TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai kekhasan/keunikan jenis tumbuhan dan/atau keanekaragaman

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Aktivitas Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Menurut Groves (1972), klasifikasi dari Orangutan Sumatera adalah

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

TINJAUAN PUSTAKA. Pongo pygmaeus di Borneo dan orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA A. Cagar Alam Cagar Alam adalah Kawasan Suaka Alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan/keunikan jenis tumbuhan dan/atau keanekaragaman tumbuhan beserta gejala alam dan ekosistemnya yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian agar keberadaan dan perkembangannya dapat berlangsung secara alami. Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi: a. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem; b. mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum terganggu; c. terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaaannya terancam punah; d. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya; e. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; dan/atau f. mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi (Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011).

B. Kondisi Umum Habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Cagar Alam Dolok Sibual-Buali Dolok Sibual-buali dan Dolok Lubuk Raya di dalam kawasan hutan Ekosistem Batang Toru secara administrasi pemerintahan terletak di 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok, Kecamatan Padang Sidempuan Timur dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Secara geografis terletak pada koordinat 01 0-01 37 Lintang Utara dan 99 11 15-99 17 55 Bujur Timur. Cagar Alam Dolok Sibual-buali terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Barumun. Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Dolok Sibual-buali terletak pada ketinggian 750 s/d 1.819 m dpl. Kawasan ini merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan beberapa spesies penting untuk dilindungi. Kawasan ini merupakan habitat bagi setidaknya 67 jenis mamalia, 287 jenis burung, 110 jenis reptil, dan 688 jenis tumbuhan (Departemen Kehutanan, 2010). Menurut Adil (2011) bahwa Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan Suaka Alam Dolok Lubuk Raya di dalam Kawasan Hutan Batang Toru juga kaya dengan jenis tanaman dan satwa yang langka, disamping itu kawasan ini juga oleh World Wide Fund for Nature (WWF) memasukkan kawasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali dan Suaka Alam Dolok Lubuk Raya ke dalam golongan 200 ekoregion dunia yang harus diperhatikan serius aspek konservasinya. Sejalan dengan WWF, lembaga konservasi lainnya juga telah menetapkan kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan Suaka Alam Dolok Lubuk Raya sebagai salah satu daerah prioritas dalam pelestarian keragaman hayati (key biodiversity area/kba I) dari 15 KBA yang ada di provinsi ini. Karena keunikan dan kekayaaan keanekaragaman hayati yang dimilikinya Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan

Suaka Alam Dolok Lubuk Raya memiliki spesies kunci yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar desa maupun masyarakat internasional lainnya, yaitu tentang keberadaan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii), keberadaan Orangutan Sumatera di kawasan ini sangat terancam keberadaannya. Terutama semakin mengecil ruang hidup Orangutan Sumatera ini dan mulai menghilang beberapa jenis tanaman sebagai pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) diakibatkan pembukaan hutan oleh petani untuk memperluas lahan usaha perkebunan mereka atau pengambilan kayu untuk kepentingan kelangsungan ekonomi masyarakat disekitar kawasan ini. Tidak menjadi asing lagi kalau belakangan ini sering terdengar bahwa Orangutan Sumatera (Pongo abelii) masuk ke kebun masyarakat desa dan mengambil hasil kebun petani di desa. Konflik antara masyarakat petani dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di bulan-bulan tertentu, khususnya di masa panen buah-buahan maka tingkat konflik semakin meningkat, dan terjadilah perburuan terhadap Orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang sebelumnya juga telah masuk daftar CITES merupakan satwa yang langka dan kritis perkembangannya di bumi ini. Dalam upaya penyelamatan populasi orangutan (Pongo abelii) dan habitatnya di Hutan Batang Toru, Desa-desa yang langsung bersentuhan dengan Hutan Batang Toru di Tapanuli Selatan sangatlah penting untuk didorong berpartisipasi dalam penyelamatan itu. Melihat posisi desa yang langsung berbatasan dengan kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali menjadikannya sebagai salah satu pintu masuk ke kawasan habitat orangutan. Sebagai catatan pula, bahwa banyak tanaman masyarakat seperti karet, aren, durian dan lainnya berada dalam kawasan Cagar Alam ini (Adil, 2011).

C. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Biologi dan Ekologi Orangutan (Pongo sp.) sangat rentan terhadap kepunahan yang diakibatkan oleh (1) kerusakan hutan yang terjadi dalam skala besar dan perburuan untuk tujuan diperdagangkan (Rijksen dan Meijaard 1999); (2) interval kelahirannya yang jarang, yakni kira-kira mencapai 8 tahun antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya (Galdikas dan Wood 1990) dan (3) ukuran tubuhnya yang relatif besar. Selain faktor kerentanan, orangutan Sumatera juga tinggal dengan densitas yang rendah (mulai dari nol sampai tujuh ekor per km2 di Sumatera), sehingga membutuhkan ruang yang sangat luas berupa blok-blok hutan yang luas (Departemen Kehutanan 2007). Konversi hutan alam yang cepat, penebangan dan perburuan liar di Sumatera menyebabkan populasi orangutan Sumatera menurun secara drastis dalam beberapa tahun terakhir, sehingga dalam daftar merah (red list) yang dikeluarkan IUCN pada tahun 2004, orangutan Sumatera dikategorikan sebagai spesies kritis (critically endangered). Pada tahun 2007, populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa 6.624 ekor yang hidup di hutan-hutan Sumatera atau hanya 88,9% dari populasi tahun 2004, yakni sebesar 7.501 ekor (Singleton et al. 2004). Menurut Groves (1972) klasifikasi dari Orangutan Sumatera adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Subphylum : Animalia : Chordata : Vertebrata

Kelas Ordo Famili Genus : Mamalia : Primata : Pongoidea : Pongo Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827 Morfologi Ciri fisik famili Pongoidea adalah lengannya 200% dari panjang tubuh, kaki pendek hanya 116% dari panjang tubuh. Jari telunjuk lebih kecil daripada ibu jari. Ukuran rata-rata kepala dan tubuh jantan 956 mm serta betina 776 mm. Tinggi saat berdiri tegak adalah 1.366 mm pada jantan dan 1.149 mm pada betina. Berat badan rata-rata adalah 75 kg pada jantan dan 37 kg pada betina (Maple, 1980). Menurut Supriatna dan Edy (2000), jika dibandingkan dengan Orangutan di Kalimantan, rambut Orangutan Sumatera lebih terang yaitu berwarna coklat kekuningan serta lebih tebal dan panjang. Berat badan rata-rata Orangutan jantan di alam yaitu berkisar antara 50-90 kg. Orangutan jantan memiliki kantung suara untuk mengeluarkan suara yang berupa seruan panjang. Orangutan merupakan "umbrella species" dalam konservasi hutan hujan tropis di Indonesia, khususnya hutan Sumatera dan Kalimantan. Mengingat kondisi hutan sebagai habitat alami orangutan dan kebutuhan akan daerah jelajah yang luas serta keanekaragaman jenis flora fauna hidup bersamanya, orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Keberadaan dan kepadatan populasi orangutan dapat digunakan sebagai ukuran konservasi hutan hujan tropis tanpa

analisis yang lebih jauh mengenai struktur keanekaragaman jenis flora dan fauna di suatu kawasan tertentu. Hal ini dapat berarti bahwa konservasi populasi orangutan liar identik dengan melakukan konservasi terhadap ekosistem hutan hujan tropis yang memiliki struktur keanekaragaman yang unik (Onrizal dan Perbatakusuma 2010). Habitat Hutan hujan tropis di Sumatera memiliki sejarah, iklim dan ekologi yang unik. Kekayaan spesies tertinggi adalah di hutan dataran rendah Dipterocarpaceae yang memang didominasi oleh pohon-pohon dari keluarga Dipterocarpaceae (Ashton; Givinish; Appanah, 1998 dalam Pujiyani, 2009). Pohon-pohon Dipterocarpaceae menyediakan buah yang secara bersamaan pada setiap dua atau lima tahun sekali. Hal tersebut mengakibatkan pada masa tertentu buah tersedia sangat banyak namun pada waktu yang lainnya buah tersebut sama sekali tidak tersedia. Hal yang berbeda terjadi pada hutan gambut Sumatera yang memiliki sedikit jenis tumbuhan endemik namun memiliki kepadatan yang tinggi, sehingga buah akan tersedia setiap tahun. Orangutan berperan penting dalam ekosistem, baik pada hutan dataran rendah Dipterocarpaceae ataupun di hutan gambut. Kebiasaan Orangutan dalam makan dan pola pergerakannya menyebabkan Orangutan merupakan penyebar biji/benih tumbuhan hutan yang sangat baik (Nellemann et. al., 2007). Orangutan di Sumatera hidup di dalam hutan yang daunnya lebih rindang daripada Orangutan yang hidup di hutan Kalimantan (van Schaik, 2004). Orangutan mampu beradaptasi pada berbagai tipe hutan primer, mulai dari hutan rawa, hutan dataran rendah/hutan Dipterocarpaceae sampai pada tipe hutan

