: risk of young married woman, mother s education, reproductive health knowledge

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB.

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN USIA KAWIN PERTAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

UNIVERSITAS UDAYANA LUH GD. DWI KARTIKA PUTRI

Priyanti 1, Maya Fitria 2, Erna Mutiara 2 ABSTRACT

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PRAKTEK PENCEGAHAN KEHAMILAN USIA MUDA

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

Faktor Penyebab Pernikahan Dini di Kelurahan Sampara Kabupaten Konawe

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKAWINAN USIA MUDA PADA PENDUDUK KELOMPOK UMUR TAHUN DI DESA PUJI MULYO

HUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN DINI DI KELURAHAN PANGLI KECAMATAN SESEAN KABUPATEN TORAJA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK

Abortus Spontan pada Pernikahan Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN DINI DI KELURAHAN SIMPANG TUAN KECAMATAN MENDAHARA ULU TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2015

*Arip Ambulan Panjaitan, *Ria Damayanti, *Hesty Wiarisa, *Kiki Lusrizanuri. *Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Kapuas Raya Sintang

Achmad Setya Roswendi 1, Wandi Suhandi 2

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

Siti Zubaidah Harahap¹, Heru Santosa², Erna Mutiara³

HUBUNGAN PERSEPSI PENERAPAN FUNGSI KELUARGA DENGAN PERNIKAHAN DINI PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN PRACIMANTORO, KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

SIKAP DAN STATUS EKONOMI DENGAN PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA PUTRI

Policy Brief Determinan Kehamilan Remaja di Indonesia (Analisis SDKI 2012) Oleh: Nanda Wahyudhi

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS. (Jurnal) Oleh AYU FITRI

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU MENIKAH DINI USIA DI BAWAH21 TAHUN di RT 11 WILAYAH KELURAHAN KELAYAN TIMUR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI DESA KARANGJATI KABUPATEN SEMARANG

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKEM SLEMAN TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Pernikahan Dini Pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN TAHUN 2015

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

PENGARUH PERNIKAHAN DINI TERHADAP TERJADINYA PARTUS LAMA EFFECT OF EARLY MARRIAGE OF OCCURRENCE PARTUS

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, USIA DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD DI DESA TANGGAN GESI SRAGEN NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

DETERMINAN PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN KALIANDA

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

ABSTRACT PENGARUH PENDIDIKAN, PEKERJAAN, USIA KAWIN PERTAMA, PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

Alumni S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro **)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PEREMPUAN DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KUA WILAYAH KERJA KECAMATAN PURBOLINGGO

JURNAL KESEHATAN DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF MIDWIFERY AND HEALTH)

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Usia mahasiswa berkisar antara tahun. Menurut

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

Abstract. Healthy Tadulako Journal 11. Hubungan antara pendampingan persalinan...( Abd. Halim, Fajar, Nur)

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU PACARAN PADA PELAJAR SLTA DI KOTA SEMARANG NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

ABSTRACT. Keywords: Perception, Availability of Information Media, Courageous Risk Behavior Literature: 42 ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempertahankan keluarga (Biresaw, 2014). Pernikahan dapat terjadi pada usia

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. selain jumlah sangat besar (menurut BPS tidak kurang dari 43,6 juta j iwa atau

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG.

Transkripsi:

HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN RISIKO WANITA PUS MUDA DI DESA CANDIGARON KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017 Thoriq Rizky Pratama*, Djoko Nugroho, Dharminto Bagian Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang *Email: thory_rama@yahoo.co.id ABSTRACT The risk of young married woman is a woman who has been married for less than 20 years.health impact is the risk of maternal death during childbirth.factors of knowledge, education, culture become the cause. Every year there is a risk of young married women in village, Sumowono district, Semarang regency for the last five years (2013-2017).The objective of the study was to analyze the relationship of reproductive health knowledge and maternal education with the risk of young married women.the type of research is explanatory research with case control study approach because the number of cases occur slightly.the case population is the first married woman with age less than 20 years.the control population is the first married woman with the age of 20-35 years(889 women).the sample case is the total population with 30 respondents.the control sample has the same number of cases (30 respondents).the total sample is 60 respondents.data were analyzed by univariate and bivariate.bivariate analysis was conducted with descriptive and analytic bivariate.descriptive bivariate uses frequency distribution and analytic bivariate with chi square. The results of the study provide information that there is no correlation between reproductive health knowledge (p=0,071 OR 2,983 with 95% CI = 1,044-8,527) and no mother s education relationship (p = 0,127 OR 3,250 with 95% CI=0,888-11,899) with risk of young married woman.advice given to young women is to form PIK Remaja with the aim of delaying the first marriage age and for KUA by facilitating PIK Remaja and socializing marriage law and the impact of young marriage. Keywords : risk of young married woman, mother s education, reproductive health knowledge PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi sebesar 1,49 % per tahun. LPP tahun 2010 melebihi target yang ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 sebesar 1,1 %.Angka fertilitas total (TFR) dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia pada tahun 2002 sebesar 2,6 anak per perempuan 66

usia reproduksi, SDKI tahun 2007 sebedar 2,6 anak per perempuan usia reproduksi, dan SDKI tahun 2012 sebesar 2,6 anak per perempuan usia reproduksi. Tiga hasil SDKI ini tidak sesuai target RPJMN 2010-2014 (sebesar 2,1 anak per perempuan usia reproduksi). 1 Usia kawin pertama pada perempuan yang masih kurang dari 20 tahun menunjukkan bahwa Indonesia belum bisa mengentaskan pernikahan muda yang berujung pada bertambahnya PUS muda. Umur perkawinan pertama merupakan indikator dimulainya seorang perempuan berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Wanita PUS muda akan mempunyai rentan waktu untuk hamil dan melahirkan pada waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan wanita yang menikah pada usia yang lebih tua. 2 Wanita PUS muda pada sejatinya merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa tanpa melihat status pernikahannya. Adolescent atau remaja adalah periode kritis peralihan dari anak menjadi dewasa. Remaja mengalami perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial yang berlangsung secara sekuensial. Pada anak perempuan tanda pertama pubertas terjadi pada usia 8 tahun sedangkan anak laki-laki terjadi pada usia 9 tahun. Faktor genetik, nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya dianggap berperan dalam awal pubertas. Perubahan fisik yang terjadi pada periode pubertas ini juga diikuti oleh maturasi emosi dan psikis. Secara psikososial, pertumbuhan pada masa remaja (adolescent) dibagi dalam 3 tahap yaitu early, middle, dan late adolescent. Masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri. Segala sesuatu yang mengganggu proses maturasi fisik dan hormonal pada masa remaja ini dapat mempengaruhi perkembangan psikis dan emosi sehingga diperlukan pemahaman yang baik tentang proses perubahan yang terjadi pada remaja dari segala aspek. 3 Salah satu aspek dari proses perubahan yang terjadi pada remaja adalah terdapat dorongan seksual. Dorongan seksual membawa akibat yang berupa daya tarik terhadap lawan jenis. Terdapat remaja memenuhi pengetahuan seks dengan cara terbuka atau dengan eksperimen dalam kehidupan seksualnya. Beberapa remaja mendapati informasi yang sumbernya tidak sesuai sehingga menimbulkan ketidakpahaman remaja. Ada hubungan positif antara pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja pada siswa kelas XI di SMA N Colomadu. 4 Remaja yang tidak mendapatkan informasi yang benar dan sesuai akan jatuh pada sisi negatifnya seperti : seks bebas, kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan penderitaan dari HIV/AIDS. Terdapat hubungan positif reproduksi remaja dengan perilaku seksualnya pada siswa SMA di Baturraden dan Purworejo. 5 Hamil diluar nikah merupakan faktor dominan terjadi pernikahan usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei 67

