II. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, arif dan bijaksana untuk kesejahteraan manusia serta dijaga

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori good governance mengharuskan penggunaan atau upaya untuk merancang

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. bibit tanaman hutan dan jenis tanaman serbaguna Multi Purpose Tree Species

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREDARAN KAYU RAKYAT

23 APRIL 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

Implementasi Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negar

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kendaraan di kota-kota besar di Indonesia setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 2 - Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundan

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 18 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

CONTOH-CONTOH TEORI. Gambar 1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IJIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. mendefinisikan hutan sebagai sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan

Tugas Makala Agroforestry. Oleh (A ) SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal. Pengelolaan hutan di Negara Indonesia sepenuhnya diatur dan

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang. paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini

BUPATI POI{TIANAK PERATURAN BUPATI PONTIANAK

IMPLEMENTASI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Kota Magelang) ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris yang terletak di daerah trofis dengan luas

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI HASIL PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) sebanyak desa (Renstra Kemenhut ), yang terdistribusi di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell

Transformasi No. 32 Tahun 2017 Volume I Halaman 1-75

BAB I PENDAHULUAN. Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa

BAB I PENDAHULUAN. penghasil kayu, yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan,baik

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM GREEN AND CLEAN DI KELURAHAN TANAMODINDI KECAMATAN MANTIKULORE

II. TINJAUAN PUSTAKA. disiplin ilmu sosial. Menurut Dye (dalam Agustino, 2008:7) kebijakan publik

this file is downloaded from

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pada intinya merupakan suatu rangkaian sistem yang trerdiri

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di suatu daerah diciptakan untuk membangun masyarakat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

Silabus. Standar Kompetensi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian... 12

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Model Mazmanian dan Sabatier

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan yang dibebani hak Pengelolaan hutan yang dibebani hak bukan hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam mengambil hasil hutan kayu yang ada di kawasan hutan negara akan tetapi kegiatan pengelolaan hasil hutan yang berasal dari hutan yang dibebani hak harus dapat ditujukan untuk mendayagunakan lahan masyarakat yang ditanami dengan jenis-jenis kayu buah-buahan maupun tanaman berkayu lainnya. Pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan dan dengan mengutamakan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, memelihara tata air, serta untuk memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa serta memacu pembangunan daerah. Pengembangan produksi hasil kayu dan non kayu yang diselenggarakan melalui upaya peningkatan pengusahaan hutan produksi, kayu rakyat, hutan tanaman industri dan upaya peningkatan produktivitas hutan alam yang didukung oleh penyediaan bibit hutan tanaman hutan yang unggul dan budidaya kehutanan yang tangguh. Kegiatan produksi hasil hutan dan pemanfaatannya dilanjutkan, disertai usaha penertiban dan pengamanan hutan serta peningkatan penanaman kembali hutan yang rusak. Pengusahaan hutan 7

harus mencegah terjadinya kerusakan dan pengaturan pendayagunaan serta perlindungan hutan perlu ditegakkan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pemanfaatan hasil hutan wajib disesuaikan dengan daya dukung sumber daya alamnya, agar kelestarian sumber daya hutan terjamin dan perusakan lingkungan dapat dicegah. Penganekaragaman produk dan produktivitas pengolahan hasil hutan dilanjutkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Permintaan pasar akan hasil hutan baik dalam maupun diluar negeri diusahakan dipenuhi melalui industri perkayuan yang memiliki nilai tambah yang tinggi dengan mutu serta harga bersaing. 2.2. Hutan yang Dibebani Hak/Kayu Rakyat Kayu rakyat mulai dikembangkan pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial yang berorientasi di pulau Jawa. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan Karang Kitri. Secara nasional, pengembangan kayu rakyat selanjutnya berada dibawah payung program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960 dimana Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun 1961 (Awang, 2001). Sampai saat ini kayu rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Di dalam kayu rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni), dan lain sebagainya. Sedang yang hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax

benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu yang hasil utamanya buah antara lain kemiri, durian, kelapa dan bambu (Awang, 2001). Terdapat beragam definisi kayu rakyat diantaranya menurut Zain (1998), hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik, yang lazimnya disebut dengan kayu rakyat dan dapat dimiliki oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama orang lain atau badan hukum. Hutan yang ditanam atas usaha sendiri di atas tanah yang dibebani hak milik lainnya, merupakan pula hutan milik dari orang/badan hukum yang bersangkutan. Istilah kayu rakyat adalah hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan P.51/Menhut-II/2006 jo. P.62/Menhut-II/2006 jo. P.5/Menhut-II/2007 jo. P.33/Menhut-II/2007 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal-Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang berasal dari Hutan yang dibebani hak yang dimaksud dengan Hutan yang dibebani hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah. Lahan masyarakat adalah lahan perorangan atau masyarakat di luar kawasan hutan yang dimiliki/digunakan oleh masyarakat berupa pekarangan, lahan pertanian dan kebun. Hasil Hutan kayu yang berasal dari hutan yang dibebani hak atau lahan masyarakat, yang selanjutnya disebut kayu rakyat adalah kayu bulat atau kayu olahan yang berasal dari pohon yang