pegunungan dengan batas ketinggian 1.800 m dpl. (Rijksen, 1978). Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Orangutan Sumatera hidup di dataran rendah aluvial (lowland aluvial plains), daerah rawa dan daerah lereng perbukitan (Singleton et. al., 2004). Kepadatan Orangutan yang ada di daerah pada ketinggian 1.000 sampai 1.200 m dpl terus menurun. Perilaku Kera besar memiliki otak yang lebih besar daripada primata lain. Pada umumnya kera besar lebih banyak yang hidup secara terestrial namun pada Orangutan hidupnya arboreal (Rowe, 1996). Kehidupan Orangutan dihabiskan diatas pohon dan jarang sekali turun ke lantai hutan, kecuali untuk memakan rayap. Orangutan berpindah dengan menggunakan keempat anggota tubuhnya, berpindah dari cabang ke cabang lain. Daerah jelajah Orangutan adalah berkisar antara 2-10 km dengan luas wilayah jelajah hariannya berkisar antara 800-1200 m2 (Supriatna & Edy, 2000). Rijksen (1978) menyatakan bahwa ada 13 vokalisasi Orangutan sedangkan Nowak (1999) vokalisasi Orangutan terdiri dari 15 suara. Orangutan relatif lebih pendiam dibandingkan dengan primata besar lainnya. Suara yang paling banyak tercatat adalah berupa panggilan panjang (long call) dari jantan dewasa yang mungkin terdengar dari jarak lebih dari 1 km, hal ini mungkin merupakan mekanisme dalam mengatur jarak bagi antar individunya (Pujiyani, 2009). Aktifitas Orangutan dipengaruhi oleh faktor musim berbuah dan cuaca. MacKinnon (1974) telah menjumpai saat buah sedang sulit didapat di hutan, Orangutan akan menghabiskan waktu menjelajah lebih banyak daripada waktu untuk makan. Demikian pula saat hari sedang kering (panas) Orangutan akan

lebih banyak beristirahat pada siang hari. Pembagian penggunaan waktu oleh Orangutan adalah pada pagi hari digunakan untuk makan, siang hari untuk menjelajah dengan diselingi waktu istirahat siang (Rijksen, 1978). Orangutan akan mulai istirahat malam antara pukul 15.00-18.00 dengan aktivitas malam hari yang sangat sedikit. Persentase aktivitas harian Orangutan menurut Rijksen (1978) adalah 47 % untuk makan, 40% untuk istirahat, 12 % untuk menjelajah dan sisa waktunya untuk aktivitas sosial. Penggunaan ruang bagi aktivitas Orangutan yaitu pada lapisan antara 15-25 m diatas permukaan tanah hampir 70% dari waktu aktivitas hariannya, Orangutan menggunakan 20% waktu aktivitas hariannya pada lapisan lebih dari 25 m dan pada lapisan dibawah 15 m Orangutan hanya menggunakan kurang dari 10% waktu aktivitas hariannya. Orangutan biasanya selalu membuat sarang tidur di tepi sungai pada ketinggian 20-40 m diatas tanah (Pardede, 2000 dalam Ginting, 2006). Populasi Orangutan Sumatera sebagian besar sebarannya terbatas pada hutan hujan dataran rendah, sebagian besar Orangutan Sumatera berada di daerah yang memiliki ketinggian di bawah 500 m dpl dan jarang menjelajah ke tempat yang lebih tinggi dari 1.500 m dpl (Rijksen dan Meijaard, 1999). Orangutan Sumatera sangat bervariasi dalam pemilihan jenis makanan. Secara alami Orangutan adalah pemakan buah, tetapi juga memakan berbagai jenis makanan lain seperti daun, tunas, bunga, epifit, liana, zat pati kayu, dan kulit kayu (MacKinnon, 1974). Sebagai sumber protein Orangutan juga mengkonsumsi serangga dan telur burung (Supriatna dan Edy, 2000). Orangutan memiliki kebiasaan mencoba memakan segala sesuatu yang ia temui untuk dirasakan dan kemudian menentukan benda tersebut dapat dijadikan makanan atau tidak.

