BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

Reni Jayanti B ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan Narkotika sebagai suatu tindak pidana telah memunculkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan saat ini dimana moralitas masyarakat telah dihegomoni oleh perkembangan budaya negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Terkait upaya pemberian perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

BAB III PENUTUP. dalam perkara pelibatan anak dalam distribusi narkotika pada praktek. anak segera lepas dari rasa trauma.

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

I. PENDAHULUAN. cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika dan

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib demi terciptannya suatu pembangunan. Kehidupan dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur ini didukung oleh adanya suatu tatanan, karena adanya tatanan inilah kehidupan menjadi tertib 1. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah saling melengkapi dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa era globalisasi membawa dampak positif dan negatif terhadap kehidupan suatu bangsa. Berbagai informasi positif dan negatif yang datang dari berbagai negara di seluruh dunia mudah diterima dan memberikan pengaruh terhadap nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa. Peran ideologi Pancasila penting digunakan sebagai filter terhadap berbagai pengaruh yang datang dari luar tentu saja yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Semakin berkembangnya 1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 13. 1

2 zaman narkoba digunakan untuk hal-hal negatif 2. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan tetapi disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Bahaya penyalahgunaan narkotika dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual. Bahaya penyalahgunaan narkotika sangat besar pengaruhnya tergadap negara, jika sampai terjadi pemakaian narkotika sacara besar-besaran di masyarakat maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sakit, apabila terjadi demikian Negara akan rapuh dari dalam karena ketahanan nasional merosot. Selain berpengaruh terhadap individu (si pemakai) sendiri, pemakaian narkoba juga berpengaruh pula bagi masyarakat luas. Akibat-akibat adanya pemakaian narkoba antara lain: 1) meningkatnya kriminalitas atau ganguan kamtibmas; 2) menyebabkan timbulnya kekerasan baik terhadap perorangan atau antar kelompok; 3) timbulnya usaha-usaha yang bersifat illegal dalam masyarakat, misalnya pasar gelap narkotika dan sebagainya; 4) banyaknya kecelakaan lalu lintas; 5) menyebarkan penyakit tertentu lewat jarum suntik yang dipakai pecandu. Misalnya hepatitis B, hepatitis C dan HIV/AIDS; 6) dan lain-lain bentuk keabnormalan 3. Kejahatan narkotika bukan lagi dipandang sebagai kejahatan biasa (ordinary crime) melainkan sudah merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary 2 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 100. 3 Drs. Hari Sasangka, SH., MH, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2003), hlm. 25.

3 crime) 4. Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional dengan dilakukan dengan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas. Salah satu upaya yang rasional yang digunakan untuk menaggulangi peredaran narkotika adalah dengan pendekatan kebijakan hukum pidana. Sebagai tanggapan dari penyalahgunaan narkotika seperti diatas pemerintah dengan produk hukum berupa Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika berperan melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap narkotika, dalam undang-undang ini diatur juga mengenai prekursor narkotika karena prekursor narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika. Penggunaan narkotika agar memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia peredarannya harus diawasai secara ketat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai berikut: Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan Prekusor narkotika; dan d. Menjamin Pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan Pecandu narkotika. 4 Ar. Sujono, S.H. dan Bony Daniel, S.H. Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 212.

4 Hakim sebagai salah satu penegak hukum dan yang memimpin persidangan di Indonesia mempunyai tugas penting, dalam memutus suatu perkara sedapat mungkin Hakim pidana mencerminkan kehendak peraturan perundang- Undangan dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, selain itu sebagai dasar penting untuk diperhatikan oleh Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan sebagian telah diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, menyatakan : Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Perihal putusan Hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana 5, bentuk-bentuk putusan hakim dalam perkara pidana menurut KUHAP dapat berupa: a) Putusan Bebas (Vrijspraak); b) Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag van Alle Rechtsvervolging); c) Putusan Pemidanaan (Veroordeling). Pidana hakikatnya merupakan suatu nestapa, namun pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia 6. Fungsi sanksi pidana dalam hukum pidana, tidak menakut-nakuti atau mengancam para pelanggar, akan tetapi lebih dari itu, keberadaan sanksi tersebut juga harus dapat mendidik dan memperbaiki si pelaku. 5 Lilik Mulyadi, SH., M.H, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 119. 6 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 3.