Tuan. 6 Dorongan seksual yang didasari reproduksi kurang mendorong terjadi risiko seks bebas, kehamilan tidak diinginkan serta pernikahan usia muda. Pernikahan usia muda yang terjadi 20 tahun merupakan tanda bahwa terjadi pelanggaran terhadap UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. UU nomor 35 tahun 2014 menyatakan bahwa usia anak adalah dibawah 18 tahun dan orang tua bertanggung jawab untuk mencegah pernikahan pada usia ini. Pernikahan usia muda mengingkari hak anak untuk memperoleh pendidikan, bermain, dan memenuhi potensi mereka karena dapat mengganggu atau mengakhiri pendidikannya. Pernikahan usia muda dapat meningkatkan risiko seorang perempuan terhadap penyakit dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan dini. 7 Pernikahan usia muda pada perempuan yang mempunyai risiko kesehatan disebabkan oleh faktor pengetahuan, pendidikan, kultur. Salah satu faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda adalah pengetahuan. 8 Orang tua sangat berperan dalam penyediaan informasi, rujukan, dan pemahaman tentang seksualitas pada anak. 9 Proses penyampaian konteks-konteks atau informasi ini merupakan komunikasi. 10 Hubungan emosional orangtua-anak pada waktu yang lama akan menentukan kemandirian seorang anak. 11 Faktor berikutnya merupakan pendidikan, banyak orang tua dan anak yang belum mengerti tentang pentingnya melanjutkan pendidikan. Pendidikan bagi pemikiran tradisional cukup tamat SD dan bila telah bekerja maka pendidikan tidaklah penting. 12 Kecenderungan setelah terjadi pernikahan adalah mereka mengalami drop out dari sekolah dan memperoleh tingkat pendidikan yang rendah, penurunan status sosial dalam keluarga, risiko kematian ibu saat melahirkan pada usia muda serta kehilang hak kesehatan reproduksi. 2 Faktor kultur pernikahan usia muda terjadi bagi perempuan karena masih permisif. UU perkawinan no 1/ 1974 masih melegalkan pernikahan dibawah 20 tahun. Tren kejadian pernikahan usia muda merefleksikan bahwa pernikahan telah diatur atau karena terjadi kehamilan di luar nikah. 2 Orang tua merasa khawatir dengan perkembangan seksual yang tidak dikehendaki sehingga sesegera mungkin menikahkan anak perempuannya. 13 Pernikahan usia muda pada perempuan disegerakan disebabkan oleh kekhawatiran orang tua. Orang tua merasa khawatir pada perkembangan seksual anak yang mengarah kepada perilaku seksual pranikah dan kehamilan tidak diinginkan. 7 Pernikahan usia muda pada anak perempuan masih terjadi di Desa yang berada di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Bersumber dari KUA Sumowono, usia 16-19 tahun mempelai perempuan menikah untuk tiga tahun terakhir (2013, 2014, 2015) cenderung tetap. 68