tumbuh dari hasil budidaya dan atau tumbuh secara alami di atas hutan yang dibebani hak/rakyat dan atau lahan masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/KPTS.II/1997 tanggal 20 Januari 1997 bahwa kayu rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan atau pada tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar. Sasaran lokasi kayu rakyat adalah lahan yang terlantar. Lahan yang karena pertimbangan khusus misalnya untuk perlindungan mata air atau bangunan air. Lahan rnilik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan apabila dijadikan kayu rakyat dari pada tanaman semusim. Pemilihan jenis jenis tanaman untuk masing-masing daerah bisa berbeda tergantung pada situasi, kondisi keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu pada prinsipnya pemilihan jenis tanaman hendaknya dapat meningkatkan pendapatan petani dan melestarikan sumber daya alam. 2.3. Ijin UsahaIndustri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu adalah Industri untuk mengolah kayu bulat (KB) dan atau Kayu Bulat Kecil (KBK) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Perubahan kayu bulat ke kayu gergajian merupakan suatu proses sederhana dalam bentuknya yang elementer, terdiri atas penggergajian papan dari kayu bulat, membuat persegi pinggir-pinggirnya dengan menggergaji atau dengan memacak dan memotongnya menurut ukuran panjang. Untuk mencapai tingkat efisiensi yang maksimal maka dalam

melakukan proses ini perusahaan penggergajian modern sekarang ini telah menerapkan proses tehnik yang tinggi yang menggunakan pengamat elektronik dan komputer untuk mengatur langkah langkah penting dalam operasinya. 2.4. Implementasi Kebijakan Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama (Iskandar, 2013). Jadi implementasi dimaksudkan sebagai tindakan individu publik yang diarahkan pada tujuan serta ditetapkan dalam keputusan dan memastikan terlaksananya dan tercapainya suatu kebijakan serat memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama. Sehingga dapat tercapainya sebuah kebijakan yang memberikan hasil terhadap tindakan-tindakan individu publik dan swasta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang atau kepentingan baik pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah

ditetapkan, implementasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan atau merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai. Kebijakan sebagai suatu program pencapain tujuan, nilai-nilai dan tindakantindakan yang terarah dan kebijakan juga merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan kesulitan-kesulitan dan kemungkinan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sementara itu Mustopawijaya (2004), merumuskan kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi, baik publik atau bisnis, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan tertentu berisikan ketentuan-ketentuan yang berisikan pedoman perilaku dalam pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dengan unit organisasi atau pelaksana maupun kelompok sasaran dimaksud. Implementasi kebijakan (policy implementation) merupakan proses lebih lanjut dari tahap formulasi kebijakan, bila pada tahap formulasi ditetapkan strategi dan tujuan kebijakan, maka tahap implementasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah diformulasikan selain itu juga implementasi kebijakan merupakan sebuah field study, ini dikembangkan dan mulai mendapat perhatian yang luas pada tahun 1970an ketika Jefrey Presman dan Aaron Wildavsky pada tahun 1973 menerbitkan buku yang berjudul

Implementation. Sejak itu studi implementasi semakin berkembang yang dimulai oleh generasi pertama para peneliti yang lebih menonjolkan studi kasus untuk memahami mengapa banyak kebijakan nasional gagal diimplementasikan oleh pemerintah daerah. Studi implementasi kemudian berkembang ke arah perumusan model-model implementasi untuk menjelaskan fenomena kegagalan tersebut dan ini banyak dilakukan oleh generasi kedua. Di dalam perkembangan terakhir studi implementasi lebih banyak diarahkan untuk membawa studi implementasi menjadi lebih scientific dengan menggunakan pendekatan yang lebih kuantitatif dalam pembuktian model-model yang mereka kembangkan oleh para peneliti generasi kedua (Purwanto, 2004). Melihat kenyataan semakin kompleksnya berbagai persoalan yang dihadapi pada tahap implementasi kebijakan, maka sejak itu pula masalah implementasi kebijakan mendapat perhatian yang cukup serius. Keadaan tersebut didukung oleh berbagai pernyataan yang menganggap bahwa tahap implementasi kebijakan itulah ujian yang sangat menentukan terhadap berhasil atau tidaknya suatu kebijakan yang sudah dirumuskan. Dengan kata lain, keberhasilan perumusan kebijakan belum menjadi ukuran berakhirnya suatu kegiatan. Kebijakan tersebut masih harus diuji pelaksanaannya, oleh karena itu pelaksana kebijakan harus memahami betul tujuan, sasaran dan kriteria keberhasilan, sumber daya yang dibutuhkan serta kesulitan-kesulitan yang mungkin akan dihadapi. Sebab tanpa kejelasan dan informasi lengkap, maka suatu kebijakan akan menemui berbagai hambatan dalam implementasinya.

