BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan perekonomian dalam suatu negara dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Inflasi

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dilakukan bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Pertumbuhan ekonomi mutlak

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan di daerah lebih efektif dan efisien apabila urusan-urusan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif.

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

SURVEI PERSEPSI PASAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

Pokok Bahasan 1 RUANG LINGKUP EKONOMI MAKRO

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan II 2006

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi domestik yang tinggi

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakstabilan ekonomi yang juga akan berimbas pada ketidakstabilan dibidang

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana untuk selanjutnya

PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1 RUANG LINGKUP ANALISIS MAKROEKONOMI

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada konteks ekonomi makro, tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu daerah antara lain adalah Pendapatan daerah, tingkat kesempatan kerja dan tingkat harga. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah pada bulan Januari 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi dan kemampuan daerah itu sendiri. Otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi, pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan kondisi dan potensi wilayahnya. Dalam manajemen pemerintahan daerah, kemampuan mengelola sumbersumber daya lokal yang terbatas merupakan suatu syarat keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah. Pengelolaan sumber-sumber daya termasuk sumber daya finansial umumnya dilakukan dalam bentuk upaya peningkatan pendapatan daerah, peningkatan efisiensi penggunaan sumber dana, serta meningkatkan efektivitas penggunaan dana. Untuk mengetahui Pengelolaan sumber-sumber daya termasuk sumber daya finansial, digunakanlah tolok ukur meliputi analisis Pendapatan daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi dan pengangguran. Analisis data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar daerah masih tergantung kepada Pemerintah Pusat dalam pembiayaan Pembangunan. Disamping itu

data pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi berbagai sektor perekonomian terhadap Pendapatan Daerah, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa dan bagaimana trend pendapatan daerah dari tahun ke tahun (turun naik dan seberapa besarannya). Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa Pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Berdasarkan Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Sumatera Utara akhir tahun anggaran 2010, bahwa besarnya Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar Rp 4.324.386.168.226,28 atau 99,67% dari target Rp 4.324.533.568.922. yang bersumber dari PAD sebesar Rp2.901.063.112.695,28 yakni 100,48% terealisasi dari target sebesar Rp2.887.297.542.688,- Dengan demikian perolehan PAD meningkat melebihi target yang direncanakan. Ketika Pendapatan asli daerah meningkat, tentu akan berdampak peningkatan pembangunan di daerah. Masyarakatpun akan merasakan manfaat dari pembangunan yang dilakukan. Disamping itu, salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB merupakan data yang sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan pembangunan daerah dan dapat digunakan sebagai alat evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan dibidang ekonomi. Dalam menghitung pendapatan regional, hanya dipakai konsep domestik, berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor /lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya disuatu wilayah dihitung dan dimasukkan, tanpa

memerhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. Dengan kata lain PDRB menunjukkan gambaran Production originated (BPS, Sumatera Utara.2011). Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan dapat dinilai efektifitasnya oleh pemerintah untuk mendorong aktifitas perekonomian domestik. Salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi adalah bertambahnya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan pertambahan jumlah tenaga kerja yang lebih besar, dan akan menyebabkan ukuran pasar domestiknya akan lebih besar pula. Perekonomian Sumatera Utara pada Triwulan IV-2011 diperkirakan tumbuh 6,36 % melambat dibandingkan triwulan IV tahun sebelumnya sebesar 6,89%. Kegiatan konsumsi masyarakat menjadi salah satu penopang utama tumbuhnya PDRB Sumatera Utara (Bank Indonesia Medan 2011). Namun demikian Pertumbuhan ekonomi yang ada selama ini belum mampu merangsang pertumbuhan lapangan pekerjaan yang diperlukan dalam mengantisipasi pengangguran dan pertambahan tenaga kerja baru, hal ini dapat dilihat dari masih tingginya tingkat persentase jumlah pengangguran di Sumatera Utara. Inflasi merupakan penomena ekonomi yang selalu menarik untuk dibahas terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa riil terhadap aset finansial domestik menjadi rendah (bahkan sering menjadi

