BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

JURNAL ILMIAH DASAR PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB III PENUTUP. bersifat yuridis adalah pertimbangan yang didasarkan pada fakta - fakta yang

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindak pidana jumlahnya makin meningkat adalah pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus pembunuhan pada tahun 2010 mencapai 1058 kasus dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 1467 kasus. 1 Di wilayah Kepolisian Daerah Metro Jaya, angka kasus pembunuhan terjadi setiap tahun juga cukup besar. Tercatat, pada tahun 2013 terjadi 76 kasus pembunuhan, tahun 2014 sebanyak 58 kasus pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan. 2 Ditinjau dari aspek hukum, kasus pembunuhan didasarkan pada KUHP Bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa Pasal 338-350.Di Pasal 338, disebutkan bahwa barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dari sisi kriminologi, menurut Morrall, pembunuhan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 3 (1)Justifiable, yaitu pembunuhan dapat dibenarkan karena didasarkan pada tugas atau hak benar; (2) Excusable, yaitu pembunuhan di luar hak atau tugas namun tanpa niatan kriminal; (3)Felonious, yaitu pembunuhan ditetapkan oleh hukum sebagai tindak kejahatan. 1 Bulletin Resmi Bulanan Badan Pusat Statistik, No. 12, Desember 2012 2 Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya 3 Peter Morrall,Murder and Society (Singapore:John Wiley & Sons, 2006) Hlm. 72 1

2 Dalam praktik hukum positif di Indonesia, bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan adalah suatu perbuatan dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan, tetapi penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat diwujudkan melalui perbuatan dilakukan sampai selesai. Berdasarkan unsur kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat dibedakan menjadi: 1. Pembunuhan di lakukan dengan sengaja, terdiri atas: a. Pembunuhan Biasa Tindak pidana diatur Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana bentuk pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu delik telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Pasal 340 KUHP menyatakan: Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun.

3 Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain karena pembunuhan, terdapat tiga syarat harus dipenuhi, yaitu: 4 1) Adanya wujud perbuatan; 2) Adanya suatu kematian (orang lain); 3) Adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband) antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain). b. Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag) Hal ini diatur Pasal 339 KUHP bunyinya sebagai berikut : Pembunuhan diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan. Kata diikuti (gevold) dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain c. Pembunuhan Berencana (Moord) Tindak pidana ini diatur Pasal 340 KUHP, menyebutkan sebagai berikut : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluhtahun. 4 Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Tubuh & Nyawa, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010, hlm.57

4 Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah sebagai berikut : a. Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu. b. Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain. Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP. Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Mengenai unsur dengan rencana lebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat, yaitu: 5 a. Memutuskan kehendak suasana tenang. b. Ada tersedia waktu cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. 5 Ibid, hlm. 82

5 c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) suasana tenang. Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas permintaan tegas (uitdrukkelijk) dan sungguh-sungguh /nyata (ernstig). Tidak cukup hanya dengan persetujuan belaka, karena hal itu tidak memenuhi perumusan Pasal 344 KUHP: Barang siapa merampas jiwa orang lain atas permintaan sangat tegas dan sungguh-sungguh, orang itu dipidana dengan penjara paling tinggi dua belas tahun 2. Pembunuhan tidak sengaja. Tindak pidana dilakukan dengan tidak sengaja merupakan bentuk kejahatan akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini diatur Pasal 359 KUHP, rumusannya sebagai berikut : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Terhadap kejahatan melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua macam hukuman dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, ditemui kasus pembunuhan berencana menarik perhatian publik. Antara lain kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Kumala Wongso terkenal dengan sebutan Racun Kopi, serta kasus pembunuhan berencana atas bocah Engeline oleh ibu tirinya, Margriet. Penelitian ini mengambil kasus putusan Pengadilan Negeri Sleman No. 259/Pid.Sus/2013/PN.Slmn. Dalam putusan ini, terdakwa I yakni Yonas

6 Refalusi Anwar terbukti secara syah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dilakukan secara bersama-sama, melakukan persetubuhan di luar perkawinan, pencurian, dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian secara bersama-sama terhadap Ria Puspita Restanti sementara terdakwa II, Edi Nur Cahyo, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan persetubuhan di luar perkawinan dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian terhadap Ria Puspita Restanti. Atas perbuatan tersebut, terdakwa I Yonas Refalusi Anwar dihukum seumur hidup, sedangkan Edi Nur Cahyo dihukum 10 tahun. Atas hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah ini bentuk penelitian skripsi dengan judul: Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah dasar pertimbangan putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana? 2. Apa kendala dialami oleh hakim menjatuhkan putusan terhadap kasus tindak pidana pembunuhan berencana? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

7 1. Untuk memperoleh data tentang dasar pertimbangan putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. 2. Untuk memperoleh data tentang kendala dialami hakim penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan berencana. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan pengembangan Ilmu Hukum Pidana Indonesia. 2. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi sumbangsi pemikiran terhadap penegakan hukum Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana pembunuhan berencana E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian dengan judul Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dan berbeda dengan penelitian sejenis sudah pernah dilakukan. Penelitian ini dapat di katagorikan ide original peneliti, aktual serta sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Adapun perbandingan keaslian penelitian ini dengan penelitian lain adalah sebagai berikut: Tabel 1

8 Perbandingan Keaslian Penelitian N Penulis Judul Rumusan Masalah Hasil Penelitian o 1 Eka Hardianti Tinjauan Yuridis 1. Bagaimanakah a) dakwaan Nomor Terhadap Tindak Pidana penerapan hukum mahasiswa Pembunuhan Berencana pidana terhadap diajukan B11109353, dan Penganiayaan tindak pidana oleh Fakultas Mengakibatkan Luka pembunuhan penuntut Hukum Berat (Studi Kasus berencana dan umum Universitas Putusan Nomor penganiayaan kurang Hasanudin 329/Pid.B/2012/PN.Mks.) mengakibatkan tepat. luka berat Penuntut putusan umum tidak No.329/PID.B/201 memperhati 2/PN.Mks? kan 2. Bagaimanakah kesengajaan pertimbangan atau niat hukum hakim dari pelaku menjatuhkan putusan pelaku terhadap merumuska n pembunuhan keseluruhan

9 berencana dan dakwaan penganiayaan b) hakim mengakibat berat putusan luka memeriksa perkara ini No.329/PID.B/201 2/PN.Mks? sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP. Akan tetapi, hakim mempertim bangkan dakwaan diajukan penuntut umum, tidak

10 memperhati kan kesengajaan pelaku melakukan tindak pidana. 2 Fajar Edy Analisis Terhadap 1. Bagaimana Pertimbangan hakim Purboyudono, Putusan Hakim pertimbangan- mengambil Nomor Kasus Tindak Pidana pertimbangan putusan tindak Mahasiswa Pembunuhan hakim pidana pembunuhan E0003163, Dilakukan dengan mengambil putusan dilakukan Fakultas Sengaja (Kasus di tindak pidana dengan sengaja Hukum Pengadilan Negeri pembunuhan antara lain: fakta- Universitas Pacitan) dilakukan dengan fakta Negeri Solo sengaja ditemukan 2. Apakah putusan persidangan, apakah hakim unsur-unsur dari tindak pidana pasal pembunuhan didakwakan oleh dilakukan dengan penuntut umum

11 sengaja itu sudah kepada terdakwa sesuai dengan telah terpenuhi, penerapan Pasal terdapat sekurang- 338 KUHP. kurangnya dua alat bukti sah, adanya keyakinan dari hakim bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan terdakwalah bahwa bersalah melakukannya, apakah terdapat halhal dapat dijadikan alasan maupun sebagai pembenar alasan pemaaf dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan

12 terdakwa, dan pertimbangan mengenai hal-hal memberatkan maupun meringankan terdakwa. 3 Syahrudianto Pertimbangan Hakim 1. Bagaimana 1. Pertimbanga Sitepu, Nomor Menjatuhkan pertimbangan n hakim Mahasiswa Pidana Terhadap Pelaku hakim 050509191 Tindak Pidana menjatuhkan memutus Fakultas Pembunuhan Berencana pidana perkara Hukum pembunuhan pembunuhan Universitas berencana? berencana Atma Jaya 2. Apakah mengacu Yogyakarta pertimbangan pada fakta tersebut sesuai telah dengan ditemui pasal 340 KUHP persidangan sesuai dengan bukti-bukti

13 dikemukakan oleh jaksa penuntut umum. 2. Pilihan hakim menjatuhkan pidana pembunuhan berencana sudah sesuai dengan Pasal 340 KUHP F. Batasan Konsep Konsep-konsep dipakai penelitian ini antara lain: 1. Putusan:pernyataan hakim dituangkan bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). 6 2. Hakim adalah pejabat peradilan negara diberi wewenang oleh undangundang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). 6 BN Marbun, Kamus Hukum Indonesia (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,2006) hlm. 258

14 3. Tindak pidana adalah perbuatan dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 7 4. Pembunuhan berencana diatur Pasal 340 KUHP menyatakan barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana pinjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yakni menggunakan konsep legis positivis menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis dibuat dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat berwenang.penelitian yuridis normatif juga memandang hukum sebagai sistem normatif bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat, dan dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pusataka. 8 Penelitian ini bersifat bersifat deskriptif. Soerjono Soekanto mendefinisikan penelitian deskriptif, yaitu penelitian dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau 7 Prof Moeljatno, S.H, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hlm.54 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 13 14

15 gejalagejala lainnya. 9. Penelitian ini ditujukan untuk memberikan saran-saran mengenai apa harus dilakukan untuk oleh hakim mencari dasar hukum untuk kasus pembunuhan berencana. 2. Sumber Data Penelitian ini merupakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara melakukan penelusuran atas literatur terkait dengan hukum pidana, aspek hukum bersinggungan dengan hukum pidana, serta kepustakaan lain bersumber dari buku, jurnal, makalah seminar, tesis, disertasi, serta kamus ilmu hukum. Secara terperinci, teknik pengambilan data diuraikan sebagai berikut: a. Data Sekunder Merupakan data digunakan untuk mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer 10, meliputi : 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan isinya mengikat karena dikeluarkan oleh Pemerintah, 11 yaitu berbagai peraturan perundangundangan menkut tentang pidana, antara lain : a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. c) Kitab Undang-Undang Acara Pidana 9 Ibid. 10 Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012) hlm. 78-79 11 Ibid.

16 d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. e) Putusan Pengadilan Negeri Sleman No. 259/Pid.Sus/2013/PN.Slmn 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan membahas bahan hukum primer, di mana bahan-bahan ini bermanfaat penelitian hukum sifatnya meneliti kasus seperti penelitian ini. 12 Bahan-bahan erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis bahan hukum primer, antara lain: a) Berbagai bahan kepustakaan mengenai hukum pidana b) Internet 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu : bahan hukum memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu; kamus Bahasa Indonesia, ensiklopedia hukum, dan lainnya. b. Data Primer Data primer adalah data diperoleh secara langsung dilapangan pada objek diteliti. 13 Untuk memperoleh dan mengumpulkan data primer maka dilakukan penelitian di lapangan. Penelitian menggunakan metode penyelidikan dapat dipertanggungjawabkan untuk 12 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pres,2014), hlm. 119 13 Ngani.,Op.Cit.,hlm. 78-79.

17 mendapatkan penelitian baik. Dalam melakukan pengumpulan data dilapangan maka dipergunakan dengan cara wawancara. 3. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dimulai dengan kegiatan penelusuran peraturan perundang-undangan relevan melalui studi kepustakaan dan dokumen. Untuk memperkuat dokumen tersebut, dilakukan penelusuran literatur terkait dengan pokok permasalahan penelitian ini. 4. Analisis Data Analisis data secara deskriptif, dimana data-data dikumpulkan dari fakta-fakta hukum, wawancara dan studi pustaka, maupun dari berbagai sumber akan dikelompokkan sesuai permasalahan dan selanjutnya dilakukan analisis antara fakta-fakta hukum dengan norma hukum. H. Sistematika Penelitian Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas: 1. BAB I: PENDAHULUAN Membahas latar belakang masalah hingga dikeluarkannya Putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. 2. BAB II: PEMBAHASAN Pembahasan ini akan diuraikan tinjauan umum tentang hakim, tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang pembunuhan berencana,

18 dan juga hasil penelitian berupa dasar pertimbangan putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. 3. BAB III: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan penelitian serta saran-saran bermanfaat bagi dari sisi teoretis maupun sisi praktis.