Winarno (2012) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan juga merupakan arah tindakan sejumlah aktor dalam mengatasi masalah atau suatu persoalan. Di samping itu kebijakan publik dapat juga merupakan serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam bidang-bidang isu (issue areas) yaitu arah tindakan aktual atau potensial dari pemerintah yang didalamnya terkandung konflik diantara kelompok masyarakat (Dunn, 2003). Menurut Goerge (2003) implementasi kebijakan adalah suatu tahapan kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik, sementara itu suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Sedangkan Wibawa dalam Tangkilisan (2003) berpendapat impelementasi Kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan Pemerintah. Tahap implementasi kebijakan pada posisi yang berbeda, namun pada prinsipnya setiap kebijakan publik selalu ditindaklanjuti dengan implementasi kebijakan (Wahab, 1991). Oleh karena itu, implementasi merupakan tahap yang

sangat menentukan dalam proses kebijakan Ripley dan Franklin (1982) dalam Tarigan (2000) dan Wibawa dkk (1994). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Edwards (1984) bahwa tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat. 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Kayu Rakyat Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemanfaatan kayu rakyat di kabupaten Deli Serdang, dalam penelitian ini dijadikan variabel bebas (independent variable). Dalam menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pemanfaatan kayu rakyat penulis mencoba mengacu pada beberapa model yang dikembangkan oleh beberapa ahli studi implementasi kebijakan seperti : Meter dan Horn, Grindle, Sabatier dan mazmanian serta George C. Edward III. Berangkat dari pendapat para ahli studi implementasi dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan di lapangan. Temuan terhadap faktor-faktor tersebut diformulasikan dan disesuaikan dengan pendapat dari beberapa ahli studi implementasi. Adapun beberapa model studi implementasi yang dikembangkan beberapa ahli, sebagai berikut :

a. Model proses implementasi, Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2004 mengatakan bahwa implementasi kebijakan akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan, terutama dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan relatif tinggi. Menurut Wibawa (1994) jalan yang menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variable (variabel bebas), yaitu : (1) Standard and objective, (2) Resources, (3) Interorganizational communication and enforcement activities, (4) Characteristics of implementing agencies, (5) Economic, political and social conditions, dan (6) The disposition of implementors. b. Model pengaruh pelaksana pada implementasi, Grindle mengatakan bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual, dengan penyediaan dana, maka implementasi kebijakan dilakukan. Pelaksanaannya sendiri tergantung pada implementability dari program, yang dapat dilihat dari : isi kebijakan yang mencakup 1) kepentingan yang terpengaruhi, 2) jenis manfaat, 3) derajat perubahan, 4) kedudukan policy maker, 5) siapa pelaksananya, 6) sumber daya ; dan konteks kebijakan yang mencakup 1) kekuasaan, kepentingan dan strategi pelaksana, 2) karakteristik lembaga, 3) kepatuhan dan daya tanggap (Wibawa, 1994). c. Model proses implementasi kebijakan, Sabatier dan Mazmanian mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuantujuan formal pada keseluruhan proses implementasi menjadi tiga kategori besar, yakni : (1) Karakteristik masalah, seperti : keragaman perilaku kelompok

sasaran, sifat populasi, derajat perubahan perilaku yang diharapkan, (2) Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, seperti : kejelasan tujuan, sumber keuangan yang mencukupi, integritas organisasi pelaksana, diskresi pelaksana, (3) faktor-faktor diluar peraturan, seperti : kondisi sosio-ekonomi, perhatian pers terhadap masalah kebijakan, dukungan publik, sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama, dukungan kewenangan, komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana. d. Model implementasi kebijakan dari George C. Edward III, yang dimulai dengan pertanyaan: prakondisi-prakondisi apa untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Berkaitan dengan pertanyaan ini, Edward menjawab bahwa yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan ada empat variabel krusial yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap para pelaksana dan struktur birokrasi (Winarno, 1989). Berdasarkan beberapa pendapat ahli studi implementasi diatas, dapat diformulasikan dalam Grand Theory, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (a) Faktor kebijakan: tipe kebijakan, manfaat kebijakan, lokasi pengambil keputusan, scope tujuan kebijakan, legitimasi pembuat kebijakan, persepsi tentang kebijakan, (b) faktor organisasi: tipe organisasi, ukuran organisasi, interdependensi, implementation structure, resources, budaya organisasi, (c) faktor lingkungan: kondisi sosial, ekonomi dan budaya, kondisi demografis (Effendi, 2000).