Usia 16-19 tahun mempelai perempuan di desa masih tinggi (18 orang) pada tahun 2015. Selama lima tahun terakhir terdapat 30 wanita PUS muda dari tahun 2013-2017. Perkawinan dibawah usia 16 tahun masih dijumpai di desa sejumlah 3 orang mempelai wanita pada tahun 2015. Penuturan dari kepala KUA, kejadian ini disebabkan oleh keadaan ekonomi. Orang tua beranggapan ketika anaknya menikah maka anak dapat mengurangi beban ekonomi keluarga. Latar belakang pendidikan orang tua yang masih rendah juga membuat alur pikirnya sempit. Mereka memilih jalan menikahkan anaknya lebih dini. Petugas desa setempat juga memberi informasi bahwa sebagian besar orang tua merasa bangga ketika anak perempuannya menikah dibawah usia 20 tahun. Mereka mempunyai pendapat bahwa anak perempuan yang belum menikah diatas 20 tahun dianggap tidak laku. Kejadian pernikahan usia muda di desa Sumowono perlu dikaji lebih dalam sehingga peneliti ingin menganalisis pengetahuan kesehatan reproduksi dan pendidikan ibu dengan risiko pernikahan usia muda. Peneliti berharap dari hasil analisis dapat memberikan suatu saran atau pendekatan yang baru untuk menanggulangi risiko pernikahan usia muda. Pernikahan usia muda di Desa yang berada di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, bersumber dari KUA Sumowono, usia 16-19 tahun mempelai perempuan menikah untuk lima tahun terakhir (2013-2017) mempunyai kecenderungan tren yang tetap. Pernikahan usia muda yang terjadi pada usia < 20 tahun mendorong semakin bertambah wanita PUS muda. Wanita PUS muda yang menikah semakin dini mempunyai risiko semakin banyak rentan kehamilan dan persalinan semasa suburnya. Wanita PUS muda terjadi disebabkan oleh faktor pengetahuan dan pendidikan. Hal ini memunculkan suatu masalah Apakah terdapat hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dan pendidikanibu dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono kabupaten Semarang tahun 2017?. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik (Explanatory Research) yang menjelaskan hubungan variabel bebas yaitu reproduksi dan pendidikan ibu dengan variabel terikat yaitu risiko wanita PUS muda. Desain penelitian ini adalah case control study yaitu pengambilan data variabel dilakukan pada waktu yang lampau dengan batasan pernikahan pertama pada wanita di desa Sumowono tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Populasi kasus adalah seluruh wanita yang telah menikah pertama berusia < 20 tahun dan populasi kontrol adalah seluruh wanita yang menikah pertama berusia 20 tahun dan kurang dari 35 tahun (889 wanita 69

PUS). Sampel terbagi menjadi dua, sampel kasus penelitian ini adalah total populasi dan sampel kontrol adalah sejumlah wanita PUS yang menikah normal. Sumber data primer berupa jawaban responden yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden. Sedangkan data sekunder berasal dari monografi desa. Data pendukung penelitian ini adalah pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan uji chisquare. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat Variabel f % Wanita PUS Muda Tidak (Kontrol) 30 50,0 Ya (Kasus) 30 50,0 Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Baik 30 50,0 Kurang 30 50,0 Pendidikan Ibu Lanjut 46 76,7 Dasar 14 23,3 70

B. Analisis Bivariat Variabel Bebas Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Baik Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Kurang Risiko Wanita PUS Muda Tidak Total Ya (Kasus) (Kontrol) f % f % f % 19 63,3 11 36,7 30 50,0 11 36,7 19 63,3 30 50,0 OR (CI 95%) 2,983 (1,044-8,527) Pendidikan Ibu Lanjut 26 86,7 20 66,7 46 76,7 3,250 (0,888- Pendidikan Ibu Dasar 4 13,3 10 33,3 14 23,3 11,899) Berdasarkan hasil univariat diperoleh informasi bahwa sebagaian dari total responden (50,0%) adalah risiko wanita PUS muda, setengah dari total responden (50,0%) mempunyai reproduksi kurang, dan lebih dari tiga perempat total responden (76,7%) mempunyai pendidikan ibu lanjut. Hasil uji statistik dengan nilai signifikansi Continuity Correction (0,071) yang lebih dari 0,05 pada reproduksi dengan risiko wanita PUS muda menunjukkan hipotesis penelitian ditolak. Hipotesis penelitian yang ditolak mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono.Hasil serupa dengan uji Continuity Correction (0,127) yang berasal dari pendidikan ibu dengan risiko wanita PUS muda memberikan hasil tidak ada hubungan pendidikan ibu dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono. Risiko wanita PUS muda sebesar 50% diperoleh suatu informasi bahwa masih terjadi praktikpraktik pernikahan usia muda. Lima tahun terakhir di desa terdapat 30 kasus. Pernikahan usia muda merupakan salah satu risiko terlalu muda. Terlalu muda menikah, terlalu muda hamil dan terlalu muda melahirkan yang mempunyai dampak kesehatan kepada ibu dan anaknya. Pengetahuan kesehatan reproduksi kurang sebesar 50,0%, ini menunjukkan bahwa setengah dari total responden masih belum memahami reproduksi. Faktor dari dalam dirinya (faktro predisposisi) masih belum muncul suatu kesadaran tentang dampak menikah muda. Pendidikan ibu lanjut sebesar 76,7% dari total responden merupakan faktor predisposisi. Sebagian besar responden telah mempunyai jenjang pendidikan 9 tahun (sesuai wajib belajar dari pemerintah Indonesia). Namun kasus pernikahan usia muda tetap terjadi selama lima tahun terakhir di desa. 71