Persentase jenis makanan Orangutan adalah 53,8% berupa buah, 29% berupa daun, 14,2% kulit kayu, 2,2% bunga, dan 0,8% adalah serangga (Maple, 1980). D. Konflik Manusia dengan Orangutan Konflik antara manusia dan satwa liar adalah fenomena yang umum. Konflik antara manusia dan kera besar (Human-Great Apes Conflict) yang kemudian disingkat HGAC adalah salah satu bagian dari konflik antara manusia dan satwa liar yang secara luas dapat didefinisikan sebagai segala interaksi antara manusia dan kera besar yang mengakibatkan pengaruh negatif pada kondisi sosial, ekonomi atau budaya manusia, serta kondisi sosial, ekologi atau budaya kera besar atau konservasi kera besar dan lingkungannya. HGAC sering kali melibatkan konflik diantara masyarakat yang memiliki sasaran, persepsi dan tingkat penguasaan yang berbeda. Saat ini kerusakan dan fragmentasi habitat di Afrika dan Asia Tenggara telah berada pada kondisi yang memprihatinkan, sehingga meningkatkan jumlah populasi kera besar yang terdesak mendekati pemukiman manusia. Sumber gangguan terhadap hutan disebabkan oleh berbagai macam hal, namun kebanyakan ditimbulkan oleh pertanian tanaman subsisten dan pertanian komersial berskala kecil maupun besar, perkebunan dan industri ekstraktif seperti industri pembalakan kayu dan pertambangan, yang secara sigifikan mengancam hutan tropis (Collishaw dan Dunbar, 2000). Konflik antara kera besar dan manusia dilatar belakangi oleh banyak hal dan sangat bervariasi di setiap lokasinya. Konflik yang secara langsung ditimbulkan oleh perilaku manusia meliputi: perusakan dan pencemaran sumber daya alam, konversi habitat untuk pertanian, kompetisi sumber daya alam

(misalnya: pohon buah-buahan dan air), penularan penyakit secara kebetulan (misalnya: dari feses, sisa makanan maupun makanan yang dicuri dari manusia), pencederaan ataupun pembunuhan kera besar dengan jerat dan perangkap (Hockings dan Humle, 2010). E. Sistem Informasi Geografis (SIG) Definisi Sistem informasi geografis merupakan sebuah sistem yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data, manusia (brainware) dan lembaga-lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menyebarkan data-data dan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi. SIG sebagai sistem informasi berbasis komputer memiliki empat kemampuan dasar (subsistem) (Prahasta, 2002): a. Data input: subsistem ini memiliki tugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial beserta atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini juga bertanggung jawab mengkonversi atau mentransformasikan format asli sebuah data menjadi format yang dapat digunakan dalam SIG. b. Data output: subsistem ini menampilkan atau menghasilkan seluruh atau sebagian keluaran basis data baik dalam bentuk soft copy maupun hard copy seperti tabel, grafik dan peta, c. Data management: subsistem ini mengkoordinasikan data spasial dan atributnya kedalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update dan diedit,