5 Penyalahguna (narkotika) adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Sejak disahkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1997 (Undang-Undang Narkotika yang lama), Indonesia telah menempatkan diri di kancah dunia Internasional sebagai negara yang mendukung gerakan perang terhadap narkotika dan obat-obatan berbahaya. Perihal para penyalahguna ataupun pecandu narkotika, undang-undang tersebut telah memuat Pasal yang mengkriminalisasi pecandu sebagai pelaku tindak kejahatan yang harus dihukum tanpa mempertimbangkan sifat kecanduan yang dimiliki pecandu tersebut. Kriminalisasi menurut Soerjono Soekanto adalah sebuah proses dimana suatu perbuatan tertentu oleh masyarakat atau golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana dan proses tersebut kemudian berakhir dengan terbentuknya peraturan hukum pidana. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) diketahui bahwa kapasitas Lapas Khusus Narkotika di Indonesia tak mampu lagi menampung narapidana pelaku tindak pidana narkotika, sebab ada 16 Lapas Khusus Narkotika berkapasitas 6000 narapidana tetapi relitasnya harus menampung lebih dari 30.000 pasien. Jumlah kapasitas tersebut selalu kurang sebab pelaku tindak pidana narkotika semakin bertambah tiap tahunnya. 7 Perjalanan kriminalisasi terhadap para pecandu narkotika ternyata tidak juga dapat mengurangi tindak penyalahgunaan narkotika. Para pecandu yang telah mengikuti pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelaksanaan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, ketika keluar ternyata banyak yang tidak 7 http://jogja.tribunnews.com/2011/11/21/lapassustik-tak-mampu-tampung-pecandunarkoba

6 berubah, bahkan penggunaan narkotikanya semakin meningkat. Tentunya penjatuhan pidana terhadap penyalahguna narkotika bukanlah jawaban sempurna untuk pemberantasan penyalahgunaan narkotika di kalangan penyalahgunaanya. Pecandu pada dasarnya adalah merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika yang melanggar peraturan pemerintah, dan mereka itu semua merupakan warga negara Indonesia yang diharapkan dapat membangun negeri ini dari keterpurukan hampir di segala bidang 8. Berkaitan dengan masalah penyalahgunaan narkotika tersebut, diperlukan suatu kebijakan hukum pidana yang memposisikan pecandu narkotika sebagai korban, bukan pelaku kejahatan. Semangat memberantas peredaran tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika serta melindungi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika dengan mendorong menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial tidak hanya slogan semata, bahkan dirumuskan sebagai tujuan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana pasal 4 huruf c dan d. Terdapat pemisahan besar berkaitan dengan pengaturan ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu mengenai pemberantasan peredaran narkotika ditemukan antara lain dalam ketentuan Pasal 111 sampai dengan Pasal 115, sedangkan penyalahguna narkotika yang meliputi pecandu antara lain ditemukan dalam Pasal 127. Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa, 1) Setiap Penyalah Guna : 8 Moh. Taufik Makarao, Suhasril dan Moh. Zakky A.S, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 74.

7 a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongna II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. 3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 127 ayat (1) mengatur ketentuan pidana bagi para penyalahguna narkotika golongan I, II dan III, tersangka atau terdakwa yang tertangkap tangan tersebut harus dipidana penjara yang lamanya maksimal seperti terdapat diatas, tetapi disisi lain Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur bahwa pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Dapat dilihat diatas bahwa dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 ini ada frasa kata wajib yang berarti mewajibkan agar para pecandu narkotika dan korban Penyalahguna narkotika menjalani rehabilitasi baik medis maupun sosial. Hakim dapat mempertimbangkan jenis pidana apa yang paling sesuai untuk kasus tertentu dengan mengetahui efek dari berbagai sanksi pidana. Untuk pemidanaan yang sesuai, masih perlu diketahui lebih banyak mengenai si pembuat. Ini memerlukan informasi yang cukup tidak hanya tentang pribadi si pembuat, tetapi juga tentang keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan. Digunakannya pidana sebagai sarana untuk mempengaruhi tindak laku seseorang tidak akan begitu saja berhasil, apabila sama sekali tidak diketahui

