RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 37/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2008/59, TLN 4844]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 78/PUU-XII/2014 Para Pihak dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan Pemilukada, Aturan Kampanye, serta Batasan Konflik Kepentingan dengan Petahana I. PEMOHON 1. Yanda Zaihifni Ishak, Ph.D; 2. Heriyanto, S.H.; 3. Ramdansyah, S.H. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: - Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945); - Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; - Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 1

- Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan, Dalam hal suatu Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Para Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih menurut UUD 1945. Para Pemohon merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Kerugian konstitusional yang dimaksud para Pemohon adalah menjadi sangat kecilnya kesempatan untuk menduduki kursi Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota. Ruang bagi para Pemohon untuk maju sebagai calon Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota akan sangat terbatas karena adanya dominasi politik dari pemilik modal dan/atau pemilik kekuasaan. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Formil: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Pengujian Materiil: 1. Pasal 7 huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: (f) mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter. 2. Pasal 22B huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggara pemilihan meliputi: penyelenggaraan (d) Pemilihan menerima dari laporan Bawaslu hasil Provinsi pengawasan dan Bawaslu Kabupaten/Kota. 2

3. Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 4. Pasal 47 ayat (2) dan (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. (5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dibatalkan. 5. Pasal 49 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi. 6. Pasal 50 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima. 3

7. Pasal 58 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak jangka waktu penyusunan Daftar Pemilih Tetap berakhir. 8. Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. 9. Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10. Pasal 75 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan pengeluaran dana Kampanye pasangan calon diatur dengan Peraturan KPU. 11. Pasal 138 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan. 12. Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (1) Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan: a) Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika 4

terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi; b) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi; c) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitunganperolehan suara oleh KPU Provinsi; dan d) Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi. (2) Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan: a) Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota; b) Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota; c) Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, 5

pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota; dan d) Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota. 13. Pasal 193 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 Gubernur, bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis. 3. Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. 4. Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. 6

5. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Ketentuan a quo memiliki cacat formil, karena bertentangan dengan konstitusi ketika diimplementasikan, materi muatan tidak pernah dibahas dan disetujui dalam rapat paripurna DPR, hanya mencantumkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan tidak mencantumkan undang-undang terkait lainnya termasuk putusan Mahkamah Konstitusi; 2. Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tidak memperbaiki cacat materiil dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015; 3. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 akan menyebabkan pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memiliki uang dan/atau yang memiliki jabatan, ketentuan a quo ini juga menyebabkan praktik politik uang dan penyalahgunaan jabatan dengan tujuan untuk memenangkan pasangan calon tersebut tanpa khawatir terhadap sanksi yang ada; 4. Tidak adanya sanksi pidana bagi Pengurus Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan setiap orang yang terlibat di dalam jual beli dukungan Partai Politik; 5. Terdapat ketentuan yang saling bertentangan antara Pasal 20 huruf h dengan Pasal 58 ayat (7) yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, serta antara Pasal 98 ayat (11) dengan Pasal 193 ayat (2) dan Pasal 196. Demikian pula antar pasal mengenai pengaturan kampanye; 6. Adanya tumpang tindih dalam hal pengaturan sanksi pidana dalam Pasal 193 ayat (2) dengan pengaturan sanksi pidana dalam Pasal 196 Undang-Undang a quo; 7. Adanya penghilangan hak partai politik yang tidak mendapatkan kursi dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 di DPRD untuk mengusung pasangan calon; 8. Tidak tegasnya batasan yang dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) mengenai pejabat negara yang dilarang berkampanye, serta batasan mengenai frasa tidak memiliki konflik dengan petahana ; 7

9. Tidak terlaksananya asas equality before the law karena adanya perlakuan yang berbeda dalam hal pemberitahuan cuti izin berkampanye karena Pasal 70 ayat (5) Undang-Undang a quo hanya mewajibkan Gubernur, Bupati, dan Walikota saja namun tidak memberikan kewajiban kepada Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota untuk memberitahukan izin cuti berkampanye kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; 10. Tidak tepatnya definisi pelanggaran administrasi yang diatur dalam UndangUndang a quo. VII. PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 47 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan 8

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional); 3. Menyatakan Pasal 47 ayat (2) dan Pasal 47 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syaratsyarat: 1) Setiap orang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah); atau 2) Setiap orang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah); yang merupakan materil yang digunakan oleh Pengadilan untuk menjatuhkan Putusan yang berkekuatan tetap. 4. Menyatakan Pasal 58 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 5. Menyatakan Pasal 58 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 6. Menyatakan Pasal 193 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang 9

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7. Menyatakan Pasal 193 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 8. Menyatakan Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional). 9. Menyatakan Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Kampanye dilaksanakan oleh Pasangan Calon, Tim Kampanye, Juru Kampanye, dan orang perorang warga negara baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar di KPUProvinsi dan KPU Kabupaten/Kota. 10. Menyatakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10

11. Menyatakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 12. Menyatakan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No.8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 13. Menyatakan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No. 8 Thn 2015, LN No. 57, TLN No. 5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 14. Menyatakan Pasal 49 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No. 8 Thn 2015, LN No. 57, TLN No. 5678) konstitusional sepanjang diartikan mencakup apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi kesempatan untuk: a) Melengkapi persyarat pencalonan; b) memperbaiki persyaratan pencalonan c) mengganti pasangan calon yang diusung Partai Politik maupun gabungan partai politik paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi. 11

15. Menyatakan Pasal 50 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No. 8 Thn 2015, LN No.57, TLN No. 5678) konstitusional sepanjang diartikan mencakup apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi kesempatan untuk: a) Melengkapi persyarat pencalonan; b) memperbaiki persyaratan pencalonan c) mengganti pasangan calon yang diusung Partai Politik maupun gabungan partai politik paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota. 16. Menyatakan frasa pejabat negara lainnya di dalam Pasal 70 ayat (2) UndangUndang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No. 8 Thn 2015, LN No.57, TLN No. 5678) konstitusional sepanjang diartikan Pejabat negara lainnya yang perlu dilarang berkampanye adalah hakim di lingkungan MK; hakim di lingkungan MA; dan/atau pimpinan lembaga/komisi Negara/pejabat negara lain. 17. Menyatakan Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No. 8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) konstitusional sepanjang diartikan mencakup tidak memiliki konflik kepentingan dengan Petahana dengan syarat kumulatif sebagai berikut: 1) tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan 12

petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kaka, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan; 2) pada daerah yang sama maupun daerah yang berbeda; 18. Menyatakan Pasal 75 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang (UU No. 8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) konstitusional sepanjang diartikan mencakup izin cuti yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib diberitahukan oleh Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada KPU Provinsi, KPU Kabupaten, dan KPU Kota. 19. Menyatakan frasa di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan di dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No. 8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 20. Menyatakan frasa di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan di dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No. 8 Thn 2015, LN No.57, TLN No.5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 21. Menyatakan Frasa Bawaslu Kabupaten/kota di dalam Pasal 22B huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU No. 8 Thn 2015, LN No. 57, TLN No. 5678) konstitusional sepanjang diartikan Panwas Kabupaten/Kota. 13

Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. 14