negatif), sehingga dapat mengganggu mobilisasi dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungan domestik yang menjadi sumber dana bagi investasi. Kedua inflasi dapat menyebabkan daya saing barang ekspor berkurang dan dapat menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan dan sekaligus dapat meningkatkan utang luar negri. Ketiga, inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan dengan terjadinya transfer sumber daya dari konsumen dan golongan berpenghasilan tetap kepada produsen. Keempat, inflasi yang tinggi dapat mendorong terjadinya pelarian modal ke luar negeri. Kelima inflasi yang tinggi akan dapat menyebabkan kenaikan tingkat bunga nominal yang dapat mengganggu tingkat investasi yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan tingkat ekonomi tertentu (Hera Susanti, et.al ;1995) Keberhasilan menekan tingkat inflasi sedemikian rupa berdampak pada perkembangan tingkat pendapatan asli daerah dengan asumsi bahwa cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat, karena dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan naiknya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja. Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya hargaharga (inflasi) maka pengangguran berkurang dan akan meningkatkan pendapatan. Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan

kesejahteraan masyarakat yang akan berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah pengangguran. Pengangguran dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dapat dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Pengangguran menyebabkan pendapatan daerah yang berasal dari sektor pajak khususnya pajak penghasilan akan berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakatpun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar masyarakatpun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan perekonomian pemerintah akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun. Secara nasional, angka pengangguran di Indonesia merupakan bom waktu bila tidak diselesaikan segera. Jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta jiwa atau 9,06% dari keseluruhan angkatan kerja. Jumlah ini dua kali lipat lebih dari jumlah pengangguran terbuka sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86 % tahun 1996 setahun sebelum krisis moneter melanda Indonesia, termasuk didalamnya Provinsi Sumatera Utara. Hal ini juga ditambah dengan krisis moral para penyelenggara negara dengan maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat menghambat masuknya investor asing sehingga mengurangi lapangan kerja. Tujuan akhir dari pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan terus meningkat. Jika

tingkat pengangguran disuatu daerah relatif tinggi, hal ini akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah diimpikan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti hal-hal tersebut diatas dengan judul Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, investasi, inflasi dan Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, Inflasi dan Pengangguran berpengaruh baik secara parsial maupun Simultan terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, Inflasi, Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara baik secara parsial maupun secara simultan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberi manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan yaitu: 1. Penulis, mengetahui dan menambah pengetahuan tentang struktur perekonomian, kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu dan

perbandingan kemajuan perekonomian daerah lain dengan Provinsi Sumatera Utara. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Sebagai informasi mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, inflasi dan pengangguran terhadap Pendapatan Daerah. 3. Akademis,Sebagai bahan referensi bagi Peneliti lain untuk Penelitian selanjutnya tentang Pendapatan Daerah Diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sejenis sebelumnya. 1.5. Originalitas Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sentosa dan Rahayu (2005), dalam penelitiannya menemukan Faktor-faktor Total pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kediri. Adapun perbedaan utama penelitian ini adalah bahwa fokus perhatian akan dilakukan terhadap Provinsi Sumatera Utara, periode penelitian dan variabelnya. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Sentosa dan Rahayu (2005), diantaranya: 1. Fokus perhatian akan dilakukan terhadap Provinsi Sumatera Utara. Pertimbangan utamanya adalah bahwa daerah sesungguhnya merupakan ujung tombak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Daerah secara langsung mengetahui preferensi masyarakat lokal dan potensi sumber daya daerah. Hal ini juga dapat disinyalir dari perkembangan jumlah daerah

kabupaten/kota yang terus meningkat sejak diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah. 2. Data pendapatan daerah, PDRB, Investasi, inflasi, dan tingkat pengangguran pada umumnya dibuat setiap tahun sehingga dapat digunakan untuk membandingkan besarnya pendapatan daerah dari tahun ke tahun. Analisis ini berguna untuk menilai seberapa jauh Faktor eksternal yaitu PDRB, Investasi, Inflasi dan Pengangguran dapat memengaruhi Pendapatan Daerah. Sedangkan pada penelitian Sentosa dan Rahayu menggunakan variabel pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB terhadap PAD kabupaten Kediri. 3. Populasi dan sampel Sentosa dan Rahayu mengamati populasi Kabupaten Kediri dalam tenggang waktu 1989 2002 sedangkan replikasi penelitian ini mengamati populasi Provinsi Sumatera Utara dalam tenggang waktu 1991 2011 ( 21 tahun).