Pendidikan yang tinggi dapat menunda usia perkawinan tetapi fakta di lapangan ditemukan berbeda. Faktor predisposisi lain (nilai sosial-budaya), enabling dan reinforcing lain masih menjadi momok bagi perempuan usia muda. Hasil ini merupakan hasil inferensial yang melalui tahap uji non parametrik dengan uji statistik (chi square-continuity correction). Ini dapat mempunyai makna bahwa data yang terkumpul tidak dapat membuktikan adanya hubungan reproduksi dengan risiko wanita PUS muda. Hasil ini tidak dapat digunakan untuk mewakili populasi karena terdapatnya bias seleksi dan bias informasi. Bias seleksi baik kasus maupun kontrol tidak dapat dihindari ketika peneliti berada di lapangan tetapi diusahakan seminimal mungkin. Dari pemilihan kasus diusahakan merupakan pernikahan yang terjadi tidak karena kasus hamil di luar nikah melainkan karena telah keinginan sendiri atau sukarela. Pada kelompok kontrol, peneliti juga berusaha mendapatkan responden yang berada atau bertempat tinggal di dekat tempat tinggal kasus dan yang menikah pertama pada usia diatas 20 tahun. Bias informasi merupakan dominan yang terjadi pada hasil penelitian ini. Peneliti telah berusaha meminimalkannya dengan bentuk pertanyaan masa lampau. Peneliti menanyakan kembali pada saat sebelum menikah kepada responden. Responden telah belajar sehingga pengetahuannya bertambah. Pada kegiatan belajar terdapat masukan, proses, dan keluaran. Masukan dan proses pada responden dapat terjadi pada saat akan menikah, ketika menikah, atau bahkan setelah menikah sampai dengan peneliti datang mengambil data. Keluaran responden ditemukan oleh peneliti ketika datang mengambil data. Bentuk pertanyaan yang restropektif belum tentu dijawab oleh responden dengan tepat karena telah ada masukan baru sehingga bias informasi terjadi. Pengetahuan ibu yang tidak sesuai dengan teori tidak berhubungan dengan risiko wanita PUS muda merupakan suatu domain perilaku. Pada penelitian ini perilaku menikah pada usia kurang dari 20 tahun. Determinan perilaku dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari responden penelitian adalah pengetahuan dan tingkat pendidikan. Pada bahasan pengetahuan, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap kesehatan reproduksi. Pada prosesnya pengetahuan berawal dari kesadaran. Ketika responden menjumpai tetangga yang menikah muda, berkumpul dengan teman atau tetangga, berada di sekolah sampai sebelum peneliti datang responden mulai sadar tentang kesehatan reproduksi sehingga timbul rasa tertarik untuk mencaritahu lebih tentangnya. Berawal dari pengetahuan muncullah sikap yang lalu dilakukan dengan suatu tindakan. Tindakan menikah muda atau menikah diatas 20 tahun tidak sekedar dipengaruhi oleh faktor pengetahuan tetapi juga ada 72