8 tentang orang yang menjadi objeknya. Hal yang paling diinginkan dari pidana tersebut adalah mencegah si pembuat untuk mengulangi perbuatannya 9 Kejahatan narkotika yang semakin merajalela menuntut suatu aturan hukum yang tegas melalui pemidanaan yang berat, disamping mengadili, sekaligus membuat jera para pelaku hingga dapat menekan jumlah angka kejahatan yang berhubungan dengan narkotika sesuai program pemerintah selama ini yang sedang giat-giatnya memberantas penyalahgunaan narkotika. Di sisi lain, adanya ketentuan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika tersebut menjadi menarik untuk diteliti lebih dalam, terutama bila dilihat dari sudut pandang Hakim sebagai penegak hukum yang memimpin persidangan sedapat mungkin mencerminkan kehendak perundang-undangan dan nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika? 9 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 86.

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memperoleh data dan mengkaji mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pegetahuan, khususnya hukum pidana mengenai putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan perundangundangan hukum pidana tentang narkotika di Indonesia. 2. Praktis a. Bagi Penulis Menambah pengetahuan mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. b. Bagi Aparat Penegak Hukum Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum pidana tentang narkotika di Indonesia.

10 c. Bagi Masyarakat Diharapkan dengan membaca penelitian ini masyarakat luas semakin mengerti mengenai dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan hasil-hasil penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), penelitian mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika ini belum pernah ada dilakukan dalam topik dan permasalahan-permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini merupakan hal yang baru dan dapat disebut asli, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk dikritisi yang sifatnya konstruktif sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. F. Batasan Konsep Supaya pembahasan penelitian ini dapat terfokus dan tidak meluas, maka diberi batasan konsep seperti berikut: 1. Dasar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pokok atau pangkal suatu pendapat, yang meliputi ajaran atau aturan. 10 10 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

11 2. Pertimbangan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pendapat tentang baik dan buruk 11 3. Hakim menurut Pasal 1 ayat (8) KUHAP adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. 4. Putusan Pengadilan menurut ketentuan Pasal 1 ayat (11) KUHAP adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP ini. 5. Rehabilitasi menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Pasal 1, dibagi menjadi: (1) Rehabilitasi Medis menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 ayat (16) adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantuangan Narkotika. (2) Rehabilitasi Sosial menurut Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 ayat (17) adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 6. Penyalah Guna menurut Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 ayat (15) adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 11 http://kamusbahasaindonesia.org/pertimbangan

12 7. Narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 ayat (1) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan yang dibedakan dalam golongan-golongan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penlitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini adalah normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma dan penelitian ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama serta mengumpulkan data dari pihak-pihak yang mengetahui masalah yang sedang diteliti dengan mengadakan wawancara dengan narasumber. 2. Sumber Data Penelitian hukum normatif, data sekunder yang berupa bahan hukum sebagai data utama dan data primer sebagai pendukung. a. Data Sekunder Data berupa bahan hukum yang terkait dengan materi penelitian. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian adalah 1) Bahan hukum primer Bahan Hukum Primer merupakan kumpulan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang meliputi:

13 a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945; b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); d) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman; e) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. f) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan obyek yang diteliti, literatur-literatur : a) Buku-buku tentang Hukum Pidana b) Buku-buku tentang Tindak Pidana Narkotika 3) Bahan Hukum Tertier Bahan Hukum Tertier merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari : a) Kamus Besar Bahasa Indonesia. b) Kamus Istilah Hukum. c) Ensiklopedia.

14 b. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara mengenai obyek yang diteliti dengan narasumber Bahtra Yenni Warita, SH.M.Hum selaku Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Merupakan suatu penelitian untuk mengumpulkan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini dengan mempelajari literatur-literatur. b. Wawancara dengan Narasunber Penelitian ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber Ibu Bahtra Yenni Warita, SH.M.Hum selaku Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta 4. Metode Analisis Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sebagai data pendukung bahan hukum sekunder yang didukung dengan pendapat narasumber selanjutnya diolah menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu metode analisis data yang dilakukan dengan menggunakan ukuran kualitatif. H. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum ini terbagi dalam 3 bab yang tiap bab dibagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap

15 keseluruhan hasil penelitian. Adapun Sistematika Penulisan Hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Hukum. BAB II PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA Dalam bab ini diuraikan Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim Dalam Peradilan Pidana, Tinjauan Umum Tentang Penyalahguna Narkotika dan Putusan Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Narkotika Yang Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. BAB III PENUTUP Dalam Bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran.