjalani rehabilitasi medis dan sosial dapat disandingkan dengan pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Kasus Putusan Nomor 22/Pid.B/2014/PN/Gsk).? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisa Penyebab seseorang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan cara-cara pencegahan agar tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkotika. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisa seperti apa pertanggung jawaban pidana yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran atau memperkaya konsepkonsep, dan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat, khususnya aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas secara profesional dan B. TINJAUAN PUSTAKA berkeadilan. Bahwa kejahatan adalah rechdelicten. Yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang, sebagai perbuatan yang bertentengan dengan tata hukum (Moeljatno, 2009: 3). Di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana tidak dicantumkan secara jelas tetapi kejahatan diatur dalam pasal 104 sampai dengan pasal 488. Ada yang menyamakan antara kejahatan dengan tindak pidana yaitu perbuatan melawan hukum, perbuatan melanggar hukum atau bertentangan dengan Undang-Undang. sebagaimana bunyi pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yaitu Pecandu narkotika adalah orang yang menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis, sedangkan ayat 14 59

yakni ketergantungan pada narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Dapat dilihat juga pasal 1 ayat 15 bahwa Penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotka tanpa hak atau melawan hukum. Pecandu atau korban penyelahgunaan narkotika adalah orang yang sakit wajib menjalani rehabilitasi, sebagian besar pelaku narkotika di katagorikan korban penyalahguna dan korban narkotika yang secara tidak langsung merupakan orang yang sakit. Pengguna narkotika dapat dikatakan penyakit kronis seperti gangguan fisik akibat penggunaan secara berlebihan, narkotika sanggup mengghasilkan khayal-khayal yang menyenangkan ( Rahman Hermawan 1986: 4). Jumlah narkotika semakin besar meningkatnya waktu yang digunakan untuk memperoleh narkotika. Pengguna narkotika tidak dapat berhenti begitu saja, jika berhenti pemakaiannya akan terjadi kerusakan oleh tubuh dan kerja otak, hilangnya kesadaran dan menjadi gila sampai mengalami kematian. C. METODE PENELITIAN 1. Type Penelitian Dalam metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau bahan-bahan sekunder. 2. Pendekatan Masalah untuk membahas dalam penelitian ini, digunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut: 2.1 Pendekatan Perundang-Undangan Pendekatan ini dilakukan secara menelaah undang-undang yang berkenaan dengan hukum yang ditangani. Dalam metode ini peneliti perlu memahami hirarki, asas-asas dalam peraturan perundang-undangan (Marzuki, Peter Mahmud 2010:5). 2.2 Pendekatan Kasus Dalam pendekatan ini perlu dilakukan secara telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang akan dihadapi. Yang perlu di pahami oleh peneliti adalah retio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan hakim untuk sampai kepada putusannya. 2.3 Pendekatan konseptual Pendekatan ini dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana dan doktrindoktrin hukum. Untuk memahaminya pendekatan ini juga dapat diketemukan dalam undang-undang. 3. Bahan Hukum 3.1 Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer terdiri dari Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, catatan-catatan resmi atau risalah dalam perbuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum berikutnya yaitu Putusan Nomor 22/Pid.B/2014/PN.Gsk, yang berkaitan dengan isu yang akan dihadapi. 3.2 Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder adalah buku-buku hukum meliputi skripsi, tesis, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentarkomentar atas keputusan pengadilan. 3.3 Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelelasan 60

terhadap bahan primer dan sekunder yang berasal dari kamus hukum, surat keterangan dan sebagainya. 4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan membaca, mempelajari dan mengidentifikasi seluruh data baik peraturan perundang-undangan, kepustakaan dan putusan pengadilan yang berkaitan dengan kasus ini. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum. Dalam penelitian ini, langkah pengumpulan data adalah melalui studi kepustakaan yaitu semua data yang terkait dengan pokok permasalahan.. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Rehabilitasi adalah Sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para penderita narkotika yang memerlukan pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik, tempat yang memberikan pelatihan, keterampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan dari pengaruh narkotika. Sebagaimana bunyi pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai berikut ; 1. Setiap Penyalah Guna : a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 2. Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. 3. Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bahwa rehabilitasi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Rehabilitasi Medis yaitu suatu proses kegiatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi medis pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik pemerintah maupun masyarakat. Selain itu pengobatan dan rehabilitasi medis juga dapat dilakukan melalui pendekatan keagamaan dan tradisional, sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan rehabilitasi Sosial yaitu suatu proses pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika. Lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial yaitu lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun sosial. Sebagaimana bunyi pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai berikut : Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial Yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja mengguunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan 61

diancam untuk menggunakan narkotika. Upaya untuk mengurangi jumlah pengguna narkotika akan mengalami kegagalan, penanganan yang kurang baik dan tidak tepat terhadap pengguna, salah satunya melalui rehabilitasi. Justru akan membuat mereka kembali menggunakan barang haram tersebut dan jumlah penghuni tahanan akan semakin bertambah, upaya menurunkan jumlah pengguna yang cukup efektif adalah rehabilitasi bukan diperkarakan dan dipidana (Gatot Supramono 2010:5). Sebagimana bunyi pasal 103 Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagi berikut : 1. Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat : a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. 2. Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang termasuk pasal 54, 55, dan 103 yang menyatakan bahwa setiap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan, namun dalam praktek dilapangan masih ada aparat penegak hukum yang mempunyai paradigma baik pecandu, penyalahgunaan narkotika dan pengedar harus dihukum. Walaupun memiliki dan menguasai narkotika harus dipertimbangkan juga maksud dan tujuan kepemilikan narkotika tersebut, apakah dimaksudkan untuk digunakan sendiri atau diperjualbelikan. Padahal amanat Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sangat jelas menyatakan bahwa penting bagi penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. E. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyalah Guna adalah Orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum, menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengewasan dokter. Pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika adalah orang yang sakit Sebagian besar pelaku kasus narkotika termasuk dalam kategori korban penyalahgunaan narkotika yang secara tidak langsung merupakan orang sakit. Ketentuan tentang rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap penyalahgunaan narkotika berdasarkan pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa setiap korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Jika disandingkan dengan pasal 103 ayat (1) mengandung pengertian saling bersimpangan. Maka dalam memberikan putusan hakim terlebih dahulu menentukan status terdakwa, apakah terdakwa tersebut pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika. 5.2 Saran Rehabilitasi adalah cara yang tepat bagi penyalahguna narkotika agar dapat dibina dan mendapatkan perawatan atau pengobatan agar 62

kelak tidak terjerumus ke dalam dunia gelap narkotika lagi. Hakim yang dapat memutuskan pecandu narkotika direhabilitasi apabila pecandu narkotika terbukti benar-benar bersalah melakukan tindak pidana narkotika dan tempat rehabilitasi atau pengobatan bagi penyalahgunaan narkotika seharusnya setiap daerah itu ada. DAFTAR PUSTAKA Gatot Supramono. 2009. Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta : Djembatan. Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. Peter Mahmud Marzuki 2010. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Grub, Rahman Hermawan. 1986. Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja. Bandung. Eresco Siswanto Sunarso. 2011. Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta. Raja Grafindo Persada, Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor. Politeia, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 63