faktor-faktor lain yang lebih dominan. Faktor lain dapat berupa faktor eksternal. 14 Pengujian Hipotesis dengan Uji Non Parametrik Pendidikan Ibu dengan Risiko Wanita PUS Muda di Desa Kecamatan Sumowono tahun 2017 didapatkan informasi yaitu Pendidikan Ibu yang tidak mempunyai hubungan dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono tahun 2017. Ini menandakan bahwa hasil tidak sesuai dengan teori. Kenyataan yang ditemukan di lapangan ditemukan bahwa budaya menjadi faktor dominan. Peneliti mendapatkan informasi secara lisan dari hampir sebagian besar responden yang terbuka dalam wawancara bahwa terdapat kebiasaan-kebiasaan menikah setelah SMP. Beberapa tahun yang lalu kejadian nikah usia muda (<20 tahun) atau nikah dini (<16 tahun) sering terjadi setelah SD. Beberapa usaha telah dilakukan oleh perangkat desa dan tokoh masyarakat menanggulangi hal ini sehingga terjadi peningkatan usia kawin pertama pada masyarakat desa. Pada beberapa tahun belakangan (5 tahun terakhir), pernikahan terjadi setelah SMP dan sebelum berusia kurang dari 20 tahun bagi seorang wanita di desa merupakan hal yang wajar. Orang tua pun tidak begitu menuntut anaknya melanjutkan ke jenjang lebih tinggi setelah SMP sehingga kebanyakan responden ada yang hanya bekerja sebagai penjaga toko, bantu di ladang atau cari rumput. Potensi wanita yang seharusnya lebih besar tidak dapat berkembang karena pendidikan yang hanya sebatas SMP. Suatu penelitian ada hubungan yang kompleks antara perkawinan usia anak dan pendidikan di Indonesia. Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun (pengantin anak) memiliki tingkat pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan yang belum menikah, khususnya setelah sekolah dasar (SD). Selain itu, anak yang menikah lebih muda memiliki pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang menikah lebih tua. Anak perempuan cenderung tidak melanjutkan sekolah setelah mereka menikah. Persentase perkawinan usia anak perempuan usia 20-24 tahun semakin kecil sejalan dengan meningkatnya capaian pendidikan. Persentase perkawinan usia anak perempuan yang lulus SD (40,5 persen) berbeda sangat tajam dengan mereka yang melanjutkan sekolah sampai lulus sekolah menengah atas (5,0 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa berinvestasi dalam pendidikan sekolah menengah untuk anak perempuan, khususnya untuk menyelesaikan sekolah menengah atas, adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan anak perempuan mencapai usia dewasa sebelum menikah. Tingkat pencapaian pendidikan yang lebih tinggi akan mendorong penundaan perkawinan sampai dewasa. 7 Pendidikan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Seseorang dengan 73

tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dengan tingkat pendapatan tinggi. 15 Data yang digunakan memberikan informasi yang terbatas tentang pengetahuan kesehatan reproduksi dan pendidikan ibu dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono tahun 2017. Sehingga hasil ada yang tidak sesuai teori. Variabel reproduksi tidak mempunyai hubungan dengan risiko wanita PUS muda sehingga peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain. Keterbatasan dari peneliti adalah sumber primer berasal dari wawancara saja yang menggunakan daya ingat responden. Daya ingat sangat berperan dalam setiap jawaban responden sehingga jawaban respnden dapat berbeda dengan apa yang seharusnya peneliti tanyakan dengan kejadian yang terjadi pada masa lalunya. Ingatan yang lama dapat terlupakan, responden merasa pernah mendengar atau melihat, responden mendapatkan informasi baru dan dapat pula responden yang mengalami pernikahan usia muda lalu mencoba mencaritahu sehingga jawaban yang seharusnya dijawab ketika masa lalu telah beruah dan bertambah. Maka peneliti merekomendasikan pada peneliti selanjutnya untuk desain case control study perlu catatancatatan yang dapat dipertanggunjawabkan sebagai data primer ataupun data pendukung penelitian bagi masing-masing responden. KESIMPULAN 1. Risiko wanita PUS muda sebesar 50%, reproduksi kurang sebesar 50,0%, pendidikan ibu lanjut sebesar 76,7%. 2. Pengetahuan kesehatan reproduksi baik (63,3%) lebih besar dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (36,7%) tidak menjadi risiko wanita PUS muda. Nilai OR sebesar 2,983 dengan 95% CI=1,044-8,527. Pendidikan ibu lanjut (86,7%) lebih besar dibandingkan persentase responden dengan pendidikan ibu dasar (13,3%) tidak menjadi risiko wanita PUS muda. Nilai OR sebesar 3,250 dengan 95% CI=0,888-11,899. 3. Tidak ada hubungan reproduksi dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono tahun 2017 dengan uji continuitycorrection (pvalue0,071). 4. Tidak ada hubungan pendidikan ibu dengan risiko wanita PUS muda di desa Sumowono tahun 2017 dengan bivariat deskriptif dan inferensial (p-value0,127). 74