d. Data manipulations dan analysis: subsistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Komponen SIG SIG merupakan sistem operasi yang komplek yang terintegrasi dengan lingkungan sistem komputer lain di tingkat fungsional dan jaringan. SIG dalam pengoperasiannya terdiri atas komponen (Batubara dan Hasibuan, 2000): a. Perangkat keras: Terdiri atas PC dekstop, workstation, hingga multiuser host yang dapat digunakan secara bersamaan, harddisk, dan mempunyai kapasitas memori serta RAM yang besar. b. Perangkat lunak: Software GIS menyediakan fungsi-fungsi dan alat-alat yang diperlukan untuk menyimpan, menganalisis, dan memperagakan informasi geografi. Komponen-komponen software adalah alat untuk memasukkan & memanipulasi informasi geografik, DBMS (sebuah database untuk sistem pengelolaan), Alat untuk menyokong pertanyaan-pertanyaan geografik, menganalis dan Memvisualisasikan GUI (Graphical User Interface) untuk mempermudah pengaksesan kepada alat-alat c. Data: merupakan komponen yang amat penting dalam GIS. Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan dikumpulkan dalam suatu tempat khusus yang dapat dibeli dari penyedia data komersial. GIS akan menggabungkan ruang data dengan sumber-sumber data lainnya dan menggunakan DBMS untuk mengorganisasikan dan memelihara serta mengatur data.

d. Manusia: Teknologi GIS memerlukan orang untuk mengatur sistem dan membangun rencana- rencana supaya teraplikasi dalam hal yang nyata. Pemakai GIS adalah teknikal khas yang medesain dan memelihara sistem dan pemakai untuk meningkatkan nilai kerja yang mereka lakukan sehari-hari. e. Metoda: Kesuksesan GIS beroperasi tergantung pada perencanaan desain yang baik dan metoda- metoda bisnis, yang merupakan model dan beroperasi khusus untuk tiap-tiap organisasi. Sumber-sumber data geospasial adalah foto udara, citra satelit, tabel statistik, dan dokumen lain yang berhubungan. Data geospasial dapat dibedakan menjadi data grafis (data geometris) dan data atribut (data tematik). Data grafis terdiri atas tiga elemen yaitu: titik (node), garis (arc) dan luasan atau bidang (polygon) dalam bentuk vektor ataupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran, bentuk, posisi, dan arah. Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan sesuai keinginan dan merencanakannya (Prayitno, 2002 dalam Fata, 2011). Aplikasi GIS Dasar pendekatan SIG terdiri dari berbagai tahapan, termasuk menyimpan, menampilkan dan menganalisa bermacam jenis data yang tersimpan dalam data, termasuk peta jenis vegetasi, iklim, tanah, topografi, geologi, hidrologi, sebaran species, kawasan yang dillindungi, pemukiman manusia dan pola ekstraksi sumber daya alam. Pendekatan SIG dapat mengungkapkan berbagai hubungan (kolerasi) antara faktor biotik dan abiotik dari suatu bentang alam, serta membantu proses perancangan kawasan agar memiliki komunitas hayati yang ada,

bahkan menampilkan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk mencari spesies langkah maupun dilindungi (Turner et al., 2003). Kekuatan SIG tampak pada kemampuan menganalisis data spasial dan atribut secara bersamaan. Disinilah SIG menunjukkan kemampuannya mengolah data peta, seperti pemetaan yang terotomatisasi dengan menggunakan sistem komputer. Kemampuan analisis SIG ini antara lain proses klasifikasi lahan, operasi overlay, operasi neighbourhood dan fungsi konektivitas (Elly, 2009). F. Penginderaan Jarak Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lilesand dkk, 2004). Data penginderaan jarak jauh merupakan sumber paling utama data dinamis dalam sistem informasi geografis. Beberapa contoh aplikasi yang dimungkinkan oleh data penginderaan jarak jauh adalah sebagai berikut: pemetaan tutupan lahan, analisa perubahan tutupan lahan, analisa deforestasi, ekspansi perkebunan, perkembangan kota, analisa dampak bencana, perhitungan cadangan karbon dan emisinya, perhitungan biofisik vegetasi (kerapatan tegakan, jumlah tegakan, biomassa), serta identifikasi dan analisa infrastruktur (jumlah dan panjang jalan, jumlah rumah, luasan pemukiman dan lain-lain) (Ekadinata et al., 2008).