SARAN 1. Perempuan usia muda Membentuk PIK remaja dengan fokus utama untuk menunda usia kawin pertama. Kelompok remaja yang berfokus pada penundaan usia kawin dapat mengurangi nilai-nilai budaya yang masih mengakar di masyarakat. Semakin kuat ikatan antar remaja dalam kelompok maka akan semakin kuat pula sikap dan praktik pencegahan terhadap pernikahan usia muda. 2. Kantor Urusan Agama (KUA) Lebih aktif memberikan informasi tentang UU perkawinan kepada anak perempuan yang masih dibawah 20 tahun. Membantu PIK Remaja di desa dengan fasilitasi kelompokkelompok remaja putri yang berfokus pada penundaan usia kawin pertama. Pemberian sosialisasi tentang UU Perkawinan dan dampak kesehatan dari nikah muda. KUA dapat lebih mendukung riset lebih lanjut tentang isu perkawinan usia muda dengan cara bermitra dengan perguruanperguruan tinggi sehingga dapat meningkatkan ketertarikan calon peneliti. DAFTAR PUSTAKA 1. BKKBN. Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Tahun 2010-2035 (Penyesuaian dengan Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035). BKKBN. Jakarta; 2014. 2. BKKBN. Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi Di Indonesia: Akar Masalah & Peran Kelembagaan Di Daerah [Internet]. JAKARTA: Direktorat Analisis Dampak Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; 2012. Available from: http://www.un.org/en/devel opment/desa/population/pu blications/pdf/popfacts/pop Facts_2011-1.pdf 3. Batubara JRL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatr [Internet]. 2010;12(1):21 9. Available from: http://saripediatri.idai.or.id/ pdfile/12-1-5.pdf 4. Riske Chandra Kartika K. Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI di SMA N Colomadu. Gaster. 2013;10(1):77 84. 5. Wijayanti R, Swasti K, Rahayu E. Hubungan Tingak Pengetahuan Kesehatan Reproduksi terhadap Perilaku Seksual Remaja pada Siswa SMA di Kecamatan Baturraden Purwokerto. Keperawatan Soedirman (The Soedirman J Nursing) [Internet]. 2007;2(2):88 94. Available from: 75

http://jos.unsoed.ac.id/inde x.php/keperawatan/article/v iew/266 6. Naibaho H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang). 2013; 7. Badan Pusat Statistik. Kemajuan yang Tertunda : Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. 2015. 8. Harahap SZ, Santosa H, Mutiara E. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2014. 2014;1 10. 9. Ambarwati R. PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH ( Di TK SBI Kroyo, Karangmalang, Sragen ). 2013;197 201. 10. West R, Turner LH. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi 3. 3rd ed. Setyaningsih N, editor. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika; 2008. 11. Dewi AAA, Valentina TD. Hubungan Kelekatan Orangtua-Remaja dengan Kemandirian pada Remaja di Smkn 1 Denpasar. J Psikol Udayana. 2013;1(1):181 9. 12. Nurhasanah U, Susetyo. Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kota Baru Kecamatan Padangratu Kabupaten Lampung Tengah. J Sosiol. 2013;15:34 41. 13. United Nations Children s Fund Innocenti Research Center. Early Marriage: Child Spouses. Innocenti Dig [Internet]. 2001;7(7):1 29. Available from: http://www.unicefirc.org/publications/pdf/dige st7e.pdf 14. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Rineka Cipta; 2007. 15. Said A, Riyadi, Larasaty P, Hartini S, Anam C, Hastuti A, et al. Indikator Kesejahteraan Rakyan Welfare Indicators 2016 Ketimpangan Pendidikan di Indonesia Education Inequality in Indonesia. Said A, Budiati I, editors. Badan Pusat Statistik; 2016. 76